You are on page 1of 4

Aditya R.

A
26040117130107
IK-D

Suhu Permukaan Laut dan Pemetaan


dengan Citra Satelit

Suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature Level) adalah suhu pada
beberapa milimeter teratas permukaan laut. Suhu permukaan laut mempengaruhi
cuaca, termasuk badai, serta kehidupan tumbuhan dan hewan di lautan. Sama seperti
suhu permukaan tanah, suhu permukaan laut lebih hangat di daerah khatulistiwa dan
lebih dingin di dekat kutub. Terdapat arus yang menggerakkan massa air hangat dan
dingin di sekitar lautan di dunia. Beberapa arus ini mengalir di permukaan, dan mereka
terlihat jelas dalam gambar suhu permukaan laut.

(Sumber: NASA Earth Observation)


Air laut yang hangat membantu membentuk awan dan mempengaruhi pola
cuaca. Suhu permukaan laut juga berkorelasi dengan ketersediaan fitoplankton.
Fitoplankton bersifat autotroph, autotrof adalah organisme yang mampu
menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan
anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof
berfungsi sebagai produsen. Fitoplankton berada di dasar rantai makanan di lautan, dan
sangat berpengaruh terhadap kehidupan biota dan organisme laut. Selain itu,
fitoplankton menyerap karbon dioksida saat mereka mengubah sinar matahari menjadi
energi, mereka mempengaruhi berapa banyak karbon dioksida yang dapat diserap oleh
lautan. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang memerangkap panas di sebelah
permukaan Bumi. Jika terlalu banyak karbon dioksida terakumulasi di atmosfer, suhu
Bumi bisa naik. Untuk semua alasan inilah para ilmuwan memantau suhu permukaan
laut. Peta-peta ini menunjukkan pengukuran satelit suhu permukaan laut untuk suatu
hari tertentu, atau selama beberapa hari.
Para peneliti mengumpulkan data suhu permukaan laut menggunakan berbagai
cara, salah satunya dengan bantuan satelit. Instrumen teknologi Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Terra dan Aqua milik NASA dapat
mengumpulkan pengukuran global suhu permukaan laut yang akurat hingga digit
setengah derajat Celcius. Bahkan perubahan yang tampak kecil pada suhu permukaan
samudra dapat berdampak besar pada pola cuaca, lautan dan atmosfer saat ini, dan
kehidupan di lautan dan di darat. Misalnya, setiap 3 hingga 7 tahun, hamparan luas
Samudra Pasifik di sepanjang khatulistiwa menghangat oleh 2-3°C. Fenomena ini,
yang dikenal sebagai "El Niño", mengubah pola curah hujan di seluruh dunia,
menyebabkan hujan deras di Amerika Serikat bagian selatan dan kekeringan parah di
Australia, Indonesia, dan Asia selatan. El Niño dan La Niña adalah fase yang
berlawanan dari siklus El Niño-Southern Oscillation (ENSO). Siklus ENSO adalah
istilah ilmiah yang menggambarkan fluktuasi suhu antara lautan dan atmosfer di Pasifik
Equatorial timur-tengah. La Niña kadang-kadang disebut sebagai fase dingin ENSO
dan El Nino sebagai fase hangat ENSO. Sementara frekuensi mereka bisa sangat tidak
teratur, peristiwa El Niño dan La Niña terjadi rata-rata setiap dua sampai tujuh tahun.
Pada skala yang lebih kecil, suhu laut mempengaruhi perkembangan siklon
tropis (badai dan topan), yang dipengaruhi energi dari perairan laut yang hangat.
Penyebab terjadinya badai yang paling umum adalah tingginya suhu pada permukaan
air laut. Permukaan laut yang memiliki suhu yang tinggi akan kontras dengan suhu
yang ada di bawah permukaan laut atau suhu di dalam air. Hal inilah yang akan memicu
terjadinya badai. Seperti pada kasus penyebab terjadinya angin topan. Air laut hangat
menguap tinggi dan saat angin bertiup saling bertabrakan dan berbalik ke atas. Pada
ketinggian yang lebih tinggi, uap air mengembun menjadi awan dan hujan, melepaskan
panas yang menghangatkan udara di sekitarnya, menyebabkannya naik juga. Seiring
udara jauh di atas lautan naik ke atas, spiral udara hangat bahkan lebih hangat masuk
dari sepanjang permukaan. Badai tetap mendapatkan kekuatan selama mereka tetap
berada di atas air yang hangat dan bagian atasnya tidak terpotong. Faktor pertama yang
mempengaruhi proses terjadinya badai adalah adanya suhu air laut yang tinggi. suhu
air laut hingga kedalaman 50 meter lebih dari 26,5°C. Perairan yang hangat merupakan
sumber energi dari badai itu sendiri. Hal ini menyebabkan apabila badai bergerak ke
daratan atau ke perairan dingin maka kekuatan badai tersebut akan melemah secara
drastis.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
negara kepulauan, diantaranya pelanggaran batas wilayah, penentuan lokasi sumber
daya alam, serta kemampuan dini dalam mendeteksi awalnya suatu bencana alam,
adalah teknologi pengindraan jauh. Teknologi ini menggunakan kemampuan sensor
satelit yang dapat menangkap citra pemetaan suatu wilayah dengan spesifikasi
yang dimilikinya. Salah satu sensor yang memiliki kemampuan tersebut adalah
Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). Suhu permukaan laut
(SPL) merupakan salah satu faktor penentu kualitas suatu perairan. Pengukuran serta
pemetaan SPL menggunakan citra Aqua MODIS. Pemantauan gejala perubahan serta
suhu secara berkala diperlukan dalam melakukan analisa pola sebaran SPL. Analisa
tersebut menggunakan citra satelit AQUA MODIS. Pengamatan suhu serta
persebarannya dapat digambarkan dengan baik oleh kanal 20, 31 dan 32 citra AQUA
MODIS. Algoritma yang digunakan adalah algoritma Brown dan Minnet, 1999
(ATBD_25) untuk mendapatkan nilai SPL. Uji validasi yang dilakukan bernilai
88,6%, yang menunjukkan SPL pengolahan citra mempresentasikan kondisi
sesungguhnya. Di sajikan dalam bentuk peta informasi SPL Provinsi Kepulauan
Riau serta persebaran suhunya dalam informasi spasial berbasis web.

(Sumber: AQUA NASA)


Beberapa kelebihan MODIS dibandingkan satelit pencitraan yang lain antara
lain adalah lebih banyaknya spektral panjang gelombang (resolusi spektral) dan
lebih telitinya cakupan lahan (resolusi spasial) serta lebih kerapnya frekuensi
pengamatan (resolusi temporal). Kisaran gelombang pada kanal-kanal yang
dimilikinya yang lebih sempit sehingga dapat menghasilkan informasi parameter
yang lebih baik dan akurat. MODIS melalui berbagai algoritma dapat menghasilkan
parameter dari suhu permukaan laut. Akan tetapi, data MODIS juga memiliki
kelemahan dalam keakuratan untuk menentukan zona potensial penangkapan ikan,
hal ini dikarenakan data citra sering mengalami gangguan oleh awan, garis-garis
(striped) dan pancaran sinar matahari (sunlight) sehingga informasi yang diperoleh
kurang akurat atau kurang sesuai dengan kondisi lapangan, dengan demikian
mengakibatkan kehilangan informasi di dalamnya.

You might also like