Professional Documents
Culture Documents
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kebidanan dan Kandungan
Disusun oleh :
Pembimbing :
RSUD WALED
2018
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 38 tahun
Alamat : Ender RT 02/03 Pangenan Kabupaten Cirebon
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Status : Sudah Menikah
Tanggal pemeriksaan : 17 Juli 2018
II. ANAMNESIS
- Keluhan Utama : Keluar air-air
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada
tanggal 17 Juli 2018 pukul 11.45 WIB, G7P5A1 merasa hamil cukup bulan kiriman
dari puskesmas dengan keluhan keluar air-air sejak pukul 23.30 (16 Juli 2018).
Keluar air-air dirasakan secara tiba-tiba dan mengaku keluar air banyak hingga
hampir membasahi tempat tidurnya. Keluar air-air berwarna putih jernih dan tidak
berbau. Keluar air-air tidak disertai keluar lendir dan darah. Selain itu pasien juga
merasa mules sejak jam 01.00 (17 Juli 2018)dan mengaku gerakan janin masih
aktif. Keluhan ini tidak disertai dengan demam.
Pasien mengaku selama kehamilan tidak pernah mengalami keluhan
keputihan, tekanan darah tinggi, dan mual muntah. Selama kehamilan pasien
melakukan pemeriksaan ANC sebanyak 5 kali kunjungan. Pasein juga mengaku
pernah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 1 kali di puskesmas saat usia
kehamilan 6 bulan dan mengatakan hasilnya masih sungsang. Pasien juga
mendapat 1 kali vaksin TT. BAB (+), BAK (+) seperti biasa. Karena keluhan
tersebut, pasien memeriksakan diri ke PKM lalu dirujuk ke RSUD Waled.
- Riwayat KB
Pasien tidak pernah mengikuti program Keluarga Berencana (KB).
- Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah 17 tahun lamanya dengan satu kali menikah.
- Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam diluar
menstruasi disangkal.
IV. RESUME
Perempuan datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada
tanggal 17 Juli 2018 pukul 1.45 WIB, G7P5A1 merasa hamil cukup bulan kiriman dari
puskesmas dengan keluhan keluar air-air sejak pukul 23.30 (16 Juli 2018). Keluar air-
air dirasakan secara tiba-tiba dan mengaku keluar air banyak hingga hampir membasahi
tempat tidurnya. Keluar air-air berwarna putih jernih dan tidak berbau. Keluar air-air
tidak disertai keluar lendir dan darah. Selain itu pasien juga merasa mules sejak jam
01.00 (17 Juli 2018)dan mengaku gerakan janin masih aktif. Keluhan ini tidak disertai
dengan demam. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit sebelumnya dan
menjalani operasi sebelumnya. Pasien mengaku bahwa menstruasinya lancar dan
pertama kali mendapatkannya yaitu usia 12 tahun dengan siklus yg teratur selama 7 hari
dan dapat mengganti pembalut 2-3 kali dalam sehari. Riwayat ANC dilakukannya di
puskesmas setempat sebanyak 5 kali kunjungan, imunisasi TT sudah dilakukannya satu
kali pada kehamilan saat ini dan sudah melakukan USG. Os juga mengaku sudah
menikah 17 tahun dalam usia 21 tahun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, respirasi 20 x/menit,
suhu 36,4 °C. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan
obstetrik di pemeriksaan luar didapatkan TFU 31 cm, DJJ 135 x/menit reguler, his
2x20”x10. Pada pemeriksaan leopold I teraba bagian bulat lunak, TFU : 31 cm, leopold
II teraba bagian kecil di kiri dan teraba bagian tahanan di kanan, leopold III teraba
bagian keras melenting, leopold IV bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergen).
