You are on page 1of 17

LAPORAN PRAKTIKUM

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

“ADSORPSI”

Disusun oleh:
Firdaus Prafiqa ()
Mega Dwi Fauzi ()
Miko Hermas ()
Mir’atul Jannah ()
Tahak ()
Titania Septi Hapsari (1731410105)

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2018-2019
BAB II

PENGOLAAN AIR LIMBAH MEOTODE ADSORBSI

I.1 Tujuan Percobaan

- Mengetahui pengaruh berat adsorben (Ca) terhadap penurunan kesadahan total.


- Mengetahui pengaruh berat adsorben (Ca) terhadap penurunan turbidity.

II.2 Alat dan Bahan

Alat Bahan
Kolom adsorbsi Larutan CaCO3
Pompa air Larutan MgCO3
Statif Sampel air limbah
Klem penjepit Adsorbent bentonite/batu apung
Beaker glass 50 ml
Erlenmeyer 250 ml
Buret 50 ml
Labu takar 1000 ml
Labu takar 50 ml
Gelas arloji
Spatula
Botol semprot
Corong
Neraca analitik
Pipet ukur 10 ml
Pipet volume 25 ml
Ball pipet
Pipet tetes
II.3 Skema Kerja

- Standarisasi kerja Adsorbsi

Mengisi bak dengan 20 liter air

Menimbang dan mengisi batu apung dalam kolom absorbent

Menyalakan pompa dan mengatur flowrate

Menampung air keluaran dengan beaker glass

Melakukan analisa kesadahan dan turbidity

Mengulang langkah untuk variabel flowrate yang berbeda

- Analisa kesadahan (standarisasi EDTA)

Mengambil 25 ml larutan Ca dalam erlenmeyer

Menambahkan 5 ml larutan buffer pH 10

Menambahkan 3-4 tetes indikator EBT

Menitrasi dengan larutan EDTA (larutan warna merah anggur


menjadi warna biru), ulangi hingga 2 kali

- Analisa kesadahan total

Mengambil 25 ml larutan sampel

Menambahkan dengan 10 ml larutan buffer pH 10


Menambahkan 3-4 tetes indikator EBT

Menitrasi dengan larutan standar EDTA

- Analisa Turbidity

Menyalakan tombol power pada alat

Mengisi kuvet dengan larutan sampel hingga batas garis putih

Tutup kuvet dan memasukkan kuvet ke dalam alat

Menekan tombol read, tunggu hingga alat membaca turbidity


sampel

II.4 Pembahasan

Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang
dapat membahayakan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Limbah
adalah semua benda yang berbentuk padat, cair, maupun gas merupakan bahan
buangan yang berasal dari aktivitas manusia perorangan maupun hasil aktivitas
kegiatan lainnya, seperti industri, rumah sakit, laboratorium, reaktor nuklir dan
lain-lain. Air limbah mengandung parameter Biochemical Oxygen Demand
(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS),
minyak dan lemak. Apabila keseluruhan parameter tersebut dibuang langsung ke
lingkungan, maka akan mengakibatkan pencemaran air. Oleh karena itu, sebelum
dibuang ke lingkungan, terlebih dahulu harus diolah sehingga dapat memenuhi
standar air yang baik.

Pada percobaan ini mengunakan proses adsorbsi untuk pengolahan air


limbah. Adsorpsi merupakan suatu proses pemisahan dimana molekul-molekul
gas atau cair diserap oleh suatu padatan. Pengikatan molekul oleh padatan terjadi
secara reversibel. Pada proses adsorpsi terdapat dua komponen yaitu adsorbat
sebagai zat yang diserap dan adsorben sebagai zat yang menyerap (Angriani dan
Kurniaty, 2007). Pada prinsipnya proses adsorpsi dapat dibedakan atas empat tipe
diantaranya adalah sebagai berikut (Tasrif, 1997) :

1. Adsorpsi Fisika

Adsorpsi fisika juga disebut adsorpsi Van Der Waals yang bersifat
terbalikkan (reversible), terjadi karena gaya interaksi antar molekul. Kalor
pada adsorpsi fisika rendah, yaitu 5-10 kalori per molar, yang setingkat
dengan kalor penguapan.

