You are on page 1of 42

MAKALAH

PATOFISIOLOGI
HORMON TIROID & INSULIN

Disusun Oleh:

Kelompok 2 S1-IVB

1. Ainun Alfatma (1701047)


2. Arava Putri Fadilla (1701050)
3. Citra Prameswari (1701052)
4. Dechania Samura (1701054)
5. Ema Wahyuni (1701057)
6. Fadila Toha (1701059)
7. Ginta Ivoni Tizamzuki (1701061
8. Hamida Nur Azri (1701063)

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Nofri Hendri Sandi,M.Farm,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim,

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunianya

kami diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas mengenai

“PATOFISIOLOGI KELENJAR TIRIOD DAN INSULIN”.

Dalam proses penyusunan makalah ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,

koreksi dan saran. Untuk itu tidak lupa juga saya berterima kasih :

1. Kepada Bapak Nofri Hendri Sandi,M.Farm,Apt. selaku dosen mata kuliah Farmakologi II

sekaligus pembimbing pembuatan Makalah ini

2. Kepada ke dua orang tua kami yang telah banyak memberikan motivator kepada kami

3. Kepada teman-teman, sahabat dan segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu yang telah banyak membantu dan juga memberikan dukungan

Penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran

dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada

umumnya.

Pekanbaru, 09 Mei 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1. Latar belakang masalah ................................................................................................ 4

1.2. Rumusan masalah ........................................................................................................ 4

1.3. Tujuan penulisan .......................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5

2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hormon ........................................................................ 5

2.2. Patofisiologi Sistem Hormon ..................................................................................... 13

2.2.1 Patofisiologi Kelenjar Tiroid ........................................................................... 13

2.2.2 Patofisiologi Insulin ........................................................................................ 25

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 41

3.1.Kesimpulan.................................................................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 42

3
BAB I

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu.
Kelenjar ini merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran sehingga sekresinya akan
masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh. Apabila sampai pada
suatu organ target, maka hormon akan merangsang terjadinya perubahan. Pada umumnya
pengaruh hormon berbeda dengan saraf. Perubahan yang dikontrol oleh hormon biasanya
merupakan perubahan yang memerlukan waktu panjang. Contohnya pertumbuhan dan
pemasakan seksual.

Perubahan pada kadar hormon yang secara signifikan tinggi atau rendah dapat terjadi
karena berbagai sebab . sistem unpan balik mungkin tidak dapat berfungsi dengan baik atau
mungkin bereaksi terhadap sinyal yang salah. Disfungsi sistem endokrin yang sering terjadi
diklasifikasi menjadi hipofungsi serta hiperfungsi , inflamasi , dan tumor .

2. Rumusan masalah
1. Apa itu hormon?
2. Kelenjar apa saja yang mengasilkan hormon?
3. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari kelenjar tiroid (hormone tiroid)?
4. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari kelenjar pancreas (hormone insulin)?
5. Bagaimana patofsiologi dari Hormon tiroid?
6. Bagaimana patofisiologi dari Hormon insulin?

3. Tujuan
1. Dapat menejelaskan tentang hormone
2. Dapat menjelaskan kelenjar yang mengasilkan hormone
3. Dapat memahami anatomi dan fisiologi dari kelenjar tiroid (hormone tiroid)
4. Dapat memahami anatomi dan fisiologi dari kelenjar pancreas (hormone insulin)
5. Dapat menjelaskan patofsiologi dari Hormon tiroid
6. Dapat menjelaskan patofisiologi dari Hormon insulin

4
BAB II
Pembahasan
2.1 Anatomi Dan Fisiologi Sistem Hormon

Gambar 1 : organ yang untuk mengahasilkan hormon


Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah sekelompok susunan sel yang
mempunyai susunan mikroskopis sangat sederhana , kelompok ini terdiri dari deretan sel-sel
, lempengan atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat halus yang banyak mengandung
pembuluh kapiler dan kelenjar yang mengirim hasil sekresinya langsung ke dalam darah
yang beredar dalam jaringan dan menyekresi zat kimia yang disebut hormon. Hormon adalah
zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ yang mempengaruhi
kegiatan di dalam sel.
Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran , hasil sekresi dihantarkan tidak melalui
saluran , tapi dari sel-sel endokrin langsung masuk ke pembuluh darah . selanjutnya hormon-
hormon tersebut dibawa kekelenjer target tempat terjadinya efek hormon . sedangkan ekrsi
kelenjar eksokrin keluar dari tubuh kita melalui saluran khusus , seperti uretra dan saluran
kelenjar ludah .
Adapun fungsi kelenjar endokrin adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan hormon yang dialirkan kedalam darah yang yang diperlukan oleh jaringan
tubuh tertentu.
2. Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh
3. Merangsang aktivitas kelenjar tubuh

5
4. Merangsang pertumbuhan jaringan
5. Mengatur metabolisme, oksidasi, meningkatkan absorbsi glukosa pada usus halus
6. Memengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang, vitamin, mineral, dan air.
Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu hipofisis,
tiroid, paratiroid, kelenjar adrenalin (anak ginjal), pankreas, ovarium, dan testis.
1. Hipofisis
Kelenjar ini terletak pada dasar otak besar dan menghasilkan bermacam-macam hormon
yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Oleh karena itu kelenjar hipofisis disebut master
gland. Kelenjar hipofisis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian anterior, bagian tengah,
dan bagian posterior.

2. Tiroid (Kelenjar Gondok)


Tiroid merupakan kelenjar yang berbentuk cuping kembar dan di antara keduanya dapat
daerah yang menggenting. Kelenjar ini terdapat di bawah jakun di depan trakea. Kelenjar
tiroid menghasilkan hormon tiroksin yang mempengaruhi metabolisme sel tubuh dan
pengaturan suhu tubuh. Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam
makanan dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar
ini harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan
kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini
terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme, yaitu kelainan fisik dan mental yang
menyebabkan anak tumbuh kerdil dan idiot. Kekurangan iodium yang masih ringan dapat
diperbaiki dengan menambahkan garam iodium di dalam makanan.
Produksi tiroksin yang berlebihan menyebabkan penyakit eksoftalmik tiroid (Morbus
Basedowi) dengan gejala sebagai berikut; kecepatan metabolisme meningkat, denyut nadi
bertambah, gelisah, gugup, dan merasa demam. Gejala lain yang nampak adalah bola mata
menonjol keluar (eksoftalmus) dan kelenjar tiroid membesar.

3. Paratiroid l Kelenjar Anak Gondok


Paratiroid menempel pada kelenjar tiroid. Kelenjar ini menghasilkan parathormon yang
berfungsi mengatur kandungan fosfor dan kalsium dalam darah. Kekurangan hormon ini
menyebabkan tetani dengan gejala: kadar kapur dalam darah menurun, kejang di tangan dan
kaki, jari-jari tangan membengkok ke arah pangkal, gelisah, sukar tidur, dan kesemutan.

4. Kelenjar Adrenal l Suprarenal l Anak Ginjal


Kelenjar ini berbentuk bola, menempel pada bagian atas ginjal. Pada setiap ginjal
terdapat satu kelenjar suprarenal dan dibagi atas dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan
bagian tengah (medula).

5. Pankreas
Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal sebagai pulau Langerhans
berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini
berfungsi mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa ke sel
hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen untuk disimpan.

6
6. Ovarium
Ovarium merupakan organ reproduksi wanita. Selain menghasilkan sel telur, ovarium
juga menghasilkan hormon. Ada dua macam hormon yang dihasilkan ovarium yaitu sebagai
berikut.
a. Estrogen
Hormon ini dihasilkan oleh Folikel Graaf. Pembentukan estrogen dirangsang oleh FSH.
Fungsi estrogen ialah menimbulkan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder
pada wanita. Tanda-tanda kelamin sekunder adalah ciri-ciri yang dapat membedakan wanita
dengan Aria tanpa melihat kelaminnya. Contohnya, perkembangan pinggul dan payudara
pada wanita dan kulit menjadi bertambah halus.
b. Progesteron
Hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum. Pembentukannya dirangsang oleh LH dan
berfungsi menyiapkan dinding uterus agar dapat menerima telur yang sudah dibuahi.Plasenta
membentuk estrogen dan progesteron selama kehamilan guna mencegah pembentukan FSH
dan LH. Dengan demikian, kedua hormon ini dapat mempertahankan kehamilan.
7. Testis
Seperti halnya ovarium, testis adalah organ reproduksi khusus pada pria. Selain
menghasilkan sperma, testis berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon
androgen, yaitu testosteron. Testosteron berfungsi menimbulkan dan memelihara
kelangsungan tanda-tanda kelamin sekunder. Misalnya suaranya membesar, mempunyai
kumis, dan jakun.

Dalam pembahasan kali ini hormone yang dibahas hanya hormone tiroid dan hormone
insulin. Sebelum masuk ke patofisiologi maka menegenal dulu tentang anatomi dan fisiologi
dari 2 hormon tersebut sebagai berikut :

A. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar tiroid (Hormon tiroid)

7
Gambar 2 : anatomi dari kelenjar tiroid (hormone tiroid)

Tiroid atau kelenjar gondok adalah sebuah organ kecil yang terdiri dari dua bagian
yang dihubungkan jembatan, mirip prisai (bahasa yunani thyreos=prisai); letaknya di bagian
bawah leher mendampingi batang tenggorok; pada orang dewasa beratnya kira-kira 25 – 30
gram.
Hormon tiroid (bahasa Inggris: thyroid hormone, TH) adalah klasifikasi hormon
yang mengacu pada turunan senyawa asam amino tirosina yang disintesis oleh kelenjar tiroid
dengan menggunakan yodium. Terdapat dua jenis hormon dari klasifikasi ini yaitu tetra-
iodotironina dan tri-iodotironina. Kedua jenis hormon ini mempunyai peran yang sangat vital
di dalam metabolisme tubuh.
Istilah hormon tiroid juga sering digunakan untuk merujuk pada asupan senyawa
organik pada terapi hormonal berupa levotikroksin, atau isoform terkait; meskipun terhadap
dua hormon tiroid yang lain yaitu CT, dan PTH

Fungsi hormon tiroid :


a. mempertinggi metabolisme sel
b. mempertinggi pemakaian oksigen
c. menstimulir pembentukan protein di dalam sel
d. mempercepat pertumbuhan sel
e. mempercepat kerja jantung & peredaran darah
f. memperkuat peristaltik lambung-usus

Sintesa Dan Sekresi Hormon Tiroid


1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan satu-
satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi.
Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil dalam
tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe
enzim peroksidase).

