You are on page 1of 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingginya tingkat kriminalitas saat ini berbanding lurus dengan tingginya
permintaan visum. Hal ini menjadi perhatian kita sebagai dokter umum, karena
walaupun permintaan visum biasanya diajukan kepada rumah sakit besar baik
umum maupun swasta, tidak menutup kemungkinan permintaan visum diajukan
kepada kita sebagai dokter umum pada saat kita melakukan tugas PTT di suatu
daerah. Untuk itu sebagai dokter umum kita wajib dapat melakukan visum dan
membuat laporannya melalui VER.
Dalam setiap melakukan visum, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
untuk memperjelas dan membuktikan kebenaran suatu kasus. Karena sebenarnya,
pada setiap kejadian kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal,
seperti yang dipergunakan oleh seorang ahli hukum kenamaan Italia yang
bernama E. Ferri (1859-1927), bahwa ada yang dinamakan ”saksi diam” yang
terdiri atas :
1. Benda atau tubuh manusia yang telah mengalami kekerasan.
2. Senjata atau alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan.
3. Jejak atau bekas yang ditinggalkan oleh si penjahat pada tempat
kejadian.
4. Benda-benda yang terbawa oleh si penjahat baik yang berasal dari
benda atau tubuh manusia yang mengalami kekerasan maupun yang
berasal dari tempat kejadian.
5. Benda-benda yang tertinggal pada benda atau tubuh manusia yang
mengalami kekerasan atau ditempat kejadian yang berasal dari alat atau
senjata yang dipakai ataupun berasal dari si penjahat sendiri.

Bila ”saksi diam” tersebut diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam


ilmu forensik (forensic sciences) maka tidak mustahil kejahatan tersebut akan
dapat terungkap dan bahkan korban yang sudah membusuk atau hangus serta

1
pelakunya akan dapat dikenali. Sebagai contoh, pada kasus infantisida, untuk
kepentingan pengadilan perlu diketahui apakah bayi tersebut lahir hidup kemudian
meninggal karena pembunuhan atau memang lahir mati, dengan mudah dapat kita
ketahui dengan melakukan pemeriksaan hidrostatik, dimana bila jaringan paru
yang dicelupkan ke dalam air tawar tersebut mengapung maka bayi tersebut
dilahirkan dalam keadaan hidup.
Oleh sebab itu, pemeriksaan penunjang khususnya pemeriksaan
laboratorium sederhana menjadi sangat dibutuhkan keberadaannya. Dalam
membantu kita sebagai si pembuat visum untuk memperjelas suatu kasus kejadian
kejahatan, karena dengan mengetahui secara pasti pemeriksaan penunjang
laboratorium sederhana apa saja yang dapat dilakukan dalam kasus-kasus tertentu,
apa yang kita lakukan menjadi tepat guna. Sehingga dapat membantu
terungkapnya kebenaran yang sesungguhnya akan suatu kasus kejadian kejahatan
seperti moto yang berlaku dalam forensik bahwa ”melalui visum, barang/ benda
yang tidak bernyawa dan tidak bergerak dapat dibuat berbicara oleh para dokter
yang melakukan visum melalui VER.”

1.2 Tujuan Penulisan


Penyusunan referat ini bertujuan agar tenaga medis khususnya para dokter
umum yang diwajibkan untuk dapat melakukan visum dan membuat VER, dapat
mengetahui dan memahami macam-macam pemeriksaan laboratorium sederhana
yang ada pada ilmu forensik dan dapat menentukan pemeriksaan laboratorium
sederhana yang dapat dilakukan pada kasus tertentu untuk membantu mengetahui
penyebab kematian.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemeriksaan Laboratorium Sederhana


Laboratorium forensik berkaitan dengan pemeriksaan barang-barang
berupa bukti fisik berhubungan dengan tempat kejadian perkara, korban dan
tersangka. Nantinya penemuan yang didapat dari laboratorium ini digunakan
untuk menunjang proses hukum.1,2
Suatu pemeriksaan yang dikerjakan di laboratorium ilmu forensik dengan
teknik yang mudah dilakukan, menggunakan alat dan reagen yang murah dan
mudah didapat namun memberi nilai manfaat yang besar dan cepat mendapatkan
hasil. Pemeriksaan ini disebut pula sebagai “bedside test laboratorium” karena
dilakukan selama kegiatan otopsi berlangsung secara simultan hasil yang
didapatkan sebagai pemandu arah otopsi menuju ke suatu sebab kematian.3

2.2 Definisi Barang bukti


Barang bukti adalah bukti fisik yang secara umum disebutkan sebagai
sejumlah material baik dalam jumlah banyak atau sedikit yang dibuktikan melalui
pemeriksaan yang ilmiah dan analisis berkaitan tindak pidana telah terjadi.

2.2.1 Jenis-jenis Barang bukti


a. Cairan tubuh
Terdiri atas: darah, semen, air liur, urin, keringat dan feses.
Pemeriksaan terutama terhadap darah, semen dan air liur baik dalam
bentuk basah maupun kering yang biasa terdapat pada pakaian atau
bahan lainnya.
b. Jaringan tubuh
Sampel dari berbagai organ yang dikumpulkan saat otopsi untuk
pemeriksaan histopatologi bersama dengan darah, urin dan isi perut
bermanfaat untuk analisa toksikologi.

3
c. Obat dan bahan-bahan tertentu seperti material yang berasal dan
tanaman, bubuk, tablet, kapsul atau sediaan zat yang lain untuk
identifikasi senyawa yang telah masuk ke tubuh.
d. Serat atau fiber
e. Bahan alam seperti kapas atau benang wol. Bahan atau serat sintetis
seperti rayon dan dacron untuk identifikasi dan perbandingan.
f. Jari-jari telapak tangan dan telapak kaki
g. Jejak telapak kaki atau tangan bermanfaat untuk identifikasi dan
perbandingan. Cap atau cetakan dari pola ban kendaraan dan alas
sepatu seringkali masuk kategori ini.
h. Material yang mudah meledak dan api
i. Bahan cairan padat ataupun sisa hasil bakaran bermanfaat untuk
identifikasi residu ledakan dan akselerasi.
j. Peluru atau proyektil dan tes senjata melalui jarak tembakan dan
kemampuan kerja dari masing-masing senjata.
k. Kaca
l. Pecahan kaca dapat dihubungkan diperlukan untuk menganalisa atau
memperkirakan arah kekerasan yang terjadi atau urutan arah
penembakan. Analisa gelas juga digunakan untuk rekonstruksi
kecelakaan lalu lintas (tabrakan).
m. Rambut
n. Rambut diperlukan untuk identifikasi spesies (hewan atau manusia),
ras dan bagian tubuh asal dari rambut tersebut.
o. Nomor seri mesin
p. Tanah dan mineral, kayu dan tanaman lain
q. Diidentifikasi dan dibandingkan untuk mengetahui sumber atau lokasi
yang mungkin dan dapat dihubungkan dengan tersangka atau korban.
r. Dokumen yang dipertanyakan
s. Bentuk dari bukti fisik yang mungkin berisi tulisan tangan, ketikan,
salinan atau tulisan yang dihasilkan komputer yang diperiksa untuk

4
bukti pemalsuan. Pemeriksaan terdiri dari analisa tinta dan kertas, juga
perbandingan tulisan tangan untuk memperkirakan keaslian.2

2.3 Manfaat Pemeriksaan Laboratorium


Penggunaan barang bukti bermanfaat dalam investigasi forensik seperti:
1. Menentukan elemen kriminal.
2. Membantu investigasi untuk sebuah kasus.
3. Mencari kaitan antara Tempat Kejadian Perkara atau korban terhadap
tersangka.
4. Mematahkan pernyataan seorang tersangka atau alibi.
5. Mengidentifikasi tersangka.
6. Memacu pengakuan tersangka melalui barang bukti yang diperiksa.
7. Menyelamatkan/ membebaskan seorang tertuduh yang tidak bersalah.
8. Memberi masukan data bagi keputusan hakim di pengadilan.

2.4 Pemeriksaan laboratorium forensik terhadap berbagai macam


barang bukti
2.4.1 Pengambilan sampel dan pengawetan
Lokasi pengambilan sampel dan macam pengawet bahan kimia tergantung
dari jenis bahan kimia yang dicurigai. Selanjutnya sampel tersebut dikirim ke
laboratorium dengan menyertakan surat yang berisikan laporan singkat otopsi dan
permintaan pemeriksaan jenis bahan kimia tertentu yang dicurigai. Jenis-jenis
sampel untuk pemeriksaan lanjutan di laboratorium adalah sebagai berikut:
1. Darah
Lokasi terbaik yang dimaksudkan adalah vena femoralis dan vena
iliaka. Namun jika tidak menemukan darah dari kedua lokasi tersebut, sampel
darah dapat diambil dari vena aksilaris. Sangat tidak dianjurkan untuk
mengambil darah vena jugularis karena sudah terkontaminasi oleh refluk
cairan dari rongga dada.

5
Darah juga tidak boleh diambil dari rongga badan mengingat daerah
tersebut telah terkontaminasi oleh isi perut, efusi, urin, feses dll. Dalam
sirkulasi darah, organ tubuh akan mengambil zat kimia dari sirkulasi
sehingga kadar zat kimia dalam vena lebih rendah dibandingkan arteri. Pada
korban mati, juga terdapat variasi kadar zat kimia karena destruksi zat
tersebut oleh aktivitas enzimatik dan mikroorganisme serta difusi zat kimia
berukuran kecil melewati membran sel yang telah kehilangan
permeabilitasnya. Para ahli menganjurkan untuk lebih baik mengambil akan
dapat diidentifikasi pemilik cairan tubuh tersebut. Beberapa metode
pemerikaan darah dikerjakan sesuai dengan racun yang ingin dibuktikan
berdasarkan dugaan ahli forensik.
Bahan yang paling banyak ditemukan melalui pemeriksaan darah:
1. Alkohol
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan.
Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
kuantitatif kadar alkohol darah. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi
dari lambung ke jaringan sekitar termasuk ke dalam jantung, sehingga
untuk pemeriksaan toksikologik, darah sebaiknya diambil dari
pembuluh darah vena perifer seperti vena femoralis dan vena aksilaris.
Tubuh jenazah sendiri menghasilkan alkohol dengan jumlah yang
signifikan melalui dekomposisi seperti fermentasi oleh jamur dan flora
lain. Dalam 24 jam pada suhu hangat fermentasi menghasilkan 150 mg
alkohol per 100 ml sampel.

