You are on page 1of 5

Prolog

Sifat monster ada dalam dirinya. Sifat pemarah yang membabi buta
bagai banteng bertanduk setan. Sifat menyerang kepada siapa dan kapan
saja, tak peduli kawan atau lawan, tak peduli tempat dan waktu. Sifat rakus,
memangsa apa saja yang diinginkan bagai raja singa kelaparan. Sifat
menghancurkan dan hilangnya kepekaan yang sering disebut "nggak punya
hati".

Dia pun bisa mengubah sifat monster menjadi anak kucing manis
secara spontan. Sifat anak kucing manis yang memikat siapa pun yang
melihatnya. Sifat anak kucing memiliki kharisma yang lebih kuat
dibandingkan dengan raja singa. Kecil, tetapi daya pikatnya besar. Itulah
yang dia lakukan untuk menjebak buruannya. Sebab siapa pun mudah
terpesona dengan anak kucing dari pada singa yang mengamuk.

Baginya, memiliki sifat monster dan anak kucing adalah perpaduan


yang mengasyikkan. Dengan dua karakter kepribadian itu, dia selayaknya
bintang film yang bisa berperan ganda dalam satu tempat, satu waktu dan
satu kedipan mata. Peralihan sifat itu dia lakukan dalam keadaan sadar.

Baginya, keuntungan, kekuasaan dan kepandaian adalah miliknya


semata. Tak peduli bagaimana cara dan akibat yang akan ditimbulkan. Ketika
sifat monsternya telah memuncak, maka sifat anak kucing lenyap seketika.
Dia selalu mencari pembenaran tanpa mau disalahkan.

Nyaris saja dia adalah pemeran opera bertopeng seribu muka.


Tidak pernah ada persaan bersalah ketika salah. Tidak pernah ada rasa
takut, ketika berhadapan dengan apa pun. Bahkan mimik mukanya tidak ada
dera cemas. Keringat dingin tidak ada dalam daftar adegannya. Dia bisa
menjadi perayu ulung di depan panggung dan menjelma penipu ulung di
belakang panggung. Baginya, "Ini lah kisahku dan aku adalah aktor utama
dengan ribuan siasat."

***

1. Wisuda dan Perpisahan

Dia menyibak gorden jendela kamarnya. Busur retinanya menatap


ke arah langit. Rupanya, pagi ini mentari menggulung muka serupa musim
penghujan. Hari ini baru masuk bulan Juni, di mana air hujan jarang
membasahi permukaan bumi. Tampaknya perubahan iklim telah mengubah
siklus cuaca. Dia mengarahkan kaca cermin ke arah masuk cahaya matahari.
Hasilnya, cahaya matahari tak menyilaukan mata, padahal pukul 06.00
biasanya mentari bertenger di puncak langit. Namun, mentari masih asyik
menutup diri di balik awan kelabu.

Di tengah cuaca langit yang mendulang mendung, hari ini adalah


salah satu hari bersejarah baginya. Wisuda sekaligus menyandang gelar
Sarjana Hukum, setelah 3 tahun 10 bulan bergelut dengan segudang tugas
di bangku universitas. Dia membuka laci yang ada di dalam badan almari.
Sebuah dasi polos hitam, dia keluarkan dari laci itu. Dia meraba dasi itu
dengan lembut, serupa kain sutra yang tak bisa diperlakukan kasar. Dia
menatap dirinya pada sebuah cermin besar yang tertempel di dinding
kamarnya. Sebuah kamar tidur berukuran 5x5 meter dan tinggi 4 meter
dengan cat warna abu-abu kombinasi metalik serta ornamen cindera mata
menyerupai tengkorak. Dia bercermin sambil mengalungkan dasi itu di
lehernya yang jenjang. Dasi hitam itu dia ikat dan membentuklah segitiga
terbalik.
"Wah, anak Papa hari ini wisuda." Sahut Bahri dari arah pintu
masuk kamarnya. Dia langsung membalikkan badan dan menerima
rentangan tangan Bahri. Mereka berdua saling berpelukan. Bahri menepuk
bahunya seraya mengucapkan selamat atas gelar sarjananya.