8
4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4
(tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3
(triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I,
sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini dibantu
oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin
akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.
8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi.
Tirokalsitonin mempuyai jaringan sasaran tulang dengan fungsi utama
menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorpsi kalsium I tulang. Faktor
utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium
serum rendah akan menekan pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium
serum akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tamabahan adalah diet kalsium
dan sekresi gastrin di lambung.

Agar kelenjar tiroid berfungsi secara normal, maka berbagai faktor harus
bekerjasama secara benar:
1. hipotalamus
2. kelenjar hipofisa
3. hormon tiroid (ikatannya dengan protein dalam darah dan perubahan T4 menjadi T3 di
dalam hati serta organ lainnya).

Tiroid mengeluarkan tiga hormon penting, yaitu:


1. Triodotironin
2. Tiroksin
3. Kalsitonin
Triodotironin dan Tiroksin mengatur laju metabolisme dengan cara mengalir
bersama darah dan memicu sel untuk mengubah lebih banyak glukosa.
Jika Tiroid mengeluarkan terlalu sedikit Triodotironin dan Tiroksin, maka tubuh
akan merasa kedinginan, letih, kulit mengering dan berat badan bertambah. Sebaliknya jika
terlalu banyak, tubuh akan berkeringat, merasa gelisah, tidak bisa diam dan berat badan akan
berkurang.

Hormon tiroid terdapat dalam 2 bentuk:


i. Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, hanya memiliki efek
yang ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh.
ii. Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif, yaitu tri-iodo-tironin
(T3).
Perubahan ini menghasilkan sekitar 80% bentuk hormon aktif, sedangkan 20%
sisanya dihasilkan oleh kelenjar tiroid sendiri. Perubahan dari T4 menjadi T3 di dalam hati
dan organ lainnya, dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya kebutuhan tubuh dari waktu
ke waktu.
Sebagian besar T4 dan T3 terikat erat pada protein tertentu di dalam darah dan hanya aktif

9
jika tidak terikat pada protein ini. Dengan cara ini, tubuh mempertahankan jumlah hormon
tiroid yang sesuai dengan kebutuhan agar kecepatan metabolisme tetap stabil.
Agar kelenjar tiroid berfungsi secara normal, maka berbagai faktor harus
bekerjasama secara benar:
 hipotalamus
 kelenjar hipofisa
 hormon tiroid (ikatannya dengan protein dalam darah dan perubahan T4 menjadi T3 di dalam
hati serta organ lainnya).

Tiroid mengeluarkan tiga hormon penting, yaitu:


i. Triodotironin
ii. Tiroksin
iii. Kalsitonin
Triodotironin dan Tiroksin mengatur laju metabolisme dengan cara mengalir
bersama darah dan memicu sel untuk mengubah lebih banyak glukosa.
Jika Tiroid mengeluarkan terlalu sedikit Triodotironin dan Tiroksin, maka
tubuh akan merasa kedinginan, letih, kulit mengering dan berat badan bertambah. Sebaliknya
jika terlalu banyak, tubuh akan berkeringat, merasa gelisah, tidak bisa diam dan berat badan
akan berkurang.

B. Anatomi dan fisiologi dari kelenjer pancreas (Hormon insulin)

Gambar 2 : anatomi dari kelenjar pancreas (hormone insulin)


Pankreas merupakan organ tubuh istimewa yang berfungsi ganda sebagai kelenjar
eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas membantu dan berperan penting
dalam sistem pencernaan dengan mensekresikan enzim-enzim pankreas seperti amilase,
lipase dan tripsin. Sebagai kelenjar endokrin, pankreas dikenal dengan produksi hormon-
hormon insulin dan glukagon yang berperan dalam metabolisme glukosa. Fungsi endokrin
pankreas dilakukan oleh pulau-pulau Langerhans yang tersebar di antara bagian eksokrin
pancreas.
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar
12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke
lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus

10
12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk
organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum
lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.

Pankreas dapat dibagi ke dalam:


1. Kepala Pankreas yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam
lekukan duodenum.
2. Badan Pankreas merupakan bagian utama pada organ tersebut, letaknya di belakang lambung
dan di depan vertebra lumbalis pertama.
3. Ekor Pankreas adalah bagian yang runcing disebelah kiri, dan sebenarnya menyetuh limpa.

Gambar 3 : bagian-bagian daru sel pulau langerhans


sel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam:
1. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau, mengandung
gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas inti kadang tidak teratur.
2. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak dan membentuk
60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau,
mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah, dan mitokondria kecil bundar dan banyak.
3. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian manasaja dari pulau,
umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandung gelembung sekretoris ukuran 300-350 nm dengan
granula homogen.
4. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel F berasal dari tonjolan
pankreas ventral.

11
Tipe sel Jumlah Hormon yang diproduksi
relative
A atau alfa -25% Glukagon

B atau beta -70% Insulin

D atau gama <5% Somatostatin

F Sangat kecil Polipeptida pancreas

Mekanisme kerja insulin


Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme
dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Kerja insulin dimulai ketika hormon
tersebut terikat dengan sebuah reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel target.
Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh
jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis
reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan
antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses
regulasi atau metabolisme glukosa di dalam sel otot dan lemak meskipun mekanisme kerja
yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam
meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada
mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4
inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami
metabolism.
Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme
serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal.
Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan
salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme
glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai
kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah
jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar
glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen
yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses
ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin.
Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon
tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi
optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya

12
terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi
glukosa dari hepar.
Efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan protein :
1. Efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat.
2. Insulin meningkatkan metabolisme dan ambilan glukosa otot.
3. Insulin meningkatkan ambilan, penyimpanan dan penggunaan glukosa oleh sel hati .
4. Insulin memacu konversi kelebihan glukosa menjadi AL dan menghambat
glukoneogenesis di hati
Mekanisme yang dipakai insulin untuk menyebabkan terjadinya ambilan glukosa dan
penyimpanan hati meliputi beberapa langkah :
1. Menghambat fosforilase hati (enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen hati
menjadi glukosa)
2. Meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Keadaan ini terjadi dengan
meningkatkan aktivitas enzim glukokinase yang menyebabkan timbulnya fosforilasi awal
dari glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Begitu difosforilasi, glukosa
terperangkap sementara di dalam sel-sel hati, sebab glukosa yang sudah terfosforilasi tidak
dapat berdifusi kembali melewati membran sel.
3. Meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesisglikogen (glikogen
sintetase, untuk polimerisasi unit-unit monosakarida untuk membentuk molekul glikogen)

2.2 Patofisiologi system hormone


2.2.1 Patofisiologi hormone tiroid
1. Hipertiroidisme

A. Pengertian hipertiroidisme
Hipertiroidesme atau tirotoksikosis merupakan suatu ketidak seimbangan
metabolisme yang terjadi karena produksi berlebihan hormon tiroid . penyakit yang sering
terjadi yaitu penyakit Grave , yang meningkatkan produksi hormon tiroksin (T4) , membuat
kelenjar tiroid membesar (goiter gondok) dan menyebabkan perubahan sistem yang
multiple.
B. Etiologi Hipertiroidisme
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan
TSH dan TRF karena umpan balik negatif TH terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme
akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar TH dan TSH yang finggi. TRF akan
Tendah karena uinpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi
hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.

13
Lebih dari 90% hipertiroidisme adalah penyakit Graves dan nodul tiroid toksik. Ada
berbagai hal yang menjadi penyebab hipertiroid, antara lain:
 Biasa Penyakit Graves
 Nodul tiroid toksik: multinodular dan mononodular toksik
 Tiroiditis
 Tidak biasa Hipertiroidisme neonatal
 Hipertiroidisme faktisius
 Sekresi TSH yang tidak tepat oleh hipofisis: tumor, nontumor (syndrome resistensi hormone
tiroid)
 Yodium eksogen.
 Jarang Metastasis kanker tiroid
 Koriokarsinoma dan mola hidatidosa
 Struma ovarii
 Karsinoma testicular embrional
 Pilyostotic fibrous dysplasia (Sindrom Mc-Cune-Albright)

Beberapa penjelasan penyakit yang menyebabkan Hipertiroid yaitu :


1. Graves’ disease.
Grave’s disease adalah kelainan autoimun dimana sistem imun dalam tubuh
membentuk suatu antibodi yang disebut thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), suatu
IgG yang dapat merangsang reseptor TSH sehingga meningkatkan pembentukan dan
pelepasan T3 dan T4.4 Namun, berbeda dengan TSH, TSI tidak dipengaruhi oleh inhibisi
umpan bailk negatif oleh hormon tiroid sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid terus
berlangsung.5 Kelainan ini ditandai eksoptalmus, akibat reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokular yang memiliki reseptor yang
sama dengan TSH.
2. Inflamasi dari kelenjar tiroid atau tiroiditis
Tiroiditis tidak menyebabkan peningkatan produksi hormon oleh kelenjar tiroid,
namun menyebabkan kebocoran penyimpanan hormon tiroid sehingga bocor dan keluar dari
kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar hormon tiroid di dalam darah.
3. Masukan iodine yang berlebih
Kelenjar tiroid menggunakan iodine untuk menghasilkan hormon tiroid, jadi jumlah
iodine yang dikonsumsi akan mempengaruhi jumlah hormon tiroid yang dihasilkan. Ada
beberapa obat ada yang mengandung iodine dalam jumlah relatif banyak, antara lain
amiodarone yang digunakan sebagai terapi penyakit jantung, suplemen yang mengandung
ruput laut, dan beberapa jenis sirup obat batuk.
4. Pengobatan dengan hormon tiroid sintetik
Pada penanganan pasien hipotiroid yang memakai hormon tiroid terlalu banyak dapat
menyebabkan terjadinya hipertiroiod. Pada pemakaian tiroid sintetik maka dibutuhkan
monitoring kadar tiroid paling tidak sekali dalam satu tahun. Beberapa obat juga dapat
bereaksi dengan tiroid sintetik sehingga kadar tiroid dalam darah meningkat.
5. Struma
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid
dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan. Adanya struma atau

14
pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya bertambah besar atau oleh
karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan
struktur morfologi baru. Pada struma dapat terjadi hipertiroid, hipotirooid, dan eutiroid.
6. Hipertiroidisme sekunder
Hipertiroidisme bisa disebabkan oleh tumor hipofisa yang menghasilkan terlalu
banyak TSH, sehingga merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid yang
berlebihan. Penyebab lainnya adalah perlawanan hipofisa terhadap hormon tiroid, sehingga
kelenjar hipofisa menghasilkan terlalu banyak TSH.
Wanita dengan mola hidatidosa (hamil anggur) juga bisa menderita hipertiroidisme
karena perangsangan yang berlebihan terhadap kelenjar tirois akibat kadar HCG (human
chorionic gonadotropin) yang tinggi dalam darah. Jika kehamilan anggur berakhir dan HCG
tidak ditemukan lagi di dalam darah, maka hipertiroidisme akan menghilang.