Cara pengambilan sampel darah :


Sebanyak 15cc darah yang telah diambil dari vena femoralis atau
vena iliaka kemudian dimasukkan ke dalam tabung/botol. Tanpa
pengawet sehingga terjadi pembekuan. Selain itu 5 – 100 cc darah
dimasukkan tabung yang telah diisi larutan pengawet seperti EDTA,
potassium oxalate, heparin. Jika dicurigai mengandung alkohol, darah
sebanyak minimal 5cc dimasukkan dalam tabung yang telah diisi

6
sodium floride dengan tujuan untuk mencegah kerusakan alkohol oleh
mikroorganisme.

2. Karbon Monoksida
Karbon monooksida bersifat stabil dan tidak dapat berdifusi. Oleh
sebab itu zat karbon monoksida dapat diambil dari pembuluh darah
dan darah di rongga tubuh. Cara lain untuk mengambil darah adalah
dengan melakukan pengirisan pembuluh vena iliaka dan femoralis
setelah mengeluarkan organ perut terlebih dahulu. Demikian pula,
vena jugularis interna dapat memberikan banyak sampel darah setelah
dilakukan insisi pada pembuluh vena tersebut.

3. Narkotika
Darah merupakan port de entre dari zat-zat narkotika. Cara
pengambilan darah untuk pemeriksaan adalah dengan mengambil
darah dari vena perifer secara terpisah ataupun secara langsung dari
jantung. Dengan meneliti kadar obat-obatan dari berbagai tempat akan
dapat diperkirakan seberapa jauh tingkat keracunannya.

Pengambilan sampel darah dalam bentuk cair atau kering yang


dilakukan terhadap tiap noda darah yang ada ditempat kejadian perkara.
Untuk menghindarkan terjadinya cross contamination, para ahli harus
mengikuti panduan umum:
1. Menggunakan sarung tangan baru dan mengganti sarung tangan tiap
pengambilan pola darah. Tidak dianjurkan menggunakan peralatan
standart, namun sebaiknya menggunakan scalpel disposibble atau
single edge razor blades untuk pengambilan kerokan sampel darah
kering, swab steril atau pipet disposable dan semprotan untuk
pengambilan sampel darah cair. Penting diingat untuk mengganti mata
scalpel atau pipet tiap pengambilan darah dari pola darah yang
berbeda.

7
2. Setelah sampel diambil, maka harus dikemas sebaik-baiknya, sesuai
dengan bentuk sediaan sampel. Sediaan darah kering sebaiknya
ditempatkan pada plastik obat kemudian dimasukkan ke amplop.
Jangan menggunakan amplop berperekat kecuali benar-benar perlu,
dan hanya diizinkan untuk membasahi bagian berperekat dengan air
steril. Sediaan darah cair sebaiknya diambil dengan pipet, ditempatkan
pada tabung dan dimasukkan ke dalam tas tertutup dengan penghangat,
dan dibawa dengan hati-hati untuk menghindari pecahnya tabung.
Untuk noda darah yang menempel pada benda-benda tertentu seperti
pakaian ataupun senjata maka benda tersebut harus dikemas dalam
kantung kertas bersih dalam keadaan kering. Perlu diingat, bukan
hanya tentang darah siapa pada pakaian tersebut penting, namun letak
noda darahpun penting untuk didokumentasikan. Jangan melipat
pakaian tersebut tetapi gunakan kertas untuk membatasi tiap lipatan. 4
2. Urin
Urin dapat diambil sebelum otopsi, melalui pungsi suprapubik. Jika
urin ingin diambil setelah otopsi maka terlebih dahulu organ di dalam
perut dikeluarkan. Kemudian kandung kemih diangkat dan di aspirasi
menggunakan spuit. Atau juga dengan melakukan insisi pada permukaan
ventral kandung kemih lalu aspirasi urin dilakukan dengan spuit. Contoh
zat racun yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan urin adalah racun
golongan barbiturate dan dapat pula menemukan alkohol.
Cara pengambilan sampel:
Sejumlah 20 – 30 cc urin dimasukkan dalam tabung/toples. Tidak
diperlukan pengawet kecuali jika sampel tidak segera dikirim ke
laboratorium. Pengawet yang diperlukan adalah sedikit sodium azide.
3. Lambung beserta isi dan bahan muntahan
Bahan muntahan yang diperoleh dari korban hidup atau muntahan
yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dimasukkan dalam
toples lalu ditutup rapat. Lambung dan isinya yang diperoleh dari otopsi
dimasukkan dalam toples. Curvatura mayor lambung boleh dibuka

8
kemudian isi lambung dibiarkan tetap dalam wadahnya. Kadangkala pihak
laboratorium membutuhkan dinding lambung untuk memeriksa adakah
bahan kimia yang melekat di dinding lambung.
4. Feses
Feses tidak selalu diperlukan untuk analisa toksikologik kecuali
jika dicurigai adanya intoksikasi logam berat, misalnya arsen, merkuri,
timah. Sebanyak 20 – 30 gram feses dimasukkan dalam wadah tertutup.
5. Hati, Empedu dan Organ Dalam lainnya
Hati merupakan organ tubuh yang harus diambil ketika otopsi
mengingat bahwa hampir semua zat yang masuk ke dalam tubuh
mengalami metobolisme di dalam hati. Cairan empedu sangat berguna
untuk menemukan morfin dan klorpromazine. Keduanya terkonsentrasi
dalam hati kemudian dibuang melalui kandung empedu.
Cara pengambilan sampel :
Kandung empedu beserta isinya langsung dimasukkan botol tanpa
diaspirasi dengan spuit.
6. Rambut dan Kuku
Rambut dan kuku diperiksa terutama pada korban yang dicurigai
keracunan logam berat kronis seperti keracunan arsen, antimony, thalium,
batang rambut beserta akhirnya dan potongan kuku harus diikutsertakan
untuk pemeriksaan. Disamping itu bermanfaat pula untuk pemeriksaan
DNA.
7. Barang Bukti Biologik
a. Semen / darah yang kering
Basahi cutton bud dengan setetes air dan usapkan pada area
terdapatnya semen. Cutton bud kemudian diberi label dan keringkan.
Selanjutnya kemas di dalam amplop.
b. Air liur dan bekas gigitan
Basahi cutton bud dengan setetes air steril, kemudian usapkan pada
area yang akan diidentifikasi. Tempatkan pada wadah berlabel. Kemudian
ambil cutton bud yang tidak dibasahi dan usapkan pada area yang sama.

9
Selanjutnya dilakukan prosedur yang sama seperti pada cutton bud
pertama. Tak perlu dibedakan swab mana yang dibasahi atau yang mana
yang tidak dibasahi. Usapan dilakukan dua kali dengan maksud unttuk
menemukan sel yang lebih banyak. Setelah dibasahi, air akan merehedrasi
kembali sel-sel yang sudah kering, sehingga akan labih banyak sel yang
melekat pada swab.
c. Swab bukal atau darah dari korban untuk identifikasi DNA korban dan
pelaku
Gunakan dua buah cutton bud dan usapkan dengan seksama pada
mukosa antara pipi dan gusi, antara bibir dan gusi, pertemuan antara gusi
dan langit-langit mulut dan di belakang gigi seri. Beri label pada cutton
bud, kemudian kemas hasil swab pada tempat berlabel setelah sebelumnya
dikeringkan terlebih dahulu, kemudian didokumentasikan.
d. Bahan biologis pada rambut
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Potong area yang diperlukan dan ditempatkan pada lipatan kertas atau
penyisiran rambut pubik untuk mencari adanya rambut pubik.
e. Dental floss pada kasus kopulasi oral
Usapkan dental floss pada sela-sela gigi korban, keringkan dan
tempatkan pada amplop kecil atau dalam lipatan kertas.
f. Sepatu
Bahan biologis dapat ditemukan pula pada sepatu. Foto noda bahan
tersebut dengan posisi sepatu awal, kemudian pindahkan sepatu, foto
kembali dari sudut yang berbeda dan tempatkan sepatu ke dalam kantung
kertas.
g. Rambut
Bila didapati rambut pada tempat kejadian perkara, maka haruslah
barang bukti ini difoto, dan diambil dengan menggunakan sarung tangan.
Gunakan Post It Notes untuk mengambil rambut atau gunakan cotton bud
kemudian tempatkan ke dalam jilidan kertas. Hindarkan menggunakan

10
penjepit atau memungut rambut dengan rambut, karena rambut tersebut
dapat jatuh dan hilang.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika suatu saat kita
menemukan bercak darah pada tempat kejadian perkara, karena selain
dapat diambil dari tubuh jenazah juga dapat diambil dari tempat kejadian
perkara tanpa ada sumber perdarahan tersebut, yaitu :
1. Bentuk dari bercak darah
2. Apakah bercak tersebut bercak darah
3. Apakah bercak tersebut darah manusia atau bukan
4. Darah berasal dari tubuh bagian mana
5. Berapa banyak darah terdapat pada suatu tempat dan sudah berapa
lama

2.4.2 Wadah sampel


Wadah untuk pengawetan sampel bervariasi antar laboratorium.
Setiap laboratorium memiliki peralatan tersendiri untuk menampung
sampel. Peralatan- peralatan ini biasanya dilengkapi dengan spuit dan
jarum steril untuk mengambil sampel. Tidak lupa juga menyertakan
petunjuk pengambilan dan pengawetan sampel.
Beberapa persyaratan wadah sampel, yaitu:
1. Wadah tersebut baik masih baru atau pernah dipakai, harus dipastikan
telah dicuci dan disteril sebelum digunakan. Bukan hanya bersih secara
fisik juga bersih secara biologi dan kimia.
2. Sampel darah ditampung dalam tabung/botol 30 ml atau tabung plastik
5 ml.
3. Urin dan kandung empedu beserta isinya ditampung dengan wadah 30
ml.
4. Lambung dan isinya ditampung dalam wadah toples kaca atau plastik
berukuran 250 ml.

