You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN

MENARIK DIRI (ISOLASI SOSIAL)

A. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu sikap di mana individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain (Fitria, 2009). Sedangkan menurut Depkes RI (2010)
dalam Direja (2011) mengatakan kerusakan interaksi sosial merupakan suatu
gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial.
Isolasi sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan
dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan
negatif yang mengancam. Dengan karakteristik tinggal sendiri dalam ruangan,
ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata.
Ketidak sesuaian atau ketidak matangan minat dan aktivitas dengan perkembangan
atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan
yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang
ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain,
merasa tidak aman ditengah orang banyak.
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain individu merasa bahwa ia kehilangan akrab yang tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan.
Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2017).

1
B. Rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri


Otonomi Dependensi curiga Ketergantungan
Bekerjasama Manipulasi curiga
Interdependen

C. Etiologi
Seseorang yang menarik diri pada mulanya berperilaku merasa dirinya tidak
berharga (harga diri rendah) sehingga merasa tidak nyaman untuk berhubungan
dengan orang lain. Individu tersebut kesulitan dalam menumbuhkan rasa percaya
dirinya, tidak mampu mempertahankan hubungan dalam masyarakat, diisolasi sosial
dan ketergantungan yang berlebihan pada orang lain(Stuart & Sundeen, 2015).
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi
agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila ada tugas-tugas
dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan menimbulkan masalah. Tabel 3.1
tugas perkembangan hubungan dengan pertumbuhan interpersonal.

Tahap Perkembangan Tugas


Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab,
hati nurani
Masa sekolah Belajar berkopetensi, bekerjasama dan
berkomporomi
Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesame
jenis kelamin.
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau
bergantung dengan orang tua.

2
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dengan
teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai
anak.
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah
dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan keterkaitan dengan budaya.

b) Faktor komunikasi dalam kelurga


Gangguan komunikasi dalam keluarga maupun faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk dalam
masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidak jelasanya itu suatu
keadaan yang mana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam watu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga.
c) Faktor Sosial Budaya
Isolasi Sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma- norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana
setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, penyakit
kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosial.
d) Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan Sosial adalah otak, misalnya pada pasien skizoprenia
yang mengalami masalah dalam hubungan Sosial memiliki struktur yang
abnormal pada otak seperti atrofi otak, serta perubahan ukuran dalam bentuk
sel-sel dalam limbik dan daerah kortika.

2. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan Sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor
internal dan eksternal seseorang, faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut :

3
a) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor Sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
factor Sosial budaya seperti budaya.
b) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
ansietas yang berkepanjangan yang terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. ansietas ini dapat terjadi akibat
tuntunan untuk berpisah pada orang terdekat atau tidak terpenuhinya
kebutuhan individu.

D. Manifestasi Klinis
Perilaku yang biasa ditunjukkan oleh klien menarik diri adalah tidak napsu
makan atau makan berlebihan, berat badan menurun atau meningkat secara drastis,
kemunduran kesehatan fisik, tidur berlebihan, tinggal di tempat tidur berlebihan,
tidak mempedulikan lingkungan, tidak memperhatikan perawatan dirinya,
penampilan kurang rapih, mondar –mandir atau sikap mematung, melakukan gerakan
secara berulang – ulang, dan keinginan seksual yang menurun. Menarik diri terjadi
karena perasaan tidak berharga, yang biasanya dialami klien dengan latar belakang
lingkungan yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan
kecemasan (Depkes RI, 2009).

4
E. Psikopatologi

Faktor Bilogis Stressor Sosbud Psikologis Lingkungan


Tumbang Sosial
Kelebihan Perceraian, Kecemasan
Individu dopamin, perpisahan yang tinggi Diasingkan
memiliki tugas MAO dengan orang menurunkan lingkungan
pada setiap menurun, yang dicintai, kemampuan Sosial budaya
tahap LH rendah, kehilangan individu karena
tumbangnya Hipotiroidis pasangan, berhubungan individu
yang harus me. kesepian karena dengan orang mengalami
dilalui dengan ditinggal jauh, lain, kegagalan.
baik, jika tidak dirawat di RS ketergantungan
akan atau dipenjara. berlebihan
menghambat pada orang
masa lain.
perkembangan
selanjutnya.

Merasa diri tidak berharga Harga diri rendah

Tidak nyaman berhubungan dengan orang lain MenarikDiri

Tidak mampu beradaptasi terhadap stimulus dari dalam dan luar secara
adekuat

Perubahan persepsi terhadap stimulus

Halusinasi
F. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya

5
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.Mempunyai efek samping
gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia
akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian
jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur ,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.
Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing,
mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),
glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi Sosial, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan
orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan

6
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada
SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2018)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2018), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi :
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil
tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul
padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.

7
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi :
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur
kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab
pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai
tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama
atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak
meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan
dan sebagainya.

G. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Isolasi sosial
b. Harga diri rendah kronis
c. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

8
H. Data yang perlu dikaji
Masalah
Data Yang Perlu Dikaji
Keperawatan
Isolasi Sosial Subjektif
1. Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
2. Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan
meminta untuk sendirian.
3. Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
4. Tidak mau berkomunikasi.
5. Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang
mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau
teman terdekat).
Objektif
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurangberseri
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
5. Tidak atau kurang komunikasi verbal.
6. Mengisolasi diri.
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
8. Asupan makanan dan minuman terganggu.
9. Retensi urin dan feses.
10. Aktivitas menurun.
11. Kurang energi (tenaga)
12. Rendah diri.
13. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (kususnya
pada posisi tidur).
I. Intervensi
 Dx1 : Perubahan persepsi sensori : halusinasi b/d menarik diri.
Tujuan umum : Tidak terjadi perubahan persepsi sensori : halusinasi.
Tujuan khusus :
a. Dapat membina hubungan saling percaya

9
Kriteria evaluasi :
1. Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, adanya kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab
salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan
masalah yang dihadapi.
Intervensi Keperawatan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi teraupetik.

2. Sapa klien dengan ramah baik vebal maupun non verbal.

3. Perkenalkan diri dengan sopan

4. Tanyakan nama lengkap klien dan nama kesukaan klien.

5. Jelaskan tujuan pertemuan.

6. Jujurdanmenepetijanji.

7. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

8. Ciptakan lingkungan yang tenang dan bersahabat.

9. Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab.

10. Dengarkan dengan empati beri kesempatan bicara, jangan buru-buru,


tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

Rasionalisasi :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya
b. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
Kriteria evaluasi : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
Intervensi keperawatan :
1. Kaji pengetahuan klien tantang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan pearasaan penyebab
menarik diri tidak mau bergaul.
3. Diskusikan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda serta
penyebab yang muncul.

10
4. Berikan reinforcement positif terhadap kemampuan klien dalam
mengungkapkan perasaannya.
Rasionalisasi :
Diketahuinya penyebab akan dapat dihubungkan dengan factor presipitasi
yang dialami klien.
c. Klien dapat menyebabkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Evaluasi : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan
dengan orang lain dan kerugian berhubungan dengan orang lain.
IntervensiKeperawatan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat keuntungan berhubungan
dengan orang lain serta kerugiannya bila tidak berhubungan dengan
orang lain.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang
berhubungan dengan orang lain
3. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
kerugian bila tidak berhubungan denagn orang lain.
4. Diskusikan bersama tentan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
5. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
pearasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
Rasionalisasi :
a. Mengidentifikasi sejauh mana keuntungan yang klien rasakan bila
berhubungan dengan orang lain.
b. Mengidentifikasi kerugian yang klien rasakan bila tidak berhubungan
dengan orang lain.

11
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
MENARIK DIRI (ISOLASI SOSIAL)

A. PROSES KEPERAWATAN
Kondisi Klien
Data subjektif:
1. Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
2. Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya
3. Klien merasa orang lain tidak selevel.
Data objektif:
1. Klien tampak menyendiri
2. Klien terlihat mengurung diri
3. Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi Sosial

C. TUJUAN
1. Umum
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
2. Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat menyepakatkan penyebab isolasi sosial
c. Klien mampu menyepakatkan keuntungan dan kerugian berhubungan dengan
orang lain
d. Klien dapat melaksanakan hupakngan Sosial secara bertahap
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

12
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Membina hupakngan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,
dan mengajarkan pasien berkenalan

Orientasi (Perkenalan):
“Selamat pagi ”
“Saya Arlambang, Saya senang dipanggil beng, Saya mahasiswa Arlambang STIKES
Telogorejo Semarang yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan ibu hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan
teman-teman ibu ? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Mau berapa lama, bu? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja:
”Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat disini? O.. ibu merasa sendirian? Siapa saja
yang ibu kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu kenal?”
“Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang
lain?”
”Menurut ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya ibu ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien

13
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah ya ibu ? belajar bergaul dengan orang lain ?
”Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho ibu ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi.
“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan dengan
saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan percakapan tentang
hal-hal yang menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi,
tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

Terminasi:
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”
” ibu tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke
pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap


(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat)
Orientasi :
“Selamat pagi bu! ”
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?
“Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan perawat !