2. Adsorpsi Kimia

Adsorpsi kimia juga disebut adsorpsi tak terbalikkan (irreversible) yang


ditandai dengan besarnya potensial interaksi yang menyebabkan tingginya
panas adsorpsi. Kalor pada adsorpsi kimia cukup tinggi yaitu 10-100 kalori
per molar, yang setingkat dengan tenaga reaksi kimia. Adsorpsi kimia
diperkirakan melibatkan ikatan kimia antara cairan dengan permukaan
padatan. Adanya ikatan ini menyebabkan adsorpsi kimia tidak dapat terjadi
pada temperature kritis adsorbat ( Setiaji dan Sasmita,1987 )

3. Adsorpsi Pertukaran (Exchange Adsorption)

Adsorpsi pertukaran, lebih sering dikenal dengan pertukaran ion


(ion exchange) adalah melibatkan tarik–menarik elektrostatik spesies ionik
dari posisi muatan yang berlawanan pada permukaan adsorben. Dimana
afinitas elektrostatik dari spesies ion yang akan menggantikan harus lebih
besar dari ion-ion yang telah diadsorpsi pada mulanya atau ion-ion yang
terdapat pada permukaan adsorben.

4. Adsorpsi Spesifik (Spesific Adsorption)

Adsorpsi spesifik terjadi apabila gugus fungsi molekul adsorbat melekat


pada permukaan adsorben atau berinteraksi, namun adsorbat tidak mengalami
transformasi. Kebanyakan adsorben adalah bahan yang mempunyai porositas
yang tinggi dan adsorbat menempati pada dinding pori, bahan adsorben yang
telah dipakai pada industri adalah Fuller’s earth, bauksit, clays, bone back,
karbon, alumina, silica gel, base-exchange silikat dan resin sintetik.

Faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu :

1. Jenis adsorben. Pemilihan adsorben pada proses adsorpsi sangat


mempengaruhi daya serap adsorben. Beberapa syarat yang harus dipenuhi
oleh adsorben adalah:
a) Berpori
b) Aktif dan murni
c) Tidak bereaksi dengan adsorbat
d) Mempunyai permukaan yang luas

Secara umum, pemilihan adsorben didasarkan pada kapasitas,


selektifitas, tipe butiran, murah, mudah diregenerasi, dan komposisi
adsorben tidak ada terdiri dari bahan pencemar.

2. Jenis adsorbat

Sifat adsorbat juga sangat mempengaruhi daya adsorpsi, dimana


adsorben cenderung menyerap molekul atau zat lain yang sangat sesuai
dengannya. Beberapa sifat adsorbat yang perlu diperhatikan adalah:

a) Ukuran molekul. Adsorben mempunyai pori-pori dengan


diameter tertentu. Dalam hal ini tentu saja yang diserap adalah
molekul-molekul yang lebih kecil dari diameter rongga
adsorben.
b) Kepolaran. Umumnya adsorben bersifat ionik dengan polaritas
molekul yang tinggi. Jika diameternya sebanding, maka
molekul-molekul polar lebih kuat diserap dari pada molekul-
molekul kurang polar. Molekul yang polar dapat menggantikan
molekul yang kurang polar yang lebih dulu diserap.
c) Jenis ikatan. Senyawa-senyawa yang tidak jenuh lebih banyak
diserap dibandingkan senyawa-senyawa jenuh.
d) Berat molekul. Senyawa dengan berat molekul besar lebih
banyak diserap dibandingkan dengan senyawa berat molekul
yang lebih kecil.

3. Suhu
Tingkat adsorpsi akan meningkat dengan meningkatnya suhu yang akan
menurun dengan menurunnya suhu. Tapi jika reaksi-reaksi adsorpsi yang
terjadi adalah eksoterm maka dari itu tingkat adsorpsi umumnya
meningkat sejalan dengan menurunnya suhu

4. Waktu kontak
Waktu kontak merupakan hal yang sangat menentukan dalam proses
adsopsi. Gaya adsorpsi molekul dari suatu zat terlarut akan meningkat
apabila waktu kontaknya dengan adsorben makin lama. Waktu kontak
yang lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat
terlarut yang teradsorpsi berlangsung lebih baik.