11
5. Hati dimasukkan dalam wadah berisi 3 liter. Namun jika laboran hanya
membutuhkan sedikit irisan hati, maka cukup dipakai wadah berisi 250-
500 gram.
6. Cairan humour vitreus dan liqour cerebrospinal cukup dengan tabung 5
ml.

Wadah yang terbuat dari polypropylene tidak dianjurkan dipakai


sebagai wadah sampel yang mudah berdifusi seperti berbagai zat yang bisa
menguap (volatile substance : arson). Untuk zat tersebut lebih baik
digunakan wadah yang terbuat dari nylon.

2.4.3 Pengawetan Sampel


Fungsi larutan pengawet sampel adalah untuk menahan agar tidak
terjadi perubahan pada sampel bila sampel tidak langsung diperiksa sesaat
setelah pengambilan sampel. Bahan pengawet yang digunakan untuk
sampel darah ialah larutan sodium fluoride/potassium fluoride , selain itu
biasanya ditambahkan EDTA yang berfungsi untuk mempertahankan darah
agar tidak menggumpal. Selain pengawetan yang digunakan untuk sampel
darah juga terdapat pengawetan yang digunakan untuk pemeriksaan
histopatologi, pengawet yang biasa digunakan umumnya menggunakan
larutan formalin 10%, perbandingan dengan air memiliki perbandingan
volume 1:3.
Jika terjadi kekeliruan dalam menggunakan pengawet pada darah
yang mengandung alkohol maka akan merubah kadar alkohol sebenarya
dalam darah. Kadar alkohol juga berubah jika sampel tidak segera diambil
dari jenazah.
Hal ini karena Berikut ini adalah contoh komposisi larutan yang
dipakai:
 100 mg sodium fluoride per 100 ml darah, mampu mempertahankan
kadar alkohol dalam darah meskipun sampel telah disimpan diatas 3
bulan (Glendening dan Waugh)

12
 5 mg sodium fluoride per 1 ml darah, mampu menghambat aktivitas
alkohol dehydrogenase yang merusak alkohol namun tidak mampu
menghambat produksi alkohol oleh mikroorganisme (Pleuckhahn)
 0,5 mg sodium citrate dan 0,1 mg mercuric chloride per 1 ml darah.
Menjamin darah tetap cair dan steril. (Bradford)

Fluoride juga diperlukan sebagai pengawet beberapa bahan:


 Urin dan humor vitreus jika ada kecurigaan alkohol didalamnya.
 Darah dipakai untuk pengawet sampel yang dicurigai mengandung
kokain
Catatan:
 pembuluh darah femoral
 jantung

Pada kasus mayat yang tidak diotopsi:


1. Darah diambil dan vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat
diambil dari subclavia.
2. Pengambilan darah dengan cara jarum ditusuk pada trans-thoracic
secara acak, secara umum tidak bisa diterima, karena bila tidak
berhati-hati darah bisa terkontaminasi dengan cairan dari esophagus,
kantung perikardial, perut/ cavitas pleura.
3. Urine diambil dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukkan
pada bagian bawah dinding perut terus sampai tulang pubis.

Pada mayat yang diotopsi:


1. Darah diambil dari vena femoral
2. Jika darah tidak dapat diambil dari vena femoral, dapat diambil dari :
a. Vena subklavia;
b. Aorta;
c. Arteri pulmonary;
d. Vena cava superior ;

13
e. Jantung
Darah seharusnya diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.
Pada kejadian yang jarang terjadi, yang biasanya berhubungan dengan
trauma massive, darah tidak dapat diambil dari pembuluh darah tetapi
terdapat darah bebas pada rongga badan.
- Darah diambil dan diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.
- Jika dilakukan tes untuk obat dan hasilnya negatif, maka dapat
diasumsikan bahwa orang tersebut tidak dibawah efek obat pada saat
kematian.
- Jika tes positif harus diperhitungkan kemungkinan kontaminasi

Pada beberapa kasus bahan lain seperti vitreus/ otot dapat dianalisa untuk
mengevaluasi akurasi dari hasil tes dalam kavitas darah.

2.5 Pemeriksaan barang bukti dan interpretasi


2.5.1 Darah
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang
paling sering dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah
sekali tercecer pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan,
penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat berguna untuk
mengungkapkan suatu tindakan kriminil.
Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu
identifikasi pemilik darah tersebut.
Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih
dahulu kita harus dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu
darah. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah
b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia

14
Pemeriksaan bercak darah antara lain dengan menggunakan
luminol, benzidin, tes Teichmann, fluoresin, leukokristal violet,
leokomalasit hijau, Amido Black, DAB, dan TMB, ketiga teknik yang
terakhir disebutkan selain digunakan untuk visualisasi bekas bercak darah
dapat pula digunakan untuk sidik jari dan sidik peralatan.
Kebanyakan reaksi kimia dari teknik-teknik diatas menggunakan
prinsip reaksi peroksidase pada sel darah merah. Sayangnya, bahan-bahan
kimia tersebut juga bereaksi pada peroksidase pada substrat lainnya.
Antara lain pada lemak nabati dan fosfat yang terdapat di dalam deterjen,
pemutih dan bahan kimia rumah tangga lainnya. Sebelum menerima bahan
perbaikan, analis harus memperhatikan reaksi bahan perbaikan dengan
kondisi tempat kejadian perkara dan barang bukti.

• Luminol
Luminol menolong kita untuk melihat sejumlah kecil darah yang
terluput oleh mata, yang sudah dihapus, bahkan yang sudah dihapus
beberapa tahun yang lalu. Luminol sendiri terdiri atas natrium perborat,
natrium karbonat, 3-aminoftalidrazid dan air destilasi. Rasio campuran ini
0,7:5:0,1 gram dilarutkan dalam 100 mililiter air. Bahan-bajhan ini mudah
didapat dan relatif murah.
Luminol bereaksi terhadap kandungan hemoglobin dalam sel darah
merah, yang hasilnya berupa semi Luminesens, atau gambaran biru
kehijauan bercahaya. Oleh karena itu hasil dari tes ini hanya dapat dilihat di
dalam ruangan gelap. Di luar ruangan, luminol hanya efektif bila digunakan
pada malam hari.

Keuntungan menggunakan luminol antara lain:


 Mudah diaplikasikan
 Non-korosif dan tidak berbekas
 Tidak merusak bahan darah yang akan digunakan untuk tes ABO
 Hasil reaksi dapat difoto

15
Kelemahan luminol antara lain:
 Bereaksi dengan bahan metal, peroksidase nabati dan bahan kimia
seperti pemutih
 Metode ini memerlukan ruang gelap
 Interpretasinya terbatas

Hasil fotonya berupa gambaran luminesens yang bagus, namun


kelemahannya, barang buktinya tidak terlihat, sehingga tidak dapat
ditentukan dimana letak reaksinya muncul pada barang bukti. Dengan
menggunakan lukisan dengan teknik flash digunakan untuk
mendokumentasikan noda darah pada tempat kejadian perkara di luar
ruangan, sehingga dapat dihasilkan gambaran barang bukti selain gambaran
luminesens.
Metode lainnya yang dapat menggantikan luminol adalah
fluoresein, yang tidak memerlukan ruang gelap namun memerlukan ALS
atau Alternate Light Source. Metode ini bekerja efektif bila digunakan ALS
dalam range 445 sampai 450 nm. Sebelum mengaplikasikan fluoresein,
bagian yang hendak diperiksa terlebih dahulu diperiksa dengan ALS untuk
mengidentifikasikan adanya fluoresein natural atau zat lain yang dapat
memperlihatkan false positif. Bila ada bagian yang terkontaminasi, harus
ditandai agar tidak mengaburkan hasil reaksi fluoreseins.

Fluoresens solutio terdiri atas


• 25cc aqua destilata
• 2,5 gram natrium hidroksida
• 0,25 gram fluoresens
• 0,5 gram zinc
Aqua destilata, natrium hidroksida dan fluoresens dicampurkan terlebih
dahulu, kemudian ditambahkan zinc. Campuran ini disemprotkan pada bagian
yang akan diidentifikasi, kemudian disemprotkan hidrogen peroksida 3% sebagai
katalisator. Dengan pemaparan ALS, akan terlihat gambaran pendaran warna biru

16
kehijauan. Tidak seperti reaksi pada luminol, dokumentasi fluoresens akan lebih
mudah, dengan bantuan ALS, dapat difoto dengan menggunakan kamera digital.5

• Tes Benzidine (Leuko-malachite green test)


Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers
(1904). Tes Benzidine atau Test Adler lebih sering digunakan
dibandingkan dengan tes tunggal pada identifikasi darah lainnya. Karena
merupakan pemeriksaan yang paling baik yang telah lama dilakukan.
Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup bermakna. Jika
ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu untuk melakukan
pemeriksaan lainnya.

Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:


Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai
kemudian diteteskan 1tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.

Hasil:
Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru
gelap pada kertas saring.
Kelebihan tes ini dibandingkan dengan luminol adalah
memberikan reaksi warna yang lebih jelas. Hasilnya lebih mudah dilihat,
diukur dan didokumentasikan daripada luminol. Preparat leukomalasit
dalam bentuk solutio dan disemprotkan pada permukaan barang bukti.
Noda darah akan memperlihatkan warna hijau kehitaman.6,7

• Tes Takayama
Apabila heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan
menggunakan pyridine dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit
gula seperti glukosa, Kristal pyridine ferroprotoporphyrin atau
hemokromogen akan terbentuk.6

17
Tes Takayama dilakukan dengan cara meletakkan seujung jarum
bercak pada gelas kaca objek, kemudian ditetesi dengan setetes reagen
takayama, tutup dengan gelas penutup kemudian dipanaskan.
Selanjutnya dilihat di bawah mikroskop. Hasil pemeriksaaaan
positif bila ditemukan ditemukan kristal pyridine hemochromogen yang
berbentuk bulu berwarna jingga.
Kelebihan:
Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak
yang sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah yang menempel
pada baju. Selain itu test ini juga memunculkan hasil positif pada sampel
yang mempunyai hasil negative pada test Teichmann. Tes ini lebih spesifik
tapi kurang sensitif dibandingkan tes benzidin.

