You are on page 1of 17

MAKALAH FIQIH MUAMALAH

PEMBAHASAN AKAD

DISUSUN OLEH :

ESSTY AGUSTYA RINNI


NIM.0505163075
LISA OKTAVIANI
NIM.0505162038
MUHAMMAD LUKMAN HAKIM
NIM.0505161007
SYEAREN YOLANDA
NIM.0505161014
Jurusan : Asuransi Syariah B Semester IV
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
2018
PEMBAHASAN

1. AKAD (PERIKATAN/JANJI)

A. Pengertian

Menurut segi etimologi, akad berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara
nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi.1

Menurut terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau dari dua segi, yaitu secara
umumdan secara khusus :2

1. Pengertian Umum

Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hamper sama dengan pengertian akad
dari segi bahasa menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah, yaitu segala
sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf,
talak, pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang
seperti jual-beli, perwakilan, dan gadai.

2. Pengertian Khusus

Pengertian akad dalam arti khusus yang dikemukakan ulama fiqih, yaitu perikatan yang
ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.

a. Pembentukan Akad

1. Rukun Akad

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun akad adalah ijab dan qabul. Adapun
orang yang mengadakan akad atau hal-hal lainnya yang menunjang terjadinya akad tidak
dikategorikan rukun sebab keberadaannya sudah pasti.

Ulama selain Hanafiyah berpendapat bahwa akad memiliki tiga rukun, yaitu :

1
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah,( Bandung : CV.Pustaka Setia, 2001) h. 43
2
Ibid, h.43-44
a. Orang yang akad (‘aqid), contoh : penjual dan pembeli
b. Sesuatu yang diakadkan (maqud alaih), contoh : harga atau yang dihargakan
c. Shighat, yaitu ijab dan qabul
 Definisi Ijab dan Qabul

