You are on page 1of 19

PENGARUH METODE STORYTELLING MENGENAI BENCANA ALAM BANJIR

TERHADAP OPTIMALISASI WORKING MEMORY


PADA ANAK USIA 4 – 6 TAHUN

Ulfah Trijayanti, Linda Ernawati, Arief Budiarto

Faculty of Psychology, Jenderal Achmad Yani University


Jl. Terusan Jenderal Sudirman PO BOX 148 Cimahi 40533 Telp.(022) 6631653
Email : trijayantiulfah@yahoo.co.id

Abstract
Children’s memory ability 4-6 years who experience fast increase memory. Children can
absorb information quickly, So it can easily to store a lot of information. The more
information that is absorbed the more information is remembered. This relates to the working
memory that should be a major in the early stages of processing and recalling information.
The more optimal the of working memory, it can be easier for someone to store, process and
remember the information they have. This optimalization can be done by providing the right
stimulation like learning methods. Horn (Ahyani, 2010) states that storytelling method is a
learning method that can create the right learning environment for children. Therefor, the
aim of study to test the storytelling method of flood natural disaster to optimalize the
working memory in children 4-6 years. According to Geisler (1997) The storytelling is a
method that tells a story for one or more listeners through a voice game and movement to
generate a listener response, thus providing an opportunity for the listener to capture more
optimal and comprehensive information. This research used quasi experiment by using non-
equivalent control group design with pre and post test was measured using the paper and
pencil test (Antana). The subjects consisted of 34 children 4-6 years who had an IQ standard
(based on the CPM scale) and divided into two groups. The result of the measurement was
obtained from the average value of the group compared to each measurements (Δ) by using t-
test analysis with the following results: Δ1 Asy. Sig = 0,813, Δ2 Asy. Sig = 0,000, Δ3 Asy.
Sig = 0,010, and Δ4 Asy. Sig = 0,042. From these results it can be concluded that there was
influence of storytelling method about flood disaster to increase working memory in children
age 4-6 years. Based on the results of this study, storytelling method was suggested to
teachers or parents because storytelling method can be used as an alternative in providing
information as an effort to train children in optimalizing the of working memory.

Keywords : Storytelling method, Working memory, Children 4-6 years

PENDAHULUAN
Anak yang berada dalam usia 4-6 tahun merupakan anak yang tergolong kedalam masa
pendidikan usia dini. Dimana pada usia tersebut anak merupakan sosok individu yang sedang
berada dalam proses perkembangan yang pesat. Perkembangan anak adalah suatu proses
perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek : gerakan,
berpikir, perasaan, dan interaksi baik dengan sesama maupun dengan benda-benda dalam
lingkungan hidupnya (Ernawulan, 2011).
Belajar merupakan proses aktif untuk memahami hal-hal baru disamping pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya (Abbott dalam NSIN, 2002). Saat belajar terjadi pengolahan

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 1
informasi yang diterima dari lingkungan menjadi suatu keterampilan atau pengetahuan (Dehn,
2008). Beberapa fungsi mental dibutuhkan dalam proses mempelajari sesuatu, seperti
kemampuan untuk mengingat informasi, pengorganisasian materi, pemecahan masalah, dan
perencanaan (Brown, 2005). Dengan demikian, belajar melibatkan serangkaian proses mental
yang aktif dan saling berhubungan dalam mengelola informasi.
Kemampuan untuk dapat memproses penerimaan dan mengingat kembali informasi
dengan singkat dan cepat disebut dengan working memory (Baddeley, 2005). Working memory
memegang peranan yang utama pada tahap awal (initial) mempelajari sesuatu. . Saat menerima
pelajaran, anak dituntut untuk dapat mengingat materi atau instruksi yang diberikan. Semakin
tinggi jenjang pendidikan anak di sekolah maka semakin kompleks materi dan instruksi yang
perlu untuk diingat. Hal tersebut sesuai dengan kemampuannya yang mengalami peningkatan
pesat pada area kognitif, khususnya dalam hal ingatan. Glan Doman, menyatakan bahwa anak
pada usia tersebut dengan cepat dan mudah dapat menyerap informasi dalam jumlah yang
sangat banyak. Semakin banyak informasi yang diserap oleh seorang anak pada usia tersebut
maka semakin banyak pula informasi yang diingatnya (Hasan, 2009).
Hal tersebut kemudian memungkinkan anak pada usia ini dipersiapkan untuk bersekolah
di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dimana tugas dan tuntutan pendidikan yang harus
dijalani oleh anak-anak pun akan semakin meningkat. Tidak hanya kemampuan untuk mengingat,
anak juga dituntut untuk dapat melakukan aktivitas yang lain secara bersamaan.
Misalnya, anak harus mendengarkan penjelasan dari guru sambil menulis materi yang
disampaikan. Hal tersebut menjadi penting untuk diperhatikan agar anak mampu mengoptimalkan
apa yang sudah dimiliki sebelumnya untuk menunjang hal-hal yang dibutuhkan dimasa yang
akan datang. Khususnya dalam hal ini adalah kemampuan mengingat yang efektif, Artinya,
kapasitas working memory pada anak usia 4-6 tahun perlu distimulasi dengan tepat. Sehingga
dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengingat. Hal ini perlu diperhatikan antara lain
untuk membantu memperbesar peluang keberhasilan di sekolah berikutnya (Cinisomo,
Fuligni, Ritchie, Howes, & Karoly, 2008).
Kemampuan mengingat berkaitan dengan kapasitas working memory. Working memory
berperan, terutama pada tahap awal mempelajari sesuatu. Oleh sebab itu, fungsi yang efektif dari
working memory diperlukan untuk dapat mengikuti proses pembelajaran. Anak yang memiliki
working memory efektif mampu mengingat materi pelajaran yang baru diberikan oleh guru
dengan mudah. Anak yang memiliki kapasitas working memory yang lebih tinggi mampu untuk
menyaring informasi yang akan diingat. Ia mampu memilah informasi yang tidak berhubungan
sehingga tidak semua informasi yang ada disimpan di dalam working memory (Klingberg, 2009,
dalam Linastri, 2012).
Dapat dikatakan bahwa semakin baik anak dalam menyimpan materi pelajaran yang baru
diterima maka ia semakin mudah untuk mengikuti proses pembelajaran. Sementara itu, proses
belajar menjadi tidak efektif apabila seorang anak mengalami hambatan dalam kemampuan
mengingat baik pada ingatan jangka pendek maupun pada ingatan jangka panjang (dalam
Martini’s Blog, 2010). Oleh karena itu, pencapaian perkembangan anak yang optimal khususnya
dalam tataran kognitif di pendidikan anak usia dini menjadi dasar yang sangat penting karena
akan terus terbawa pada masa berikutnya.
Hubungan antara working memory dan belajar memiliki implikasi terhadap
pengembangan jenis treatment yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah
satu bentuk treatment untuk meningkatkan kapasitas working memory pada anak kelompok usia
4-6 tahun adalah dengan metode pembelajaran berupa metode storytelling yang disampaikan oleh
Geisler (1997). Metode storytelling merupakan suatu metode yang berisi suatu kegiatan yang
berkaitan dengan menceritakan sebuah cerita untuk satu atau lebih pendengar. Menurut
Geisler (1977), dalam storytelling informasi yang kompleks dapat tersampaikan pada anak
melalui suara dan gerakan sehingga memungkinkan anak untuk lebih mudah menangkap
Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 2
informasi dan mengingatnya kembali, hal tersebut memungkinkan imajinasi anak untuk
berkembang karena anak menggambarkan secara visual dalam pikirannya tentang cerita yang
didengar. Berbagai pandangan yang muncul mengenai storytelling, menunjukkan bahwa
storytelling yang disampaikan pada anak usia dini ini akan memberikan manfaat yang sesuai
dengan perkembangan anak kelompok usia 4-6 tahun dan merupakan media yang dapat
membantu memfasilitasi anak dalam memahami kondisi lingkungan disekitarnya.
Dalam metode storytelling ada satu bahasan atau konten yang perlu disampaikan.
Adapun konten tersebut hendaknya disesuaikan dengan kondisi anak. Bila isi cerita dikaitkan
dengan dunia kehidupan anak, maka mereka dapat memahami isi cerita tersebut, mereka akan
mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan mudah mereka dapat menangkap isi
cerita. Winda Gunarti (2008 : 5.3, dalam Etty, 2013).
Adapun sesuatu hal yang dekat dan nyata tersebut berkaitan dengan kondisi wilayah
di salah satu kelompok belajar (KOBER) di Kota Cimahi dan kondisi wilayah kediaman
anak-anak yang sering mengalami bencana alam banjir. Dengan demikian, anak-anak tidak
merasa asing dengan bencana alam banjir tersebut. Sehingga diharapkan anak akan lebih
mudah untuk mengingat bagaimana bencana alam tersebut terjadi.
Penggunaan metode pembelajaran bukan sekedar upaya untuk membantu guru dalam
mengajar, tetapi lebih dari itu sebagai usaha yang ditujukan untuk memudahkan anak dalam
pelajaran. Akhirnya metode pembelajaran memang pantas digunakan oleh guru, bukan hanya
sekedar alat bantu mengajar bagi guru, namun diharapkan akan timbul kesadaran baru bahwa
metode pembelajaran telah menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan sehingga dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk membantu lancarnya bidang tugas yang diemban
untuk kemajuan dan meningkatkan kualitas peserta didik khususnya dalam kemampuan
mengingat. Oleh karena itu, metode belajar untuk anak hendaknya disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan anak.
Dalam metode storytelling digunakan konsep visual dan audio serta dilengkapi
konsep kinestetik dalam menjelaskan mengenai suatu materi. Hal tersebut berarti metode
storytelling memberikan dua stimulus visual dan audio. Pengorganisasian korteks auditori
sangat berparalel dengan pengorganisasian korteks visual (Kalat, 2007), oleh karena itu
proses masuknya informasi akan lebih optimal apabila kedua indera tersebut digunakan
secara bersama-sama seperti juga diungkapkan bahwa suatu informasi yang disampaikan
dengan gabungan stimulus auditori dan visual dapat menambah kapasitas working memory
secara efektif (Penney, dalam Moreno, 1999).
Sehingga diharapkan bahwa dengan adanya stimulasi kedua indera tersebut secara
bersama-sama, kemampuan mengingat anak pun akan meningkat karena ketika suatu materi
pelajaran disampaikan dengan menggunakan metode storytelling. Hal tersebut dapat terjadi
karena working memory akan bekerja lebih efektif sehingga dapat meningkatkan pada
working memorynya. Adapun harapan lebih besarnya anak mampu mengaplikasikan ingatan
tersebut untuk menghadapi bencana alam banjir yang sering terjadi di wilayahnya.
Di berbagai negara, sudah menerapkan metode storytelling dalam proses
pembelajaran disekolah ataupun sebagai metode untuk menyampaikan
informasi/pengetahuan kepada anak-anak, baik di lingkup pendidikan, kesehatan, keagamaan,
hingga moral. Bahkan saat ini sudah banyak kombinasi metode pembelajaran dari metode
storytelling tersebut, diantaranya storytelling-digital, simulasi menggunakan cerita, role-play
dan lain sebagainya. Namun di Indonesia khususnya di KOBER Mandiri Cahaya Hati Kota
Cimahi sebagai salah satu tempat perhimpunan anak dengan kelompok usia 4-6 tahun,
metode storytelling belum digunakan dan diujikan sebagai metode pengajaran di sekolah.