• Tes Teichmann
Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan
memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan chloride
untuk membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk kemudian
diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam bentuk belah-
belah ketupat dan berwarna coklat. 8
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek
tambahkan 1 butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup
dengan kaca penutup dan dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL
yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik.
(1)

Kesulitan :
Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu
panas atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.

18
• Leukokristal Violet (LCV)
Metode yang juga digunakan pada pemeriksaan sidik jari dan alas
kaki. LCV bereaksi dengan hemoglobin dan pada noda darah akan
memperlihatkan warna ungu.
Reagen LCV solutio terdiri atas:
• 10 gram 5- asam sulfosalisitik
• 3,7 sodium asetat
• 1 gram LCV
• 500 ml hidrogen peroksida 3%

Urutan pencampuran bahan-bahan tersebut adalah sebagai berikut,


5-asam sulfosalisitik dicampurkan dan terurai dalam hidrogen peroksida,
diikuti natrium asetat yang kemudian terurai. Setelah tercampur
sedemikian ruapa, larutan ini dapat disimpan selama beberapa waktu
dalam wadah kaca gelap.
Selain cara-cara diatas untuk mengidentifikasi suatu noda sebagai noda
darah, dapat digunakan sebuah tes yang disebut tes presumtif. Tes ini
menggunakan Hemastix, fenoftalein dan leukomalasit hijau.

 Hemastix
Hemastix adalah tes yang paling sederhana, menggunakan stik
pendek yang mengandung reagen pada bagian ujungnya. Bagian ujung
yang mengandung reagen tersebut diusapkan pada noda yang ingin
diidentifikasi, kemudian dicelupkan pada air steril. Bila reaksi positif,
maka akan muncul warna hijau pada hemastix. Kelemahan dari hemastix
adalah hanya dapat digunakan pada noda darah dalam jumlah tertentu, dan
dapat muncul hasil false positif bila terkontaminasi dengan residu mesiu
senjata api.
Bila hanya terdapat sedikit sampel, maka sebaiknya digunakan
reagen tes yang lain. Cara melakukan pemeriksaannya adalah dengan

19
melipat kertas saring steril, kemudian tepi lipatan digosokkan pada noda
yang ingin diidentifikasi. Alternatif lain adalah dengan membasahkan tepi
atau batas kertas dengan larutan saline (digunakkan pada noda yang sangat
kering), kemudian tepi yang sudah dibasahkan tersebut digosokkan pada
noda. Kemudian bubuhkan reagen sejumlah yang dibutuhkan.

 Fenoflalein
Untuk tes yang menggunakan fenoftalein, diperlukan pula etanol
dan hidrogen peroksida setelah pengambilan sampel, kertas saring ditetesi
fenoftalein sejumlah satu tetes. Kemudian secara berurutan diteteskan
setetes etanol dan setetes hidrogen peroksida. Hasil positif akan muncul
berupa merah muda keunguan.

 Leukomalasit Hijau
Reagen leukomalasit berisi campuran natrium perborat,
leukomalasit hijau, asam glasial asetik dan air. Seperti pada tes fenoftalein,
beberapa tetes reagen diteteskan pada usapan darah atau pada kertas
saring, diikuti beberapa tetes hidrogen peroksida. Hasil posotif akan
muncul warna biru kehijauan.
Di Amerika Serikat, digunakan pula tes ortholidin yang merupakan
derivat dari benzidin. Walaupun tes ini dapat diterima secara umum dan
mudah dikerjakan, namun tidak dianjurkan untuk pemeriksaan pada
tempat kejadian perkara karena reagennya memiliki pengaruh yang tidak
baik bagi kesehatan.
Tes lainnya untuk identifikasi noda darah adalah One Step ABA
card Hema Trace yang dapat digunakan baik di laboratorium maupun pada
tempat kejadian perkara. Tes ini sangat mudah dikerjakan karena tidak
memerlukan pemyimpanan di pendingin dan tidak memerlukan persiapan
reagen. Selain itu, tes ini memiliki kelebihan yaitu sangat sensitif dan
hanya memerlukan sedikit sampel. Tes ini jauh lebih akurat daripada tes
presumtif.

20
2. Penentuan Darah Manusia atau Bukan
Setelah dipastikan bahwa bercak darah tersebut adalah darah maka
selanjutnya tugas dokter forensik menentukan bahwa darah tersebut
berasal dari manusia atau bukan.
a. Test Presipitin Cincin
Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana
antara dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan
ekstrak dari bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan :
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil
ekstrak bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi
antiserum. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam.
Pemisahan antara antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan
lain pada perbatasan kedua cairan.
Hasil:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada
bagian antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari
manusia maka tidak akan muncul reaksi apapun. 5

b. Reaksi presipitasi dalam agar


Cara pemeriksaan :
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas
lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak
mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2
mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis. Masukkan serum
anti-globulin manusia ke lubang di tengah dan ekstrak darah
dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang sekitarnya.
Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber)
pada temperature ruang selama satu malam.

Hasil :

21
Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan
lubang tengah dan lubang tepi.
Pembuatan agar buffer :
1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml
aqua dest; 100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih
sampai terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es,
yang bila akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan
menempatkan labu di dalam air mendidih. Untuk melapisi gelas
obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan ke
atasnya dengan menggunakan pipet.
3. Jenis golongan darahnya
Setelah dipastikan bahwa bercak darah tersebut adalah milik
manusia, maka langkah selanjutnya adalah menentukan golongan darah
bercak tersebut.
Pemeriksaan golongan darah pada bercak darah yang sudah kering
dilakukan dengan metode Absorpsi-elusi. Antiserum diteteskan pada
bercak darah, biarkan beberapa saat agar antibody bereaksi mengikat
antigen. Kemudian serum yang tidak bereaksi dicuci supaya antibodi dapat
dihilangkan. Panaskan dalam temperatur 550 agar ikatan antibodi dengan
antigen terlepas (elusi). Terakhir, antibody yang terlepas ditambahkan
dengan sel darah merah yang telah diketahui golongan darahnya. Tes ini
sulit, tes ini dimungkinkan oleh karena antigen yang terdapat pada
permukaan sel tetap utuh walaupun sel-selnya telah hancur. Dengan
demikian penentuan golongan darah dalam tubuh ini dilakukan secara
tidak langsung.

2.5.2 Sperma dan air mani


Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan
berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat
enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10 – 20 menit).

22
Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3 – 5 ml pada 1 kali ejakulasi
dengan pH 7,2 – 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel
lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang
mengandung spermion dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam.
Spermatozoa mempunyai bentuk yang khas untuk spesies tertentu dengan
jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per ml.
Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak
dalam waktu 4 – 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak
bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila wanitanya mati
masih akan dapat ditemukan 7-8 hari.6,9

Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :


1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam
labia minor atau vagina yang diambil dari forniks posterior
2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui
penentuan adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue,
dsb.

Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk


pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan
mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan
ose batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila
mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila selaput darah masih
utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.

1. Pemeriksaan untuk menentukan adanya sperma


 Metode: tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling
bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan

23
Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian
ditutup. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali.
Perhatikan pergerakkan spermatozoa
Hasil :
Umumnya disepakati dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan masih
dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan
memperpanjang waktu ini sampai 3 – 4 jam. Berdasarkan beberapa
penelitian, dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat
ditemukan 3 hari, kadang – kadang sampai 6 hari pasca persetubuhan.
Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan hingga 2 minggu
pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.

 Metode dengan pewarnaan


Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan
apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau
malakit. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan
forensik adalah pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian
berikut :
- Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan
diudara
- Fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala
api
- Warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit
- Cuci dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %dalam
air, tunggu selama 1 menit
- Cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
Hasil :
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit
tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan

24
leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan
lehernya merah muda, ekornya berwarna hijau.

Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina


tidak ada ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau
pascavasektomi. Bila hal ini terjadi, maka perlu dilakukan penentuan
cairan mani dalam cairan vagina.

 Bahan pemeriksaan
Pakaian yang mengandung bercak diambil sedikit pada bagian
tengahnya. Kemudian diwarnai dengan pewarnaan BAEECHI selama 2
menit. Kemudian cuci dengan HCL 1% dehidrasi dengan alkohol 70%,
85% dan alkohol absolut lalu bersihkan dengan xylol dan keringkan
dengan kertas saring.
Dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil
benangnya 1-2 helai, kemudian diurai menjadi serabut-serabut pada gelas
objek, serabut tersebut ditetesi canada, ditutupi dengan gelas penutup dan
dilihat di bawah mikroskop pembesaran 500 kali.
Hasil positif bila kepala sperma berwarna merah, bagian ekor biru
muda, kepala sperma tampak menempel pada serabut-serabut benang.2,4

 Pemeriksaan untuk menentukan adanya asam fosfatase


Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah
bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu
dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan
pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan
tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu
dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-
tumbuhan.4

25
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan
oleh kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa
naftil fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan
brentamin menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan
pemeriksaan yang digunakan adalah cairan vaginal.

Reagen :
Larutan A
(1) Brentamin Fast Blue B 1 g
(2) Natrium asetat trihidrat 20 g
(3) Asam asetat glasial 10 ml
(4) Askuades 100 ml
Reagen (2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan
penyangga dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga
tersebut.

Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.

Sebanyak 89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring


cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es,
reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak
akan mengganggu reaksi.

Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih
dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas
saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan
waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena
intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.

26
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan
warna serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang
mengandung enzim tersebut memberikan intensitas warna secara
berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan
mani. Bila 30 – 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan
elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan
sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan waktu
reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan
waktu reaksi rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri
dan jamur, dapat mempercepat waktu reaksi.

 Pemeriksaan untuk menentukan adanya kristal kholin


Bahan pemeriksaan : cairan vaginal
Metode :
• Florence
• Cairan vaginal ditetesi larutan yodium
• Kristal yang berbentuk terlihat di bawah mikroskop
Bila pada cairan vagina terdapat kristal-kristal kholin yang periodida
tampak berbentuk jarum-jarum yang berwarna coklat.

 Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak
ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi : Menentukan adanya spermin dalam semen.

Reagen :
• Larutan asam pikrat jenuh.
• Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :

27
• Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada
kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen
dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.
Hasil :
Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk
jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang
terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.

 Pemeriksaan untuk menentukan adanya racun atau toksikologi


Selain alkohol, dikenal juga obat-obatan yang menginduksi
perkosaan, seperti obat yang menghapus ingatan seperti flunitrazepam
(Rohypnol), benzodiazepin, ketamin, gamma hidroksibutirat (GHB),
gamma butirolakton (GBL), 3,4-methylenedioksimethapmfetamin
(MDMA, atau Ecstasy).
Gejala meliputi pengakuan korban hanya minum dua gelas
minuman beralkohol namun sudah kehilangan kesadaran. Biasanya korban
hanya akan mengingat peristiwa perkosaan samar-samar, hal ini sering
disebut “gambaran cameo” sampai ia sadar kembali. Dengan GHB, korban
seringkali tak sadar hanya dalam waktu semenit, dan baru sadar kembali
setelah bermenit-menit kemudian, menemukan dirinya tak berpakaian
dengan luka pada vagina ataupun rektal yang membuatnya percaya bahwa
ia baru saja diperkosa (Ledray, 2001)
Penggunaan obat perkosaan dapat dideteksi melalui pemeriksaan
urin dalam 72 jam setelah terjadinya tindak perkosaan, namun dapat pula
diperiksa di atas waktu jam 72 jam setelah perkosaan. Setelah diambil,
substans yang akan diperiksa ini masih dapat digunakan 28 hari setelah
ingesti.
Ahli forensik wajib memeriksa adanya DFSA dalam urin bila
didapati cerita pasien yang khas menggambarkan adanya penggunaan
DFSA. Bahkan bila korban buang air sebelum tiba di rumah sakit,

28
hendaknya diinformasikan pada korban agar menempatkan urinnya pada
wadah bersih dan membawanya ke rumah sakit.
Bahan pemeriksaan : darah dan urin
Metoda :
• TLC
• Mikrodifusi
Hasil yang diharapkan adalah didapati kadar obat yang dapat
menurunkan atau menghilangkan kesadaran korban pada saat tindak
perkosaan terjadi.

 Penentuan golongan darah


Bahan pemeriksaan: cairan vaginal yang berisi air mani dan darah
Metode: Serologi (ABO grouping test)
Hasil yang diharapkan dari pemeriksaan ini adalah golongan darah
dari air mani berbeda dengan golongan darah korban. Pemeriksaan ini
hanya dapat dikerjakan bila tersangka pelaku kejahatan termasuk golongan
“sektor”. 4

 Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian


a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada
sekitarnya. Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan. Pada bahan
sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada
sekitarnya. Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan
permukaan mengkilat dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu
kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning sampai coklat. Pada tekstil yang
menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang
berangsur-angsurmenguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi
putih. Bercak pada sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi.
Flouresensi terlihat jelas pada bercak mani pada bahan yang terbuat dari

29
serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk deterjen
yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.

b. Secara taktil (perabaan)


Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak
menyerap, bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari
permukaan bercak yang teraba kasar.

c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)


Cara pemeriksaan :
Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada
bercak yang dicurigai selama 5 – 10 menit. Keringkan lalu
semprotkan / teteskan dengan reagen. Bila terlihat bercak ungu, kertas
saring diletakkan kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya
semula untuk mengetahui letak bercak pada kain.

 Pemeriksaan Pria Tersangka


Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan
persetubuhan dengan seseorang wanita. 6

 Cara lugol
Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama
pada bagian kolum, korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan
spesimen menghadap kebawah diatas tempat yang berisi larutan ligol
dengan tujuan agar uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil
akan menunjukkan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna
coklat karena mengandung banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita,
perlu ditentukan adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan
pembesaran besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari barr
bodies. Ciri-cirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti

30
dengan diameter kira-kira 1 µ yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan
terletak pada satu dataran fokus dengan inti.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah
berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria,
maka pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban
wanita dewasa dan anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah
pendekatan terhadap korban. Pengumpulan barang bukti harus dilakukan
jika hubungan seksual terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.

2.5.3 Pemeriksaan bekas gigitan


Tahap dalam investigasi bekas gigitan meliputi langkah-langkah berikut:
 Pengenalan
 Dokumentasi
 Pengumpulan barang bukti dan persiapan (tes DNA pada barang
bukti fisik)
 Membuat profil gigi dari barang bukti yang dipertanyakan (bekas
gigitan)
 Membuat profil gigi dari barang bukti yang diketahui
 Perbandingan fisik antara profil gigi yang dipertanyakan dengan
profil gigi tersangka, yang menghasilkan kesimpulan:
 Terdapat hubungan atau Tidak ada hubungan
 Ketidakmampuan untuk memperkirakan karena barang bukti
kurang baik
 Membuat profil DNA dari air liur yang didapatkan pada bekas
gigitan dan profil DNA tersangka
 Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada yang berwenang atau
aparat hukum10

Pada umumnya pada kasus bekas gigitan menyebabkan luka pada


kulit. Orang yang digigit bisa masih hidup atau sudah mati. Pada kedua

31
contoh berupa bekas gigitan tersebut dapat berubah dengan cara menjadi
sembuh atau membusuk. Penyidik harus curiga jika ada bekas atau memar
yang memiliki karakteristik yang sesuai dengan ciri luka karena gigitan.
Penentuan suatu luka merupakan luka gigitan oleh kerana gigi manusia
memerlukan informasi-informasi yang sifatnya mendasar. Konfirmasi
lanjut berupa analisi DNA dari saliva yang didapat dari tempat yang sama
mendukung atau meniadakan dugaan sementara tentang bekas gigitan
yang tidak lengkap. Identifikasi seseorang secara khusus paling baik
dilakukan dengan cara mengumpulkan bukti fisik dan biologik yang
didapat di tempat yang sama.

Gambaran yang mengindikasikan bekas gigitan pada kulit.


Gigi manusia tersusun dalam pola yang dapat diprediksikan.
Terdapat variasi dimensional dalam ukuran / bentuk / posisi gigi antara
satu individu dengan yang lain yang mungkin berguna untuk investigasi
forensik jika bekas gigitan itu sendiri memiliki detail yang cukup.
- Pola ovoid / elliptical: sejumlah memar atau abrasi berbentuk “C”
yang didapat secara utuh terlihat membentuk pola ovoid. Ini
menggambarkan gigi depan atas dan bawah baik pada dewasa dan
anak-anak. Pada beberapa kasus, hanya terlihat satu luka berbentuk
“C”, hal ini mengindikasikan penggunakan hanya satu rahang,
biasanya rahang bawah. Ketiadaan tanda bekas rahang yang lain
pada gigitan dapat diterapkan dengan beberapa hipotesis seperti
“pakaian dapat bertindak sebagai pelindung bagi kulit selama
gigitan”. Satu-satunya cara untuk membuktikan hal ini adalah
mencari saliva dalam pakaian (jika ada) dan melakukan tes DNA.
- Abrasi terputus (interrupted abrasi): pola ovoid ini dapat
menggambarkan bekas gigi spesifik masing-masing. Hal ini bisa
disamakan dengan bentuk memar spesifik yang terdapat pada luka
pada umumnya.

32
- Continues bruises / memar yang bersambungan: harus diketahui
bahwa memar berbentuk oval dengan ukuran mendekati ukuran
rahang manusia telah terbukti dapat dihasilkan oleh benda lain
selain gigi (contohnya bantalan EKG).

Diagnosis bekas gigitan manusia pada bukti fisik kategori ini harus
dibuat secara lebih konservatif karena memar tidak merupakan informasi
yang cukup detail untuk identifikasi manusia.

2.5.4 Uji anak peluru (Uji balistik)


Ketika anak peluru sudah dilontarkan oleh sebuah senjata, bekas
anak peluru memberikan pertanda-pertanda yang menentukan kelas
karakteristik. Hal-hal tersebut mungkin dapat menentukan model dari
senjata api atau senapan dari anak peluru yang ditemukan.
Karakteristiknya adalah:11
1. Panjang dari alur dan dataran
2. Diameter dari alur dan dataran
3. Lebar daru alur dan dataran
4. Kedalaman alur
5. Arah tembakan
6. Derajat tembakan
Sebagai tambahan, cacat dari permukaan dataran dan alur
menetukan anak peluru dapat membantu menentukan karakteristik
individual. Pada anak peluru yang berjaket tanda-tanda tersebut lebih
mudah ditemui. Dari karakteristik individual dari jenis anak peluru tadi
maka dapat menentukan jenis senjata api yang digunakan. Hal ini akan
menentukan jejak tentang senjata api apa yang dipakai karena tidak ada
dua senjata yang meskipun dibuat dari bahan yang sama akan
menghasilkan tanda yang sama pula pada ciri-ciri luka tembak yang
dihasilkan.

33
Pada pengambilan sampel perlu diperhatikan bahwa tidak boleh
sampai merusak alur dan dataran yang ada pada peluru.

Pertanda dasar
Pada beberapa senjata bubuk-bubuk mesiu terletak pada bagian
dasar anak peluru untuk memberi tanda dibagian dasar. Sebagian besar
tanda dapat dibuktikan dalam anak peluru dengan dasar timah, baik yang
berjaket penuh atau yang tidak berjaket penuh. Semakin pendek anak
peluru maka lebih banyak dan lebih dalam bubuk itu terdapat. Jenis yang
berbeda dari bubuk meisu akan menghasilkan tanda yang berbeda pula:
bubuk berbentuk spheris akan memproduksi lebih banyak tanda berupa
lingkaran yang dalam. Kemudian yang berbentuk lingkaran penuh atau
disc akan menghasilkan tanda yang sirukular atau dangkal serta memberi
tanda linear (bubuk terdapat disekeliling luka). Dan yang ketiga bubuk
gitam akan menghasilkan karakteristik seperti bubuk merica.11,12
Tanda berupa bubuk tersebut lebih menonjol pada anak peluru
dengan dasar timah yang dilapisi jaket metal daripada yang tidak berjaket.
Anak peluru yang dilapisi bagian bawah (metal partial jacketed bullet)
akan menunjukkan tanda berupa bubuk mesiu yang sangat sedikit.
Bubuk tersebut dapat melekat kebagian dasar anak peluru dan
terbawa masuk ke dalam tubuh yang tertembak. Hal ini terkait dengan
anak peluru dengan dasar timah yang terlihat pula pada anak peluru yang
dilapisi jaket pada bagian dasarnya.