Definisi ijab menurut ulama Hanafiyah adalah penetapan perbuatan tertentu yang
menunjukkan keridaan yang diucapkan oleh orang pertama, baik yang menyerahkan maupun
yang menerima, sedangkan qabul adalah orang yang berkata setelah orang yang
mengucapkan ijab, yang menunjukkan keridaan atas ucapan orang pertama.
Berbeda dengan pendapat diatas, ulama selain Hanafiyah berpendapat bahwa ijab adalah
pernyataan yang keluar dari orang yang menyerahkan benda, baik dikatakan oleh orang
pertama atau kedua, sedangkan qabul adalah pernyataan dari orang yang menerima barang.
Pendapat ini merupakan pengertian umum dipahami orang bahwa ijab adalah ucapan dari
orang yang menyerahkan barang (penjual dalam jual-beli), sedangkan qabul adalah
pernyataan dari penerima barang.
2. Unsur-Unsur Akad
Unsur-unsur akad adalah sesuatu yang merupakan pembentukan adanya akad, yaitu :
A. Shighat Akad
Shighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua pihak yang berakad yang
menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal itu dapat
diketahui dengan ucapan perbuatan, isyarat, dan tulisan. Shighat tersebut biasa disebut ijab
dan qabul.
1. Metode (uslub) Shighat Ijab dan Qabul
Uslub-uslub shighat dalam akad dapat diungkapkan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Akad dengan Lafazh (Ucapan)
Shighat dengan ucapan adalah shighat akad yang paling banyak digunakan orang
sebab paling mudah digunakan dan cepat dipahami.
1. Isi lafazh
Shighat akad dengan ucapan tidak disyaratkan untuk menyebutkan barang yang
dijadikan objek-objek akad, baik dalam jual-beli, hibah, sewa-menyewa, dan lain-lain. Hal itu
disepakati oleh jumhur ulama, kecuali dalam akad pernikahan. Diantara para ulama terdapat
perbedaan pendapat dalam shighat akad pernikahan sebab pernikahan dianggap sangat suci
dan penting.
Ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa shighat akad dalam pernikahan
dibolehkan dengan shighat apa saja, seperti menikahkan, menjadikan, menghibahkan, dan
lain-lain dengan syarat setiap mengucapkan kalimat tersebut diikuti dalam hati bahwa
maksudnya adalah pernikahan.
Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa shighat akad dalam pernikahan
tidak sah, kecuali menggunakan kata nakaha dan zawaja atau yang semakna dengannya bagi
yang memahami bahasa Arab. Namun, bagi orang-orang yang tidak memahami bahasa Arab,
mereka dapat menggunakan kata yang sama maksudnya dengan kata naqaha dan zawaja.
b. Akad dengan Perbuatan
Dalam akad, terkadang tidak digunakan ucapan, tetapi cukup dengan perbuatan yang
menunjukkan saling meridai, misalnya penjual memberikan barang dan pembeli memberikan
uang. Hal ini sangat umum terjadi di zaman sekarang.
Dalam menanggapi persoalan ini, di antara para ulama berbeda pendapat, yaitu :
1. Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan akad dengan perbuatan terhadap barang-
barang yang sudah sangat diketahui secara umum oleh manusia. Jika belum diketahui secara
umum, akad seperti itu di anggap batal.
2. Madzhab Imam Maliki dan pendapat awal Imam Ahmad membolehkan akad dengan
perbuatan jika jelas menunjukkan kerelaan, baik barang tersebut diketahui secara umum atau
tidak, kecuali dalam pernikahan.
3. Ulama Syafi’iyah, Syi’ah, dan Zhahiriyyah berpendapat bahwa akad dengan perbuatan
tidak dibenarkan karena tidak ada petunjuk yang kuat terhadap akad tersebut. Selain itu,
keridaan adalah sesuatu yang samar, yang tidak dapat diketahui, kecuali dengan ucapan.
Hanya saja, golongan ini membolehkan ucapan, baik secara sharih atau kinayah. Jika
terpaksa boleh pula dengan isyarat atau tulisan.
c. Akad dengan Isyarat
Bagi orang yang mampu berbicara, tidak dibenarkan akad dengan isyarat, melainkan
harus menggunakan lisan atau tulisan. Adapun bagi mereka yang tidak dapat berbicara, boleh
menggunakan isyarat, tetapi jika tulisannya bagus dianjurkan menggunakan tulisan. Hal itu
dibolehkan apabila ia sudah cacat sejak lahir. Jika tidak sejak lahir, ia harus berusaha untuk
tidak menggunakan isyarat.
d. Akad dengan Tulisan
Dibolehkan akad dengan tulisan, baik bagi orang yang mampu berbicara ataupun
tidak, dengan syarat tulisan tersebut harus jelas, tampak, dan dapat dipahamioleh keduanya.
Sebab tulisan sebagaimana dalam qaidah fiqhiyah.
Syarat-Syarat Ijab dan Qabul
a. Syarat terjadinya ijab dan qabul
b. Tempat akad
c. Akad yang tidak memerlukan persambungan tempat
d. Pembatalan ijab

B. Al-Aqid (orang yang akad)


Al-Aqid adalah orang yang melakukan akad. Keberadaannya sangat penting sebab
tidak dapat dikatakan akad jika tidak ada aqid. Begitu pula tidak akan terjadi ijab dan qabul
tanpa adanya aqid.
Secara umum,aqid disyaratkanharus ahli dan memiliki kemampuan untuk melakukan
akad atau mampu menjadi pengganti orang lain jika ia menjadi wakil.

C. Mahal Aqd (Al-Ma’qud Alaih)


Mahal Aqd (Al-Ma’qud Alaih) adalah objek akad atau benda-benda yang dijadikan
akad yang bentuknya tampak dan membekas. Barang tersebut dapat berbentuk harta benda,
seperti barang dagangan, benda bukan harta, seperti dalam akad pernikahan, dan dapat pula
berbentuk suatu kemanfaatan, seperti dalam masalah upah-mengupah, dan lain-lain.

