You are on page 1of 12

5

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Anemia


2.1.1 Definisi
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar
hemoglobin (Hb) atau sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan
penurunan kapasitas sel darah merah dalam membawa oksigen (Marilyn E,
Doenges, 2005).
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari
41% pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada
wanita, wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan
eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu
penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia
terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut
oksigen ke jaringan (Marilyn E, Doenges, 2005).
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar
Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia
adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen
darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk
pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pengangkut oksigen darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam
penyebabnya.
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal (Wong, 2005)

5
6

2.1.1.1 Klasifikasi Anemia


1) Anemia mikrositik hipokrom
Adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun dibawah
tingkat normal ( dewasa pria : 13,5-18 g/dl; wanita : 12-16 g/dl).
Besi diperlukan untuk sintesa hemoglobin.
2) Anemia makrositik
a. Anemia defisiensi Vit. B12 (perniosa)
Kekurangan vitamin B12 akibat gangguan absorpsi vitamin yang
merupakan penyakit herediter autoimun.
b. Anemia defisiensi asam folat
Penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorbs
terjadi disaluran cerna.
c. Anemia karena perdarahan.
d. Anemia hemolitik
Terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari) baik
sementara maupun terus-menerus.

DERAJAT WHO NCI


Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/Dl Perempuan 12.0 - 16.0
g/dL
Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL Laki-laki 14.0 - 18.0
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL g/dL
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 10.0 g/dL - nilai
Derajat 4 (mengancam < 6.5 g/Dl normal
jiwa) 8.0 - 10.0 g/dL
6.5 - 7.9 g/dL
< 6.5 g/dL

2.1.2Etiologi
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
7

4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic


acid, piridoksin, vitamin C dan copper.
Menurut Badan POM (2011), penyebab anemia yaitu:
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin
B12, asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan
terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya
banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin
menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran
pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan
anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan
perdarahan lambung (aspirin, anti imflamasi, dll). Obat lainnya dapat
menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid,
pil KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini
dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan
vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,
masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya
dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan
sel darah merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang,
malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.

2.1.3 Patofisiologi
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum (misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat
8

kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang
belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik
atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan
dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar
diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
(pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal
dan kedalam urin (hemoglobinuria). Kesimpulan mengenai apakah suatu
anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau
produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh
dengan dasar:
a. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
b. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan
cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
9

2.1.4 Tanda Dan Gejala


1. Lemah, letih, lesu dan lelah
2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
3. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan
menjadi pucat. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb,
vasokontriksi
4. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina
(sakit dada).
5. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2
berkurang)
6. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SSP.
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
1. Gagal jantung,
2. Kejang.
3. Perkembangan otot buruk (jangka panjang).
4. Daya konsentrasi menurun.
5. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun.
10

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih,
kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung
trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin
parsial.
2. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity
serum
3. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis
serta sumber kehilangan darah kronis.
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
Transplantasi sumsum tulang, pemberian terapi imunosupresif dengan
globolin antitimosit (ATG).
2. Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat,
ketersediaan eritropoetin rekombinan.
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan
yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat
darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama
hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi.

2.2 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anemia


2.2.1 Pengkajian
11

Pengkajian pada klien dengan anemia difokuskan pada penggalian data


dasar tentang informasi status terkini dari klien mengenai berkurangnya sel darah
merah dapat disebabkan oleh kekurangan kofaktor untuk eritropoesis, seperti
asam folat, vit. B12, dan besi. Pada anemia, karena semua sistem organ dapat
terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinis yag luas. Oleh karena jumlah
efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit oksigen yang dikirimkan ke
jaringan.
2.2.2 Anamnesis
Kehilangan darah yang mendadak atau berlebihan seperti pada perdarahan,
sehingga menimbulkan gejala sekunder hipovolemia dan hipoksia.masing-masing
gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya, serta faktor yang mencetuskan dan
yang meringankan.
2.2.2.1 Keluhan utama
Pada klien anemia biasanya keluhan utamanya biasanya mengeluh cepat
lelah.
2.2.2.2 Riwayat kesehatan
2.2.2.3 Riwayat penyakit dahulu:
2.2.2.4 Apakah klien sebelumnya pernah menderita anemia
2.2.2.5 Apakah meminum suatu obat tertentu dalam jangka lama
2.2.2.6 Apakah pernah menderita penyakit malaria
2.2.2.7 Apakah pernah mengalami pembesaran limfe
2.2.2.8 Apakah pernah mengalami penyakit keganasn yang tersebar seperti kanker
payudara,leukimia,dan multipel mieloma
2.2.2.9 Adakah pernah kontak dengan zat kimia toksik dan penyinaran dengan
radiasi
2.2.2.10 Apakah pernah menderita penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan
hati
2.2.2.11 Apakah pernah menderita penyakit infeksi dan defisiensi endokrin