Sitologi dari Anak peluru dan Pakaian


Bila sebuah anak peluru menembus tubuh ataupun target atau
menancap pada permukaan yang keras, maka pecahan jaringan atau
material yang terdapat pada target akan melekat di anak peluru. Jika anak
peluru membentuk cekungan, sebagian besar gumpalan dari material
mungkin terdeposit di dalam lubang. Penemuan dan identifikasi dari
material yang terdapat di luar anak peluru dapat mengidentifikasi organ

34
atau obyek yang ditembus atau bukti bahwa anak peluru telah terpantul.
Material nonorganik, seperti aluminium dari lapisan jendela yang pecah
akibat anak peluru. Atau bentuk mineral dari batu yang terpental disaat
sebuah anak peluru dipantulkan, dapat diidentifikasi pada anak peluru
melalui SEM-EDX. 11
Apabila anak peluru ditemukan di TKP atau beberapa anak peluru
ditemukan pada rongga tubuh setelah menembus beberapa organ, hal-hal
tersebut dapat digunakan untuk membedakan anak peluru ini menancap di
tubuh atau anak peluru yang menembus tubuh setelah melewati organ.
Apabila ada anak peluru tertancap pada tulang dan partikel tulang akan
terkumpul pada anak peluru maka identifikasi dari tulang dapat dibuat dari
pemeriksaan histopatologi jika fragmen cukup besar namun jika
fragmennya terlalu kecil maka dilakukan metode SEM-EDX.
Apabila anak peluru yang tertancap pada jaringan atau bahkan
organ yang spesifik dapat ditentukan melalui pemeriksaan sitologi. Nicols
and Seens telah menjelaskan metode untuk menemukan dan
mengidentifikasi jaringan dan material yang terlalu kecil untuk dapat
dilihat. Proses ini terkait dengan membersihkan anak peluru yang tidak
dapat tercuci dengan cairan tertentu,menyaring cairan atau solusio tersebut
dengan penyaring stiologi dan kemudian pewarnaan sitologi. Pada kasus
anak peluru berkecepatan tinggi mereka mencatat terdapat pecahan yang
banyak dan luas dari jaringan dengan bercak darah,fragmen tulang,otot
dan debris yang tidak berbentuk. Hampir sebagian jaringan dapat
diperbaiki namun tidak demikian pada mesotel dan fragmen tulang.
Penemuan jaringan dari anak peluru yang berkecepatan rendah lebih
mudah untuk disimpan dan jumlahnya banyak. Jaringan lemak, pecahan
dari pembuluh darah kecil, gumpalan sel-sel spindel lebih sering
ditemukan sedangkan otot jantung dan rangka hanya kebetulan saja
ditemukan. Pecahan organ dalam tidak terlalu penting ditemukan meski
organ tersebut telah tertembus. Kulit yang biasanya jarang diperiksa.
Dalam kaitannya dengan jenis senjata shotgun pada kepala,tulang,otot

35
gerak,jaringan penyangga dan potongan-potongan biasanya ditemukan.
Fragmen-fragmen dari otak ditemukan namun saraf-sarafnya tidak dapat
dipastikan sesuai dengan tempat asalnya.

Analisa bubuk hitam/ Jelaga


Jelaga terkait dengan penembakan yang fatal. Sebagian besar dari
kasus ini termasuk dalam senapan angin. Dimana senjata ini memiliki
laras seperti senjata yang lain. Tanda dari senapan tersebut akan muncul
dalam bentuk sferis atau lingkaran kerucut. Selain itu pelatuk yang ditarik
digunakan untuk mengatur anak peluru dalam ruangan yang dapat
meninggalkan pertanda cukup jelas dianak peluru dan dengan karakteristik
individu untuk membuat perbandingan balistikyang jelas. Jelaga yang
berasal dari “black powder”, komposisi CO2 ( 50% ), Nitrogen ( 35% ),
CO ( 10% ), Hidrogen Sulfid ( 3% ), Hidrogen ( 2% ), serta sedikit
Oksigen dan Methane. “Smokeless powder” akan menghasilkan asap yang
jauh lebih sedikit jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar 30
sentimeter, oleh karena jelaga hanya menempel pada permukaan kulit
sehingga bila dihapus akan menghilang. 11,12

2.5.5 Pemeriksan DNA


Dengan berkembangnya teknik kloning, sequencing, dan PCR
terbuka kemungkinan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan dari sel – sel
hiperpolimorfis. Ada 3 teknik utama yang digunakan saat ini untuk
ekstraksi DNA pada laboratorium forensik DNA : ekstraksi organik,
ekstraksi chelex, dan FTA paper. Ekstraksi eksak atau macam – macam
prosedur isolasi DNA tergantung pada bukti – bukti tipe biologis yang
akan diuji. Sebagai contoh darah utuh harus diperlakukan dengan cara
yang berbeda dari suatu noda darah atau suatu fragmen tulang.

2.5.6 Identifikasi Sidik Jari

36
Seksi laboratorium ini sering identik dengan seksi sidik jari yang
tersembunyi. Peran seorang dokter ahli forensik ini adalah pengambilan
sidik jari dalam keadaaan khusus seperti bila telah terjadi pembusukan,
dokter membuat sidik tersebut lebih jelas dan tebal untuk diambil sebagai
alat identifikasi.
Sidik jari yang terdapat dalam logam bersifat laten artinya sidik
mengendap pada permukaan logam dan dapat diambil untuk identifikasi.

2.5.7 Air Liur


Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air
liur (saliva) terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein, lipid, ion-
ion anorganik seperti tiosianat, klorida dan lain – lain. 8
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting
untuk kasus-kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah
pengigitnya. Golongan darah penggigit yang termasuk dalam golongan
sekretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi inhibisi.
Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh
dari laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti H. Anti
H dapat dibuat dari biji-biji Ulex europaeus yang digerus dalam mortir.
Tiap 1 g biji-bijian ditambahkan 10 ml salin. Kemudian campuran tadi
dikocok dengan mesin pengocok selam 1 jam dan dipusing selama 5 menit
dengan kecepatan 3000 RPM. Cairan supernatan disaring dan dapat segera
dipergunakan.
Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang
telah diketahui golongan sekretor atau non sekretor.
Cara absorpsi inhibisi :
Basahkan bercak liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan
tempatkan air liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke dalam tabung
reaksi, lalu panaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Pusing dan
ambil supernatant, bila mau dimpan maka simpan pada suhu 20˚C. Dalam
tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum. Campuran

37
tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses
absopsi.
Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang
digunakan. Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan
titer anti A, anti B dan anti H dengan cara yang sama.
SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang
dari 24 jam. Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer
campuran antiserum + air liur.
Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.

2.5.8 Rambut
Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat
lapisan sisik (kutikula), gambaran korteks dan medula rambut.
Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, di bawahnya
terletak korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut dengan pigmen.
Di tempat yang paling dalam/ tengah, terdapat medula yang mengandung
pigmen dalam jumlah terbanyak. Rambut manusia memiliki diameter
sekitar 50-150 mikron dengan bentuk kutikula yang pipih, sedangkan
rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25 mikron atau lebih dari
300 mikron dengan kutikula yang kasar atau menonjol.6
Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan
pada hewan padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter rambut
hewan dengan diameter rambut manusia, indeks medula rambut manusia
adalah 1:3, sedangkan indeks medula rambut hewan adalah 1:2 atau lebih
besar. Pemeriksaan indeks medula merupakan pemeriksaan terpenting
untuk membedakan rambut manusia dari rambut hewan. 6
Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas
rambut kepala; alis, bulu mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot;
rambut badan; rambut ketiak dan rambut kemaluan. Umumnya tidak
terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis rambut tersebut di atas.

38
Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan
panjang dengan penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut
yang lurus), oval atau elips (pada rambut ikal/ keriting). Alis, bulu mata
dan bulu hidung umumnya relatif kasar, kadang-kadang kaku dan pendek.
Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar sedangkan rambut badan
halus dan pendek.
Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar,
bagian tengah dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut, rambut
akan terlihat utuh disertai dengan jaringan kulit. Sebaliknya rambut yang
lepas sendiri mempunyai akar yang mengerut tanpa jaringan kulit. Rambut
yang terpotong benda tajam, dengan mikroskop terlihat terpotong rata,
sedangkan akibat benda tumpul akan terlihat terputus tidak rata.
Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk
jenis kelamin. Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti, harus
dilakukan pemeriksaan terhadap sel-sel sarung akar rambut dengan larutan
orcein. Pada rambut wanita dapat ditemukan adanya kromatin seks pada
inti sel-sel tersebut.
Perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen pada
rambut sukar sekali dilakukan. Umumnya dapat dikatakan, bahwa bila usia
bertambah maka rambut akan rontok. Rontoknya rambut pada pria
umumnya terjadi pada dekade kedua atau ketiga, sedangkan pada wanita
sering terjadi rontoknya rambut ketiak dan pertumbuhan rambut pada
wajah pada saat menopouse. Rambut ketiak dan rambut kemaluan akan
tumbuh pada usia pubertas.
Rambut, baik rambut kepala ataupun kelamin, merupakan bagian
tubuh manusia yang dapat memberikan banyak informasi bagi kepentingan
peradilan, antara lain tentang :
a. saat korban meninggal dunia
b. sebab kematian
c. jenis kejahatan
d. identitas korban

39
e. identitas pelaku
f. benda/ senjata yang digunakan

Informasi tersebut di atas diperoleh dengan meneliti sifat-sifat


gambaran mikroskopik serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat
trauma atau racun tertentu.