D. Maudhu (Tujuan) Akad


Maudhu akad adalah maksud utama disyariatkannya akad. Dalam syariat Islam,
maudhu akad ini harus benar dan sesuai dengan ketentuan syara’. Sebenarnya maudhu akad
adalah sama meskipun berbeda-beda barang dan jenisnya. Pada akad jual-beli misalnya,
maudhu akad adalah pemindahan kepemilikan barang dari penjual kepada pembeli,
sedangkan dalam sewa-menyewa adalah pemindahan dalam mengambil manfaat disertai
pengganti, dan lain-lain.

Syarat-Syarat Akad
Berdasarkan unsur akad yang telah dibahas di atas, ada beberapa macam syarat akad,
yaitu :
- Syarat terjadinya akad
- Syarat sah akad
- Syarat pelaksanaan akad
- Syarat kepastian hukum (luzum)
Dampak Akad
- Dampak khusus adalah hukum akad, yakni dampak asli dalam pelaksanaan suatu akad
atau maksud utama dilaksanakannya suatu akad, seperti pemindahan kepemilikan
dalam jual-beli, hibah, wakaf, upah, dan lain-lain.
- Dampak umum adalah segala sesuatu yang mengiringi setiap atau sebagian besar
akad, baik dari segi hukum maupun hasil.

Pembagian dan Sifat Akad


1. Berdasarkan ketentuan syara’
a. Akad Sahih
Akad sahih adalah akad yang memenuhi unsur dan syarat yang telah
ditetapkan oleh syara’. Dalam istilah ulama Hanafiyah, akad sahih adalah akad
yang memenuhi ketentuan syariat pada asalnya dan sifatnya.
b. Akad Tidak Sahih
Akad tidak sahih adalah akad yang tidak memenuhi unsur dan syaratnya.
Jumhur ulama selain Hanafiyah menetapkan bahwa akad yang batil atau fasid
termasuk golongan ini, sedangkan ulama Hanafiyah membedakan antara fasid
dan batal.

2. Berdasarkan Penamaannya
a. Akad yang telah dinamai syara’, seperti jual-beli, hibah, gadai, dan lain-lain
b. Akad yang belumdinamai syara’, tetapi disesuaikan dengan perkembangan zaman

3. Berdasarkan Maksud dan Tujuan Akad


a. Kepemilikan
b. Menghilangkan kepemilikan
c. Kemutlakan, yaitu seseorang mewakilkan secara mutlak kepada wakilnya
d. Perikatan, yaitu larangan kepada seseorang untuk beraktivitas, seperti orang gila
e. Penjagaan

4. Berdasarkan Zatnya
a. Benda yang berwujud (al-‘ain)
b. Benda tidak berwujud (ghair al-‘ain)
Sifat-Sifat Akad
1. Akad Tanpa Syarat (Akad Munjiz)
Akad munjiz adalah akad yang diucapkan seseorang, tanpa member batasan
dengan suatu kaidah atau tanpa menetapkan suatu syarat.

2. Akad Bersyarat (Akad Ghair Munjiz)


Akad ghair munjiz adalah akad yang diucapkan seseorang dan dikaitkan
dengan sesuatu, yakni apabila syarat atau kaitan itu tidak ada, akad pun tidak jadi,
baik dikaitkan dengan wujud sesuatu tersebut atau ditangguhkan pelaksanaannya.

3. Syarat idhafah
Maknanya menyandarkan kepada suatu masa yang akan datang atau idhafah
mustaqnal, ialah melambatkan hukum tasharruf qauli ke masa yang akan datang.

