Professional Documents
Culture Documents
PERDARAHAN INTRAKRANIAL
Pembimbing :
dr. Rosita K. Sp. Rad
Oleh :
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kasih
sayangnya kepada semua sehingga kami dapat menyusun referat ini hingga selesai
Terima kasih kami haturkan, terutama kepada dr. Rosita K., Sp.Rad atas
koas 8B yang selalu bersama menuntut ilmu dalam program profesi pendidikan
gambaran radiologis kelainan dari setiap jenis perdarahan intrakranial serta sekilas
mengenai penatalaksanaannya.
untuk itu kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan dari pembaca sekalian.
Akhir kata, mudah-mudahan referat ini dapat memberi manfaat bagi penulis
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN...............................................................................1
Anatomi .................................................................................................3
Patofisiologi ..........................................................................................7
Perdarahan Intraserebral......................................................................12
PENDAHULUAN
dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain.1,3
ICH menjadi penyebab 8-13% terjadinya stroke dan kelainan dengan spectrum
yang luas. Bila dibandingkan dengan stroke iskemik atau perdarahan subaraknoid,
ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat mayor. ICH
yang disertai dengan edema akan mengganggu atau mengkompresi jaringan otak
otak dapat menyebabkan peningkatan ICP dan sindrom herniasi yang berpotensi
fatal.2
ICH menurun sejak 1950. Insiden ini lebih tinggi di Asia. Setiap tahun terdapat
lebih dari 20.000 orang di Amerika meninggal karena ICH. Tingkat mortalitas
ICH pada 30 hari adalah 44%. Perdarahan batang otak memiliki tingkat mortalitas
termasuk Afrika Amerika. Insidensi ICH juga tinggi di Cina, Jepang dan populasi
Asia lainnya, hal ini mungkin disebabkan karena factor lingkungan (spt. diet kaya
1
2
minyak ikan) dan/faktor genetik. Insiden ICH meningkat pada individu yang
berusia lebih dari 55 tahun dan menjadi 2 kali lipat tiap decade hingga berusia 80
tahun. Risiko relative ICH >7x pada individu yang berusia lebih dari 70 tahun.2
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini ialah untuk mengetahui dan memahami tentang
1.3 Manfaat
Hasil dari referat ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan
3
4
2) Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari calvarium (kubah) dan basis cranii (bagian
terbawah). Pada kalvaria di regio temporal tipis, tetapi di daerah ini dilapisi oleh
otot temporalis. Basis cranii terbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselarasi.
Pada orang dewasa, tulang tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak
memungkinkan perluasan isi intracranial. Tulang tengkorak mempunyai 3 lapisan,
yaitu:
a) Tabula interna ( lapisan tengkorak bagian dalam)
b) Diploe (rongga di antara tabula)
c) Tabula eksterna (lapisan tengkorak bagian luar)
Tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria meningea
anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak
menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan
arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat
menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati
dengan segera.
6
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu fossa anterior yang
merupakan tempat lobus frontalis, fossa media yang merupakan tempat
lobus temporalis, fossa posterior yang merupakan tempat bagian bawah
batang otak dan cerebellum.
3) Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan,
yaitu:
1. Duramater
Duramater adalah selaput keras yang terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat pada pada permukaan dalam kranium. Duramater
terdiri dari dua lapisan, yaitu:
Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar, dibentuk oleh periosteum
yang membungkus dalam calvaria.
Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang
kuat
yang berlanjut terus di foramen mágnum dengan duramater spinalis
yang membungkus medulla spinalis.
2. Arakhnoid
Arakhnoid adalah membran fibrosa halus, tipis, elastis, dan tembus
pandang. Di bawah lapisan ini terdapat ruang yang dikenal sebagai
subarakhnoid, yang merupakan tempat sirkulasi cairan LCS.
3. Piamater
Piamater adalah membran halus yang melekat erat pada permukaan
korteks cerebri, memiliki sangat banyak pembuluh darah halus, dan
merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam
semua sulkus dan mem-bungkus semua girus.