C. Patofisiologi Hipertiroidisme
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena
itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI
meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid,
yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya
sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan
TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar
batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar.
Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat
hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas
normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang
mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya
tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami
gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah
satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan
reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot
ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.

D. Gejala hipetiroidisme
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap Katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap
panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi

15
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Haid sedikit dan tidak tetap
11. Pembesaran kelenjar tiroid
12. Mata melotot (exoptalmus)

E. Penatalaksanaan Hipertiroidisme
Tujuan terapi hipertiroidisme adalah mengurangi sekresi kelenjar tiroid. Sasaran
terapi dengan menekan produksi hormon tiroid atau merusak jaringan kelenjar (dengan
yodium radioaktif atau pengangkatan kelenjar).
Pengobatan penderita hipertiroid dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan
obat-obatan, pembedahan, maupun dengan menggunakan bahan radioaktif. Lamanya
penanganan dengan obat-obatan bias sampai 12 bulan. Dengan pembedahan, hanya sebagian
kelenjar yang diambil, sedangkan pengobatan dengan radioaktif tidak boleh dilakukan pada
ibu hamil. Secara lengkap teknik pengobatannya yaitu:
1. Beristirahat
Untuk kasus-kasus yang ringan, cukup berobat jalan dengan observasi yang baik.
Sedangkan untuk kasus-kasus yang berat, diperlukan istirahat total, lebih-lebih bila pasien
direncanakan akan dioperasi.
2. Makanan
Pengaturan makanannya yaitu tinggi kalori, tinggi vitamin dan mineral serta cukup
protein.
3. Obat-obatan
Apabila masalahnya berada di tingkat kelenjar tiroid, maka pengobatan yang diberikan
adalah pemberian obat antitiroid yang menghambat produksi HT dan atau obat-obat
penghambat beta untuk menurunkan hiperresponsivitas simpatis.
Jenis obat-obatan yang biasanya diberikan di antaranya adalah:
 Propiltourasi (PTU), 100 mg 3x sehari, sampai tercapai kondisi eutiroid (keadaan normal). Ini
diberikan untuk menormalkan produksi hormone tiroidnya.
 Fenobarbital yang berfungsi sebagai penenang atau obat tidur karena pasien biasanya gekisah
dan tidak bias tidur.
 Vitamin B kompleks diberikan karena kekurangan vitamin B adalah salah satu pemicu
hipertiroid.
4. Terapi yodium radioaktif
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada:
 Pasien umur 35 tahun atau lebih
 Hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi
 Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
 Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid
 Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
 Biasanya dilakukan pada penderita-penderita tertentu dan berusia di atas 40 tahun, yaitu
apabila sering terjadi kekambuhan (relaps) setelah diterapi dengan obat-obatan, atau
kekambuhan setelah operasi.
5. Tindakan operasi
Cara ini jarang dilakukan dokter karena beresiko tinggi. Komplikasi operasi yang
mungkin terjadi ialah hipoparatiroid atau kadar kelenjar paratiroidnya menjadi rendah,

16
paralysis (kelumpuhan) pita suara sehingga suara pasien menjadi hilang. Pembedahan
dilakukan untuk mengangkat sebagian (± ¾ bagian). Tetapi sebelum operasi dilakukan kadar
hormon tiroid harus dinormalkan lebih dahulu dengan obat metimazol. Hal ini berguna untuk
mengurangi resiko selama menjalani operasi.
Cara alami dengan membiasakan pola hidup sehat, terutama pada ibu hamil supaya janin
sehat dan terhndar dari gangguan hipertiroid, sebaiknya hindari mengkonsumsi junk food
dan berbagai macam makanan olahan (makanan kaleng, sosis, bakso, smoke beef, dll). Lebih
baik memperbanyak buah dan sayur-sayuran.
Bagi yang sudah menderita hipertiroid, pengaturan kembali pola makan tetap
diperlukan, sebab beberapa penderita hipertiroid terbukti mengalami perbaikan dalam
kondisinya dengan gejala tremor, berdebar-debar dan berkeringat setelah mengikuti pola
makan food combainin.Menghindari stress yang tinggi, cukup tidur.
Ada juga penatalaksanaan terapi hipertiroidisme meliputi terapi nonfarmakologi dan
terapi farmakologi.
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan:
A. Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori per hari
baik dari makanan maupun dari suplemen.
B. Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg berat badan) per hari untuk
mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur.
C. Olah raga secara teratur.
D. Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme.
Penatalaksanaan hipertiroidisme secara farmakologi menggunakan kelompok:
A. obat antitiroid
B. penghambat transport iodida (β-adrenergik-antagonis)
C. bahan yang mengandung iodida yang menekan fungsi kelenjar tiroid

2. Hipotiroidsme
A. Pengertian hipotiroidisme
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid
yang rendah yang disebabkan karna terjadinya hipofungsi kelenjar tiroid yang berjalan
lambat. Hal ini dapat disebabkan karna terjadi kelainan dalam kelenjar tiroid itu sendiri,
kerusakan dalam metabolisme tiroid, ataupun kekurangan yodium. Akibatnya kadar
hormone tiroid dalam darah berada dibawah nilai optimal. Keadaan ini dapat menyebabkan
kegagalan homeostasis tubuh.
Hipotiroid, juga dikenal sebagai underactive thyroid (tiroid kurang aktif), adalah suatu
kondisi di mana kelenjar tiroid, yang memasok hormon untuk menjaga metabolisme agar
bekerja, tidak berfungsi dengan baik. Hal ini mengakibatkan kadar hormon esensial yang
diedarkan ke seluruh tubuh lebih rendah dari yang dibutuhkan sehingga dapat merusak
kemampuan tubuh untuk berfungsi secara efisien.
Hipotiroid umumnya mempengaruhi orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat
terpengaruh. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak dapat berakibat pertambatan
pertumbuhan dan perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang parah seperti
retardasi mental. Hipotiroidisme pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum
organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot
dan kulit, yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Miksedema adalah suatu
kaadaan hipotiroid yang sudah sangat berat atau merupakan tahap lanjut dari

17
hipotiroid, yang contoh gejalanya adalah tekanan darah rendah, kesulitan bernapas, suhu
tubuh menurun bahkan, koma.
Menurut Kamus Kedokteran Dorland, hipotiroidisme adalah defisiensi aktivitas tiroid.
Pada orang dewasa, paling sering mengenai wanita dan ditandai oleh peningkatan laju
metabolik basal, kelelahan dan letargi, kepekaan terhadap dingin, dan gangguan
menstruasi. Bila tidak diobati, akan berkembang menjadi miksedema nyata. Pada bayi,
hipotiroidisme hebat menimbulkan kretinisme. Pada remaja, manifestasinya merupakan
peralihan dengan retardasi perkembangan dan mental yang relatif kurang hebat dan hanya
gejala ringan bentuk dewasa.
Berdasarkan Buku Patologi, disebutkan defisiensi ataupun resistensi perifer terhadap
hormon tiroid menimbulkan keadaan hipermetabolik terhadap hipotiroidisme. Apabila
kekurangan hormon timbul pada anak-anak dapat menimbulkan kretinisme. Pada anak
yang sudah agak besar atau pada umur dewasa dapat menimbulkan miksedema, disebut
demikian karena adanya edematus, penebalan merata dari kulit yang timbul akibat
penimbunan mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan ikat di seluruh tubuh.
Pada Buku Ilmu Kesehatan Anak, kretinisme atau hipotiroidisme kongenital dipakai
kalau kelainan kelenjar tiroidea sudah ada pada waktu lahir atau sebelumnya. Kalau
kelainan tersebut timbul pada anak yang sebelumnya normal, maka lebih baik dipakai
istilah hipotiroidisme juvenilis atau didapat

B. Etiologi Hipotiroidisme
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang sangat umum. Diperkirakan bahwa 3% sampai
5% dari populasi mempunyai beberapa bentuk hipotiroid. Kondisi yang lebih umum terjadi
pada wanita dari pada pria dan kejadian-kejadiannya meningkat sesuai dengan umur.
Dibawah ini adalah suatu daftar dari beberapa penyebab-penyebab umum hipotiroid
pada orang-orang dewasa diikuti oleh suatu diskusi dari kondisi-kondisi ini.
a. Hashimoto's thyroiditis
b. Lymphocytic thyroiditis (yang mungkin terjadi setelah hipertiroid)
c. Penghancuran tiroid (dari yodium ber-radioaktif atau operasi)
d. Penyakit pituitari atau hipotalamus
e. Obat-obatan
f. Kekurangan yodium yang berat
a. Hashimoto's Thyroiditis
Penyebab yang paling umum dari hipotiroid di Amerika adalah suatu kondisi yang
diwariskan/diturunkan yang disebut Hashimoto’s thyroiditis. Kondisi ini dinamakan
menurut Dr. Hakaru Hashimoto yang pertama kali menjelaskannya pada tahu 1912. Pada
kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya membesar (gondokan) dan mempunyai suatu
kemampuan yang berkurang untuk membuat hormon-hormon tiroid. Hashimoto’s adalah
suatu penyakit autoimun dimana sistim imun tubuh secara tidak memadai menyerang
jaringan tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan
TRH akibat umpan balik negatif yang minimal. Kondisi ini diperkirakan mempunyai suatu
basis genetik. Ini berarti bahwa kecenderungan mengembangkan Hashimoto's thyroiditis
dapat terjadi di keluarga-keluarga. Hashimoto's adalah 5 sampai 10 kali lebih umum pada
wanita-wanita daripada pria-pria. Contoh-contoh darah yang diambil dari pasien-pasien
dengan penyakit ini mengungkapkan suatu jumlah yang meningkat dari antibodi-antobodi
pada enzim ini, thyroid peroxidase (antibodi-antibodi anti-TPO). Karena basis untuk