2. PENGEMBANGAN AKAD
Ekonomi syariah merupakan suatu istilah yang biasa dipakai saat ini untuk setiap
kegiatan ekonomi yang di dalamnya diterapkan aspek-aspek syariah, misalnya dengan sistem
musyarakah, mudharabah, muzara’ah, ijarah, dan lainnya yang telah dikenal dalam
muamalah Islam. Istilah tersebut saat ini berkembang seiring dengan perkembangan ekonomi
dengan berbagai istilah seperti perbankan syariah, asuransi syariah, perkreditan syariah,.
Sistem akad yang dulu dikenal lebih simpel dalam fikih klasik mengalami banyak
pengembangan sesuai dengan kebutuhan transaksi ekonomi saat ini yang menuntut aturan
yang lebih kompleks dengan berbagai istilah akad. Misalnya, dalam perbankan syariah
dikenal istilah akad mudharabah, musyarakah, ijarah, dan dengan berbagai pengembangan.
Juga dalam asuransi syariah dengan beberapa istilah takaful.
Sebagai perbandingan, unsur-unsur yang harus ada dalam sebuah akad atau kontrak
saat kini, di antaranya seperti dalam tulisan oleh Afzalur Rahman dalam bukunya, Doktrin
Ekonomi Syariah, yaitu: Pertama, dalam akad tersebut harus ada penawaran dan persetujuan.
Kedua, memiliki maksud untuk menciptakan hubungan kerja. Ketiga, jelas tujuannya dan
disertai dengan adanya pengurus/pelaksana. Keempat, mengetahui syarat-syarat dari pihak
yang mengadakan akad. Kelima, ada perizinan yang sah; Keenam,tujuannya halal; dan
ketujuh, ada jangka waktu yang berlaku.3
Hal tersebut juga dapat diperhatikan dalam ketentuan-ketentuan pokok akad
mudharabah, yaitu: Pertama, modal harus dalam standar uang. Kedua, modal dipercayakan
kepada dhârib (pelaksana). Ketiga, keuntungan harus tidak terbatas. Keempat, keuntungan
dapat ditaksir. Kelima, barang harus diketahui secara pasti.
Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan penjabaran dan rincian dari ketentuan-
ketentuan umum sebelumnya. Penjabaran dan pengembangan akad mudharabah tersebut juga
berlaku pada akad-akad lain dalam ekonomi syariah.
Pentingnya pengembangan akad dalam ekonomi syariah, khususnya di Indonesia,
kemudian melahirkan banyak aturan-aturan perundangan yang memberi peluang luas bagi
terlaksananya akad-akad tersebut dalam transaksi- transaksi lembaga keuangan, seperti
dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pada era reformasi ditandai dengan
disetujuinya UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dengan Sistem Bagi Hasil.4
Aturan perundang-undangan tersebut merupakan legitimasi terhadap keberadaan
sistem ekonomi dengan sistem syariat Islam di Indonesia. Dalam hal ini, sistem ekonomi
tersebut mengacu pada akad-akad yang telah diatur dalam syariat Islam, termasuk dalam
hal ini akad yang dijelaskan dalam kitab-kitab fikih klasik sebelumnya dengan beberapa
pengembangan yang disesuaikan pada suasana masyarakat Indonesia yang majemuk.
Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau uang yang dilakukan antara pihak pemilik
barang atau uang (muwaddi’) dengan pihak yang diberi kepercayaan (mustawda’) untuk
menjaga keselamatan, keamanan, dan keutuhan barang yang dititipkan. Akad ini mengalami
pengembangan pada dua jenis, yaitu wadi’ah yad amanah (pihak penerima tidak
diperkenankan menggunakan atau memanfaatkan barang titipan),dan wadi’ah yad dhamanah
(pihak penerima diperkenankan memanfaatkan barang titipan dan sepenuhnya bertanggung
jawab atas kehilangan dan kerusakan barang titipan).
Dasar hukum Wadiah :