7
terputusnya kontinuitas otak dalam hal ini jaringan otak tampak berwarna merah
tua, berlumuran darah, dan sangat edematous. Apabila benturan kepala cukup
keras sehingga dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak, maka pembuluh
darah yang berada di bawah fraktur dapat ikut terluka atau robek, sehingga timbul
perdarahan. Apabila tidak terjadi fraktur tulang tengkorak, pembuluh darah di
bawah tempat benturan dapat pecah juga karena gaya kompresi yang timbul akibat
osilasi indentasi. Dengan demikian terjadi perdarahan di bawah duramater dan
terbentuklah hematom subdural. Gangguan kesadaran merupakan gejala yang
sering menyertai cedera otak. Dalam hal ini naik turunnya derajat kesadaran dan
lamanya gangguan kesadaran, merupakan salah satu petunjuk sangat penting dari
maju mundurnya keadaan pasien dengan cedera otak. Kesadaran yang makin
menurun menunjukkan suatu keadaan yang memburuk.
b. Perdarahan subdural secara khas berasal dari pembuluh darah vena dan terjadi
akibat regangan dan pecahnya vena kortikal sebagaimana posisinya yang
melintasi ruang subdural. Pemeriksaan CT menunjukkan gambaran berbentuk
kresens (bulan sabit), ekstraaksial, atenuasi tinggi (hiperdens) yang secara khas
bertempat di lengkungan tempurung kepala. Hematoma subdural dapat juga
nampak di sepanjang falx dan tentorium. Karena falx dan tentorium merupakan
10
c. Perdarahan subaraknoid
Perdarahan subaraknoid (PSA) nontraumatik paling sering disebabkan oleh ruptur
aneurisma. Sakit kepala yang berat dan tiba-tiba adalah gejala yang paling umum.
Lokasi umum ruptur aneurisma termasuk wilayah arteri komunikans anterior
(33%), arteri serebri media (30%), arteri komunikans posterior (25%), dan arteri
basilar (10%). Terkadang, ruptur dapat terjadi di arteri oftalmika atau di arteri
karotis interna kavernosa atau arteri cerebral posterior inferior:4
1. Pemeriksaan CT lebih dari 90% sensitif untuk mendeteksi PSA akut
karena peningkatan kepadatan darah beku.
2. Pemindaian cepat penting, karena sensitivitas CT untuk SAH menurun
menjadi 66% pada hari ke-3.
3. PSA nontraumatik membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut oleh CTA
untuk mengidentifikasi aneurisma.
4. Hidrosefalus dan vasospasme merupakan komplikasi yang umum dan
merurpakan komplikasi PSA potensial yang dapat ditangani.
Evaluasi dan manajemen PSA aneurisma telah banyak berubah selama 10 tahun
terakhir karena aplikasi yang lebih luas dari CTA dan embolisasi kumparan
endovaskular.4
d. Perdarahan intraventrikular
Perdarahan intraventrikular (IVH) dapat terjadi akibat robekan rotasional dari
vena subependymal pada permukaan ventrikel atau dengan perluasan langsung
dari hematoma parenkim ke dalam sistem ventrikulars. Selain itu, mungkin terjadi
akibat dari aliran retrograde SAH ke sistem ventrikel melalui foramina ventrikel
keempat. Pada CT, IVH tampak sebagai materi hiperdens berlapis yang sebagian
atau sepenuhnya mengisi sistem ventrikel. Hal ini dapat menyebabkan
hidrosefalus dengan obstruksi pada tingkat aqueduct atau vili arachnoid.4
2. perdarahan intraserebral
Perdarahan otak dapat dibagi menjadi perdarahan subaraknoid dan intraparenkim.
Pencitraan penting untuk menentukan lokasi perdarahan dan menunjukkan
komplikasi yang hubungan dan mencari lesi yang mendasarinya. Pada CT,
perdarahan akut tampak hiperdens (khasnya 50–100 Hounsfield unit).
Sebagaimana darah menjadi tua dan rusaknya molekul globin, perdarahan
kehilangan tampilan hiperdensnya, dimulai dari bagian perifer menuju ke sentral
lesi. Kontraksi bekuan juga mendukung temuan ini. Perdarahan menjadi isodens
dengan otak (4 hari sampai 2 minggu, bergantung ukuran bekuan) dan akhirnya
hipodens (2-3 minggu). Sinyal MRI yang berasal dari darah bergantung terutama
status oksidasi hemoglobin, status kimiawi senyawa yang mengandung besi, dan
integritas membran sel darah merah.4
13
pupil, pupil anisokor, hemiparesis, atau kehilangan kesadaran saat pasien dalam
observasi.3. Manitol dipilih sebagai drug of choice dengan HTS sebagai alternatif.