18
penyakit autoimun mungkin mempunyai suatu asal yang umum, adalah bukan tidak biasa
menemukan bahwa seorang pasien dengan Hashimoto’s thyroiditis mempunyai satu atau
lebih penyakit autoimun lainnya seperti diabetes atau pernicious anemia (kekurangan B12).
Hashimoto’s dapat diidentifikasikan dengan mendeteksi antibodi-antibodi anti-TPO dalam
darah dan atau dengan melakukan suatu thyroid scan.
b. Lymphocytic thyroiditis mengikuti Hipertiroid
Thyroiditis merujuk pada peradangan kelenjar tiroid. Ketika peradangan disebabkan
oleh suatu tipe tertentu dari sel darah putih yang dikenal sebagai suatu lymphocyte,
kondisinya dirujuk sebagai lymphocytic thyroiditis. Kondisi ini adalah terutama umum
setelah kelahiran dan sebenarnya dapat mempengaruhi sampai 8% dari wanita-wanita
setelah mereka melahirkan. Pada kasus-kasus ini, biasanya ada suatu
fase hipertiroid (dimana jumlah-jumlah hormon tiroid yang berlebihan bocor keluar dari
kelenjar yang meradang), yang diikuti oleh suatu fase hipotiroid yang dapat berlangsung
sampai enam bulan. Mayoritas dari wanita-wanita yang terpengaruhi akhirnya kembali
pada suatu fungsi tiroid yang normal, meskipun ada suatu kemungkinan dari hipotiroid
yang tertinggal.
Meskipun jarang, hipotiroidisme dapat terjadi pada bayi baru lahir, bayi, anak-anak
dan remaja juga. Bayi yang lahir dengan tidak atau kelenjar tiroid yang tidak semestinya
menunjukkan gejala penyakit kuning dan sering tersedak dengan wajah sombong dan lidah
menonjol. Ketika penyakit berkembang, bayi cenderung mengalami kesulitan makan dan
mungkin gagal untuk tumbuh dan berkembang secara normal. Mereka mungkin juga
menghadapi masalah sembelit, otot miskin dan kantuk yang berlebihan. Tanpa bantuan
medis, kelainan bisa lulus menjadi parah fisik dan keterbelakangan mental. Anak-anak dan
remaja yang menderita hipotiroidisme mengalami gejala yang sama seperti orang dewasa
miskin bersama dengan pertumbuhan fisik dan mental, perubahan dalam kinerja sekolah,
perubahan perilaku, pengembangan ditunda tetap ditunda pubertas gigi dan membuat anak
tampak jauh lebih muda daripada-nya usia kronologis. Hipotiroidisme menyebabkan
masalah ovulasi pada wanita yang mengarah ke masalah konsepsi. Terdiagnosis
hypothyroidism selama kehamilan meningkatkan kemungkinan kelahiran mati atau
keterlambatan pertumbuhan janin. Gejala hipotiroidisme selama dan setelah kehamilan
meliputi kelelahan, penurunan berat badan, pusing, depresi, masalah konsentrasi dan
pengembangan gondok. Pada orang tua, tanda-tanda yang kadang-kadang bingung dengan
penyakit Alzheimer dan demensia.
c. Kerusakkan tiroid sebagai akibat dari yodium ber-radioaktif atau operasi
Pasien-pasien yang telah dirawat untuk suatu kondisi hipertiroid (seperti penyakit
Graves) dan menerima yodium ber-radioaktif mungkin ditinggalkan dengan sedikit atau
tidak ada jaringan tiroid yang berfungsi setelah perawatan. Kemungkinan dari ini tergantung
pada sejumlah faktor-faktor termasuk dosis yodium yang diberikan, bersama dengan ukuran
dan aktivitas dari kelenjar tiroid. Jika tidak ada aktivitas yang signifikan dari kelenjar tiroid
enam bulan setelah perawatan yodium ber-radioaktif, biasanya diperkirakan bahwa tioroid
tidak akan berfungsi lagi secara memadai. Akibatnya adalah hipotiroid. Serupa dengannya,
pengangkatan kelenjar tiroid sewaktu operasi akan diikuti oleh hipotiroid.
d. Penyakit Pituitari atau Hipothalamus dan Tiroid
1. Malfungsi hipotalamus dan hipofisis anterior

19
Malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar TRH (Thyroid
Stimulating Hormone) dan TSH (Thyrotropin Releasing Hormone), yang akan berdampak
pada kadar HT (Hormon Tiroid) yang rendah.
Dan jika yang terjadi malfungsi itu adalah hipofisis maka akan menyebabkan kadar
TSH rendah sehingga berdampak pada kadar HT menjadi rendah pula, namun TRH dari
hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT.
Jika kerusakkan itu disebabkan oleh penyakit pituitary (hipofisis anterior), kondisi
ini disebut "hipotiroid sekunder (secondary hypothyroidism)". Jika kerusakkan disebabkan
oleh penyakit hipothalamus, ia disebut "hipotiroid tersier (tertiary hypothyroidism)".
2. Malfungsi kelenjar tiroid
Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan
disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh
HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus
e. Luka Pituitari
Suatu luka pituitari mungkin berakibat setelah operasi otak atau ada suatu penurunan
penyediaan darah pada area itu. Pada kasus-kasus luka pituitari ini, TSH yang dihasilkan
oleh kelenjar pituitari adalah tidak mencukupi dan tingkat-tingkat darah TSH adalah rendah.
Hipotiroid diakibatkan karena kelenjar tiroid tidak lagi distimulasikan oleh TSH pituitari.
Bentuk dari hipotiroid ini dapat, oleh karenanya, dibedakan dari hipotiroid yang disebabkan
oleh penyakit kelenjar tiroid, dimana tingkat TSH menjadi meningkat ketika kelenjar
pituitari mencoba untuk memajukan produksi hormon tiroid dengan menstimulasi kelenjar
tiroid dengan TSH yang lebih banyak. Biasanya, hipotiroid dari luka kelenjar pituitari terjadi
dalam hubungannya dengan kekurangan-kekurangan hormon lain, karena pituitari mengatur
proses-proses lain seperti pertumbuhan, reproduksi, dan fungsi adrenal.
f. Obat-Obatan
Obat-obatan yang digunakan untuk merawat suatu tiroid yang aktif berlebihan
(hipertiroid) sebenarnya mungkin menyebabkan hipotiroid. Obat-obat ini termasuk
methimazole (Tapazole) dan propylthiouracil (PTU). Obat psikiatris, lithium (Eskalith,
Lithobid) yang sering digunakan untuk terapi gangguan mood adalah juga diketahui merubah
fungsi tiroid dan menyebabkan hipotiroid. Menariknya, obat-obat yang mengandung suatu
jumlah yang besar dari yodium seperti amiodarone (Cordarone), potassium iodide (SSKI,
Pima), dan Lugol’s solution dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam fungsi tiroid,
yang mungkin berakibat pada tingkat-tingkat darah dari hormon tiroid yang rendah.
g. Kekurangan Yodium yang parah
Pada daerah-daerah dari dunia dimana ada suatu kekurangan yodium dalam makanan,
hipotiroid yang berat dapat terlihat pada 5% sampai 15% dari populasi. Contoh-contoh dari
area-area ini termasuk Zaire, Ecuador, India, and Chile. Kekurangan yodium yang berat
juga terlihat di area-area pegunungan yang jauh letaknya seperti Andes dan Himalayas.
Sejak penambahan yodium pada garam makan dan roti, kekurangan (defisiensi) yodium
jarang terlihat di Amerika
Kondisi – kondisi tersebut diatas dapat dibagi menjadi 2 penyebab hipotiroid, yaitu:
1.Sebab-sebab bawaan (kongenital)
a. Ibu kurang mendapat bahan goitrogen (yodium, tiourasil, dsb).
Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di
negara terbelakang. Pada daerah-daerah dari dunia dimana ada suatu kekurangan yodium
dalam makanan, hipotiroid yang berat dapat terlihat pada 5% sampai 15% dari populasi.

20
b.Pengobatan yodium radio-aktif
c. Induksi obat-obatan
d.Idiopatik.
e.Hashimoto’s Thyroiditis
2. Sebab-sebab yang didapat (acquired)
Biasanya disebut hipotiroidisme juvenilis. Pada keadaan ini terjadi atrofi kelenjar yang
sebelumnya normal. Panyebabnya adalah
a. Tiroiditis limfositik menahun
Thyroiditis merujuk pada peradangan kelenjar tiroid. Ketika peradangan disebabkan
oleh suatu tipe tertentu dari sel darah putih yang dikenal sebagai suatu limfosit, kondisinya
dirujuk sebagai lymphocytic thyroiditis. Pada kasus-kasus ini, biasanya ada suatu
fase hipertiroid (dimana jumlah-jumlah hormon tiroid yang berlebihan bocor keluar dari
kelenjar yang meradang), yang diikuti oleh suatu fase hipotiroid yang dapat berlangsung
sampai enam bulan.
b. Tiroidektomi.
Karsinoma tiroid dapat sebagai penyebab, tetapi tidak selalu menyebabkan
hipotiroidisme. Terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah
tiroidektomi. Tiroidektomi merupakan pengangkatan kelenjar tiroid sewaktu operasi, yang
biasanya akan diikuti oleh hipotiroid. Selain itu, pemberian obat penekan TSH, atau terapi
iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid, semua pengobatan ini dapat
menyebabkan hipotiroidisme. (Price, 2000).
c. Defisiensi yodium (gondok endemik).
Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan.
Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodium terjadi gondok karena sel-
sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua
iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH
yang tinggi karena minimnya umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang dalam
makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme
goitrosa). (Price, 2000).
C. Patofisiologi Hipotiroidisme
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada
respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid diatur sebagai berikut :
1. Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang merangsang
hipofisis anterior.
2. Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating Hormone = TSH)
yang merangsang kelenjar tiroid.
3. Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3
dan Tetraiodothyronin = T4 = Thyroxin) yang merangsang metabolisme jaringan yang
meliputi: konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme protrein,
karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja daripada hormon-hormon lain.
Hipotiroid dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai
oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT
pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipotiroid terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah
disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya

21
umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroid yang disebabkan oleh malfungsi
hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Jika produksi hormone tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi
untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormone TSH.
Penurunan sekresi hormone kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang
akan mempengaruhi semua system tubuh. Proses metabolic yang dipengaruhi antara lain :
1. Penurunan produksi asam lambung.
2. Penurunan motilitas usus
3. Penurunan detak jantung.
4. Gangguan fungsi neurologist.
5. Penurunan produksi panas
Penurunan hormone tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan
terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigeliserida sehingga klien berpotensi mengalami
atherosclerosis. Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga
pleura, carsiak dan abdominal sebagai tanda dari miksedema. Pembentukan eritrosit yang
tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormone tiroid memungkinkan klien
mengalami anemia.
Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat
menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :
1. Hipotiroidisme sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka disebut
hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di hipothalamus disebut
hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya
karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon
yang berlebih (ACTH penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin
galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan
tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan
TSH.
2. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar. Jarang
ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di negara
barat. Umumnya ditemukan pada program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi
karena:
a. Operasi,
b. Radiasi,
c. Tiroiditis Autoimun,
d. Karsinoma,
e. Tiroiditis subakut,
f. Dishormogenesis, dan
g. Atrofi.
Pascaoperasi. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal
atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme.
Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya
dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang
mendasarinya.