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 3
Masalah Penelitian : Apakah terdapat pengaruh dari metode storytelling mengenai bencana
alam banjir terhadap optimalisasi working memory pada anak usia 4-6 tahun?

METODE
Metode Penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bersifat deduktif. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu experimental design. Jenis penelitian eksperimental itu
sendiri dibagi menjadi dua yaitu true experiment yang settingnya adalah laboratorium, dan
juga quasi experiment dimana setting pelaksanaannya adalah di lapangan. Karena dalam
penelitian kali ini dilakukan dalam setting non-laboratorium yaitu lebih tepatnya di salah satu
kelompok belajar (KOBER) di Kota Cimahi maka penelitian eksperimen yang akan
dilakukan adalah jenis penelitian quasi eksperiment. Quasi experiment melibatkan tipe
intervensi atau treatment tertentu dan perbandingan, tetapi tidak memiliki derajat
pengontrolan seperti ditemukan dalam true experiment (Shaughnessy, 2007).
Rancangan Penelitian. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-
equivalent control group design. Dalam desain ini terdapat two group design, pre test and
post test design (before-after).
Adapun rangkaian kegiatan penelitian tersebut disajikan dalam bagan rancangan penelitian
sebagai berikut:

Validitas Penelitian
Validitas Internal. Berikut adalah 12 faktor yang membahayakan validitas dari penelitian
dengan desain eksperimental.
Gambar 3.2 Source of Internal and External Validity

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 4
Validitas Eksternal. Validitas eksternal dalam penelitian ini adalah hal-hal di luar penelitian
yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Beberapa hal tersebut diantaranya pencahayaan
ruangan, kebisingan atau suara-suara yang mungkin muncul di sekitar tempat penelitian yang
dapat mengganggu perhatian anak. Oleh karena itu, ruangan untuk pelatihan disusun
sedemikian rupa agar terhindar dari berbagai gangguan.

Alat Ukur. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pre test dan post test dalam penelitian
ini adalah paper and pencil test berupa persoalan dalam bentuk gambar. Hal ini didasarkan
pada karakteristik anak pra-operasional yang sudah mampu untuk merepresentasikan sesuatu
melalui visual (Piaget, 1964). Paper and pencil test ini selanjutnya disebut sebagai ANTANA
(Anak Tanggap Bencana).

Responden Penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah anak usia 4-6 tahun di salah satu
kelompok belajar (KOBER) di Kota Cimahi.

Teknik pengambilan sampel. Dalam menentukan sampel, peneliti menggunakan teknik


sampel probabilitas (probability), dimana dalam populasi ini memiliki peluang yang sama
untuk dipilih menjadi subjek dalam sampel. Sedangkan metode penarikan sampel probabilitas
yang digunakan yaitu teknik total sampling. Hal ini dilakukan karena menurut Azwar (2010)
populasi dalam penelitian ini termasuk populasi yang kecil yaitu kurang dari 100, sehingga
total populasi dijadikan sebagai sampel penelitian. Adapun jumlah subjek yang dimaksud
yaitu berjumlah 34 orang anak di salah satu kelompok belajar (KOBER) di Kota Cimahi.
Dengan pembagian, 17 anak termasuk kedalam Experimental Group (EG) dan 17 anak
sebagai Control Group (CG).

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 5
Lokasi Pengambilan Data. Pengambilan data akan dilakukan di KOBER Mandiri Cahaya
Hati Kota Cimahi. Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei hingga September 2017 yang
meliputi proses persiapan, penyusunan kembali alat ukur, pengambilan data dan penyusunan
laporan penelitian.
Variabel Penelitian. Variable dalam penelitian ini terdiri dari independent variable dan
dependent variable.
Independent Variable
Pada penelitian quasi eksperimental ini yang menjadi independent variable adalah metode
storytelling.
Dependent Variable
Pada penelitian ini, variabel terikat atau dependent variabelnya adalah working memory pada
anak kelompok usia 4 – 6 tahun.