a. Saat meninggal dunia


Sifat- sifat dari rambut dapat dipakai untuk menentukan saat
kematian korban antara lain :
Tingkat pertumbuhannya, yaitu sekitar 0,4 mm per hari
Pertumbuhan tersebut akan berhenti jika orang meninggal dunia.
Atas sifat tersebut maka saat kematian dapat diperhitungkan
asalkan diketahui kapan korban terakhir kali mencukur rambutnya.
Memang ada pendapat yang menyatakan bahwa rambut orang yang
baru saja meninggal dunia masih dapat tumbuh menjadi lebih
panjang, tetapi sebetulnya bertambah panjangnya rambut tersebut
disebabkan oleh menuyusutnya kulit. Lepasnya rambut akibat
pembusukan. Jika kematian sudah berlangsung 48 – 72 jam maka
rambut kepala akan mudah lepas.
Perubahan warna dapat dipakai untuk memperkirakan saat
kematian. Pada penguburan yang dangkal perubahan warna terjadi
sesudah 1 – 3 bulan, sedang pada penguburan yang dalam sesudah
6 – 12 bulan.
b. Sebab kematian
Informasi tentang sebab kematian juga dapat diperoleh
melalui rambut mengingat beberapa racun tertentu, terutama racun
metalik, disimpan di bagian tubuh tersebut.

c. Jenis kejahatan

40
Mengenai jenis kejahatan yang terjadi dapat diperkirakan
dengan melihat macam rambut yang ditemukan. Adanya rambut
pubes pada tubuh korban memberikan dugaan adanya tindak
pidana perkosaan atau tndak pidana seksual lainnya dan adanya
rambut binatang pada tubuh manusia atau sebaliknya juga dapat
memberikan perkiraan adanya bestialiti
d. Identitas korban
Rambut mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan
bahan-bahan kimia sehingga dapat dijadikan sarana identifikasi
bagi mayat-mayat tidak dikenal yang sudah membusuk. Meskipun
tak dapat memberikan identitas personal tetapi dari rambut paling
tidak dapat ditemukan umur, jenis kelamin, ras, dan sebagainya.
e. Identitas pelaku
Rambut juga dapat dipakai sebagai sarana identifikasi guna
mengetahui identitas pelakunya. Sebagaimana diketahui bahwa
pada tindak pidana perkosaan dan pembunuhan, sering ditemukan
rambut pelaku tertinggal atau berhasil dijambak oleh korban
sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan identifikasi.
f. Benda/ senjata yang digunakan
Kerusakan pada rambut kadang-kadang menunjukkan ciri-
ciri tertentu. Pukulan di kepala dapat meninggalkan kerusakan
kortikal pada rambut, sedangkan tembakan senjata api dapat
menyebabkan kebakaran pada rambut. Rambut yang terbakar
tersebut akan terlihat, hitam, rapuh, terpilin atau menjadi keriting
dan menimbulkan bau yang khas.
Keadaan pangkal rambut juga dapat dipakai sebagai petunjuk
bagaimana rambut itu lepas. Pada pangkal rambut yang lepas secara alami
akan terlihat atrofi, sedang pada rambut yang dicabut secara paksa akan
mengalami robekan pada sarung rambut dan pada bulbus akan terlihat tak
teratur.

41
Ditemukannya rambut pada senjata juga dapat memberi petunjuk
tentang adanya kaitan antara senjata itu dengan kasus pembunuhan dan
ditemukannya rambut pada kendaraan bermotor juga dapat meberi
petunjuk tentang keterlibatan kendaraan tersebut dalam peristiwa tabrakan.
Jika ditemukan rambut yang diduga ada kaitannya dengan
kejahatan maka hendaknya rambut tersebut diperiksa dengan teliti untuk
mengetahui :
1. Keaslian rambut
Pemeriksaan keaslian rambut perlu dilakukan mengingat
adanya berbagai serat yang bentuk dan warnanya mirip rambut.
Rambut yang utuh biasanya terdiri atas akar, batang dan ujung.
Akar ranbut terdiri atas jaringan ikat longgar sedangkan batang
rambut terdiri atas kutikula, korteks dan medula. Serat yang bukan
berasal dari rambut tidak mempunyai susunan seperti itu. Serat
sintetis misalnya, gambaran mikroskopiknya terlihat homogen.
2. Penentuan rambut manusia atau bukan
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa serat itu
rambut maka langkah selanjutnya adalah menentukan apakah
rambut tersebut berasal dari manusia atau hewan.
Ciri rambut manusia yaitu halus dan tipis, kutikula
mempunyai sisik kecil dan bergerigi, medula sempit atau kadang-
kadang tak ada, kortek tebal, index medulla kurang dari 0,3 dan
pigmennya lebih ke arah perifer. Sedangkan, ciri rambut binatang
ialah kasar dan tebal, kutikula mempunyai sisik lebar dan
polihidral, medula lebar, kortek tipis, index medulla lebih dari 0,5
dan pigmennya di perifer maupun di sentral. Dengan tes
presipitasi akan dapat dibedakan dengan tepat antara rambut
manusia dan rambut binatang.

3. Identifikasi

42
Jika sudah dapat dipastikan rambut manusia maka
pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan untuk menentukan siapa
pemiliknya. Perlu diketahui bahwa rambut mempunyai sifat tahan
terhadap pembusukan dan bahan-bahan kimia sehingga dapat
dijadikan salah satu sarana identifikasi bagi mayat-mayat yang
sudah membusuk.
Meskipun tak dapat memberikan identitas personal seperti
halnya sidik jari, tetapi dapat memberikan identitas umum, antara
lain :
a. Umur
Umur dari pemilik rambut dapat ditentukan dengan
memeriksa rambut tersebut berdasarkan tempat tumbuh dan
warnanya.
Tumbuhnya rambut di berbagai bagian tubuh berbeda-beda
waktunya. Rambut pubis dan rambut ketiak misalnya,
tumbuh pada masa adolesen. Selain itu warna rambut juga
dapat dipakai sebagai petunjuk umur dari pemiliknya. Pada
orang-orang tua warna rambut akan berubah menjadi putih.
Rambut lanugo pada bayi baru lahir mempunyai sifat halus,
tidak berpigmen, tak bermedula dengan pola sisik yang
lebih seragam.
b. Jenis kelamin
Melalui berbagai pemeriksaan yang teliti akan dapat
ditentukan jenis kelamin dari pemilik rambut. Rambut laki-
laki pada umumnya lebih kaku, lebih kasar dan lebih gelap.
Sedang rambut wanita umumnya halus, panjang dan
meruncing ke arah ujung.
Dari distribusinya juga dapat ditentukan jenis kelaminnya.
Rambut jenggot, rambut dada dan kumis adalah khas
rambut laki-laki. Penyebaran rambut pubis antara laki-laki
dan wanita juga menunjukkan gambaran yang berbeda.

43
c. Ras
Untuk menentukan jenis rasnya dapat dilihat dari warna,
panjang, bentuk dan susunan rambut. Rambut orang Eropa
misalnya, berwarna pirang, kecoklatan atau kemerahan.

2.5.9 Pemeriksaan Organ Spesifik Forensik : Mata


1. Uji Nalorfin
Untuk mendeteksi seseorang apakah ia pecandu atau bukan, dapat
diketahui melalui Uji Nalorfin. Pemberian Nalorfin pada pecandu morfin
akan memperlihatkan midriasis dan gejala putus obat lainnya. Tetapi bila
midriasis tidak terjadi, maka belum tentu ia bukan pecandu.
Caranya :
Ukur diameter pupil dengan pupilometer dan lakukan pemeriksaan
ini di dalam ruang khusus yang tidak dipengaruhi cahaya. Pemeriksaan
dilakukan lagi 30 menit setelah diberikan 3 mg Nalorfin subkutan.

2.5.10 Pemeriksaan Organ Spesifik Forensik : Paru


Pemeriksaan makroskopik paru.
Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kandung
jantung atau telah mengisi rongga dada. Osborn (1953) menemukan pada
75% kasus, ternyata paru-paru sudah mengisi rongga dada, baik pada bayi
yang lahir hidup maupun lahir mati. Paru-paru berwarna kelabu ungu
merata seperti hati, konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura
yang longgar (slack pleura). Berat paru kira-kira 1/70x berat badan.

Uji apung paru.


Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari untuk timbulnya
artefak pada sediaan histopotologi jaringan paru akibat manipulasi
berlebihan. Setelah organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan kedalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.

44
Kemudian paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kedalam air
lagi, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu setiap
lobus dipisahkan dan di masukkan ke dalam air dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. 5 potong kecil dari bagian perifer tiap lobus
dimasukkan ke dalam air, dan diperhatikan apakah mengapung ataukah
tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang baru lahir mati masih dapat
mengapung oleh karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila
potongan kecil itu mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan
(dengan arah tekanan tegak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan
gas pembusukan yang terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu
masukkan kembali ke dalam air dan di amati apakah masih mengapung
atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru tersebut berisi udara
residu yang tidak akan keluar. Kadang-kadang dengan penekanan, dinding
alveoli pada bayi yang telah membusuk akan pecah dan udara residu
keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan
kecil-kecil, mengingat kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang
dapat bersifat buatan (pernafasan buatan) ataupun alamiah, yaitu bayi yang
sudah bernafas walaupun kepala masih dalam vagina.
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati, karena adanya
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernafas
meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli
diresopsi. Pada hasil negatif ini, pemeriksaan histopatologi harus
dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau hidup. Hasil uji apung
paru positif berarti pasti lahir hidup.
Penyebab kematian. Penyebab kematian tersering pada
pembunuhan anak sendiri adalah mati lemas (asfiksia). Cara tersering
dilakukan adalah dengan cara pembekapan, penyumbatan jalan nafas,
penjeratan, pencekikan dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi
dimasukkan ke dalam lemari, kopor dan sebagainya. 2

45
Lahir hidup dapat diketahui dari perangi paru-paru secara
makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis paru-paru anak
ayang dilahirkan hidup akan tampak mengembang dan menutupi kandung
jantung, tepintnya tumpul, warnaya merah ungu dengan gambaran mozaik,
lebih berat (1/35 berat badan, pada yang lahir mati atau belum bernafas
berat paru-paru sekitar 1/70 berat badan), pada perabaan teraba derik udara
atau krepitasi, bila dimasukkan ke dalam air akan mengapung, bila diiris
dan dipijat akan banyak mengeluarkan darah dan busa. Sedangkan secara
mikroskopik akan tamak jelas adanya pengembangan dari kantung-
kantung hawa (alveoli).7

Mikroskopik Paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh,
dilakukan fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat
irisan-irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap
dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian
dibuat sediaan histopatologi. Biasanya dibuat pewarnaan HE dan bila paru
telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Tanda khas untuk paru bayi belum pernah bernafas adalah adanya
tonjolan (projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang
kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak
seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak
kapiler yang berisi banyak darah.
Tanda khas untuk paru bayi yang belum bernafas yang sudah membusuk,
dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikuler
pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut keriting,
sedangkan pada projection berjalan dibawah kapiler sejajar dengan
permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open
loops). Pada paru bayi baru lahir mati mungkin juga ditemukan tanda
inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksi intrauterin.