22
Pascaradiasi. Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan
lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI
pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada
radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun
tergantung juga dari dosis radiasi.
Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan
antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-
Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi
toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi
kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus
tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis
Hashimoto tidak permanen.
Tiroiditis Subakut. (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi
yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi
tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme
sepintas.
Dishormogenesis. Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses
hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus
sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan,
baru pada usia lanjut.
Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat
jarang.Hipotiroidisme sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan
hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca
pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus
Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah
setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada
neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka
beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf.
D. Gejala hipotiroidisme
Gejala-gejala hipotiroid adalah seringkali tidak kelihatan. Mereka tidak spesifik (yang
berarti mereka dapat meniru gejala-gejala dari banyak kondisi-kondisi lain) dan seringkali
dihubungkan dengan penuaan. Pasien-pasien dengan hipotiroid ringan mungkin tidak
mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala umumnya menjadi lebih nyata
ketika kondisinya memburuk dan mayoritas dari keluhan-keluhan ini berhubungan dengan
suatu perlambatan metabolisme tubuh dan bergantung pada berapa lama gejala sudah
berlangsung, tingkat penurunan tiroid dan beberapa faktor lain.
Pada mulanya, pasian mungkin akan mudah tersinggung dan mengeluh merasa
lemah,sehingga menyulitkan penderitanya untuk melaksanankan pekerjaan sehari-hari secara
penuh atau ikut serta dalam aktivitas yang lazim di lakukannya. Dengan berlanjutnya kondisi
tersebut, respon emosional di atas akan berkurang. Proses mental menjadi tumpul dan pasien
tampak apatis. Bicara menjadi lambat, lidah membesar, dan ukuran tangan serta kaki
bertambah. Pasien sering mengeluh konstipasi serta ketulian dapat terjadi.
Laporan tentang adanya kerontokkan rambut, kuku yang rapuh serta kulit yang kering
sering di temukan, dan keluhan rasa baal serta parasetsia pada jari-jari tangan dapat terjadi.
Kadang-kadang suara menjadi kasar, dan pasien mungkin mengeluhkan suara yang parau.
Gangguan haid seperti menorhagia atau amenore akan terjadi di samping hilangnya libido.

23
Hipotiroidisme menyerang wanita lima kali lebih sering di bandingkan laki-laki dan paling
sering terjadi pada usia 30-60 tahun.
Pada hipotiroidisme lanjut akan menyebabkan demensia di sertai perubahan kognitif dan
kepribadian yang khas. Respirasi yang tidak memadai dan apnu saat tidur dapat terjadi pada
hipotiroidisme yang berat. Efusi pleura, efusi perikardial dan kelemahan otot pernapasan
dapat terjadi.
Ketika penyakit menjadi lebih berat, mungkin ada bengkak-bengkak disekeliling mata,
suatu denyut jantung yang melambat, suhu tubuh dan frekuensi nadi subnormal, dan gagal
jantung. Hipotiroidisme berat akan di sertai dengan kenaikkan kadar kolesterol serum,
aterosklerosis, penyakit jantung koroner dan fungsi ventrikel kiri yang jelek. Pasien
hipotiroidime lanjut akan mengalalami hipotermia dan kepekkan abnormal terhadap preparaf
sedatif, opioid serta anestesi, oleh sebab itu semua obat ini hanya di berikan pada kondisi
tertentu. Pasien biasanya mulai mengalami kenaikan berat badan yang bahkan terjadi tanpa
peningkatan asupan makanan, kulit menjadi tebal karena penumpukkan mukopolisakarida
dalam jaringan subkutan. Rambut menipis dan rontok, wajah tampak tanpa ekspresi dan
mirip topeng. Pasien sering mengeluhkan rasa dingin meskipun dalam lingkungan yang
hangat.
Dalam bentuknya yang amat besar, hipotiroid yang berat mungkin menjurus pada suatu
koma yang mengancam nyawa (myxedema coma). Pada seorang yang mempunyai hipotiroid
yang berat, suatu miksedema koma cenderung dipicu oleh penyakit-penyakit berat, operasi,
stres, atau luka trauma.
Koma miksedema menggambarkan stadium hipotiridisme yang paling ekstrim dan berat,
di mana pasien mengalami hipotermia dan tidak sadarkan diri. Koma miksedema dapat
terjadi sesudah peningkatan letargi yang berlanjut menjadi stupor dan kemudian koma.
Hipotiroidisme yang tidak terdiagnosa dapat di picu oleh infeksi atau penyakit sistemik
lainnya atau oleh penggunaan preparat sedative atau analgetik opioid. Dorongan respiratorik
pasien akan terdepresi sehingga timbul hipoventilasi alveoler, retensi CO2 progresif,
keadaan narkosis dan koma. Semua gejala ini, di sertai dengan kolaps kardiovaskuler dan
syok memerlukan terapi yang agresif dan intensif jika kita ingin pasien tetap hidup.
Meskipun demikian, dengan terapi yang intensif sekalipun, angka mortalitasnya tetap tinggi.
Hipotiroid juga dapat terjadi pada bayi yang baru lahir. Pada bayi baru lahir ini gejala
sering belum jelas. Baru sesudah beberapa minggu gejala lebih menonjol. Ikterus fisiologis
biasanya lebih lama, kurang mau minum, sering tersedak, aktifitas kurang, lidah yang besar
dan sering menderita kesukaran pada pernafasan. Bayi dengan kelainan ini jarang menangis,
banyak tidur dan kelihatan sembab. Biasanya ada obstipasi, abdomen besar dan ada hernia
umbilikalis. Suhu tubuh rndah, nadi lambat dan kulitnya kering dan dingin. Sering ditemukan
anemia.
Pada umur 3-6 bulan gejala makin jelas. Sekarang mulai kelihatan pertumbuhan dan
perkembangan lambat (retardasi mental dan fisis). Sesudah melewati masa bayi, anak akan
kelihatan pendek, anggota gerak pendek dan kepala kelihatan besar. Ubun-ubun besar
terbuka lebar. Jarak antara kedua mata (hipertelorisme). Mulut sering terbuka dan tampak
lidah membesar dan menebal. Pertumbuhan gigi terlambat dan gigi lekas rusak. Tangan agak
lebar dan jari pendek. Kulit kering tanpa keringat. Warna kulit kekuning-kuningan yang
disebabkan oleh karotenemia. Miksedema tampak jelas pada kelopak mata, punggung tangan
dan genitalia eksterna. Otot-otot biasanya hipotonik. Retardasi mental makin jelas. Suara
biasanya parau dan biasanya tidak dapat berbicara.

24
Makin tua, anak makin terlambat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pematangan
alat kelamin terlambat atau sama sekali tidak terjadi.
Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya sebagai lesu, lamban bicara, mudah
lupa, obstipasi. Metabolisme rendah menyebabkan bradikardia, tidak tahan dingin, berat
badan naik dan anoreksia. Kelainan psikologis meliputi depresi, meskipun nervositas dan
agitasi dapat terjadi. Kelainan reproduksi yaitu oligomenorea, infertil, aterosklerosis
meningkat. Semua tanda di atas akan hilang dengan pengobatan. Ada tambahan keluhan
spesifik, terutama pada tipe sentral. Pada tumor hipofisis mungkin ada gangguan visus, sakit
kepala, dan muntah. Sedangkan dari gagalnya fungsi hormon tropikn
Tanda-Tanda Visual Yang Tampak Ketika Pemeriksan
1. Pembengkakan di bawah mata.
2. Pembengkakan di wajah dan di lidah.
3. Pembengkakan leher tepat di bawah jakun.
4. Gerak refleks lambat.
E. Penatalaksanaan Hipotiroidisme
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil,
hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian
dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat
(misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitudengan
memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormontiroid
buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjartiroid
hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis
rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius.
Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya
terus diminum sepanjang hidup penderita.
pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai penggantihormon
tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan sarafpusat, maka
dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.

2.2.2 patofisiologi hormone insulin


1. Diabetes mellitus
A. Pengertian diabetes mellitus
Diabaetes mellitus adalah gangguan metabolism yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah
berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia
puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vascular mikroangiopati dan neuropati.
Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya
kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan
(gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami
komplikasi metabolic diabetes.

B. Klasifikasi Diabetes Melitus

25
Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA (American Diabetes Association) 2009
yaitu :
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe ini disebabkan karena destruksi sel beta pankreas yang bertugas menghasilkan
insulin. Tipe ini menjurus ke defisiensi insulin absolut. Proses destruksi ini dapat terjadi
karena proses imunologik maupun idiopatik.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Tipe ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
c. Diabetes Kehamilan (diabetes mellitus gastasional)
Diabetes Melitus Gestasional adalah gangguan dari glukosa yang dipicu oleh
kehamilan, biasanya menghilang setelah melahirkan ( Murrai et al, 2002 ).
Diabetes Melitus Gestasional didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa
berbagai tingkat yang diketahui pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah
penderita perlu mendapat insulin atau tidak. Pada kehamilan trimester pertama
kadar glukosa akan turun antara 55-65% dan hal ini merupakan respon terhadap
transportasi glukosa dari ibu ke janin.
d. Diabetes Melitus Tipe Lain
1. Defek genetik fungsi sel beta akibat mutasi di
a) kromosom 12, HNF-α ( dahulu MODY 3)
b) kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
c) kromosom 20, HNF-α (dahulu MODY 1)
d) kromosom 13, insulin promoter factor ( dahulu MODY 4)
e) kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
f) kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA mitokondria
2. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, eprechaunism, sindrom Rabson
Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
3. Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik,
hemikromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.
4. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,
somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
5. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid,
diazoxid, lainnya.
6. Infeksi : rubella kongenital, CMV.
7. Imunologi (jarang) : sindrom Stiffman, antibody antireseptor insulin.
8. Sindrom genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom
Wolfram’s ataksia Friedreich’s, chorea Huntington, porfiria, sindrom Prader Willi, lainnya.
a. Diabetes tipe 1 dan Diabetes tipe 2
1. Pengertian diabetes 1 dan diabetes 2
Diabetes Melitus Tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetic
dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-
sel yang memproduksi insulin
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit yang mempunyai pola familial yang kuat Tipe
ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
2. Etiologi diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2
26
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh terutama terjadinya kekurangan hormon
insulin pada proses penyerapan makanan. Insufisiensi insulin yang pada diabetes melitus tipe
1 dikaitkan dengan genetik yang pada akhirnya menuju proses perusakanimunologik sel-sel
yang memproduksi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif
insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan
glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekrasi insulin lain.
Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glikosa.
3. Patofisiologi diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2
Diabetes melitus tipe I adalah penyakit hiperglikemi akibat ketiadaan absolut
insulin, biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk dan berusia kurang dari 30 tahun .
Diabetes tipe I diperkirakan timbul akibat destruksi otoimun sel-sel beta pulau Langerhans
yang dicetuskan oleh lingkungan. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan
respon dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Juga terdapat bukti adanya
peningkatan antibodi-antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans yang ditujukan terhadap
komponen antigenik tertentu dari sel-sel beta. Mungkin juga bahwa para individu yang
mengidap diabetes tipe I memiliki kesamaan antigen antara sel-sel beta pankreas mereka
dengan virus atau obat tertentu, sehingga sistem imun gagal mengenali bahwa sel-sel
pankreas adalah “diri” atau self
DM tipe II tampaknya berkaitan dengan kegemukkan. Selain itu, pengaruh genetik
yang menentukan kemungkinan seseorang mengidap penyakit ini, cukup kuat. Mungkin pula
bahwa individu yang menderita diabetes tipe II menghasilkan antibodi insulin yang berikatan
dengan reseptor insulin, menghambat akses insulin ke reseptor, tetapi tidak merangsang
aktivitas pembawa.
Individu yang mengidap diabetes tipe II tetap menghasilkan insulin. Namun sering
terjadi kelambatan dalam ekskresi setelah makan dan berkurangnya jumlah insulin yang
dikeluarkan. Hal ini cenderung semakin parah seiring dengan pertambahan usia pasien. Sel-
sel tubuh, terutama sel otot dan adiposa, memperlihatkan resistensi terhadap insulin yang
terdapat dalam darah.Pembawa glukosa tidak secara adekuat dirangsang dan kadar glukosa
darah meningkat. Hati kemudian melakukan glukoneogenesis, serta terjadi penguraian
simpanan trigliserida, protein, dan glikogen untuk menghasilkan sumber bahan bakar
alternatif. Hanya sel-sel otak dan sel darah merah yang terus menggunakan glukosa sebagai
sumber energi efektif. Karena masih terdapat insulin, maka individu dengan diabetes tipe II
jarang hanya mengandalkan asam-asam lemak untuk menghasilkan energi dan tidak rentan
terhadap ketosis.
4. Gejala diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2 :
Gejala diabetes tipe 1 sebagai berikut :
1. Gejala DM tipe 1 pada anak timbul secara tiba-tiba.
2. Berat badan menurun secara drastis meskipun anak banyak makan,
3. banyak minum dan banyak buang air kecil.
4. Anak yang tadinya tidak mengompol kini mengompol lagi.
5. Bila gejala klinis tersebut disertai hiperglikemia, diagnosis DM tidak diragukan lagi