‫اس أَن‬ ِ ‫ّللاَ يَأ ْ ُم ُر ُك ْم أَن تُؤدُّواْ األ َ َمانَا‬


ِ َّ‫ت إِلَى أَ ْه ِل َها َو ِإذَا َح َك ْمتُم بَيْنَ الن‬ ‫ِإ َّن ه‬
ً ‫صيرا‬ ِ َ‫س ِميعا ً ب‬ ‫ظ ُكم ِب ِه إِ َّن ه‬
َ َ‫ّللاَ َكان‬ ‫تَ ْح ُك ُمواْ ِب ْال َع ْد ِل إِ َّن ه‬
ُ ‫ّللاَ ِن ِع َّما يَ ِع‬

3
Rahmawati, Dinamika akad dalam transaksi ekonomi syariah, (Jakarta : Jurnal FEBI UIN Jakarta,
2010) h. 29-30. https : journal.uinjkt.ac.id. waktu Akses : 18-maret 2018 pukul : 21.20
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001),
h.26
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Q.S.
An-nisa ayat 58)
Mudharabah ialah akad yang dibuat antara pemilik modal (shahib al-mal) dengan
pengelola (mudharib) sehingga memperoleh keuntungan atau pendapatan dari pengelolaan
tersebut. Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nishbah (bagian) yang
telah disepakati di awal akad.
Dasar hukum Mudharabah :

ِ َ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ الَ تَأ ْ ُكلُواْ أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِب ْالب‬
َ ‫اط ِل إِالَّ أَن تَ ُكونَ تِ َج‬
ً ‫ارة‬
ً ‫ّللاَ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحيما‬ َ ُ‫اض ِ همن ُك ْم َوالَ تَ ْقتُلُواْ أَنف‬
‫س ُك ْم ِإ َّن ه‬ ٍ ‫عن ت َ َر‬
َ
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. An-Nisa ayat 29 )
Murabahah adalah akad yang dilakukan dalam rangka pembiayaan oleh pemilik
modal (shahib al-mal) berupa talangan dana kepada nasabah untuk membeli barang/jasa
dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya ditambah margin
keuntungan antara selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual kepada nasabah.
Dasar hukum Murabahah :

‫ّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ِ ه‬


‫الربَا‬ ‫وأَ َح َّل ه‬......
َ
Artinya : ..... Padahal Allah Telah Menghalalkan Jual Beli dan Mengharamkan Riba. (Q.S.
Al-Baqarah : 275)
Salam adalah akad pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk
pembelian suatu barang/jasa dengan pembayaran di muka sebelum barang/jasa diantarkan
atau terbentuk. Pengguna barang/jasa (nasabah) berkewajiban mengembalikan talangan dana
tersebut ditambah margin keuntungan bank secara kredit dalam jangka waktu tertentu atau
tunai sesuai dengan kesepakatan.
Dasar Hukum Salam :

َ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ ِإذَا تَدَا َينتُم ِبدَي ٍْن ِإلَى أ َ َج ٍل ُّم‬
ُ‫س ًّمى فَا ْكتُبُوه‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (Q.S. Al-Baqarah ayat 282)
Ijarah atau sewa-menyewa adalah akad pembiayaan berupa talangan dana dari pihak
shahib al-mal yang dibutuhkan oleh nasabah untuk memiliki suatu barang atau jasa dengan
kewajiban menyewa barang tersebut dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Dasar Hukum Ijarah :

‫ض ِيهفُو ُه َما‬ ْ َ‫طلَقَا َحتَّى ِإذَا أَتَيَا أَ ْه َل قَ ْريَ ٍة ا ْست‬


َ ُ‫ط َع َما أ َ ْهلَ َها فَأَبَ ْوا أَن ي‬ َ ‫فَان‬
ً ‫علَ ْي ِه أَ ْجرا‬ َ ْ‫ض فَأَقَا َمهُ قَا َل لَ ْو ِشئ‬
َ ‫ت َالت َّ َخ ْذ‬
َ ‫ت‬ َّ َ‫فَ َو َجدَا فِي َها ِجدَارا ً يُ ِريدُ أ َ ْن يَنق‬
Artinya :Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak
mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah
yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu
mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu". (Q.S. Al-Kahfi Ayat 77)
Qard al-hasan adalah akad pembiayaan berupa pinjaman atau bantuan kepada para
kaum dhu‘afa’ dan memiliki keterampilan atau keinginan kuat untuk mulai berusaha kecil-
kecilan. Nasabah dalam hal ini hanya diwajibkan mengembalikan pinjaman pokoknya saja
dalam waktu tertentu.
Dasar hukum :