46
Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang
lengkap, yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda
kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali
pusat dipotong dan uri dilahirkan.
Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan
diafragma sudah turun sampai selaiga 4-5, terutama pada bayi yang telah
lama hidup.

Pemeriksaan paru lainnya:


1. Pemeriksaan Diatom
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat
(SiO2) yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai
dalam air tawar, air laut, sungai, air sumur dan udara.
Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama
diatom akan masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan,
kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui
kerusakan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan
tersebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila
mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan
ginjal, otot skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada
hati dan limpa kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan
abnormal dari saluran pencernaan terhadap air minum atau makanan.

2. Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) Pada Paru


Ambil jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu
Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru
terendam, diamkan kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur.
Kemudian dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam
nitrat pekat samapi terbentuk dan cairan dipusing dalam centrifuge.

47
Sedimen yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali
dan hasilnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif
bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB
atau 10-20 per satu sediaan; atau pada sumsum tulang cukup
ditemukan hanya satu.

3. Pemeriksaan Getah Paru


Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer,
ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada kaca
objek, tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop. Selain
diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya

4. Pemeriksaan Kimia Darah


Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar NaCl dalam
darah sehingga dapat diketahui apakah korban meninggal di air tawar
atau air asin. Darah yang diambil adalah darah dari jantung jenazah.
Pada peristiwa tenggelam di air tawar ditemukan tanda-tanda asfiksia,
kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya
buih serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut
tenggelam tipe II A. Sedangkan pada peristiwa tenggelam di air asin
terjadi gangguan elektrolit dan ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia,
kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi dari pada jantung kanan dan
ditemukan buih serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam
jenis ini disebut tenggelam tipe II B.6

2.5.11 Pemeriksaan Organ Spesifik Forensik : Lambung


1. Pemeriksaan Isi Lambung
Pemeriksaan sianida

a. Reaksi Schonbein-Pagenstecher (Reaksi Guajacol).


Masukkan 50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer.
Kertas saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam

48
larutan guajacol 10% dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke
dalam larutan 0,1% CuSO4 dalam air dan kertas saring digantungkan di
atas jaringan dalam botol. Bila isi lambung alkalis, tambahkan asam
tartrat untuk mengasamkan, agar KCL mudah terurai. Botol tersebut
dihangatkan. Bila hasil reaksi positif, akan terbentuk warna biru-hijau
pada kertas saring.6
Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi
lambung mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon; sehingga
reaksi ini hanya untuk skrining.

b. Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin).


Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator. 5 ml destilat + 1
ml NaOH 50 % + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%,
Panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan
HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH) 3, teruskan
sampai endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin.

c. Cara Gettler Goldbaum.


Dengan menggunakan 2 buah flange (‘piringan’), dan diantara
kedua flange dijepitkan kertas saring Whatman No. 50 yang digunting
sebesar flange. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan FeSO4 10% rp
selama 5 menit, keringkan lalu celupkan ke dalam larutan NaOH 20%
selama beberapa detik. Letakkan dan jepitkan kertas saring di antara
kedua flange. Panaskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga
melewati kertas saring ber-reagensia antara kedua flange. Hasil positif
bila terjadi perubahan warna pada kertas saring, menjadi biru.

d. Kristalografi
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan,
isi lambung di masukkan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam

49
pemanas air sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan
disaring dengan kertas saring. Filtrat yang didapat, diteteskan dalam
gelas arloji dan dipanaskan sampai kering, kemudian dilihat di bawah
mikroskop. Bila terbentuk kristal-kristal seperti sapu, ini adalah
golongan hidrokarbon terklorinasi.
Pemeriksaan kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair,
misal veronal murni mencair pada suhu 191° C. Uji kristal dilakukan
terhadap sisa obat yang ditemukan dalam isi lambung. Masing-masing
barbiturat mempunyai kristal yang khas bila dilihat dengan mikroskop.
Metoda Kopanyi (reaksi warna kobalt) dengan modifikasinya.

e. Metoda Kopanyi
Dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam
sebuah corong. Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali
tambahkan HCl sampai bersifat asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok
selama beberapa menit. Diamkan sebentar, tampak air terpisah dari eter,
lapisan air dibuang, barbiturat terdapat dalam lapisan eter. Saring eter
ke dalam beaker glass dan uapkan sampai kering di atas penangas air.
Tambahkan 10 tetes kloroform untuk melarutkan sisa barbiturat yang
mengering.
Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot
plate. Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol
absolut) dan 2 tetes isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut),
Barbiturat akan memberi warna merah muda sampai ungu.
Pemeriksaan kuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis (TLC), kromatografi gas cair (GLC),
spektrofotometri ultra-violet dan spektrofotofluorimetri.

2.6 Implementasi Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana Pada


Kasus Tertentu

50
Gambar 1. Kasus Infanticide

51
Gambar 2. Kasus Tenggelam

52
Gambar 3. Keracunan CO

53
Gambar 4. Kasus Perkosaan

54
2.7 Prosedur penyitaan barang bukti
Berikut ini adalah barang bukti yang dapat diambil beserta dengan cara /
prosedur penyitaannya :
1. Muntahan si korban
Muntahan diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples.
Muntahan dinilai, apakah ada bau fosfor ( bau bawang putih ); bagaimana
sifat muntahannya misalnya seperti bubuk kopi ( zat kaustik ), berwarna
hitam ( H2SO4 pekat ), kuning ( HNO4 ), biru kehijauan ( CuSO4 )
2. Sisa obat - obatan. Dihitung jumlahnya dan dikumpulkan dengan
pembungkusnya.
3. Sisa minuman/makanan yang dimakan/diminum sikorban, serta tempat
seperti gelas dan alat minum lainnya atau pembungkusnya.
4. Sisa - sisa air seni si korban.
5. Kertas – kertas catatan, surat peninggalan/perpisahan jika merupakan
kasus bunuh diri.

55
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Setiap kejahatan pasti akan menimbulkan barang bukti yang dapat menjadi
petunjuk adanya tindak pidana. Untuk itulah perlu dilakukan pemeriksaan
barang bukti secara cermat dengan menggunakan tehnik pemeriksaan menurut
standar baku yang telah diakui di bidang forensik.
Sebab kematian tidak selalu dapat mengungkap melalui pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam. Oleh karena itu dalam hal ini diperkirakan laboratorium
terhadap barang bukti yang terdapat pada tubuh korban, tempat kejadian
perkara maupun pada tersangka pelaku.
2. Tahapan dalam pemeriksaan barang bukti terkait denngan ketrampilan dan
pengetahuan yang baik dari seorang ahli forensik dalam mengambil sampel
dari tempat kejadian perkara, pengawetan hingga kepada metode pemeriksaan
laboratorium secara sederhana untuk kemudian dilakukan intepretasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium Forensik mencakup bidang yang sangat luas
yaitu mencakup pemeriksaan terhadap cairan tubuh, lambung beserta bahan
muntahan, rambut dan kuku, bekas gigitan, uji balistik, dan ekstrasi DNA.
4. Hasil interpretasi dari berbagai macam pemeriksaan laboratorium ataupun
pelaku akan membantu mengungkapkan sebab kematian.
5. Laboratorium Forensik memiliki peranan yang sangat besar bagi
keberhasilan pengungkapan suatu tindak pidana. Laboratorium forensik
sendiri dapat merupakan lembaga yang termasuk dalam kepolisian namun
dapat pula berdiri sendiri (independen).

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Kiely, Terrence F, Forensic Evidence Science and the Criminal Law,


Science, Forensic Science and Evidence, 2002

2. Eckert, William G. Introduction to Forensic. 2nd edition.New York :


Elseviere : America. 2002.3
3. Abraham, Rahman AS, Bambang, Salim HB, et al. Ilmu Kedokteran
Forensik, Pemeriksaan Laboratorium Sederhana, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang, Cetakan II:2012
4. Bevel, Ross M. Gardner, Bloodstain Patern Analysis, Second Edition,
United State of America. 2002.
5. Savino, Brent E. Turvey, Rape Investigation Handbook, USA : Elseviere
academic Press, 2005 : 6-127
6. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A Sidhi,
Hertian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p.
47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 125-26: 136-37: 144-46: 167—96
7. Sheperd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford
University Press, Inc.; 2003. p. 58
8. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and
Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An
Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC
Press LLC; 2000. p. 181-98
9. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. p. 172-
76
10. Bowers, Michael C, Recovery and Analysis of Bite bite mark evidence. An
investigator’s Handbook, First Edition, San Diego, USA. Recognition.
2006.

57
11. Vincent J.M, new De Maio, MD. Gunshot Wounds : Practical Aspect of
Firearms, Ballistics and Forensic Techniques, New York ; CRC Press :
1999.
12. Cyril H Wecht, et al. A Reader’s Digest Book. Crime Scene Investigation:
crack the case with-real experts.The Inquiry Team.London: Elwin Street
Limited; 2004. P. 40-52

58

You might also like