Pengujian Alat Ukur. Sebelum digunakan untuk mengambil data, peneliti melakukan
pengujian validitas dan reliabilitas berdasarkan koefisien korelasi Dancey & Reider (2011).
Dengan Uji Alpha Cronbach, didapatkan nilai reliabilitas sebesar 0,904. Dan uji validitas
menggunakan Rank Spearman, didapatkan sebesar 0.322 – 0,669. Dimana dari 37 item,
tersisa 27 item yang valid.

Teknik Pengolahan Data. Peneliti menghitung frekuensi tiap tingkatan untuk mendapatkan
gambaran mengenai celebrity worship.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada anak kelompok usia 4-6 tahun di salah satu kelompok belajar
(KOBER) di Kota Cimahi.

Tabel 4.1. Gambaran Sampel Penelitian


Kelompok Karakteristik Keterangan
Experiment Group Usia 4-6 Tahun Pra-Operasional
(EG) IQ 25% - > 95% Kriteria:
 Diatas persentil 95 =
Kecerdasan Superior
(9 Orang)
 Diatas persentil 75 =
Kecerdasan diatas rata-rata
anak pada umumnya
(3 Orang)
 Persentil 25-75 = Rata – rata
(5 Orang)
Jenis Kelamin L / 8 Orang Sampel berjumlah 17 orang
P / 9 Orang untuk kelompok eksperimen
dari total sampel 34 orang.
`Control Group Usia 4 – 6 Tahun Pra – Operasional
(CG) IQ 50% - > 95% Kriteria:
 Diatas persentil 95 =
Kecerdasan Superior

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 6
(10 Orang)
 Diatas persentil 75 =
Kecerdasan diatas
rata-rata anak pada
umumnya (3 Orang)
 Persentil 25-75 =
Rata – rata (4 Orang)
Jenis Kelamin L / 9 Orang Sampel berjumlah 17 orang
P / 8 Orang untuk kelompok kontrol dari
total sampel 34 orang.

Data Hasil Penelitian


Hasil Pengukuran Pada Kelompok Eksperimen
Hasil pengukuran working memory mengenai materi bencana alam banjir pada anak
kelompok usia 4-6 tahun pada eksperimen dengan jumlah sampel sebanyak 17 orang (n=17)
yang diselenggarakan pada tanggal 17 Mei 2017 di KOBER Mandiri Cahaya Hati Kota
Cimahi, diketahui bahwa pada pengukuran awal (pre test) responden memiliki rata-rata nilai
5,47 dengan nilai terendah 2 dan nilai tertinggi 10. Kemudian pada pengukuran akhir (post
test) responden memiliki rata-rata nilai 7,94 dengan nilai terendah 4 dan nilai tertinggi 10.
Jika dibandingkan dari nilai rata-rata yang diperoleh dari dua pengukuran tersebut,
didapatkan hasil bahwa nilai dari pengukuran akhir (post test) lebih tinggi dari pada nilai dari
pengukuran awal (pre test). Adapun tabel hasil pengukuran pada kelompok eksperimen
terlampir.
Berikut ini adalah gambaran hasil perubahan skor pada pengukuran working memory
mengenai materi bencana alam banjir pada anak usia 4-6 tahun pada kelompok eksperimen.
Tabel 4.3. Hasil perubahan skor pada kelompok eksperimen
Perubahan Skor Working Memory
Kelompok
Naik Tetap Turun
Experiment group
14 - 3
(EG)
Total 17

Tabel diatas merupakan tabel hasil perubahan skor pada experiment group (EG)
setelah diberikan storytelling. Diperoleh gambaran bahwa dari 17 sampel penelitian, maka 14
orang sampel mengalami kenaikan skor working memory. Tidak ada sampel yang memiliki
skor tetap, dan 3 orang sampel mengalami penurunan skor working memory.
Hasil Pengukuran Pada Kelompok Kontrol
Hasil pengukuran tingkat working memory mengenai materi bencana alam banjir pada
anak kelompok usia 4-6 tahun pada kelompok kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 17
orang (n=17) yang diselenggarakan pada tanggal 17 Mei 2017 di KOBER Mandiri Cahaya
Hati Kota Cimahi dalam ruang yang berbeda dengan kelompok eksperimen, diketahui bahwa
pada pengukuran awal (pre test) responden memiliki rata-rata nilai 5,65 dengan nilai terendah
2 dan nilai tertinggi 8. Kemudian pada pengukuran akhir (post test) responden memiliki rata-
rata nilai 6,65 dengan nilai terendah 2 dan nilai tertinggi 9. Jika dibandingkan dari nilai rata-
rata yang diperoleh dari dua pengukuran tersebut, didapatkan hasil bahwa nilai dari
pengukuran akhir (post test) lebih tinggi dari pada nilai dari pengukuran awal (pre test).

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 7
Berikut ini adalah gambaran hasil perubahan skor pada pengukuran working memory
mengenai materi bencana alam banjir pada anak kelompok usia 4-6 tahun pada kelompok
kontrol.
Tabel 4.4. Hasil perubahan skor pada kelompok kontrol
Perubahan Skor Working Memory
Kelompok
Naik Tetap Turun
Control group
11 4 2
(CG)
Total 17

Tabel diatas merupakan tabel hasil perubahan skor pada control group (CG) setelah
diberikan informasi mengenai bencana alam banjir dengan menggunakan metode yang
sehari-hari digunakan. Diperoleh gambaran bahwa dari 17 sampel penelitian, maka 11 orang
sampel mengalami kenaikan skor working memory. 4 orang sampel yang memiliki skor tetap,
dan 2 orang sampel mengalami penurunan skor working memory.
Hasil Uji Statistik Hipotesis I
Berikut ini adalah perbandingan hasil uji statistika dari nilai rata-rata working memory
awal pada experiment group (EG) dan control group (CG).
Tabel 4.5. Hasil Uji Statistik Hipotesis I
Skor Pre Test Experiment group (EG) dan Control group (CG)
Mean N Std. Std. Sig. (2-
Deviation Error tailed)
Mean
Pair 1 SKOR_PRETEST_EG 5.4706 17 1.87475 .45469 .813

SKOR_PRETEST_CG 5.6471 17 1.61791 .39240

Berdasarkan tabel diatas, rata-rata skor awal working memory pada experiment group
(EG) adalah 5,4706 dan rata-rata skor awal working memory pada control group (CG) adalah
5,6471. Berdasarkan tabel diatas terlihat nilai signifikansi 0,813 atau > 0,05 maka Ho
diterima dan H1 ditolak. Sehingga dari tabel diatas disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan hasil yang signifikan untuk skor awal working memory pada experiment group
(EG) dan pada control group (CG).
Hasil Uji Statistik Hipotesis II
Berikut ini adalah perbandingan hasil uji statistika dari nilai rata-rata working memory
awal pada experiment group (EG) dan nilai rata-rata working memory akhir pada experiment
group (EG).
Tabel 4.6. Hasil Uji Statistik Hipotesis II
Skor Pre Test dan Skor Post Test Experiment group (EG)
Mean N Std. Std. Sig. (2-
Deviation Error tailed)
Mean
Pair SKOR_PRETEST_EG 5.4706 17 1.87475 .45469 .000
1
SKOR_POSTTEST_EG 7.9412 17 1.59963 .38797

