You are on page 1of 16

II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan menguraikan mengenai : Ikan Cumi-cumi, Kerupuk,

Sejarah dan Penyebaran Kentang, Tepung, dan Bahan Pembantu Pada Pembuatan

Kerupuk

2.1 Ikan Cumi-Cumi

Indonesia terletak di daerah tropika yang kaya dengan macam-macam

jenis ikan dan berjuta-juta macam ikan tersebut tersebar di beberapa perairan dari

seluruh permukaan bumi. Habitat air dimana ikan hidup banyak menentukan

bentuk tubuh, macam alat tubuh, dan cara ikan bergerak. Ada beberapa ikan yang

tubuhnya bersisik, ada pula yang tidak bersisik. Sedangkan dunia ikan sendiri

dapat dibagi dalam dua bagian besar, yaitu ikan berangka rawan dan ikan

berangka tulang. Ada beberapa pula yang mengklasifikasikan ikan menjadi ikan

bertulang belakang atau ikan bersirip yang biasa dikenal dengan istilah ikan,

sedangkan ikan yang tidak bertulang belakang dan dikenal dengan nama kerang

atau kerang-kerangan. Ikan badan ditutupi dengan sisik sedangkan kerang badan

dibungkus kulit keras yang terdiri dari kritin. Namun demikian tentunya masih

ada perkecualian (Junianto, 2003).

Kandungan lemak pada ikan dapat digolongkan menjadi tiga golongan

besar yaitu : ikan berlemak rendah dengan kandungan lemak kurang dari 2 persen,

ikan berlemak medium dengan kandungan lemak berkisar antara 2-5 persen,

sedangkan ikan berlemak tinggi memiliki kandungan lemak lebih besar dari

6 persen. Kelompok ikan berlemak rendah adalah kerang, udang, bawal,


Cumi-cumi dan gabus. Sedangkan berlemak medium contohnya adalah rajungan,

ikan mas, lemuru, patin, dan salmon. Contoh ikan berlemak tinggi adalah sardin,

tuna bader, sepat, dan belut (Direktorat Gizi Depkes RI 1990).

Cumi-cumi adalah kebutuhan ekonomi, karena mereka digunakan sebagai

makanan, dan sebagai umpan pada jaring ikan. Mereka menjadi makanan ikan

kecil, Crustacea dan cumi-cumi yang lain dan dalam perlengkapan lingkaran

makanan ikan lain yang besar (Tim CoData, 2000).

Cumi-cumi adalah carnivora. Ini berarti pemakan daging. Tentacel yang

lebih panjang menangkap mangsa. Cumi-cumi menarik makanan itu dengan

tentacel yang lebih pendek ketika makanan itu terenggut dengan kekuatan seperti

paruh bebek. Kemudian radula membenturkan makanan turun ke kerongkongan

sehingga akan turun ke perut untuk di cerna. Radula adalah pita tanduk pada lidah.

Ketika cumi-cumi membutuhkan banyak energi untuk bergerak secepat yang

mereka lakukan, mereka mempunyai tiga jantung. Cumi-cumi berdarah biru. Dua

dari jantung mereka berlokasi dekat dengan masing-masing insangnya. Hal ini,

mereka dapat memompa oksigen ke bagian tubuh yang beristirahat dengan

mudah. Cumi-cumi memiliki pokok sistem pernafasan senyawa tembaga. Hal ini

berbeda dengan manusia dimana manusia mempunyai pokok sistem pernafasan

senyawa besi. Jika terlalu tertutup pada permukaan dimana terdapat air panas,

cumi-cumi dapat mati dengan mudah karena mati lemas. Kemungkinan hidup di

air dalam selama musim dingin, tetapi sekitar bulan Mei dia memasuki air dangkal

untuk menetaskan telurnya (Tim CoData, 2000).


Sistematika Ikan Cumi-cumi.

Nama Latin : Loligo Pealii


Phylum : Mollusca
Sub Phylum : None
Ordo : Teuthoidea
Family : Loliginidae
Genus : None
Species : Loligo Pealii
Kelas : Cephalopoda
Nama Daerah : Cumi-cumi

Gambar 1. Ikan Cumi-cumi Segar

2.2 Kerupuk

Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang khas, yang dibuat dari

bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Kerupuk merupakan makanan

rakyat yang sudah dikenal di Indonesia. Dijual dalam bentuk mentah dan

gorengan. Produk ini juga dikenal di Jepang, Kanada, Perancis, dan Amerika.