Pada percobaan ini dilakukan pengolahan air limbah CaCO3 dengan


menggunakan adorben yaitu batu apung. Batu apung merupakan batuan yang
mengandung banyak mineral silikat dan pori-pori yang berukuran mikro yang
sangat baik dalam proses penyerapan limbah cair yang banyak mengandung
unsur-unsur logam didalamnya. Variabel yang digunakan adalah laju alir limbah
CaCO3 dan berat adsorben. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang
kapur sebanyak 0,08 gram kemudian dilalarutkan dengan air di dalam labu ukur
100 ml dan ditambahkan HCI tetes demi tetes untuk menghasilkan larutan yang
jernih dan larutan ini digunakan untuk larutan primer Ca2+ lalu dititrasi dengan
larutan EDTA. Uji kesadahan total ini mengambil sampel kapur sebanyak 25 ml
dan menambahkan buffer ph 10 dan ditambahkan indikator EBT 3 tetes dan di
titrasi dengan EDTA hingga bewarna biru. EDTA (ethylene diamine tetraacetic)
merupakan suatu kompleks kelat yang larut ketika ditambahkan ke dalam suatu
larutan yang mengandung kation logam tertentu seperti Ca2+ di mana akan
membentuk kompleks dengan logam-logam tersebut. Ketika ditambahkan suatu
indikator EBT ke dalam larutan yang mengandung kompleks tersebut maka akan
menghasilkan perbahan warna pada pH tertentu, ketika semua kalsium telah
manjadi kompleks, larutan akan berubah dari berwarna merah muda menjadi
berwarna biru yang menandakan titik akhir dari titrasi. Ion kalsium harus muncul
untuk menghasilkan suatu titik akhir dari titrasi.

Pada percobaan yang pertama dengan adsorben batu apung sebanyak 300
gram variabelnya adalah flow rate dari CaCO3, CaCO3 yang digunakan sebanyak
2 liter. Variabel pertama dengan flowrate 8,67 ml/s dan variabel kedua flowrate
3,61 ml/s. Setiap mencapai 10 menit dilakukan pengambilan sampel yang
digunakan untuk mengetahui turbidity dan kesadahan total sehingga di dapatkan
grafik sebagai berikut.

600

500
Turbidity (NTU)

400 Laju Alir (6,67


ml/s)
300
Laju Alir (3,6 ml/s)
200

100

0
0 20 40 60 80
Waktu (menit)

Gambar II.1 Perbedaan nilai turbidity dari waktu ke waktu dengan laju alir
yang berbeda

Pada Gambar II.1 dapat diketahui bahwa nilai turbidity terhadap setiap
waktu yang dihasilkan naik turun. Pada variabel pertama flow rate 6,67 ml/s
mengalami kenaikan turbidity pada menit ke 0 hingga ke 10 nilai selanjutnya nilai
turbiditynya naik turun dari menit ke 15 hingga ke 60. Pada variabel kedua
dengan flow rate 3,61 ml/s mengalami kenaikan turbidity pada menit ke 0 hingga
ke 5 setelah itu nilai turbidity yang dihasilkan naik turun, pada menit ke 50 nilai
turbidity mengalami peningkatan dan mengalami penurunan pada menit ke 55 dan
60. Nilai turbidity menunjukkan kekeruhan dari suatu larutan CaCO3. Pada flow
rate 6,67 ml/s dengan flow rate 3,6 ml/s menunjukkan bahwa semakin besar besar
flow rate nilai turbidity cenderung nya semakin kecil. Hal tersebut menunjukkan
adanya penyimpangan dengan literature seharusnya semakin kecil flow rate maka
semakin kecil kecil pula nilai turbiditynya dikarenakan proses kontak dengan
adsorben akan semakin lama sehingga semakin banyak limbah CaCO3 yang
diserap oleh adsorben dan limbah CaCO3 yang dihasilkan akan lebih jernih yang
menyebabkan nilai turbiditynya akan rendah. Hasil turbidity naik turun
diakibatkan karena sebagian kapur mengendap karena tidak rutin dilakukan
pengadukan sehingga mempengaruhi kekeruhan dari sampel sebelum melewati
kolom adsorpsi.