27
gejala diabetes tipe 2 sebaga berikut :
1. pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
2. riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
3. pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan
penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan diabetes mellitus secara mandiri,
serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
4. pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan
program latihan jasmani
5. riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia)
6. riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis
7. gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran
pencernaan, dll.
8. gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu
9. termasuk HbA1C, hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait diabetes mellitus
10. pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
11. faktor resiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat
penyakit keluarga (termasuk penyakit diabetes melitus dan endokrin lain)
12. riwayat penyakit dan pengobatan di luar diabetes mellitus

13. pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, status ekonomi kehidupan seksual, penggunaan
kontrasepsi dan kehamilan.
5. Penatalaksanaan diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2

Penatalaksanaan Diabetes tipe 1 Sama seperti DM pada orang dewasa, DM tipe 1 tidak
dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan
kontrol metabolik yang baik. HbA1c merupakan parameter kontrol metabolik standard pada
DM. Nilai HbA1c yang diinginkan adalah <7% karena berarti kontrol metabolik baik Untuk
itu, komponen pengelolaan DM tipe 1 meliputi pemberian insulin, pengaturan makan,
olahraga, dan edukasi, yang didukung oleh pemantauan mandiri. Karena karakteristiknya
yang khusus tersebut, diperlukan pengelolaan terpadu oleh tim yang terdiri atas ahli
endokrinologi anak/dokter anak/ahli gizi/ahli psikiatri/ psikologi anak, pekerja sosial, dan
edukator . Kerjasama yang baik antara tim tersebut dengan pasien dan keluarganya akan
lebih menjamin tercapainya kontrol metabolik yang baik.

Diabetes tipe 2 Tujuan penatalaksanaan secara khusus dibagi kepada dua yaitu:

1. Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan rasa nyaman
dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

2. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,


makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas diabetes melitus.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik. Pengelolaan
diabetes melitus dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa

28
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi,
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah
dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

b. Diabetes gestasional (diabetes pada kehamilan)

1. Pengertian diabetes gestasional

Diabetes Melitus Gestasional adalah gangguan dari glukosa yang dipicu oleh
kehamilan, biasanya menghilang setelah melahirkan ( Murrai et al, 2002 ). Diabetes Melitus
Gestasional didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang
diketahui pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita perlu mendapat
insulin atau tidak. Pada kehamilan trimester pertama kadar glukosa akan turun antara 55-
65% dan hal ini merupakan respon terhadap transportasi glukosa dari ibu ke janin.

diabetes gestasional terjadi pada minggu ke 24 sampai ke 28 pada masa kehamilan.


Walaupun diabetes pada masa kehamilan termasuk salah satu factor resiko terkena diabetes
tipe II. Kondisi ini adalah kondisi sementara dimana kadar gula darah akan kembali normal
setelah melahirkan. Disebut diabetes gestasional bila gangguan toleransi glukosa yang
terjadi sewaktu hamil kembali normal dalam 6 minggu setelah persalinan.

Pada wanita hamil, sampai saat ini pemeriksaan yang terbaik adalah dengan test
tantangan glukosa yaitu dengan pembebanan 50 gram glukosa dan kadar glikosa darah
diukur 1 jam kemudian. Jika kadar glukosa darah setelah 1 jam pembebanan melebihi 140
mg% maka dilanjutkan dengan pemeriksaan test tolesansi glukosa oral.

2. Etiologi diabetes gestasional

Pada saat seorang wanita hamil, perubahan hormon-hormon dalam tubuhnya membuat
kerja insulin menjadi tidak efektif. Karena kerja insulin membantu penyerapan glukosa oleh
sel-sel tubuh tidak efektif, akibatnya jumlah glukosa dalam darah meningkat dan penyebab
lainnya adalah

- Pola makan

Mengkonsumsi makanan yang berlebihan yang berarti jumlah kalori yang dibutuhkan
tubuh jumlahnya berlebih. Apabila konsumsi makanan yang berlebihan tidak diimbangi oleh
sekresi insulin dalam jumlah yang cukup akan menyeababkan kadar gula dalam darah
meningkat.

- Faktor keturunan / Genetik

29
Diabetes militus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes
melitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes melitus. Pewaris gen ini
dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya kecil. Sevara klinis, penyakit DM
awalnya didominasi oleh resistensi insulin yang disertai defect fungsi sekresi. Tetapi, pada
tahap yang lebih lanjut hal itu didominasi defect fungsi sekresi yang disertai dengan
resistensi insulin. Kaitannya dengan mutasi DNA mitokondria yaitu karena proses produksi
hormon insulin sangat erat kaitannya dengan mekanisme proses oxidative phosphorylation
(OXPHOS) di dalam penkreas.

- Stres dan merokok

Ketika dalam keadaan stres, hormon-hormon stres ditubuh akan meningkat hal ini juga
akan memicu naiknya kadar gula di dalam darah. Sedangkan merokok dapat memperberat
gangguan sirkulasi darah di daerah ujung-ujung tubuh misalnya jari kaki, sehingga denga
merokok dapat mempercepat proses pembentukan gangren.

- Kegemukan / obesitas biasanya terjadi pada usia 40 tahun

Sebenarnya DM bisa menjadi penyebab dan akibat. Sebagai penyebab, obesitas


menyebabkan sel beta ( yang mengsekresi insulin dalam darah) pankreas penghasil insulin
hipertropi yang pada gilirannya akan kelelahan dan jebol sehingga insulin menjadi berkurang
produksinya. Sebagai akibat pengguna insulin sebagai terapi diabetes melitus belebihan
menyebabkan penimbunan lemak subkutan yang berlebian pula.-

- Bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pakreas sehingga menyebabkan radang


pankreas. Peradangan pada pankreas menyebaban pankreas tidak berfungsi secara optimal
dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolisme tubuh, termasuk hormon
insulin.

- Mengkonsumsi karbohidrat berlebihan

Tingginya konsumsi karbohidrat menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah


meningkat. Jika jumlah insulin yang diproduksi tidak disekresikan oleh sel-sel beta ( yang
mengsekresi insulin dalam darah) pankreas akibat beberapa gangguan dalam tubuh, glukosa
darah tidak diubah menjadi energi dan tidak dapat diubah dalam bentuk glikogen. Hal ini
menyebabkan kadar glukosa dalam darah tinggi, (melewati batas kesanggupan ginjal untuk
menyaring glukosa karena konsentrasinya terlalu tinggi), glukosa akan dikeluarkan melalui
urin sehingga terjadi glukosaria (glukosa dalam urin = kencing manis)

- Kerusakan pada sel pankreas

Infeksi mikroorganisme dan virus pada pangkreas juga dapat menyebabkan radang
pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi

30
hormon-hormon untuk proses metabolisme yubuh termasuk insulin. Penyakit seperti
kolesterol tinggi dan displidemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes militus.

3. Patofisiologi diabetes mellitus gestasional

Pada diabetes mellitus gestasional, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan


terjadi suatu keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi
perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi
sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap
tinggi).

Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut
terjadi komposisi sumber energi abnormal dapat menyebabkan kemungkinan terjadi
berbagai komplikasi baik pada ibu maupun janin. Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia
sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik seperti ; hipomagnesemia,
hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya

4. Mekanisme diabetes mellitus gestasional

Diabetes kehamilan sama dengan diabetes Tipe II. Perubahan hormon selama
kehamilan akan mengubah kemampuan toleransi tubuh terhadap insulin. Pada
kehamilan dini (sebelum usia 20 minggu), sel-sel sangat responsif terhadap insulin dan
kadar glukosa di dalam darah kemungkinan akan lebih rendah dibanding biasanya.
Hal ini juga yang menjadi alasan beberapa wanita hamil mengalami mual dan muntah jika
tidak ada asupan makanan selama kurun waktu yang lama, misalnya sepanjang malam.

Pada diabetes melitus yang terjadi selama kehamilan disebabkan karena kurangnya
jumlah insulin yang dihasilkan oleh tubuh yang dibutuhkan untuk membawa glukosa
untuk melewati membran sel. Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan ginjal harus
mengsekesikannya melalui urine dan bekerja keras sehingga ginjal tidak dapat
menanggulanginya sebab peningkatan laju filter glonurulus dan penurunan kemampuan
tubulus renalif profesional/renalis untuk mereabsorbsi glukosa.