Di Indonesia, kerupuk dikonsumsi sebagai lauk pauk, sedangkan di luar negeri

sebagai makanan kecil.


Kerupuk dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kerupuk

kasar dan kerupuk halus. Kerupuk kasar dibuat dari bahan baku tapioka dengan

ditambah bumbu-bumbu. Sedangkan kerupuk halus selain dibuat dari bahan baku

tapioka dan bumbu-bumbu, juga sering ditambah udang, ikan, susu, atau telur.

Berdasarkan bentuk dan kenampakannya, dikenal kerupuk mie dan kerupuk

kemplang. Kerupuk mie adalah kerupuk yang terbentuknya tersusun atas adonan

bergaris tengah satu sampai dua milimeter dan melingkar, sedangkan kerupuk

kemplang atau irisan adalah kerupuk yang berbentuk irisan tipis atau dicetak

sebagai lembaran tipis (Djumali, 1982).

Kerupuk yang merupakan suatu produk makanan kering yang telah lama

dikenal di Indonesia adalah salah satu alternatif upaya penganeka ragaman produk

makanan olahan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Pemasarannya

berkembang, baik di dalam maupun di luar negeri. Produksi kerupuk menurut

statistik Industri tahun 2001 adalah sebesar 3,345,796 Kg untuk kerupuk

banyaknya serta nilai barang hasil produksi menurut jenis barang 2001 (Badan

Pusat Statistik Jakarta, 2001).

Menggoreng kerupuk adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan

dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Terdapat dua cara menggoreng,

yaitu menggoreng sangrai (tanpa minyak) dan deep fat frying (bahan terendam

minyak). Menggoreng dengan menggunakan minyak adalah suatu teknik

pengolahan pangan dengan memasukan bahan ke dalam minyak panas dan

seluruh bagian permukaan bahan mendapat perlakuan panas yang sama, sehingga

berwarna seragam (Winarno, 1984).


Minyak yang digunakan sebagai medium penggorengan berfungsi sebagai

penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi, dan kalori dalam

bahan pangan. Lemak yang baik untuk menggoreng adalah oleostearin atau

lemak nabati dihidrogenasi dengan titik cair 350C sampai 400C, seperti minyak

kelapa, minyak kacang tanah, dan minyak kelapa sawit. Minyak yang termasuk

dalam golongan setengah mengering (semi drying oil) atau minyak mengering

(drying oil), misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai, dan minyak jagung.

Minyak biji matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng, karena

minyak tersebut bila kontak dengan udara pada suhu tinggi akan cepat teroksidasi

sehingga berbau tengik (Winarno, 1984).

Menurut Weiss (1983), suhu minyak yang baik untuk menggoreng berkisar

antara 1630C sampai 1960C, tergantung bahan yang digoreng. Kerupuk kentang

paling baik digoreng pada suhu 1880C dengan waktu 2 sampai 3 menit. Suhu

minyak yang rendah (kurang dari 1630C) akan menyebabkan terjadinya kekerasan

yang tidak diinginkan pada makanan (bantat). Suhu minyak yang tinggi (lebih

dari 1960C) akan menyebabkan makanan gosong pada bagian luar sedangkan pada

bagian dalam belum matang.

Selama proses penggorengan berlangsung, terjadi penguapan air yang

terkandung dalam bahan. Ruang tempat air yang teruapkan itu lalu diisi oleh

udara yang dikenal dengan proses pengembangan (kemekaran).

Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng

yang mengembang dan renyah. Pada proses penggorengan kerupuk mentah yang

kering mengalami pemanasan sehingga air yang terangkap dalam struktur kerupuk
mentah menguap dan menghasilkan gelembung-gelembung gas ke permukaan

minyak seakan-akan minyak mendidih.

Proses pengembangan kerupuk dimulai dengan bagian pinggir yang

menyebabkan bagian tepi melengkung, proses pengembangan kemudian diikuti

dengan bagian tengah, sehingga lengkungan berkurang dan menghasilkan

pengembangan yang merata (Winarno, 1984)..