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 8
Berdasarkan tabel diatas, rata-rata skor awal working memory pada experiment group
(EG) adalah 5,4706 dan rata-rata skor akhir working memory pada experiment group (EG)
adalah 7,9412. Berdasarkan tabel diatas terlihat nilai signifikansi 0,000 atau < 0,05 maka Ho
ditolak dan H1 diterima. Sehingga dari tabel diatas disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
hasil yang signifikan untuk skor awal working memory pada experiment group (EG) dan skor
akhir working memory pada experiment group (EG), atau dengan kata lain terdapat pengaruh
metode storytelling terhadap optimalisasi working memory pada experiment group (EG).
Hasil Uji Statistik Hipotesis III
Berikut ini adalah perbandingan hasil uji statistika dari nilai rata-rata working memory
awal pada control group (CG) dan nilai rata-rata working memory akhir pada control group
(CG).
Tabel 4.7. Hasil Uji Statistik Hipotesis III
Skor Pre Test dan Post Test Control group (CG)

Mean N Std. Std. Sig. (2-


Deviation Error tailed)
Mean
Pair SKOR_PRETEST_CG 5.6471 17 1.61791 .39240 .010
1
SKOR_POSTTEST_CG 6.6471 17 1.93459 .46921

Berdasarkan tabel diatas, rata-rata skor awal working memory pada control group
(CG) adalah 5,6471 dan rata-rata skor akhir working memory pada control group (CG) adalah
6,6471. Berdasarkan tabel diatas terlihat nilai signifikansi 0,010 atau < 0,05 maka Ho ditolak
dan H1 diterima. Sehingga dari tabel diatas disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil yang
signifikan untuk skor awal working memory pada control group (CG) dan skor akhir working
memory pada control group (CG).
Berdasarkan beberapa tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
working memory diantara experiment group (EG) dan control group (CG) pada pengukuran
akhir (post test). Adapun pengoptimalisasian working memory yang dicapai oleh experiment
group (EG) yang diberikan treatment berupa metode storytelling lebih tinggi bila
dibandingkan dengan control group (CG), atau dengan kata lain terdapat pengaruh metode
storytelling mengenai bencana alam banjir terhadap optimalisasi working memory pada anak
kelompok usia 4-6 tahun pada experiment group (EG).
Hasil Uji Statistik Hipotesis IV
Berikut ini adalah perbandingan hasil uji statistika dari nilai rata-rata working memory
akhir pada experiment group (EG) dan nilai rata-rata working memory akhir pada control
group (CG).
Tabel 4.8. Hasil Uji Statistik Hipotesis IV
Skor Post Test Experiment group (EG) dan Control group (CG)
Mean N Std. Std. Sig. (2-
Deviation Error tailed)
Mean
Pair SKOR_POSTTEST_EG 7.9412 17 1.59963 .38797 .042
1
SKOR_POSTTEST_CG 6.6471 17 1.93459 .46921