Penyakit diabetes dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau
absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi. Diabetes dalam
kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan menyebabkan perubahan-
perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga dipengaruhi oleh kehamilan.

Peningkatan produksi hormon kehamilan terutama HPL (Human Placenta


Lactogen) akan meingkatkan resistensi sel terhadap insulin sehingga muncul kondisi
diabetes. Efek puncak HPL terjadi pada umur kehamilan sekitar 26 sampai 28 minggu.
Waktu tersebut merupakan saat yang tepat melakukan penapisan.

Hiperglikemi menimbulkan banyak efek merugikan pada kehamilan. Angka aborsi


spontan dan lahir mati juga meningkat. Kematian pembuluh darah ke uterus dan plesenta

31
sehingga meningkatkan insufisiensi uteroplasma, yang mengakibatkan IUGR dan efek-efek
lain. Pada sejumlah besar wanita juga ditemukan hipertensi dan preeklamsi.

Glukosa darah ibu yang meningkat akan disalurkan ke janin melalui plasenta.
Janin memang tidak menderita dibetes, tetapi harus meningkatkan produksi
insulinnya guna metabolisme glukosa yang ada. Akibat peningkatan kadar insulin dan
glukosa, terjadilah pertumbuhan fisik yang dramatis, yang menghasilkan bayi besar
(makrosomia). Makrosomia disebabkan oleh hiperplasia, peningkatan jumlah sel,
hipertrofi, dan pembesaran sel bayi. Kondisi ini menyebabkan perubahan yang
berlangsung seumur hidup bagi janin dan terbukti meningkatkan kemungkinan
obesitas pada masa kanak-kanak dan dewasa sekaligus meningkatkan risiko diabetes
dikemudian hari.

5. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala dari diabetes melitus gestasional sangatlah mirip dengan penderita
diabetes melitus pada umumnya, yaitu :

a) Poliuria (banyak kencing)

b) Polidipsia (haus dan banyak minum) dan polifagia (banyak makan)

c) Pusing, mual dan muntah

d) Obesitas, TFU > normal

e) Lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, dan pruritus vulva

f) Ketonemia (kadar keton berlebihan dalam darah)

g) Glikosuria(ekskresi glikosa ke dalam urin)

h) Gula darah 2 jam > 200mg/dl

i) gula darah sewaktu > 200 mg/dl

j) Gula darah puasa > 126 mg/dl

6. Penatalaksanaan

1. Penapisan

Penapisan faktor risiko untuk terjadinya DMG pada perempuan hamil sebaiknya
dilakukan pada saat kali pertama pasien memeriksa kehamilannya. Faktor risiko antara lain
berat badan yang sangat berlebihan (obesitas), riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya,
riwayat intoleransi glukosa atau glikosuria (glukosa dalam air seni), atau riwayat keluarga

32
dengan DM tipe 2. Jika seorang perempuan hamil memiliki faktor risko tinggi untuk
timbulnya DMG, pemeriksaan TTGO harus segara mungkin dilakukan. Jika pemeriksaan
awal tidak menunjukkan adanya DMG, harus dilakukan pemeriksaan TTGO ulang pada
pasien tersebut pada saat kehamilan berusia 24-28 minggu. Jika risiko untuk terjadinya DMG
adalah moderat, pasien seyogianya melakukan pemeriksaan TTGO pada saat kehamilan
berusia 24-28 minggu.

2. Pengelolaan

Pengelolaan DM dalam kehamilan bertujuan untuk:

- Mempertahankan kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl


- Mempertahankan kadar glukosa darah jam pp < 120 mg/dl
- Mempertahankan kadar Hb glikosilat (Hb Alc) < 6%
- Mencegah episode hipoglikemia
- Mencegah ketonuria/ketoasidosis diabetic
- Mengusahakan tumbuh kembang janin yang optimal dan normal

Dianjurkan pemantauan gula darah yang teratur minimal 2 kali seminggu (ideal
setiap hari, jika mungkin dengan alat pemeriksaan sendiri dirumah). Dianjurkan kontrol
sesuai jadwal pemeriksaan antenatal, semakin dekat dengan perkiraan persalinan
makakontrol semakin sering. Hb glikosilat diperiksa secara ideal setiap 6-8 minggu sekali.

Pada wanita DMG harus dilakukan pengamatan gula darah preprandial dan
postprandial. Fourth International Workshop Conference on Gestational Diabetes
Mellitusmenganjurkan untuk mempertahankan konsentrasi gula darah kurang dari 95 mg/dl
(5,3 mmol/l) sebelum makan dan 120 mg/l-140 mg/dl).

Pengaturan pola makan bertujuan untuk menurunkan konsentrasi glukosa serum


maternal, dengan cara membatasi asupan karbohidrat hingga 40%-50% dari seluruh kalori,
protein 20%, lemak 30%-40% (saturated kurang dari 10%), makan tinggi serat. Kenaikan
berat badan selama kehamilan (weight gain) diusahakan hanyaa sekitar 11-12,5 kg saja.
Program pengaturan gizi dan makanan yang dianjurkan oleh Ikatan Diabetes
Amerika(American Diabetes Association) adalah pemberian kalori dan gizi yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan kehamilan dan mengurangi hiperglikemi ibu. Kalori harian yang
dibutuhkan oleh bagi perempuan dengan berat badan normal pada paruh kedua kehamilan
adalah 30 kkal/kg BB normal.

Bila Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) lebih dari30 kg/m2, maka dianjurkan
asupan rendah kalori sampai 30-33% (sekitar 25 kkal/kg). diet ini untuk mencegah
ketonemia. Olahraga teratur untuk memperbaiki control kadar gula darah pada perempuan
hamil dengan diabetes militus gestasional walaupun pengaruhnya terhadap hasil perinatal
belum jelas.

3.Pemberian insulin

33
Perempuan yang memiliki gejala morbiditas janin (berdasarkan pemeriksaan
glukosa atau adanya janin yang besar) atau perempuan yang mempunyai konsentrasi gula
darah yang tinggi harus dirawat lebih seksama dan biasanya diberi insulin. Terapi insulin
dapat menurunkan kejadian makrosimia janin dan morbilitas perinatal.

Dosis insulin yang diberikan sangat individual. Pemberian insulin ditujukan untuk
mencapai konsentrasi gula darah pascaprandial kurang dari 140 mg/dl sampai mencapai
kadar glikemi dibawah rata-rata dan hasil perinatal yang lebih baik, ketimbang dilakukannya
upaya mempertahankan konsentrasi gula darah praprandial kurang dari 105 mg/dl, tetapi
keadaan janin tidak diperhatikan. Kejadian makrosomia dapat diturunkan dengan cara
pemberian insulin untuk mencapai konsentrasi gula darah praprandial kurang lebih 80 mg/dl
(4,4 mmol/l). oleh karena itu, dalam merancang penatalaksanaan pemberian insulin harus
dipertimbangkan ketepatan waktu pengukuran gula darah, konsentrasi target glukosa, dan
karakteristik pertumbuhan janin.

Sebagai alternative pemberian obat antidiabetik seperti metformin dan sulfonylurea


dapat dipakai untuk mengendalikan gula darah.

4. Penatalaksanaan antepartum

Penatalaksanaan antepartum pada perempuan dengan DMG bertujuan untuk:

- Melakukan penatalaksanaan kehamilan trimester ketiga dalam upaya mencegah bayi lahir
mati atau asfiksia, serta menekan sekecil mungkin kejadian morbiditas ibu dan janin akibat
persalinan.

- Memantau pertumbuhan janin sacara berkala dan terus-menerus (misalnya denganUSG)


untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan ukuran janin sehingga dapat
ditentukan saat dan cara persalinan yang tepat.

- Memperkirakan maturitas (kematangan) paru-paru janin (misalnya dengan amniosintesis)


apabila ada rencana terminasi (seksio sesarea) pada kehamilan 39 minggu.

- Pemeriksaan antenatal dianjurkan dilakukan sejak umur kehamilan 32-40


minggu.Pemeriksaan antenatal dilakukan terhadap ibu hamil yang kadar gula darahnya
tidak terkontrol, yang mendapat pengobatan insulin, atau yang menderita
hipertensi. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nonstrest test, profil biofisik,
atau modifikasi pemeriksaan profil biofisik seperti nonstres test dan indeks cairan
amnion.

5. Cara dan waktu persalinan

Perempuan hamil dengan diabetes mellitus gestasional bukan merupakan indikasi SC.
Penanganan persalinan tetap harus berdasarkan kepada indikasi ibu dan janin, sama halnya
dengan pengelolaan perempuan hamil tanpa diabetes.

34
Pada perempuan hamil diabetes militus gestasional dengan makrosomial, komplikasi
utama yang mungkin terjadi pada persalinan adalah trauma kelahiran seperti distosia bahu,
fraktur tulang dan injuri fleksus brachialis. Bayi yang dilahirkan juga beresiko mengalami
hipoglikemia dan kelainan metabolic lainnya. Pengambilan keputusan untuk melakukan
persalinan lebih awal (pada kehamilan 38 minggu) dengan cara induksi persalinan atau
seksio secaria dilakukan atas pertimbangan resiko terjadinya kematian perinatal atau
morbiditas perinatal yang berhubungan dengan makrosimia,, distosia bahu, gawat janin dan
terjadinya sindroma dan distress respirasi.

Penatalaksanaan perempuan hamil dengan DMG pada kehamilan 38 minggu dengan cara
induksi persalinan yang mendapatkan pengobatan insulin, dihubungkan dengan upaya
menurunkan berat badan janin di atas 4000 gram atau diatas persentil ke 90. Pada perempuan
hamil dengan DMG yang mendapatkan pengobatan insulin, tidak ada manfaatnya manunda
persalinan sampai melampaui umur kehamilan 38-39 minggu karena persalinan yang
dilakukan pada kehamilan 38-39 minggu, bisa menurunkan kemungkinan terjadinya
makrosomia. Bila berat janin diduga lebih dari 4500 gran, persalinan dianjurkan dengan cara
SC.