Penggorengan dianggap selesai apabila kerupuk tidak mengalami

perubahan bentuk dan pengembangan lagi serta tidak adanya

gelembung-gelembung udara kepermukaan minyak, setelah proses penggorengan

selesai kerupuk segera diangkat untuk mencegah kerupuk menjadi hangus.

Di Indonesia telah dikenal berbagai jenis kerupuk, antara lain kerupuk

ikan, kerupuk udang, kerupuk kedelai, kerupuk singkong, kerupuk terasi, kerupuk

ramba, dan kerupuk uli (Rudy Wahyono,1996). Komposisi energi kerupuk yang

dikonsumsi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Energi Kerupuk yang Dikonsumsi


Komponen Jumlah
Protein 16,0 (gram)
Lemak 0,4 (gram)
Karbohidrat 65,60 (gram)
Air 16,0 (gram)
Abu 2,0 (gram)
Sumber : Komposisi Bahan Makanan, DEPKES (1990)

Kerupuk goreng adalah kerupuk yang telah digoreng dan siap untuk

dimakan. Kadar minyak dalam kerupuk yang telah digoreng untuk jenis kerupuk

ikan atau udang adalah 23,7%, sedangkan dalam kerupuk kemplang adalah

25,9 %.
Kualitas kerupuk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bahan baku,

bahan penunjang dan peralatan, proses produksi dan pengemasan (Mahdar, 1992).

Mutu produk ikan ditentukan oleh kandungan ikan yang ditambahkan semakin

tinggi mutu kerupuk. Untuk lebih jelasnya mutu kerupuk dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan Mutu Kerupuk


PERSYARATAN MUTU
JENIS MUTU
I II
A. Organoleptik, nilai min
- Kapang 7,5 7,5
B. Mikrobiologi Negatif Negatif
- TPC per gr, maks - -
- Escherichai Coli 5 x 104 5 x 104
- MPN per gr, maks 3 3
- Salmonella Sp Negatif Negatif
C. Kimia 14 14
- Air, % bobot/bobot, 12 12
maks 1 1
- Abu tak larut dalam 1 1
asam 7 14
- % bobot/bobot, maks
- Protein, %
bobot/bobot, min
Sumber : Standar Nasional Indonesia, SNI 0272-94

2.3 Sejarah dan Penyebaran Kentang (Solanum tuberosum)

Asal mula tanaman kentang itu belum jelas. Akan tetapi menurut beberapa

catatan, sumber terbesar tanaman kentang liar itu ada di Amerika Selatan, yakni :

Bolivia, Peru, dan Argentina (Sunarjono, 1976).

Menurut salaman pada pertengahan abad ke-16 yang dikutip dari

Sunarjono 1976, menyatakan bahwa kentang itu dibawa dari Peru ke Eropa yang

sifatnya adalah berhari pendek (short day). Menurut bahan-bahan herbarium kuno

yang dikumpulkan oleh Caspar Bauhin, kentang yang mula-mula dimasukan ke


Eropa itu termasuk kelompok andigena dan disebut Solanum Tuberosum

Esculentum. Kemudian turunan kentang tersebut oleh Linnaeus diklasifikasikan

kedalam Solanum Tuberosum. Sedangkan menurut ahli-ahli Rusia kentang yang

bersifat hari panjang (long day) mula-mula dibawa dari Chili ke Eropa oleh orang

Spanyol.

Menurut Howard 1960 yang kutip dari Sumiati 1977, menyatakan bahwa

dari jenis liar Solanum andigenum (long day). Karena mutasi, seleksi, dan lain

sebagainya jenis-jenis kentang liar itu akhirnya menjadi kentang yang enak

dimakan dan diusahakan.

Saat masuknya kentang ke Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi

pada tahun 1794, telah diketemukan tanaman kentang Cisarua dan pada tahun

1811 telah tersebar luar ke daerah pegunungan tinggi seperti : Karo, Palembang,

Aceh, Padang, Minahasa, Flores, Bali, Seram, dan Timor. Di Jawa daerah-daerah

Pucet, Pangalengan, Lembang, Cibodas, Cipanas, Batu, Tengger, Wonosobo, dan

Tawangmangu (Sunarjono, 1976).