ِ ‫اإلثْ ِم َو ْالعُ ْد َو‬


‫ان‬ ِ ‫علَى‬ ‫علَى ْال ِ ه‬
َ ْ‫بر َوالت َّ ْق َوى َوالَ ت َ َع َاونُوا‬ َ ْ‫َوتَ َع َاونُوا‬
Artinya :..........Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa........... (Q.S. Al-Maidah Ayat 2)
Wakalah adalah akad yang dilakukan dengan memberi kuasa kepada pihak yang
memiliki kemampuan (shahib al-mal) untuk melakukan tindakan atau perbuatan atas nama
pihak nasabah dalam melakukan transaksi dengan pihak ketiga.
Dasar Hukum :

ً ‫ساءلُوا َب ْينَ ُه ْم قَا َل قَائِ ٌل ِ هم ْن ُه ْم َك ْم لَ ِبثْت ُ ْم قَالُوا لَ ِبثْنَا َي ْوما‬


َ َ‫َو َكذَ ِل َك َبعَثْنَا ُه ْم ِليَت‬
‫ض يَ ْو ٍم قَالُوا َربُّ ُك ْم أَ ْعلَ ُم ِب َما لَ ِبثْت ُ ْم فَا ْب َعثُوا أَ َحدَ ُكم ِب َو ِرقِ ُك ْم َه ِذ ِه ِإلَى‬َ ‫أَ ْو بَ ْع‬
‫ف َو َال يُ ْش ِع َر َّن‬ ْ ‫ط‬ ٍ ‫طعَاما ً فَ ْليَأْتِ ُكم بِ ِر ْز‬
َّ َ‫ق ِ هم ْنهُ َو ْليَتَل‬ َ ‫ظ ْر أَيُّ َها أ َ ْز َكى‬ ُ ‫ْال َمدِينَ ِة فَ ْليَن‬
ً ‫ِب ُك ْم أَ َحدا‬
Artinya : Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara
mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu
berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata
(yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu
ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa
makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun. (Q.S. Al-Kahfi Ayat 19)
Hiwalah adalah bentuk akad lain yang di dalamnya terdapat pemberian jasa dengan
pengalihkan tanggung jawab utang dari seorang yang berutang pada pihak lain.
Dasar Hukum :

ٍ ‫ع ْال َم ِل ِك َو ِل َمن َجاء بِ ِه ِح ْم ُل بَ ِع‬


‫ير َوأَنَا ْ بِ ِه زَ ِعي ٌم‬ ُ ُ‫قَالُواْ نَ ْف ِقد‬
َ ‫ص َوا‬
Artinya : Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya". (Q.S. Yusuf Ayat 72)
3. DASAR HUKUM ASURANSI SYARIAH5

Ayat Alqur’an yang mempunyai nilai praktik Asuransi Antara Lain :

1. Perintah Allah SWT untuk saling tolong menolong dan bekerjasama dalam Surah Al-
Maidah Ayat 2 :

‫ّللاَ ِإ َّن‬ ِ ‫اإلثْ ِم َو ْالعُ ْد َو‬


‫ان َواتَّقُواْ ه‬ ‫علَى ْال ِ ه‬
َ ْ‫بر َوالت َّ ْق َوى َوالَ ت َ َع َاونُوا‬
ِ ‫علَى‬ َ ْ‫َوتَ َع َاونُوا‬
‫ب‬ِ ‫شدِيدُ ْال ِع َقا‬
َ َ‫ّللا‬
‫ه‬
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Ayat ini memuat perintah tentang tolong menolong antar sesama manusia. Dalam
Asuransi, terlihat dalam praktek kerelaan nasabah perusahaan asuransi untuk menyisihkan
dananya agar dapat digunakan sebagai dana sosial ( Tabarru’)