2.2.3 Pemeriksaan Fisik


12

Keadaan umum klien pucat. Ini diakibatkan oleh berkurangnya volume


darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokontriksi untuk memperbesar
pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi
kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler memengaruhi warna kulit, maka
warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan.Warna kuku,
telapak tangan, dan membran mukosa bibir serta konjungtiva dapat digunakan
lebih baik guna menilai kepucatan.
Pemeriksaan fisik yang dikaji adalah pemeriksaan per sistem B1-B6 (Wong,
2005):
2.2.3.1 Sistem pernapasan B1 (Breathing)
Dispnea (kesulitan berpanas), napas pendek, dan cepat lelah waktu
melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman
oksigen.
2.2.3.2 Sistem Kardiovaskuler B2 (Bleeding)
Takikardia dan bising jantung menggambarkan beban kerja dan curah
jantung yang meningkat, pucat pada kuku, telapak tangan, serta membran mukosa
bibir dan konjungtiva. Keluhan nyeri dada bila melibatkan arteri koroner. Angina
(nyeri dada), khususnya pada klien usia lanjut dengan stenosis koroner dapat
diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan
gagal jantung kongestif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat
menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat.
2.2.3.3 Sistem Neurologis B3 (Brain)
Disfungsi neurologis, sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinitus (telinga
berdengung).
2.2.3.4 Sistem Endokrine B4 (Bladder)
Gangguan ginjal, penurunan produksi urine.
2.2.3.5 Sistem Eliminasi B5 (Bowel)
Penurunan intake nutrisi disebabkan karena anoreksia, nausea, konstipasi
atau diare, serta stomatitis (sariawan lidah mulut).
2.2.3.6 Sistem Muskuluskeletal B6 (Bone)
Kelemahan dalam melakukan aktivitas.
2.2.4 Diagnosa Keperawatan
13

1. Perfusi jaringan tidak efektif b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb,


penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat
intake makanan.
3. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
4. Resiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan Hb)
15
14

2.2.5 Intervensi Keperawatan`

DIANGOSA KEPERAWATAN DAN


NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KOLABORASI
1 Perfusi jaringan tidak efektif b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Peripheral Sensation Management
penurunan konsentrasi Hb dan darah, perfusi jaringan klien adekuat dengan kriteria: (Manajemen Sensasi Perifer)
suplai oksigen berkurang - Membran mukosa merah
- Konjungtiva tidak anemis 1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
- Akral hangat peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal 2) Monitor adanya paretese.
3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
kulit jika ada lesi atau laserasi.
4) Gunakan sarun tangan untuk proteksi.
5) Batasi gerakan pada kepala, leher dan
punggung
15

2 Ketidakseimbangan nutrisiSetelah dilakukan tindakan keperawatanNIC :


kurang dari kebutuhanselama 3x24 jam status nutrisi klienNutrition Management
tubuh b/d intake yangadekuat dengan kriteria
kurang, anoreksia 1) Adanya peningkatan berat badan1) Kaji adanya alergi makanan.
sesuai dengan tujuan. 2) Kolaborasi dengan ahli gizi
2) Berat badan ideal sesuai dengan untuk menentukan jumlah
tinggi badan. kalori dan nutrisi yang
3) Mampumengidentifikasi kebutuhan dibutuhkan pasien.
nutrisi. 3) Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe.
4) Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
vitamin C.
5) Berikan substansi gula.

3 Defisit perawatan diri b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


kelemahan fisik selama 3 x 24 jam jam kebutuhan Self Care Assistane : ADL
mandiri klien terpenuhi dengan criteria
1) Monitor kemempuan klien
1) Klien terbebas dari bau badan. untuk perawatan diri yang
2) Menyatakan kenyamanan terhadap mandiri.
kemampuan untuk melakukan ADL. 2) Monitor kebutuhan klien
3) Dapat melakukan ADL dengan untuk alat-alat bantu untuk
bantuan kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan.
3) Sediakan bantuan sampai
klien mampu secara utuh
untuk melakukan self-care.

4 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC:


selama 3 x 24 jam status imun klien Infection Control (Kontrol
meningkat dengan kriteria Infeksi)
1) Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi. 1) Bersihkan lingkungan setelah
2) Menunjukkan kemampuan untuk dipakai pasien lain.
12

mencegah timbulnya infeksi. 2) Pertahankan teknik isolasi.


3) Jumlah leukosit dalam batas normal. 3) Batasi pengunjung bila perlu.
4) Instruksikan pada
pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung
meninggalkan pasien.
5) Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan.

2.2.6. Implementasi Keperawatan


16

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan
intervensi yang telah direncanakan dengan bekerjasama dengan tim kesehatan yang lainnya
dan orang tua anak.
2.2.7 Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan ANEMIA sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang
terjadi pada pasien.

You might also like