14
“Bagus sekali, ibu masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak ibu
mencoba berkenalan dengan teman saya perawat T. Tidak lama kok, sekitar 10 menit
“Ayo kita temui perawat T disana »
Kerja :
( Bersama-sama klien saudara mendekati perawat N)
“Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N”
“Baiklah bu, ibu bisa berkenalan dengan perawat T seperti yang kita praktekkan
kemarin (pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat T : memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)”
“Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada perawat T .coba tanyakan tentang keluarga
perawat T”
”Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu ibu
bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat T, misalnya jam 1 siang nanti"
"Baiklah perawat T, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan ibu akan kembali ke
ruangan ibu. Selamat pagi"
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat T untuk melakukan terminasi
dengan klien di tempat lain)
Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan perawat T”
”ibu tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan
topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan
sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada
jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti ibu coba sendiri.
Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok.”
SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan
orang kedua-seorang pasien)
Orientasi:
“Selamat pagi bu! Bagaimana perasaan hari ini?
”Apakah ibu bercakap-cakap dengan perawat T kemarin siang”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain
”Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat T kemarin siang”

15
”Bagus sekali ibu menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu ibu ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”

Kerja:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )
“Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan"
"Baiklah bu, ibu sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah ibu lakukan
sebelumnya"
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama
panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama)
“Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada O"
"Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu ibu
bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti"
(ibu membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
“Baiklah O, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan klien akan kembali ke
ruangan ibu. Selamat pagi"
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)

Terminasi:
“Bagaimanaperasaan ibu setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, T tampak lebih baik saat berkenalan dengan O”
”pertahankan apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali
dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang
lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari ibu dapat berbincang-bincang
dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, ibu
bisa bertemu dengan T, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya ibu
bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana ibu, setuju kan?”

16
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman ibu. Pada jam yang
sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


1. Tujuan:
Setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial
2. Tindakan:
Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial. Keluarga merupakan sistem
pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien mengatasi masalah
isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien
sepanjang hari. Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi
sosial di rumah meliputi:
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Menjelaskan tentang :
1) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
2) Penyebab isolasi sosial.
3) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
a) Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara
bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
b) Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan
tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar.
c) Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
d) Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
4) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
5) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan yang dihadapi.
6) Menjelaskan perawatan lanjutan

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah


isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien
dengan isolasi sosial

17
Peragakan kepada pasangan saudara komunikasi dibawah ini :
Orientasi:
“Selamat pagi Pak”
”Perkenalkan saya perawat Arlambang saya mahasiswa keperawatan dari STIKES
Telogorejo Semarang saya yang merawat, anak bapak”
”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara
perawatannya”
”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau
setengah jam?”
Kerja:
”kira-kira bapak tahu apa yang terjadi dengan anak bapak? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala
penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.
” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri,
kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat
berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah
dengan orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami
halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus
sabar menghadapi anak bapak. Dan untuk merawat anak bapak, keluarga perlu
melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina hubungan saling percaya
dengan anak bapak yang caranya adalah bersikap peduli dengan anak bapak dan
jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada
anak bapak untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah
pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien.”
"Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan
anak bapak. Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan
kegiatan rumah tangga bersama.”

18
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak: anak bapak, bapak lihat sekarang kamu sudah
bisa bercakap-cakap dengan orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak
senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan
saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau
di rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-
sama keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana anak bapak, kamu mau coba kan,
nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”
Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda
orang yang mengalami isolasi sosial"
"Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang
mengalami masalah isolasi sosial"
"Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut"
"Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua
keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama."
"Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ?"
"Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama"

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan


masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien

Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa
hari yang lalu?”

19
“Mari praktekkan langsung ke klien! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba
30 menit.”
”Sekarang mari kita temui anak bapak”

Kerja:
”Selamat pagi mba. Bagaimana perasaan mba hari ini?”
”Bpk/Ibu mba datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong mba tunjukkan jadwal
kegiatannya!”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa
hari lalu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang
telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan mba setelah berbincang-bincang dengan Orang tua mba?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga)

Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
"Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada anak bapak"
"Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang
Pak"
"Sampai jumpa"

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan

Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”
”Karena rencana anak bapak mau pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan lanjutan
di rumah.”
”Bagaimana kalau kita membicarakan perawatan lanjutan tersebut disini saja”
20
”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal anak bapak yang sudah dibuat. Coba dilihat, mungkinkah
dilanjutkan? Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di
rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau anak bapak terus menerus tidak mau
bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera lapor ke rumah sakit atau bawa
anak bapak ke rumah sakit”
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian anak bapak.
Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak.
Silakan selesaikan administrasinya!”

21
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang (2017). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC, Jakarta.

DEPKES RI, (2009).PedomanPerawatanPsikiatrik, Ed I, DEPKES RI, Jakarta.

Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Selemba Medika. Jakarta

Keliat, B.A, dkk.,(2016). Modul Praktek Keperawatan Profesional Jiwa, FKUI dan
WHO, Jakarta.

Stuart, G.W, dan Sundeen, S.J. (2015). Principles and Practice of Psychiatric Nursing,
1st ed. St. Louis: Mosby Year Book.

Townsend, M.C, (2017). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari
(terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

22

You might also like