"Terima kasih Papa." Ucapnya kepada Bahri. Sayangnya, Bahri tidak


bisa menghadiri wisudanya dengan alasan ada rapat penting di kantor. Bahri
salah satu konglongmerat skala nasional yang menetap di kawasan Grogol,
Jakarta Barat. Bahri memiliki berbagai macam usaha yang sudah maju
antara lain properti, design interior dan pertambangan emas di wilayah
Indonesia Timur. Bahri memiliki postur tubuh yang tinggi besar seperti
tentara dan berwajah bulat seperti purnama. Tatanan rambut rapi dan
minyak wangi, tak pernah luput darinya. Bajunya yang formal, namun tetap
trendy membuat Bahri terlihat berkharisma. Bahri gemar memakai sepatu
kulit merk gucci dan jam tangan rolex.

"Pergi aja sana, aku nggak peduli Pa." Kata dia dalam hati seraya
menyembunyikan senyum sinis di bahu belakang Bahri. Lirikan matanya
mengundang isyarat bahwa pelukannya kepada Bahri hanya basa basi. Dia
adalah Viko, seorang pemuda berusia 22 tahun. Perawakan Viko mirip
dengan Bahri, tinggi besar dan modis dari segi penampilan, metroseksual
khas anak gedongan. Hanya satu yang membuat Bahri dan Viko tampak
berbeda yaitu Viko memiliki mata juling. Sehingga, sorot matanya sulit
diprediksi oleh orang yang melihatnya. Tatapan mata dan objek yang
dilihatnya, tidak selaras.

Viko tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Trisakti. Sebuah


Universitas yang berlambang "Trisula", terletak di tengah-tengah jantung ibu
kota Jakarta. Kota sebagai pusat pemerintahan, kegiatan bisnis,
perekonomian dan politik nasional. Jakarta yang menjadi barometer
perubahan beserta penggerak pembangunan daerah dan tingkat nasional.
Viko diterima di kampus A yang berada di kawasan Grogol Petamburan.
Tepatnya, jalan Kyai Tapa No. 1, Grogol, RT. 6 / RW. 16, Tomang, Grogol
Petamburan, kota Jakarta Barat, DKI Jakarta 11440.

Bahri mengamati dasi yang masih mengalung di leher Viko, "Dasi


yang bagus. Oke, Papa nggak punya banyak waktu. Papa harus pergi ke
kantor." Ucap Bahri seraya beranjak pergi, sedangkan pikirannya memanjat
tentang dasi hitam yang menggantung di leher Viko. Bahri merasa dasi itu
tidak asing lagi, dasi yang membuka memori lamanya. Memori yang dia
tutup rapat selama dua windu.

"Niluh", bibir mungilnya menyebut nama seseorang "nggak


mungkin. Lagian banyak produsen yang membuat dasi seperti Viko."
Pungkasnya dalam hati dan menutup kembali memori lamanya.

Viko memakai setelan kemeja putih dipadukan dengan celana


hitam dan jas hitam serta dasi hitam polos. Dipakainya kaos kaki gradasi
warna abu-abu dan bergambar kotak geometri di badan tengah kaos kaki.
Viko masuk ke kamar Bahri. Tak ditemuinya seorang pun di kamar itu. Dia
mengambil sepatu kulit hitam merk gucci koleksi Bahri di almari sepatu.
Kemudian, dia bergegas menuruni anak tangga.

***

"Mau saya antar Aden?" sapa sopir pribadi keluarga Bahri kepada
Viko.

"Nggak usah Pak, aku berangkat bareng teman." Pungkas Viko dan
berangkat menuju kampus. Willy dan Agra menunggu Viko. Mereka tinggal di
apartemen Seasons City Overview yang terletak di jalan Latumenten Raya,
No. 33, Grogol, Jakarta Barat, DKI Jakarta 11460. Di pertenghan jalan, Viko
tersandung oleh anjing yang tertidur di jalan tanpa pemiliknya. Dilihat postur
tubuh yang mungil dan berbulu tipis, kemungkinan anjing jenis chihuahua.
Viko spontan mengambil batu segenggam tangan dan melempar sekuat
tenaga ke arah anjing yang ditabraknya. Anjing itu pun lari terbirit-birit
dengan luka di bagian leher akibat hantaman batu.

"Hai guys..." Sapa Viko kepada dua temannya

You might also like