6. Pasca persalinan

Karena sudah tidak ada resisitensi terhadap insulin lagi, maka pada periode pasca
persalinan perempuan dengan diabetes gestasional jarang memerlukan insulin. Pasien
dengan diabetes terkontrol dengan diet, setelah persalinan tidak perlu diperiksa kadar
glukosanya. Namun bila pada waktu kehamilan diberi pengobatan insulin, sebelum
meninggalkan rumah sakit perlu diperiksa kadar glukosa puasa 2 jam pascaprandial

Karena risiko terjadi DM tipe II di kemudian hari meningkat, maka 6 minggu


pasca persalinan perlu dilakukan pemeriksaan diabetes dengan cara pemeriksaan gula darah
puasa dalam dua waktu atau 2 jam setelah pemberian 75 gram glukosa pada glucose
tolerance test (kadar kurang dari 140 mg/dl berarti normal, kadar antara 140-200 mg/dl,
berarti ada gangguan toleransi glukosa, kadar lebih dari 200 berarti diabetes melitus). Bila
tes ini menunjukan kadar yang normal, maka kadar glukosa darah puasa dievaluasi lagi
setelah 3 tahun. Skrining diabetes ini harus dilakukan secara berlaka, khususnya pada pasien
dengan kadar glukosa darah puasa yang meningkat waktu kehamilan. Perempuan yang
pernah menderita diabetes melitus gestasional harus diberi konseling agar rmenyusui
anaknya karena pemberian ASI akan memperbaiki kontrol kadar gula darah.

Harus direncanakan pengunaan kontrasepsi karena sekali perempuan hamil


menderita diabetes, maka dia berisiko terkenal hal yang sama pada kehamilan berikutnya.
Tidak ada pembatasan gangguan kontrasespi hormonal pada pasien dengan riwayat DMG.
Bagi perempuan yang obesitas, setelah melahirkan upaya penurunan berat badan dengan diet
dan beolahraga secara teratur agar risiko terjadinya diabetes menjadi menurun.

C. Faktor Resiko Diabetes Melitus

35
Faktor-faktor risiko terjadinya Diabetes melitus tipe 2 menurut ADA dengan
modifikasi terdiri atas:
a. Faktor risiko mayor :
1) Riwayat keluarga DM.
2) Obesitas.
3) Kurang aktivitas fisik.
4) Ras/Etnik.
5) Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG.
6) Hipertensi.
7) Tidak terkontrol ko lesterol dan HDL.
8) Riwayat DM pada Kehamilan.
9) Sindroma po likistik ovarium.
b. Faktor risiko lainnya :
1) Faktor nutrisi.
2) Konsumsi alkohol.
3) Kebiasaan mendengkur.
4) Faktor stress.
5) Kebiasaan merokok.
6) Jenis kelamin.
7) Lama tidur.
8) Intake zat besi.
9) Konsumsi kopi dan kafein.
10) Paritas.
11) Intake zat besi
D. Patofisiologi Diabetes mellitus
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :
a. Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll).
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
c. Desensitasi/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer (Manaf,
2009).Aktivitas insulin yang rendah akan menyebabkan ;
1. Penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai peningkatan pengeluaran glukosa oleh
hati melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis. Karena sebagian besar sel tubuh
tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, timbul keadaan ironis, yakni terjadi
kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel “kelaparan di
lumbung padi”.
2. Kadar glukosa yang meninggi ke tingkat dimana jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi
kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi akanmenyebabkan glukosa muncul pada urin,
keadaan ini dinamakan glukosuria.
3. Glukosa pada urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya. Keadaan ini
menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih).
4. Cairan yang keluar dari tubuh secara berlebihan akan menyebabkan dehidrasi, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun
mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki dapat menyebabkan kematian
karena penurunan aliran darah ke otak atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat
tekanan filtrasi yang tidak adekuat.

36
5. Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan
osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. Akibatnya timbul polidipsia
(rasa haus berlebihan) sebagai mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi.
6. Defisiensi glukosa intrasel menyebabkan “sel kelaparan” akibatnya nafsu makan (appetite)
meningkat sehingga timbul polifagia (pemasukan makanan yang berlebihan).
7. Efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak menyebabkan penurunan sintesis trigliserida
dan peningkatan lipolisis. Hal ini akan menyebabkan mobilisasi besar-besaran asam lemak
dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan
oleh sel sebagai sumber energi alternatif karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel.
8. Efek insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto kearah katabolisme
protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka lisut dan melemah
sehingga terjadi penurunan berat badan (Sherwood, 2001).
ejala dan Tanda-Tanda Diabetes Melitus
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.
a. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan, mungkin tidak
menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
1) Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:
a. Banyak makan (poliphagia).
b. Banyak minum (polidipsia).
c. Banyak kencing (poliuria).
2) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
a. Banyak minum.
b. Banyak kencing.
c. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu
2-4 minggu).
d. Mudah lelah.
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang
disebut dengan koma diabetik.
b. Gejala Kronik Diabetes mellitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes melitus adalah sebagai berikut:
1) Kesemutan.
2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3) Rasa tebal di kulit.
4) Kram.
5) Capai.
6) Mudah mengantuk.
7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun,bahkan impotensi.
10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
atalaksanaan
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
1. Diet

37
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut ini:
 Memberikan semua unsure makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
 Memenuhi kebutuhan energy
 Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengipayakan kadar glukosa
darah mendekati normal melalui car-cara yang aman dan praktis
 Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi factor risiko kardiovaskuler.
3. Pemantauan Glukosa dan keton
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri penderita
diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal.
4. Terapi insulin
Penyuntikan insulin dilakukan ke dalam jaringan sukutan dengan spuit khusus
insulin dengan sudut penyuntikan 45 atau 90 derajat.
5. Pendidikan
Informasi yang di beriakn mencakup patofisiologi sederhana, cara-cara terapi,
pencegahan komplikasi an informasi lainnya seputar Diabetes Mellitus.

G . Kadar Gula Darah Normal Menurut WHO


Untuk mengetahui berapa kadar gula darah yang ideal, kita bisa merujuk pada kadar
gula darah normal menurut WHO. Dengan demikian, kita memiliki acuran yang jelas agar
tetap bisa menjaga kadar gula tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah.
- Ketika puasa: 4 - 7 mmol/l atau 72 - 126 mg/dl
- 90 menit setelah makan: 10 mmol/l atau 180 mg/dl
- Malam hari: 8 mmol/l atau 144 mg/dl
Dengan menjaganya tetap normal, Anda tidak perlu khawatir akan resiko diabetes.
Apabila lebih tinggi dari batas normal maka wajib untuk melakukan diet gula. Walaupun
demikian, dalam diet gula, jangan terlalu ekstrim menghindari yang manis-manis.

38
 Gula Darah Rendah
Setiap orang memerlukan tenaga walaupun dia seorang penderita diabetes dengan
gula darah tinggi sekalipun. Jika terlalu menghindari makanan manis makan orang tersebut
akan mengalami gula darah rendah. Biasanya ditandai dengan rasa lemas dan kunang-
kunang. Untuk itu, apabila terjadi gula darah drop dan terasa lemas, segera makan yang
manis-manis.
Makanan manis yang disarankan adalah buah-buahan. Buah manis dapat dengan
cepat dicerna oleh tubuh yaitu antara 10-20 menit saja. Dengan makan besar seperti makan
nasi seperti biasa maka akan membutuhkan waktu antara 2-3 jam untuk dicerna. Segera
makan buah apabila gula darah rendah.
 Gula Darah Sewaktu
GDS (gula darah sewaktu) adalah hasil pengukuran seketika waktu tersebut tanpa
berpuasa terlebih dahulu. GDS biasanya akan lebih tinggi pada penderita diabetes
dibandingkan dengan orang sehat. Apakah dengan memakan sesuatu yang manis gula darah
akan langsung tinggi? Jawabannya adalah belum tentu, tergantung apa yang dimakan. Salah
seorang penderita diabetes pernah membuktikannya. Dia memakan mangga manis sebanyak
lima buah, kebetulan waktu itu sedang panen buah mangga. Setelah makan buah mangga,
dicek kadar gula darahnya. Ternyata gula darah sewaktu tetap. Tidak ada perubahan. Hal ini
menunjukkan bahwa gula yang berasal dari mangga tersebut dapat diserap oleh tubuh dengan
sempurna. Lain ceritanya apabila dia minum minuman manis yang manisnya berasal dari
gula pasir atau pemanis buatan.
 Gula Darah Sewaktu Normal
GDS normal 2 jam setelah makan berkisar antara 80-180 mg/dl. Kondisi idealnya
adalah 80-144 mg/dl, sedangkan untuk kondisi cukup adalah 145-179 mg/dl. Jika pas pada
angka 180 mg/dl dapat dikatakan kondisi gula darah sewaktu normal buruk walaupun masih
kategori aman. Apabila lebih dari itu maka Anda perlu melakukan diet.
Setelah mengetahui batas kadar gula darah normal, tinggal bagaimana menjaganya
agar tetap ideal. Anda pastinya sudah tau cara cek gula darah yang benar bukan?
Jika melebihi batas normal maka segera lakukan diet gula dengan merubah pola
makan. Hal ini sangat disarankan, karena dengan pola makan yang baik dan dilakukan terus
menerus maka diabetes bukan hal yang mengerikan. Banyak orang yang setelah divonis
diabetes lalu sangat menghindari yang manis-manis. Ini juga akan mengakibatkan drop.
Libatkan orang-orang sekitar untuk membantu mengatur pola makan, kalau perlu yang tidak
kena diabetes pun dapat mengikuti pola makan yang baik untuk mencegah terjadinya
diabetes.

39
Namun, mengatur pola makan juga tidak semua orang akan mudah melakukannya.
Hal lain juga dapat dilakukan dengan meminum obat penurun kadar gula atau suntik insulin.
Intinya rajinlah memeriksa gula darah dan jaga agar kadar gula darah normal.
 Kadar Gula Darah Puasa
Ketika puasa, asupan gula atau glukosa ke dalam tubuh tentu berbeda dengan hari-
hari biasa. Berikut kadar gula darah normal ketika puasa: 4 - 7 mmol/l atau 72 - 126 mg/dl
 Kadar Gula Darah Normal
Kadar gula darah dapat berbeda tergantung kapan kita mengukurnya, berikut dua
waktu yang direkomendasikan untuk mengecek gula darah Anda ketika sedang tidak
berpuasa:
- 90 menit setelah makan: 10 mmol/l atau 180 mg/dl
- Malam hari: 8 mmol/l atau 144 mg/dl

40
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans
kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
Klasifikasi diabetes berdasarkan etiologinya dibagi menjadi 4 yaitu DM tipe 1,DM tipe 2, DM tipe
lain, dan DM gestasional. Diabetes Tipe 1 disebabkan ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Disamping resistensi insulin, pada
penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang
berlebihan. Diabetes gestasional terjadi perubahan metabolism endokrin dan karbohidrat yang menunjang
pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui.
Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan
tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila
dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan
langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.

41
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Ascociation, 2003. Gestasional Diabetic. Available from


http//American%20Diabetes%20Association/db09-0568.full.fdf+html.htm. [Accessed 3 Mei 2017].

Guyton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Sherwood , Lauralee . 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi IV. Jakarata : EGC

Wahono Soemadji, Djoko. 2006. Hipoglikemia Iatrogenik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

42

You might also like