Manitol digunakan untuk menurunkan TIK yang meningkat.3 Sediaan yang
tersedia biasanya berupa cairan dengan konsentrasi 20%, dengan dosis 0,25-1
g/kgBB. Manitol mengurangi edem serebri dengan menciptakan gradient osmotis
yang akan menarik cairan dari jaringan ke intravascular untuk kemudian
dikeluarkan melalui diuresis.1 Efek osmosis terjadi dalam hitungan menit dan
mencapai puncak sekitar 60 menit setelah bolus dimasukkan. Efek penurunan ICP
bolus tunggal manitol bertahan sekitar 6-8 jam. 3 Dosis tinggi manitol tidak boleh
diberikan pada penderita yang hipotensi karena manitol adalah diuretik osmotik
yang poten dan akan memperberat hipovolemia.3 HTS pada konsentrasi 3,1%-
23% digunakan untuk merawat pasien yang menderita trauma kapitis dan
kenaikan ICP. HTS menyebabkan penyebaran volume plasma, mengurangi
vasospasme, dan mengurangi respon inflamasi pascatrauma. HTS bermanfaat
pada trauma kapitis yang terjadi pada anak dan edem serebri.
d. Furosemid (Lasix)
Obat ini diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK.3 Dosis yang biasa
diberikan adalah 0,3-0,5 mg/kgBB secara bolus intravena.3 Furosemid tidak boleh
diberikan pada penderita dengan hipotensi karena akan memperberat hipovolemia.
e. Barbiturat
Barbiturat bermanfaat untuk untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap
obat-obatan lain. Barbiturat bekerja dengan cara “membius" pasien sehingga
metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen
juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung
dari kemungkinan kerusakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang.1
Hipotensi sering terjadi pada penggunaan barbiturat. Oleh karena itu, obat ini
tidak diindikasikan pada fase akut resusitasi.11
f. Antikonvulsan
Kejang pasca trauma terjadi pada sekitar 12% pasien trauma kepala tumpul dan
50% trauma kepala penetrasi. Kejang pasca trauma bukan prediksi epilepsi tetapi
kejang dini bisa memperburuk secondary brain injury dengan menyebabkan
hipoksia, hiperkarbia, pelepasan neurotransmitter, dan peningkatan ICP.9 Terdapat
17
3 faktor yang berkaitan dengan insiden epilepsi pasca trauma, yaitu kejang awal
yang terjadi pada minggu pertama, perdarahan intrakranial, atau fraktur depresif.
Penelitan menunjukkan, pemberian antikonvulsan bermanfaat mengurangi kejang
dalam minggu pertama setelah cedera namun tidak setelah itu. Namun penelitian
lain menyebutkan, penggunaan antikonvulsan tidak mengurangi risiko serangan
kejang secara bermakna. Penggunaan obat antiepilepsi profilaksis pada trauma
kapitis akut dilaporkan menurunkan risiko kejang sekitar 66%, walau profilaksis
kejang dini tidak mencegah kejang pasca trauma. Tujuan terapi antiepilepsi adalah
untuk mencegah akibat tambahan yang disebabkan trauma.12 Kejang harus
dihentikan dengan segera karena kejang yang berlangsung lama (30-60 menit)
dapat menyebabkan cedera otak sekunder.3 Benzodiazepine dipilih sebagai first-
line antikonvulsan. Lorazepam (0.05-0.15 mg/kg IV, tiap 5 menit hingga total 4
mg) sangat efektif menggagalkan serangan epilepsy. Pillihan lain adalah
diazepam. Untuk antikonvulsan jangka panjang, fenitoin atau fosfenitoin bisa
diberikan.11
2.Terapi Konservatif
Keadaan di bawah ini memerlukan pengelolaan medik konservatif, karena
pembedahan tidak akan membawa hasil lebih baik. Kriteria trauma kapitis yang
hanya memerlukan penatalaksanaan konservatif adalah sebagai berikut:
- Fraktura basis kranii - ditandai adanya memar biru hitam pada kelopak
mata
- Racoon eyes atau memar diatas prosesus mastoid (battle’s sign) dan
atau kebocoran cairan serebrospinalis yang menetes dari telinga atau
hidung.
- Comotio cerebri - ditandai dengan gangguan kesadaran temporer
- Fraktura depresi tulang tengkorak - dimana mungkin ada pecahan
tulang yang
- Menembus dura dan jaringan otak
- Hematoma intraserebral - dapat disebabkan oleh kerusakan akut atau
progresif akibat contusio.
18
3. Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat:
- Volume hematoma > 25 ml
- Keadaan pasien memburuk
- Pendorongan garis tengah > 5 mm
Penanganan darurat dengan dekompresi dengan trepanasi sederhana (burr
hole). Dilakukan kraniotomi untuk mengevakuasi hematoma. Indikasi operasi di
bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika
untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergensi.
Biasanya keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
- > 25 cc desak ruang supra tentorial
- > 10 cc desak ruang infratentorial
- > 5 cc desak ruang thalamus
15