Ahli botani menggolongkan tanaman kentang kedalam :

Class : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanoceae
Genus : Solanum L
Species : Solanum tuberosum L
Varietas : Katadhin, Katela, Marita

Komposisi kimia kentang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara

lain : varietas, keadaan tanah yang ditanami, pupuk yang dipergunakan, umur
umbi ketika dipanen, waktu dan suhu penyimpanan. Komposisi utama dari

kentang yaitu terdiri dari : 80 % air, 18 % karbohidrat, dan 2 % protein (Laksmi,

1978).

Analisis kimia dari kentang menunjukan bahwa kentang merupakan

sumber mineral (fosfor, besi, dan kalium) dan vitamin C, vitamin B1, dan vitamin

B2 rendah. Mengenai komposisi kimia kentang secara lengkap dapat dilihat pada

Tabel 3 (Setiadi, 1993).

Tabel 3. Komposisi Kimia Kentang Mentah.


Kandungan Persentase ( %)
Air 72,1 – 80
Bahan padat kering 23
Protein 2
Lemak 0,06 – 0,11
Karbohidrat 12 – 17,8
Gula 0,2 –6,8
Abu 0,96
Serat kasar 0,4 – 1,0
Sumber : Setiadi, 1993.

2.4 Tepung

2.4.1 Tepung Terigu

Tepung terigu berasal dari biji gandum yang digiling. Biji gandum

dihasilkan oleh tanaman Triticum sp, yang tumbuh di daerah sub tropis (Arpah,

1993). Komposisi kimia tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia Tepung Terigu


Komposisi Jumlah
Kadar air 12 %
Karbohidrat 77,30 %
Protein 8,90 %
Lemak 1,30 %
Fosfor 1,106,00 mg/100 g
Kalsium 16,00 mg/100 g
Besi 1,20 mg/100 g
Vitamin B1 0,12 mg/100 g
Sumber : Departemen Perindustrian, SNI 01-3751-1995.
Berdasarkan komposisi gandum, gandum dapat dibagi dua, yaitu gandum

keras (hard wheat) dan gandum lunak (soft wheat). Gandum keras mengandung

banyak gluten dan gandum lunak mengandung gluten yang rendah (Gaman dan

Sherrington, 1992).

Tepung berdasarkan kegunaannya dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu tepung kuat dan tepung lemah. Tepung yang kuat adalah tepung yang

terbuat dari gandum kuat dengan kadar protein 11-13 %, menghasilkan adonan

yang sukar meregang, kenyal, mempunyai daya serap air yang tinggi, memiliki

daya kembang yang baik, dan mempunyai sifat dapat menahan gas yang baik.

Tepung yang kuat cocok untuk membuat roti. Tepung yang lemah adalah tepung

yang terbuat gandum lemah dengan kadar protein 8-9 %, menghasilkan adonan

yang kurang merenggang, kurang kenyal dan mempunyai daya serap air yang

rendah. Tepung jenis ini cocok untuk membuat cake, pastel, biscuit, dan kue

kering (US wheat Associates, 1981). Selain diketahui jenis tepung kuat dan

tepung lemah, adapula jenis tepung kombinasi, yaitu tepung yang dihasilkan dari

penggilingan campuran gandum kuat dan lemah, dan cocok untuk membuat mie,

roti dan keperluan rumah tangga (Arpah, 1993).

Gluten pada tepung terigu terbentuk dari dua senyawa yaitu gliadin dan

glutenin. Pembentukan gluten terjadi bila tepung gandum dicampur dengan air.

Gluten merupakan massa kenyal yang melengket yang menyatukan

komponen-komponen seperti dan gelembung gas. Hidrasi protein gluten


mengakibatkan fibril, gliadin membentuk film, dan glutenin membentuk rantai

(deMan, 1997).

Gluten mempunyai sifat penting, yaitu ketika gluten ditambah air akan

membentuk adonan yang elastis dan membentuk sambungan antar molekul

protein, sehingga dapat memberikan adonan yang kuat. Sementara tepung terigu

tidak membentuk adonan yang elastis seperti halnya gluten, karena tepung terigu

akan menyerap air dan bila ditambahkan air kemudian dipanaskan pada suhu 57oC

sampai 70oC akan membentuk pasta dan terjadi gelatinisasi (Potter dan Hotokiss,

1995).

Tepung terigu dapat digunakan sebagai bahan pengisi untuk produk

daging, bahan perekat, dan baik untuk makanan yang dipanggang, seperti roti,

cake, biscuit, creakers. Dalam produk makanan, tepung terigu memiliki sifat

emulsi yang baik dibandingkan dengan lainnya. Hal ini dikarenakan kandungan

lemak yang tinggi dalam tepung terigu.