2. Perintah Allah SWT. Untuk mempersiapkan masa depan didalam surah Al-Hasyr ayat 18

َّ ‫ت ِلغَ ٍد َواتَّقُوا‬
َّ ‫ّللاَ ِإ َّن‬
َ‫ّللا‬ ْ ‫س َّما قَدَّ َم‬ ُ ‫ّللاَ َو ْلتَن‬
ٌ ‫ظ ْر نَ ْف‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
َ‫ير بِ َما ت َ ْع َملُون‬
ٌ ‫َخ ِب‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

5
Wirdyaningsih, Bank dan asuransi di Indonesia (Jakarta : Kencana, 2005), h. 190
Penggunaan Akad dalam Asuransi Syariah

Majelis Ulama Indonesia, melalui Dewan Syariah Nasional, mengeluarkan fatwa


Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang; Pedoman Umum Asuransi Syariah sebagai berikut6:

Pertama: Ketentuan Umum

a. Asuransi Syariah (Ta`min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindung dan
tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan
atau tabarru` yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

b. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah yang tidak
mengandung penipuan, perjudian, riba (bunga), penganiayaan, suap, barang haram dan
maksiat.

c. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil.

d. Akad tabarru` adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan
tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersil.

e. Premi adalah kewajiban peserta untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan
sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

f. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberi perusahaan asuransi sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.

Kedua: Akad dalam Asuransi

a. Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan atau
akad tabarru`.

b. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah, sedangkan akad tabarru`
adalah hibah.

c. Dalam akad sekurang-kurangnya disebutkan:

6
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan agama, (Jakarta :
Kencana Prenadamedia Group, 2012) h. 238
- Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan,

- Cara dan waktu pembayaran premi,

- Jenis akad tijarah dan atau akad tabarru` serta syarat- syarat yang disepakati sesuai dengan
jenis asuransi yang diakad.

Ketiga: Kedudukan Setiap Pihak dalam Akad Tijarah dan Tabarru`

a. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola)


dan peserta bertindak sebagai sahibul maal (pemegang polis).

b. Dalam akad tabarru` (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk
menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan sebagai pengelola dana
hibah.

Keempat: Ketentuan dalam Akad Tijarah dan Tabarru`

a. Jenis akad tijarah dapat dirubah menjadi jenis akad tabarru` bila pihak yang tertahan
haknya dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang
belum menunaikan kewajibannya.

b. Jenis akad tabarru` tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah

Kelima: Jenis Asuransi dan Akadnya

a. Dipandang dari segi jenis, asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa.

b. Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.7

Dalam Perjanjan antara peserta dengan perusahaan asuransi, perusahaan diamanahkan untuk
menginvestasikan dan mengusahakan pembiayaan kedalam proyek-proyek dalam bentuk
musyarakah, mudharabah dan wadiah yang dihalalkan syara’.8 Selain itu akad yang