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 9
Berdasarkan tabel diatas, rata-rata skor akhir working memory pada experiment group
(EG) adalah 7,9412 dan rata-rata skor akhir working memory pada control group (CG) adalah
6,6471. Berdasarkan tabel diatas terlihat nilai signifikansi 0,042 atau < 0,05 maka Ho ditolak
dan H1 diterima. Sehingga dari tabel diatas disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil yang
signifikan untuk skor akhir working memory pada experiment group (EG) dan skor akhir
working memory pada control group (CG), atau dengan kata lain pemberian treatment berupa
metode storytelling yang diberikan pada experiment group (EG) berpengaruh signifikan
terhadap optimalisasi working memory pada experiment group (EG) bila dibandingkan
dengan control group (CG).
Pembahasan
Dalam penelitian ini ingin diketahui gambaran mengenai optimalisasi working
memory pada subjek penelitian. Subjek yang digunakan adalah anak usia 4-6 tahun di
KOBER Mandiri Cahaya Hati Kota Cimahi. Jumlah subjek adalah 34 orang terbagi ke dalam
2 kelompok, yaitu 17 orang peserta untuk experiment group (EG) dan 17 orang untuk control
group (CG).
Hasil dan pembahasan penelitian ini adalah evaluasi pengaruh metode storytelling
mengenai bencana alam banjir terhadap optimalisasi working memory pada anak usia 4-6
tahun. Hal ini dapat diketahui melalui pengukuran yang dilakukan dalam waktu bersamaan
antara experiment group (EG) dan control group (CG), sedangkan perbedaannya adalah
control group (CG) tidak diberikan metode storytelling seperti yang diberikan kepada
experiment group (EG). Hasil pengolahan data yang telah diperoleh pada sub-bab
sebelumnya akan dijadikan sebagai dasar untuk membahas hasil penelitian tentang pengaruh
metode storytelling mengenai bencana alam banjir terhadap optimalisasi working memory
pada anak kelompok usia 4-6 tahun.
Working memory adalah kemampuan untuk menyimpan dan mengolah informasi yang
baru saja diterima (Baddeley, 2000). Kemampuan mengingat berkaitan dengan working
memory. Working memory berperan terutama pada tahap awal mempelajari sesuatu. Working
memory dapat diukur dengan menghitung memory span, yakni jumlah items maksimal yang
mampu diingat kembali dengan benar segera setelah items selesai diberikan. Working
memory anak usia 4-6 tahun adalah sebanyak 4 items untuk tugas – tugas phonological dan
visuospatial (Baddeley, Kopelman, & Wilson, 2002). Dari hasil penelitian mengenai hasil
pengukuran pada experiment group (EG) bahwasanya seluruh sampel yang berada dalam
kelompok ini mampu mengingat informasi dengan benar 4-10 item, setelah diberikan
informasi melalui metode storytelling. Berbeda halnya dengan sampel yang berada pada
control group (CG). Pada control group (CG), masih terdapat sampel yang mampu
mengingat dibawah batas minimal untuk usia 4-6 tahun pada working memory, padahal pada
kelompok ini sebelumnya juga telah diberikan informasi mengenai bencana alam banjir
melalui metode yang sehari-hari digunakan saat pembelajaran di sekolah.
Hal tersebut didukung oleh hasil penghitungan statistik pada tabel 4.5 yaitu tentang
data awal untuk rata-rata skor awal working memory pada experiment group (EG) dan control
group (CG). Rata-rata skor awal working memory pada experiment group (EG) adalah
5,4706, dan rata-rata skor awal working memory untuk control group (CG) adalah 5,6471
seperti tercantum pada tabel.
Data awal uji statistika yang selanjutnya diperlukan untuk melihat perbedaan antara
skor awal working memory pada experiment group (EG) dan skor awal pada control group
(CG). Berdasarkan tabel 4.5 terlihat nilai signifikansi 0,813 atau > 0,05 maka Ho diterima
dan H1 ditolak. Sehingga dari tabel di atas disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil
signifikan untuk skor awal working memory pada experiment group (EG) dan skor awal
Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 10
working memory pada control group (CG). Hal ini menjadi awal untuk penelitian yang sesuai
karena berangkat dari kondisi yang sama. Tidak terdapatnya perbedaan yang signifikan dari
experiment group (EG) dan control group (CG), atau dengan kata lain, pada kedua kelompok
ini pada dasarnya memiliki kapasitas mengingat yang tidak jauh berbeda. Pada kondisi ini
disebabkan oleh karakteristik subjek penelitian yang memiliki satu kategori usia yaitu pada
tingkatan pra-operasional, memiliki taraf kecerdasan yang sama yaitu, minimal rata-rata. Hal
tersebut mampu menjawab hipotesis pertama.
Untuk menjawab hipotesis yang kedua, dijelaskan pada tabel 4.6 yaitu uji statistika
skor rata-rata working memory awal pada experiment group (EG) dan skor rata-rata working
memory akhir pada experiment group (EG). Data akhir untuk rata-rata skor akhir working
memory pada kelompok eksperimen mengalami kenaikan. Rata-rata skor awal working
memory pada experiment group (EG) adalah 5,4706, dan rata-rata skor akhir working memory
untuk experiment group (EG) adalah 7,9412.
Adapun kenaikan tersebut diperoleh dari 14 orang responden yang mengalami
kenaikan skor working memory, tidak ada responden yang memiliki skor tetap, dan 3 orang
responden mengalami penurunan skor working memory, sebagaimana yang dijelaskan pada
tabel 4.3. Kenaikan skor pada 14 orang responden tersebut terjadi karena, berdasarkan hasil
observasi pada saat proses treatment bahwasanya secara umum semua responden
memperhatikan storyteller dengan penuh semangat, penuh atensi dan responsif sehingga pada
saat diberikan tes berikutnya, ke 14 orang responden tersebut dapat dengan segera mengisi
lembar persoalan tanpa perlu memperhatikan instruksi kembali dari tester, sambil
mengucapkan jawabannya sesuai dengan informasi yang telah diceritakan. Adapun
penurunan skor yang terjadi pada 3 orang responden tersebut terjadi karena, pada saat
pengerjaan post-test satu orang responden nampak terburu-buru saat mengerjakan yang
disebabkan karena melihat teman-teman lain dalam satu kelompoknya sudah selesai lebih
cepat sebelum waktunya habis, sehingga responden ini nampak kurang seksama dalam
mengerjakan persoalannya.
Selanjutnya, satu orang responden berikutnya yang mengalami penurunan skor terjadi
karena pada saat awal mengerjakan post test sebetulnya sampel ini sudah bisa menunjukkan
jawaban yang sesuai saat diberikan instruksi soal, namun ketika teman disampingnya berbeda
pendapat, ia sempat melakukan diskusi sesaat dengan temannya tersebut, dan saat melihat
pada lembar jawab temannya, ia pun mengikuti untuk menjawab persoalan tersebut sama
dengan temannya, karena teralihkan atensinya oleh jawaban temannya yang ia lihat bahwa
temannya tersebut dapat mengerjakan dengan cepat.
Kemudian pada satu responden selanjutnya yang mengalami penurunan skor terjadi
karena, ia nampak bingung saat menjawab persoalan yang disajikan pada saat post-test,
padahal sewaktu mengerjakan pre-test jawaban yang dipilih adalah sesuai, selanjutnya pada
saat treatment- pun ia memperhatikan dengan penuh semangat dan responsif, tentunya
dengan respon yang sesuai dengan harapan storyteller. Setelah dianalisa lebih lanjut
berdasarkan hasil observasi, nampaknya pada responden ini terjadi pertukaran informasi
tersebab informasi yang dikemas dalam bentuk cerita yang disampaikan oleh storyteller
cukup banyak, sehingga pada saat informasi tersebut kembali ditampilkan dalam bentuk
visualisasi soal, sampel ini nampak kebingungan dalam menjawab. Adapun hal lain yang
mendukung adalah, bahwa pada responden ini atensi untuk mengerjakan post-test sudah
menurut tersebab melihat teman-teman dalam kelompoknya sudah banyak yang
menyelesaikannya terlebih dahulu sebelum waktunya habis, sementara sejak awal pengetesan
pada sampel ini harus didampingi satu persatu dalam mengerjakan persoalan.
Selanjutnya, untuk menjawab hipotesis kedua ditunjukkan pada tabel 4.6. Pada tabel
tersebut terlihat nilai signifikansi 0,000 atau < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 11
Sehingga dari tabel tersebut disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil signifikan pada
kondisi ini. Hal ini disebabkan karena kelompok eksperimen mendapatkan pengetahuan
melalui metode storytelling mengenai bencana alam banjir sehingga skor akhir working
memorynya meningkat. Dengan kata lain, metode storytelling berpengaruh dalam
mengoptimalkan working memory pada kelompok eksperimen.
Terdapat aspek dari storytelling yang mempengaruhi kenaikan skor working memory.
Aspek pertama adalah interaksi dua arah antara storyteller dengan anak, aspek yang kedua
adalah adanya cerita yang disampaikan, aspek ketiga adalah adanya vocal dan gesture tubuh
dari storyteller ketika bercerita. Aspek keempat adalah adanya kesempatan untuk anak
memberi tanggapan dan berkomunikasi dengan storyteller dalam sebuah cerita sehingga anak
seolah terlibat dalam cerita, dan aspek kelima adalah adanya kesempatan anak untuk
mengingat kembali isi cerita pada gambar setelah storyteller selesai bercerita.
Satu persatu aspek dalam storytelling bisa mempengaruhi working memory yang
pertama adalah interaksi dua arah antara storyteller dan anak. Ketika terjadi interaksi dua