Menurut Meyer (1978), tepung terigu mengandung amilosa yang lebih

rendah dari pada amilopektin. Kadar amilosa dalam tepung terigu 25 %. Tepung

terigu mempunyai daya serap air yang lebih rendah dibandingkan tapioka dan

beras. Hal ini terjadi karena tepung terigu mempunyai kandungan karbohidrat

yang lebih rendah (Marzempi, 1994).

2.4.2 Tapioka

Tanaman ubikayu atau ketela pohon (Manihot utilissima) adalah tanaman

yang dapat tumbuh subur di Indonesia. Ubi kayu menghasilkan umbi yang

mengandung (karbohidrat) sebanyak 32,4 gr per 100 gram ubikayu. Salah satu
bentuk olahan dari umbi ubikayu adalah ubikayu atau dikenal dengan nama

tapioka (BPPT, 2000).

Tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi ubikayu (Manihot

utilissima), yang telah mengalami pencucian, pemarutan, pengendapan, dan

pengeringan pati (BPPT, 2000).

Tapioka berbeda dengan tepung beras dan terigu, mengandung komponen

yang lebih banyak, yaitu 84,64 persen. Tingginya komponen dalam tapioka,

mengakibatkan daya serap air lebih tinggi dibandingkan tepung beras dan terigu

(Marzempi, 1994). Tapioka mengandung amilosa sebanyak 18 persen (Meyer,

1978). Komposisi kimia tapioka dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Kimia Tapioka.


Komposisi Jumlah (%)
Air 11,11
Karbohidrat 84,64
Protein 1,65
Lemak 0,65
Abu 1,50
Serat 1,63
Sumber : Direktorat Gizi, DEPKES RI, (2000).

Tapioka memberikan cita rasa yang lunak, dan dapat digunakan sebagai

bahan pengental, bahan pengisi, serta bahan pengikat dalam industri makanan,

seperti dalam pembuatan pudding, makanan bayi, kerupuk dan sosis (Matz, 1997).

Beberapa sifat tapioka yang penting adalah tidak berasa manis, tidak

mudah larut dalam air dingin, membentuk pasta dan gel dalam air panas, sebagai

sumber cadangan energi dalam tanaman, dan dalam biji-bijian mengandung

granul. Hidrolisa akan menghasilkan glukosa dan bila hidrolisa tidak sempurna
akan menghasilkan dekstrin dan sifat viskositasnya yang besar dapat digunakan

untuk mengentalkan makanan (Potter dan Hotckiss, 1995).

Tapioka mempunyai sifat dapat bergelatinisasi pada suhu relatif rendah

dibandingkan dengan tepung ketan yang mengandung amilopektin tinggi oleh

karena itu tapioka mudah dan cepat membengkak bila dipanaskan dalam air.

Pemanasan tapioka dalam air menyebabkan terjadinya pembengkakan granula

dengan cepat (Desrosier, 1988).

Granula pati dalam air dingin akan menyerap air dan membengkak namun

jumlah air yang terserap hanya mencapai kadar 30 persen. Granula pati akan

menyerap air dan terjadi peningkatan volume dalam air pada suhu 55oC sampai

65oC yang merupakan pembengkakan yang sesungguhnya. Granula pati dapat

dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak kembali lagi pada kondisi

semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati

pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air

panas (Winarno, 1997).

2.4.3 Tepung Beras

Tepung beras biasa adalah serbuk berbentuk butiran-butiran halus, yang

diperoleh dengan cara penggilingan dan pengayakan dari varietas beras biji

panjang. Tepung beras memiliki karakterisitik fisik sebagai berikut : berbentuk

serbuk berwarna putih, beraroma beras (tidak bau asam dan apek), dan flavornya

lembut (Matz, 1997). Komposisi kimia tepung beras dapat dilihat pada Tabel 6,

sebagai berikut :
Tabel 6. Komposisi Kimia Tepung Beras.
Komponen Jumlah (%)
Air 11
Karbohidrat 79,4
Protein 7,5
Lemak 0,8
Abu 0,7
Serat 0,6
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI, (2000).

Karbohidrat sebagian besar dalam tepung beras terdiri atas pati (starch).