7
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Oprasional,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h.42
8
Ibid, h.43
digunakan adalah wakalah dan syirkah. Wakalah merupakan akad tijarah yang memberikan
kuasa kepada perusahaan sebagai wakil peserta asuransi untuk mengelola dana tabarru'
dan/atau dana investasi peserta asuransi, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan,
dengan imbalan berupa ujrah (fee).9 Mudharabah adalah akad tijarah yang memberikan kuasa
kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana tabarru' dan peserta
asuransi bertindak sebagai shahibul maal(pemegang polis). Premi yang berasal dari jenis
akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investainya dibagikan kepada peserta
asuransi. Akad Mudharabah dalam asuransi syariah dapat direlakan bagi hasilnya oleh pihak
peserta asuransi apabila ada hal-hal yang membuat peserta asuransi melepaskan haknya
dengan sukarela.10 Wadiah berarti meninggalkan atau menjaga. Akad wadiah yang digunakan
dalam asuransi Islam ini adalah wadiah yad dhamanah, dimana pihak yang dititipkan dana
(dalam hal ini asuransi syariah) berhak untuk memanfaatkan dana tersebut. Penitipan
dilakukan dalam rekening giro, dana yang terkumpul dari nasabah yaitu premi akan
dititipkan kepada perusahaan asuransi Islam untuk kemudian dana tersebut dikelola oleh
perusahaan asuransi Islam. Musyarakah berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih dalam
melaksanakan suatu usaha tertentu. Konsep asuransi Islam pada dasarnya merupakan konsep
musyarakah dimana terdapat perusahaan asuransi yang memiliki tenaga dan juga keahlian,
serta peserta asuransi Islam yang memiliki dana dan juga modal.11 Syirkah termasuk dalam
jenis-jenis akad musyarakah. Para ulama fiqh membagi syirkah kedalam dua bentuk, yaitu

syirkah al-amlak (perserikatan dalam pemilikan) dan syirkah al-‘uqu (perserikatan

berdasarkan perjanjian). Perserikatan dalam pemilikan, yaitu kepemilikan harta secara


bersama (dua orang atau lebih) tanpa diperjanjikan terlebih dahulu menjadi hak bersama atau
terjadi secara otomatis. Dalam perserikatan ini, sebuah asset dan keuntungan yang dihasilkan
menjadi milik bersama yang bersarikat/berkongsi.Sedangkan perikatan berdasarkan
perjanjian yaitu perkongsian/perserikatan yang terbetuk karena adanya ikatan perjanjian
diantara para pihak, yang masing-masing sepakat untuk memberikan kontribusi sesuai
dengan porsinya dan sepakat pula untuk berbagi keuntungan dan kerugian.12

9
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.10/2010, pasal 1 angka 9.
10
Neneng Nurhasanah. Mudharabah dalam Teori dan Praktek.(Bandung : Refika Aditama,2015) h.
166.
11
Nurul Huda, Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis danPraktis. (Jakarta:
Kencana,2010) h. 184.
12
Fathurrahman Djamil. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan
Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika Offset 2012) h. 166
KESIMPULAN

• Pengertian akad dalam arti khusus yang dikemukakan ulama fiqih, yaitu perikatan
yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak
pada objeknya.

• Rukun Akad :

― Orang yang akad (‘aqid), contoh : penjual dan pembeli

― Sesuatu yang diakadkan (maqud alaih), contoh : harga atau yang dihargakan

― Shighat, yaitu ijab dan qabul

 Akad yang digunakan didalam Asuransi Syariah yaitu akad tabarru’ dan tijarah
 Akad Tabarru’ ditujukan untuk tujuan sosial sedangkan akad tijarah ditujukan untuk
tujuan komersil.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahan

Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan agama,
(Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2012)

Fathurrahman Djamil. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan


Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika Offset 2012)

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Oprasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004)

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani
Press, 2001)

Neneng Nurhasanah. Mudharabah dalam Teori dan Praktek.(Bandung : Refika


Aditama,2015)

Nurul Huda, Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis danPraktis.
(Jakarta: Kencana,2010)

Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung : CV.Pustaka Setia, 2001)

Rahmawati, Dinamika akad dalam transaksi ekonomi syariah, (Jakarta : Jurnal FEBI UIN
Jakarta, 2010). https : journal.uinjkt.ac.id. waktu Akses : 18-maret 2018 pukul : 21.20

Wirdyaningsih, Bank dan asuransi di Indonesia (Jakarta : Kencana, 2005)

You might also like