arah, sangat dimungkinkan banyak informasi yang masuk ke dalam memori anak. Ada
gambaran-gambaran secara visual yang tergambar dalam pikiran anak. Hal ini bias
memungkinkan untuk membuat anak lebih lancar dalam mengingat materi, lalu aspek yang
kedua adalah adanya cerita yang disampaikan, hal ini sangat memperkaya kosakata anak,
membantu anak untuk memvisualisasikan kata-kata yang disampaikan sehingga tergambar
suatu kondisi yang diceritakan, dalam cerita terdapat tokoh dan benda-benda pendukung
cerita. Stimulasi tersebut sangat dimungkinkan untuk bisa mempengaruhi kemampuan
mengingat anak sehingga working memoryIanak bias meningkat.
Aspek yang ketiga adalah adanya vocal dan gesture tubuh dari storyteller ketika
bercerita. Aspek tersebut memungkinkan untuk menstimulasi dan mengarahkan daya
imajinasi anak. Dengan demikian anak lebih mudah dalam memilih jawaban yang sesuai
berdasarkan isi cerita karena ingatannya semakin diperkuat dengan hal ini. Aspek yang
keempat adalah anak diberi kesempatak untuk menanggapi dan berkomunikasi dalam proses
bercerita, sehingga hal tersebut memberi kesempatan untuk anak terjun langsung dalam cerita
yang disampaikan. Hal tersebut secara tidak langsung dapat memberikan pengalaman bagi
anak, dengan demikian kemampuan mengingat mengenai hal-hal yang disampaikan dalam
cerita semakin diperkuat, dengan demikian dapat memungkinkan untuk mempengaruhi
jumlah items yang dapat diingat oleh anak mengenai suatu materi cerita. Sedangkan aspek
kelima yaitu anak diberi kesempatan untuk mengingat kembali isi cerita pada gambar setelah
storyteller selesai bercerita, melalui kegiatan ini sangat dimungkinkan anak mengingat
kembali apa yang telah disampaikan karena divisualisasikan secara langsung melalui sebuah
gambar nyata yang dapat dilihat oleh anak mengenai suatu situasi cerita yang telah
disampaikan.
Untuk menjawab hipotesis yang ketiga, dijelaskan pada tabel 4.7 yaitu uji statistika
skor rata-rata working memory awal pada control group (CG) dan skor rata-rata working
memory akhir pada control group (CG). Berdasarkan tabel 4.7, rata-rata skor awal untuk
working memory pada control group (CG) adalah 5,6471 dan rata-rata skor akhir working
memory pada control group (CG) adalah 6,6471.
Adapun kenaikan tersebut diperoleh dari 11 orang responden yang mengalami
kenaikan skor working memory, 4 orang responden yang memiliki skor tetap, dan 2 orang
responden mengalami penurunan skor working memory, sebagaimana yang dijelaskan pada
tabel 4.4. Kenaikan skor pada 11 orang responden tersebut terjadi karena, berdasarkan hasil
observasi pada proses treatment bahwasanya secara umum semua responden mengikuti alur
pemberian informasi dan masih memperhatikan gurunya walaupun suasananya kurang
kondusif seperti ada yang izin ke toilet dan memberikan respon yang kurang sesuai seperti
Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 12
melamun, memainkan sesuatu di meja, jarang mengarahkan pandangan kearah guru dan lain
sebagainya. Beberapa orang responden tersebut juga dapat dengan segera mengisi lembar
persoalan tanpa perlu memperhatikan instruksi kembali dari tester dalam hal ini adalah guru.
Selanjutnya, skor tetap yang didapatkan oleh ke 4 responden penelitian secara umum
terjadi karena kurangnya atensi responden penelitian pada guru yang menyampaikan
informasi, baik informasi mengenai bencana alam banjir maupun informasi mengenai
instruksi persoalan. Pada responden HF sejak awal sudah tidak mengarahkan pandangannya
kepada guru, berkata “bu males pengen pulang”, saat diajak energizer tidak berkenan, tidak
ikut bernyanyi. Selanjutnya pada saat evaluasi ia mengatakan bahwa ada yang tidak
dimengerti, sehingga ia merasa kesulitan. Kemudian pada responden ZD pada saat guru
memberikan informasi, ZD nampak sibuk memainkan barang, dan pada saat pengerjaan post-
test ZD dan AU menyelesaikan terlebih dahulu padahal guru belum selesai membacakan
instruksi.
Kemudian pada responden KZ, saat guru memberikan informasi, KZ bermain sendiri
sejak awal pembukaan, selanjutnya saat diajak berinteraksi seperti bertepuk tangan KZ hanya
diam saja. Adapun pada saat pengerjaan post-test KZ juga mengerjakan lebih dahulu
sebelum guru selesai membacakan instruksi. Dengan demikian, pada keempat responden ini,
sejak awal pemberian informasi sudah tak memperhatikan guru dengan seksama dan
atensinya banyak teralihkan kepada hal lain.
Adapun penurunan skor yang terjadi pada 2 orang responden tersebut terjadi karena,
pada saat pemberian informasi RS melamun dan menundukkan kepala serta mengerahkan
pandangan pada hal lain. Kemudian pada saat pengerjaan post-test berikutnya responden ini
menyelesaikan persoalan terlebih dahulu sebelum instruksi selesai diberikan. Kemudian, pada
responden berikutnya yaitu AD, ketika pemberian informasi berlangsung, ia melamun dan
memberikan respon “si dodo wae”. Selanjutnya pada saat mengerjakan soal post-test, ia
mengerjakan lebih dahulu sebelum instruksi diberikan dan terkesan terburu-buru saat
mengerjakan.
Selanjutnya, untuk menjawab hipotesis ketiga ditunjukkan pada tabel 4.7. Pada tabel
tersebut terlihat nilai signifikansi 0,010 atau < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Sehingga dari tabel di atas disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil signifikan untuk skor
awal working memory pada control group (CG) dan skor akhir working memory pada control
group (CG). Dimana pada kelompok kontrol juga mengalami kenaikan skor di akhir
pengukuran. Hal ini disebabkan karena control group (CG) mendapatkan pengetahuan yang
ekuivalen dengan kelompok eksperimen mengenai bencana alam banjir dengan menggunakan
metode yang sehari-hari digunakan dalam pembelajaran dan disampaikan oleh guru yang
sehari-hari menyampaikan pembelajaran di KOBER Mandiri Cahaya Hati tersebut, yaitu
dengan menggunakan metode lagu.
Metode lagu merupakan metode yang menarik, menyenangkan dan mudah diingat
untuk anak karena dalam metode tersebut pengetahuan dan pengalaman yang disajikan
singkat dan mengalami pengulangan yang terus-menerus, namun dalam hal ini hasil
peningkatan skor yang diperoleh oleh kelompok kontrol tidak lebih tinggi daripada kelompok
eksperimen karena situasi pembelajaran yang dilakukan tidak formal, lebih santai dan lebih
menyenangkan sehingga anak tidak terpusat pada konten atau materi yang diberikan melalui
metode lagu meskipun cara penyampaiannya menyenangkan, selain itu konten lagu yang
diberikan juga cukup banyak mengandung informasi dan kurang penjelasan walaupun
disampaikan dengan singkat dan penuh pengulangan.
Untuk menjawab hipotesis yang keempat, dijelaskan pada tabel 4.8 yaitu uji statistika
skor rata-rata working memory akhir pada experiment group (EG) dan skor rata-rata working
memory akhir pada control group (CG). Berdasarkan tabel 4.8, rata-rata skor akhir untuk
Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 13
working memory pada experiment group (EG) adalah 7,9412 dan rata-rata skor akhir working
memory pada control group (CG) adalah 6,6471. Berdasarkan tabel 4.8 terlihat nilai
signifikansi 0,042 atau < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Sehingga dari tabel di atas
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil signifikan untuk skor akhir working memory
pada experiment group (EG) dan skor akhir working memory pada control group (CG). Hal
ini disebabkan karena control group (CG) tidak mendapatkan treatment berupa storytelling
dalam penyampaian informasi, sedangkan experiment group (EG) mendapatkan storytelling
sehingga skor akhir working memorynya meningkat. Dengan demikian, metode storytelling
berpengaruh terhadap optimalisasi working memory pada kelompok eksperimen.
Adanya pengaruh metode storytelling terhadap optimalisasi working memory
mengenai bencana alam banjir tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya kesesuaian antara
prosedur pelaksanaan yang telah ditetapkan dengan pelaksanaan eksperimen yang
dilaksanakan di lapangan. Hal ini merujuk pada pemberian treatment berupa metode
storytelling yang disampaikan oleh professional storyteller dalam menyampaikan informasi
mengenai bencana alam banjir telah sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berikut peneliti sampaikan hasil analisa secara mendetail mengenai beberapa hal yang
menyebabkan adanya pengaruh independent variable terhadap dependent variable dalam
penelitian ini, diantaranya adalah:
1. Stimulus audio yang disajikan langsung kepada anak terdengar jelas dan dapat
disesuaikan dengan konteks cerita dan dapat disesuaikan dengan kondisi seluruh
responden sehingga seluruh responden tampak penuh semangat, penuh atensi, responsif,
dan merasa senang. Dengan demikian, secara umum responden dapat memahami
informasi yang diberikan.
Audio yang diperdengarkan dalam memberikan informasi berupa vocal dari
storyteller langsung dengan bantuan sound system yang disesuaikan ukuran dan volumenya
dengan besarnya ruangan. Storyteller menyampaikan stimulus audio dengan tempo, nada dan
intonasi suara yang disesuaikan dengan konteks cerita, pengulangan-pengulangan informasi