Tepung beras tersusun atas serangkaian unit-unit glukosa, yang terdiri dari dua

fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan

fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa terdiri dari 70 sampai dengan

350 unit glukosa yang berikatan membentuk rantai lurus dengan ikatan  -(1,4)-

D-glukosa, sedangkan amilopektin terdiri dari 100.000 unit glukosa yang

berikatan membentuk rantai bercabang dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa

(Winarno, 1997).

Protein merupakan komponen utama lainnya yang penting dalam tepung

beras setelah pati. Protein beras giling dari 5 persen albumin (larut dalam air),

10 persen globulin (larut dalam garam), kurang dari 5 persen prolamin (larut

dalam alkohol) dan lebih besar dari 80 persen glutelin (larut dalam alkali).

Diantara fraksi-fraksi protein, albumin mengandung kadar lisin tertinggi (4-9 %).

Glutelin mengandung lisin (3-5 %), globulin (2-6 %) dan terendah prolamin

(0-5 %). Walaupun kadar lisin dalam beras tertinggi diantara protein serealia
lainnya, tetapi lisin, masih merupakan asam amino pembatas pertama dalam

protein (Julianto, 1979).

Menurut Julianto (1979), kandungan amilosa dari beras giling, dapat

diklasifikasikan menjadi beras kadar amilosa rendah (7-20 %), sedang (20-25 %),

dan tinggi (25-33 %). Tepung beras yang berasal dari penggilingan biji beras

panjang, mengandung amilosa dan amilopektin. Kadar amilosa dalam tepung

beras adalah 20-25 persen (Meyer, 1978).

Perbandingan kadar amilosa dan amilopektin sangat menentukan sifat dan

bentuk hasil pemanasan, misalnya tekstur dan sifat mengkilapnya. Tepung beras

biasa dengan kadar amilosa sedang, memiliki tekstur yang tidak lengket dan tidak

mengkilap (Winarno, 1997).

2.5 Bahan Pembantu Pada Pembuatan Kerupuk

Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja diberikan dengan maksud dan

tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa,

untuk mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa

dan sebagainya. Bahan pembantu yang digunakan untuk pembuatan kerupuk ini

antara lain garam dapur, bawang putih, kuning telur, dan bahan pengembang.

2.5.1 Garam Dapur

Garam dapur dapat berfungsi sebagai pengikat gluten selama proses

pencampuran, sehingga gluten sedikit mengembang dan memberikan efek rasa.

Garam juga dapat meningkatkan kekuatan antar ion dari daging dan membentuk

cita rasa yang diperlukan untuk berbagai jenis makanan ringan, manisan, dan
lain-lain. Salah satu petunjuk garam dapur yang mudah dikenal adalah rasa asin.

Garam merupakan cita rasa makanan ringan yang perlu sekali.

Garam dapat menurunkan kadar air bahan pangan dengan cara osmosis.

Disamping itu juga, dapat terjadi plasmolisis yang menyebabkan mikroorganisme

mati karena kekurangan air, sehingga jumlahnya dalam bahan pangan berkurang

(Winarno, 1984).

2.5.2 Bawang Putih

Penggunaan bawang putih (Allium ascalonicum) terutama dimaksudkan

agar produk memiliki cita rasa dan aroma yang merangsang. Bawang putih

sebagai pengawet makanan, dapat menimbulkan rangsangan tajam serta bersifat

bakteriostatik dan germisidal (Rismunandar, 1984).

2.5.3 Telur

Telur ditambahkan dalam pembuatan kerupuk kentang, karena telur

bersifat sebagai pengemulsi dan pengikat komponen-komponen adonan serta

untuk meningkatkan kandungan zat gizi, protein, dan rasa dari kerupuk tersebut.

Kerupuk yang ditambahkan kuning telur akan menghasilkan kerupuk dengan rasa

kerenyahan dan pengembangan volume yang baik (Herman Rasyad, 1990).

2.5.4 Natrium Bokarbonat

Natrium bikarbonat digunakan untuk memperoleh kerupuk yang

mempunyai daya kembang baik pada saat penggorengan. Natrium bikarbonat

dalam adonan akan melepaskan CO2, lalu dengan teratur membebaskan gas

selama pengukusan agar adonan mengembang dengan sempurna (Anonim, 1983).

You might also like