4.5
4
3.5
kesadahan total ppm

3
2.5
laju alir (6,67ml/s)
2
laju alir (3,6 ml/s)
1.5
1
0.5
0
0 20 40 60 80
waktu (menit)

Gambar II.2 Perbedaan kesadahan total dengan laju alir yang berbeda
setiap 5 menit

Pada Gambar II.2 pengujian kesadahan total pengambilan sampel setiap 5


menit. Pada percobaan dengan laju alir 6,67 ml/s dan 3,6 ml/s nilai kesadahan
total naik turun setiap 5 menit, apabila dibandingkan antara flow rate 6,67 ml/s
dengan 3,6 ml/s, nilai kesadahan total pada flow rate 3,6 ml/s memiliki nilai
kesadahan yang cenderung lebih kecil dengan dibandingkan dengan menggunakan
laju 6,67 ml/s. Hasil percobaan menunjukkan kesesuaian dengan literature karena
semakin kecil flow rate maka proses kontak dengan adsorben akan semakin lama
sehingga semakin banyak limbah CaCO3 yang diserap oleh adsorben, sehingga
kandungan kapur pada limbah akan lebih sedikit, maka EDTA yang dibutuhkan
untuk membentuk kompleks juga akan semakin sedikit. Hasil kesadahan total naik
turun diakibatkan karena sebagian kapur mengendap karena tidak rutin dilakukan
pengadukan sehingga mempengaruhi kandungan kapur dari sampel sebelum
melewati kolom adsorpsi.

Pada percobaan yang kedua dengan flow rate 1,19 ml/s dengan variabel
massa batu apung. CaCO3 yang digunakan sebanyak 2 liter. Variabel pertama
dengan massa adsorben sebanyak 200 gram dan variabel kedua dengan massa
adsorben 400 gram . Setiap mencapai 10 menit dilakukan pengambilan sampel
yang digunakan untuk mengetahui turbidity dan kesadahan total sehingga di
dapatkan grafik sebagai berikut.

600

500

400
Turbidity (NTU)

300 massa 200 gram


massa 400 gram
200

100

0
0 20 40 60 80
-100
Waktu (menit)

Gambar II.3 Perbedaan nilai turbidity dari waktu ke waktu dengan massa
adsorben yang berbeda

Pada Gambar II.3 dapat diketahui bahwa nilai turbidity terhadap setiap
waktu yang dihasilkan naik turun. Pada variabel pertama menggunakan adsorben
sebanyak 200 gram pada gambar II.3 terlihat nilai turbidity mengalami penurunan
pada menit ke 0 hingga ke 10 selanjutnya nilai turbiditynya naik turun dari menit
ke 15 hingga ke 60. Pada variabel kedua dengan menggunakan adsorben sebanyak
400 gram mengalami penurunan nilai yang derastias pada menit ke 0 menuju ke 5
menit selanjutnya nilai turbidity yang dihasilkan naik turun pada menit ke 10
hingga ke 55. Nilai turbidity menunjukkan kekeruhan dari suatu larutan CaCO3.
Pada berat adsorben 400 gram menunjukkan bahwa nilai turbidity nya cenderung
lebih kecil dari pada menggunakan adsorben sebanyak 200 gram. Hal tersebut
menunjukkan adanya kesesuaian dengan literature karena dengan laju alir CaCO3
semakin banyak adsorben yang digunakan maka semakin banyak limbah CaCO3
yang diserap oleh adsorben dan limbah CaCO3 yang dihasilkan akan lebih jernih
karena waktu kontak dengan adsorben akan semakin lama yang menyebabkan
nilai turbiditynya akan rendah. Hasil turbidity naik turun diakibatkan karena
sebagian kapur mengendap karena tidak rutin dilakukan pengadukan sehingga
mempengaruhi kekeruhan dari sampel sebelum melewati kolom adsorpsi.

3.5

3
kesadahan total ppm

2.5

2 massa 200 gram

1.5 massa400 gram

0.5

0
0 20 40 60 80
waktu (menit)

Gambar II.4 Perbedaan kesadahan total dengan laju alir yang berbeda
setiap 5 menit