juga dilakukan oleh storyteller untuk membuat responden mampu memahami dan mengingat
informasi yang disampaikan, terlebih pengulangan informasi ini bukan hanya dilakukan satu
arah, melainkan dua arah, sehingga bukan hanya storyteller yang mengulang informasi,
namun storyteller mengarahkan seluruh responden untuk terlibat langsung dalam mengulang-
ulang informasi tersebut. Pengulangan informasi ini dilakukan pada poin-poin penting yang
menjadi inti informasi.
Seluruh responden terlihat terbawa oleh situasi cerita yang disajikan oleh storyteller,
dimana imajinasi yang anak miliki dapat diarahkan langsung oleh storyteller. Hal tersebut
membuat anak mampu merespon dengan tepat atas hal-hal yang disajikan oleh storyteller saat
menyampaikan cerita. Hal tersebut ditunjukkan saat storyteller mengarahkan responden
untuk melakukan atau megikuti sesuatu, seluruh responden mengikuti dengan baik apa yang
diinstruksikan. Selanjutnya, bila konteks cerita menyenangkan seluruh responden tertawa,
bila konteks cerita mengesalkan responden berteriak sambil menunjukkan body language
yang sesuai dengan konteks cerita. Hal ini menunjukkan bahwa, informasi yang disampaikan
melalui storytelling dapat dipahami dan diingat dengan mudah oleh responden.
Jika dilihat dari sudut pandang Psikologi, khususnya dalam bahasan mengenai
working memory, adanya pemahaman dan ingatan yang dimiliki oleh responden karena audio
yang disajikan oleh storyteller memang dapat terjadi. Dalam hal ini, audio merupakan salah
satu dari komponen atas working memory yaitu phonological loop. Phonological loop itu
sendiri kemudian memiliki dua sub-komponen yaitu kode akustik berupa suara yang
terdengar, dan juga pengulangan (articulatory rehearsal process) (Dehn, 2008, King, 2012).
Sehingga suara yang baru saja terdengar (kode akustik) dapat menjadi bagian dari working
Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 14
memory dan masuk ke dalam penyimpanan apabila disertai juga dengan pengulangan
(articulatory rehearsal process). Sedangkan dalam treatment yang diberikan oleh peneliti,
responden diberikan pengulangann informasi dan mampu mengulang informasi yang
diberikan, dimana dalam hal ini merupakan kode akustik. Selanjutnya, audio tersebut dapat
mereka ulang-ulang secara terus menerus sehingga salah satu sub-komponen dari working
memory tersebut dapat terpenuhi dank ode akustik pun tersimpan dalam penyimpanan dari
memori itu sendiri.
2. Penuhnya atensi responden terhadap cerita atau informasi yang diberikan
dengan menggunakan metode storytelling.
Ketika eksperimen dilaksanakan, responden duduk di kursinya masing-masing
sebagaimana denah yang telah ditentukan. Storyteller yang berada di depan duduk diantara
kedua meja responden dengan menggunakan kursi. Storyteller menggunakan kemeja
berwarna merah dengan paduan celana berwarna abu-abu. Dalam kesempatan kali ini,
storyteller tidak menggunakan bantuan media apapun selain dirinya sendiri dan sound system
sebagai pengeras suara, karena ujarnya pada anak usia 4-6 tahun tidak perlu menggunakan
bantuan media yang berlebihan, cukup dengan permainan vocal dan gestur tubuh saja karena
jika terlalu banyak media dikhawatirkan anak menjadi kurang fokus. Hal tersebut senada
dengan teori yang disampaikan oleh Geisler (1997).
Hal tersebut sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan bahwa saat menyampaikan
cerita, atensi responden ditujukan penuh terhadap storyteller terlebih karena posisi duduk
responden seluruhnya dapat melihat dengan jelas posisi storyteller. Berdasarkan hasil
observasi selama eksperimen berlangsung, sejak awal responden sudah dapat memusatkan
atensi terhadap cerita yang disampaikan oleh storyteller. Seluruh responden memperhatikan
dengan seksama, tidak berbicara tanpa instruksi storyteller kecuali untuk respon-respon yang
dibebaskan oleh storyteller, mampu merespon dengan cepat dan tepat atas apa yang
disampaikan oleh storyteller, atau dengan kata lain seluruh responden mampu mengikuti alur
yang ditetapkan oleh storyteller dengan baik.
Dalam sudut pandang Psikologi, proses memusatkan atensi merupakan sebuah proses
yang membuat individu secara selektif memperhatikan sebagian hal dari lingkungan dan
mengabaikan yang lain (Knudsen, dalam King, 2012). Pentingnya memusatkan atensi dalam
proses belajar berguna bagi proses encoding (proses masuknya informasi ke dalam ingatan),
penelitian mengenai selective attention memiliki kinerja yang lebih baik dalam mengingat
informasi bila dibandingkan dengan individu yang mengalami atensi terbagi (devided
attention).
Atensi sangat berkaitan dengan working memory, dimana pada komponen central
executive atensi sangat berperan penting. Central executive bertanggung jawab untuk
mengendalikan sub-sistem lain, mengatur serta mengkoordinasikan seluruh proses kognitif
yang terlibat dalam working memory, seperti mengalokasikan atensi yang memiliki sifat
terbatas, mengontrol arus informasi melalui working memory, serta mengatur kapan sebuah
informasi kemudian dirubah atau dimanipulasi sehingga dapat diterima dengan baik oleh
struktur mentahl (Dehn, 2008). Beberapa stimulus yang masuk berupa vocal dan gesture
tubuh dari seorang storyteller dapat memusatkan atensi responden sehingga dapat
memfokuskan atensi pada informasi yang disampaikan oleh storyteller. Oleh karena itu,
atensi yang sudah diperoleh saat proses belajar maka sejumlah informasi yang diterima pun
dapat diintegrasikan dengan baik oleh central executive ke dalam struktur mental dan
kemudian dapat disimpan dalam memori jangka panjang (long term memory).
Dalam penelitian yang dilakukan, tampak jelas bahwa atensi responden sudah
sepenuhnya terpusat kepada cerita yang disampaikan oleh storyteller, seluruhnya fokus
mengikuti alur yang disajikan, penuh semangat dan memberikan respon yang cepat dan tepat
Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 15
sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, media yang digunakan oleh storyteller cukup
pada vocal dan gesture milik storyteller itu sendiri. Sehingga atensi responden penuh pada
storyteller saja.
3. Adapun hal-hal dalam storytelling yang menyebabkan peningkatan working memory
telah dibahas sebelumnya dalam menjawab hipotesis kedua karena mempunyai kaitan
yang erat.
4. Pada situasi ini, proses belajar di kelompok eksperimen lebih berjalan lancar, aktif,
kondusif dan efektif, sehingga perubahan skor working memory meningkat lebih
signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Berdasarkan beberapa kesimpulan dari hasil pengolahan data diatas diperoleh bahwa
pemberian metode storytelling pada experiment group (EG) memberikan nilai yang lebih
tinggi untuk mengoptimalkan working memory dibandingkan dengan control group (CG)
yang tidak menggunakan metode storytelling. Dengan kata lain, metode storytelling
berpengaruh terhadap optimalisasi working memory pada anak usia 4-6 tahun.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada maksud dan tujuan dari
penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Metode storytelling mengenai bencana alam banjir terbukti dapat berpengaruh dalam
mengoptimalkan working memory pada anak usia 4-6 tahun. Hal tersebut terlihat dari
hasil nilai rata-rata dalam setiap pengukuran masing-masing kelompok. Pada
kelompok eksperimen nilai rata-rata pada pengukuran pertama adalah 5,47, kemudian
pada pengukuran kedua adalah 7,94. Sedangkan pada kelompok kontrol nilai rata-rata
pada pengukuran pertama adalah 5,65, kemudian pada pengukuran kedua adalah 6,65.
Dengan demikian, dapat disimpulkan pemberian informasi dengan menggunakan
metode storytelling sangat berpengaruh terhadap optimalisasi working memory pada
anak usia 4-6 tahun.
2. Berdasarkan hasil uji beda dengan menggunakan T-Test, terdapat perbedaan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana kelompok eksperimen
mengalami peningkatan skor working memory yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
3. Hasil uji hipotesa Δ2 menunjukan bahwa ρ = 0,000 < α = 0,05, maka Ho ditolak, dan
hasi uji hipotesa Δ4 menunjukkan bahwa ρ = 0,042 < α = 0,05, maka Ho ditolak,
artinya terdapat pengaruh yang lebih signifikan dari metode storytelling mengenai
bencana alam banjir terhadap skor pengoptimalisasian working memory, dikarenakan
terdapat perbedaan skor akhir antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Hal ini menjawab hipotesa penelitian bahwa metode storytelling mengenai bencana
alam banjir dapat berpengaruh terhadap optimalisasi working memory pada anak usia
4-6 tahun.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas peneliti mengemukakan saran-saran yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi pembaca hasil penelitian ini maupun bagi peneliti lainnya yang berminat
pada penelitian ini. Adapun saran tersebut antara lain sebagai berikut:
Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini merupakan penelitian awal dari sebuah metode storytelling mengenai bencana
alam banjir untuk mengoptimalkan working memory pada anak usia 4-6 tahun. Oleh karena