Pada grafik II.4 pengujian kesadahan total pengambilan sampel setiap 5


menit. Pada percobaan dengan menggunakan adsorben sebanyak 200 gram dan
400 gram nilai kesadahan total naik turun setiap 5 menit, apabila dibandingkan
antara adsorben 200 gram dengan 400 gram nilai kesadahan total pada adsorben
400 gram memiliki nilai kesadahan yang cenderung lebih kecil dengan
dibandingkan dengan menggunakan adsorben 200 gram. Hasil percobaan
menunjukkan kesesuaian dengan literature karena semakin banyak adsorben yang
digunakan maka proses kontak dengan adsorben akan semakin lama sehingga
semakin banyak limbah CaCO3 yang diserap oleh adsorben, sehingga kandungan
kapur pada limbah akan lebih sedikit, maka EDTA yang dibutuhkan untuk
membentuk kompleks juga akan semakin sedikit. Hasil kesadahan total naik turun
diakibatkan karena sebagian kapur mengendap karena tidak rutin dilakukan
pengadukan sehingga mempengaruhi kandungan kapur dari sampel sebelum
melewati kolom adsorpsi.
DAFTAR PUSTAKA

Edahwati, Luluk dan Suprihatin. 2011. Kombinasi Proses Aerasi, Adsorpsi dan Filtrasi
Pada Pengolahan Air Limbah Industri Perikanan. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan Vol. 1 No. 2. UPN Veteran. Jawa Timur.

Isnaini, Sany.2010.http://showroom-cetak.blogspot.com/2013/11/alat-sederhana-
penjernih-air.html (diakses pada tanggal 25 Maret 2019)

Setiabudi, Aditya
A.2014.http://adityaagungsetiabudi.blogspot.com/2014/04/penjernihan-air-
menggunakan-batu-apung_27.html (diakses pada tanggal 25 Maret 2019)
LAMPIRAN
Data Pengamatan
Percobaan 1: Percobaan 2:

 Volume Air Limbah: 20L Volume Air Limbah: 20L


 Kadar Ca++ : 400 ppm Kadar Ca++ : 400 ppm
 Flowrate influent : 6,67 ml/s Flow rate influent : 1,919 ml/s
3,61 ml/s
 Jenis adsorben : Batu apung Jenis adsorben : Batu apung
 Berat adsorben : 300 gram Berat adsorben 200 gram dan 400
gram

Percobaan 1 Percobaan 2
Berat adsb : 300 gram Berat adsb : 300 gram Berat adsb : 200 gram Berat adsb : 400 gram
EDTA Turbidity EDTA Turbidity EDTA Turbidity EDTA Turbidity
(ml) (NTU) (ml) (NTU) (ml) (NTU) (ml) (NTU)
3,2 218 3,9 248 4,5 304 3,9 540
3 266 2,9 281 2,8 180 2,9 167
3,8 246 2,9 280 2,5 156 2,7 306
3,4 253 2,4 224 2,7 187,2 2,8 168
3,3 161 2,6 186 2,3 202 2,7 170,6
2,9 260 2,9 264 2,6 178,8 2,6 155
2,8 199 2,5 269 2,5 188,4 3,0 175
3,0 212 2,6 198 2,5 193 3,0 170,6
2,8 139 2,5 260 2,5 187 3,0 174
2,7 116 2,6 192 2,5 177,2 2,5 168
2,8 180 2,5 516 2,2 252 2,3 166
2,7 268 2,6 340 2,2 226 2,7 194
2,6 228 2,8 141,6 2,5 212 2,5 197

Percobaan 1 Percobaan 2
Berat adsb : 300 gram Berat adsb : 300 gram Berat adsb : 200 gram Berat adsb : 400 gram
Kesadahan Kesadahan Kesadahan Kesadahan
Waktu Total Waktu Total Waktu Total Waktu Total
1.90171 2.317709063 2.674279688 1.158854531
0 0 0 0
1.782853125 1.723424688 3.3282585 3.446849375
5 5 5 5
2.258280625 1.723424688 1.604567813 0.802283906
10 10 10 10
2.020566875 1.4262825 1.66399625 3.3279925
15 15 15 15
3.922276875 3.09027875 1.604567813 1.604567813
20 20 20 20
1.723424688 1.723424688 1.545139375 1.545139375
25 25 25 25
3.3279925 1.485710938 1.782853125 3.56570625
30 30 30 30
1.782853125 3.09027875 1.782853125 1.782853125
35 35 35 35
3.3279925 2.971421875 1.782853125 1.782853125
40 40 40 40
3.209135625 3.09027875 1.485710938 2.971421875
45 45 45 45
3.3279925 2.971421875 1.366854063 2.733708125
50 50 50 50
1.604567813 3.09027875 1.604567813 3.209135625
55 55 55 55
1.545139375 3.3279925 1.485710938 2.971421875
60 60 60 60
Gambar

You might also like