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 16
itu masih perlu dilakukan uji empirik mengenai aspek-aspek dari metode storytelling
misalnya:
1. Materi storytelling yang diterapkan untuk bencana alam lainnya.
2. Dapat dilakukan uji efektivitas untuk mendapatkan metode penyampai informasi atau
metode pembelajaran yang terbukti secara efektif dapat mengoptimalkan working
memory pada anak kelompok usia 4-6 tahun, pada kelompok usia lainnya, juga pada
jenis bencana atau pada materi lainnya.
Adapun saran yang dapat diberikan setelah penelitian ini selesai dilakukan diantaranya:
1. Perlu dilakukan pengukuran khusus terkait rata-rata working memory awal sebelum
mengikuti proses penelitian, sehingga dalam membuat materi treatment hendaknya
didasarkan pada rata-rata dari working memory awal tersebut.
2. Agar dapat mengadakan penelitian-penelitian dengan desain penelitian yang lebih
bervariasi, misalnya desain time series untuk dapat lebih membahas konsistensi
optimalisasi working memory dalam diri individu dan pengaruh lingkungan sekitar.

Bagi Orang Tua dan Guru

1. Menggunakan metode storytelling sebagai metode alternatif untuk melatih anak


pada kelompok usia 4-6 tahun dalam mengoptimalkan working memory nya.
2. Memberikan materi pembelajaran kepada anak khususnya pada usia 4-6 tahun,
dengan menggunakan metode storytelling, karena anak lebih tertarik untuk
mendengarkan dan memperhatikan, yang ditunjukkan dengan semangat dan
fokus terhadap pemberi materi dan isi cerita, serta mengikuti arahan yang
diberikan oleh pemberi materi dari awal hingga akhir. Sehingga, anak bisa lebih
mudah untuk mengingat materi yang disampaikan. Dengan metode storytelling,
dapat mengarahkan imajinasi anak agar sesuai dengan materi pembelajaran yang
diberikan.
3. Memberikan informasi melalui metode storytelling pada anak usia 4-6 tahun
akan membuat anak antusias dan aktif dalam mendengarkan dari awal hingga
akhir pemberian informasi. Dengan demikian, informasi dapat tersampaikan
tanpa memberikan kesan menggurui anak. Dengan metode ini, anak dapat
mengambil nilai pelajaran dari informasi yang disampaikan secara mandiri
berdasarkan pemikirannya sendiri melalui pengalaman-pengalaman
menyenangkan yang didapatkannya saat mendengarkan cerita. Sehingga proses
pembelajaran dengan hasil yang diharapkan bisa berjalan lebih optimal.

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 17
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi (1997). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gramedia
Asfandiyar, A. Y. (2007). Cara Pintar Mendongeng. Bandung: Mizan
Baddeley, Alan D., Micheal D. Kopelman, & Barbara A. Wilson. (2002). The Handbook of
Memory Disorder. Second Edition. UK: John Wiley & Sons, LTD.
BNPB. (2015). Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana. Jakarta. Badan Nasional
Penagnggulangan Bencana (BNPB)
Budi, Susetyo. (2010). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Bandung : Refika Aditama.
Brown. T. E. 2005. Attention Deficit Disorder: The Unfocused Mind in Children and Adult.
United State of America: Integrated Publising Solutions.
Campbell, D.T. dan J.C. Stanley. (1963). Experimental and Quasi Experimental Design for
Research. Boston : Houhton Mifflon Co.
Dancey, C.P., & Reidy, J (2011). Statistics Without Maths for Psychology. Fifth Edition.
England: Person Education Limited.
Dehn, Milton J. (2008). Working Memory and Academic Learning : Assessment and
Intervention. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc
Flick, Grad I. (1998). ADD/ADHD Behavior-Change Resource kit: Ready-to-Use Strategies
& Activities for Helping Children with Attention Deficit Disorder. New York: The Center of
Applied Research Education.
Geisler, H. (1997). Storytelling Professionally: The Nuts and Bolts of A Working Performer.
Englewood. Colorado: Libraries Unlimited. Inc.
Graziano. A.M. & Raulin, M. L. (2000). Research Methods: A Process of Inquiry Fourth
Edition. Needham Height: Allyn & Bacon.
Hurlock. E. B. (1980). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta. Penerbit Erlangga
John W. Santrock (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1 Edisi kesebelas. Jakarta : PT.
Erlangga.
Kalat, J. W. (2007). Biopsikologi 9th edition. Terj. Pramudito, Dhamar. Jakarta : Salemba
Humanika.
King. Laura A., (2012). Psikologi Umum Sebuah Pandangan Apresiatif. Terj. Marwendsdy,
Brian. Jakarta : Salemba Humanika.
Shaughnessy, John J, dkk. 2007. Metodologi Penelitian Psikologi. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 18
Ernawulan, Syaodih. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung. Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Gunari, Winda. 2010. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia
Dini. Jakarta: Universitas Terbuka

Hastjarjo, D. (1994). Pengukuran Memori, Buletin Psikologi, Tahun II, Nomor 2, Fakultas
Psikologi – Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Irma, Ratnasari Dwi. (2016). Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Metode E-Learning Di
SLB Negeri A Kota Bandung : Studi Eksperimental Penerapan Prinsip-Prinsip Metode E-
Learning Tehadap Peningkatan Pemahaman Materi Bahasa Inggris Pada Siswa Kelas XI
(Penyandang Low Vision) Di SLB Negeri A Kota Bandung. Cimahi. Fakultas Psikologi
Universitas Jenderal Achmad Yani.
Linastri, Afdalia. (2012). Program Pelatihan Peningkatan Kapasitas Working Memory Pada
Anak Yang Mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian. Bandung. Fakultas Psikologi
Universitas Padjajaran.

Linda, Ernawati. (2016). Pelatihan Divided Attention Pada Anak YangMengalami Gangguan
Pemusatan Perhatian : Pelatihan Games Komputer Dengan Stimulus Visual Untuk
Meningkatkan Kemampuan Divided Attention Anak Usia 9 Tahun Yang Mengalami
Gangguan Pemusatan Perhatian. Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran.

LeTexier, K. (2008). Storytelling as an active learning strategy in introduction to psychology


courses. ProQuest.

Piaget, J. (1964). Part I: Cognitive development in children: Piaget development and


learning. Journal of research in science teaching, 2(3), 176-186.
Porter, G. (2011). Drawing a circle in the sand: Oral storytelling as a therapeutic
intervention with trauma clients. Pacifica Graduate Institute.
Septian, Catur Ar Rosyidd. (2015). Pengaruh Kapasitas Working Memory Dengan
Kemampuan Choukai. Semarang. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang.

Swap, W., Leonard, D., & Mimi Shields, L. A. (2001). Using mentoring and storytelling to
transfer knowledge in the workplace. Journal of management information systems, 18(1), 95-
114.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. BAB I. Sumber: eprints.ums.ac.id. Dipublikasi.
Diunduh pada 23-07-2017 Pukul 14.15 WIB. http://eprints.ums.ac.id/28689/2/04._BAB_I.pdf
Widaningsih, Nurani. (2015). Pengaruh Penerapan Metode Storytelling Terhadap Kreativitas
Figural Pada Anak TK Picu Pacu Kreativitas Indonesia Di Kota Bandung. Bandung. Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Martini. Perkembangan anak usia dini. Diunduh pada 13-01-2017 pukul 13.30 WIB.
https://martinis1960.wordpress.com/2010/12/23/perkembangan-anak-usia-dini/

Pengaruh Metode Storytelling Mengenai Bencana Alam Banjir….. (Ulfah Trijayanti) Page 19

You might also like