Pada pemeriksaan dalam ditemukan V/V tidak ada kelainan, VT ditemukan portio tebal
lunak, pembukaan 3 cm, ketuban (-), presentasi kepala, uuk di kanan depan, kepala di H
III. Pada pemeriksaan lakmus didapatkan hasil positif.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 10,7 g/dL 11,7-15,5
Hematokrit 31 % 35-47
Eritrosit 4,12 /uL 4,2-5,6
Lekosit 25,0 /uL 3,6-11,0
Hitung jenis
Netrofil Segmen 88 % 50.0-70,0
Limfosit 4 % 25,0-40,0
Monosit 7 % 2,0-8,0
Eosinofil 0 % 2-4
Basofil 0 % 0-1
Trombosit 246 Ml 150-400
MCV 75,7 fL 80-100
MCH 26,0 Pg 26-34
MCHC 34,3 % 32-36
VI. DIAGNOSIS
Ny. M umur 38 tahun G7P5A1 parturient aterm kala I fase laten dengan Ketuban Pecah
Dini janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala
VII. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa :
a) Bed rest
b) Observasi KU, TTV, dan DJJ
c) Terminasi Kehamilan
d) Konsul dokter Sp.OG
2. Medikamentosa :
a) IVFD D5% 500cc / 8 jam
b) Cefotaxime 2 x 1gr (intravena)
c) Induksi persalinan dengan oksitosin 5 IU dalam D5% 500cc
VIII. PROGNOSIS
- Quo Ad Vitam : ad bonam
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan yang
tidak diikuti dengan tanda-tanda inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian
tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan tanpa melihat umur kehamilan. Jika pecahnya
ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu (preterm) disebut sebagai KPD preterm
(preterm premature rupture of membrane) / PPROM (Bankowskim et al, 2002).
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM
adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis
diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan
dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian
untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada
kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM =
preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset
of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan
KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya
persalinan.
2.2 KLASIFIKASI
2. TPROM (Term Prematur Rupture of Membranes) adalah ketuban pecah pada usia
kehamilan > 37 minggu
2.3 ANGKA KEJADIAN
Insiden ketuban pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10% , dimana
sekitar 20%kasus terjadi sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8 hingga
10% pasien ketuban pecah dini memiliki risiko tinggi infeksi intrauterine akibat interval
antara ketuban pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah dini
berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan preterm dimana sekitar 75% pasien
akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari jadwal(Anonim, 2006).
2.4 ETIOLOGI
Infeksi
Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan padaservik uteri (akibat persalinan, curetage). Pada seviks
inkompetensia dengan servik tipis ataukurang dari 39 mm memiliki resiko
sekitar 25% terjadinya KPD. (Anonim, 2006; Anonim, 2007).
2.5 PATOFISIOLOGI
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi.Pada
sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).High
virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus.Kolagen terdapat pada lapisan
kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas.Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-
1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1
dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi
kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan(Mardjono, 1992).
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang
dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut
menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi
miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi monosit/
makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet
activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan
dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin.
Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua
untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan
dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau
produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan
patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang
menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear
secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa
infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi
dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah
dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi
manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi
plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.
Setelah ketuban pecah dini pada kondisi “term’, sekitar 70% pasien akan memulai
persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah ketuban pecah dini preterm,
periodelatensi dari ketuban pecah hingga persalinan menurun terbalik dengan usia
gestasional, misalnya pada kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26, rata-rata periode
latensi sekitar 12 hari. Padakehamilan minggu ke 32 hingga ke 34, periode latensi
berkisar hanya 4 hari.Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap
ibu dan bayi. Peningkatanlipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat
dalam eritrosit. Bayi premature memiliki pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi
radikal bebas pada bayi premature menunjukan tingkatlipid preoxidation yang lebih
tinggi selama minggu pertama kehidupan. Beberapa komplikasi padaneonatus
diperkirakan terjadi akibat meningkatnya kerentanan neonatus terhadap trauma
radikaloksigen (Anonim, 2006).
The woman complains of leakage of fluid from her vagina (minimal or excess).
She says she noticed a decrease in the size of her abdomen after leakage of fluid.
You observe watery fluid coming out through the vagina, or the woman’s under
clothing is soaked with watery fluid.
When you measure the distance between the pubic symphysis and the fundal height
(as described in Study Session 9), you find the baby is small for gestational age. (Note
that being ‘small for gestational age’ can also be due to scanty amount of amniotic fluid
with intact membranes, intrauterine growth restriction and wrong date for the stated
gestational age.)
In PROM, the amniotic fluid remaining in the sac will be minimal, so you may be
able to feel (palpate) the fetal parts easily through the mother’s abdomen.
Although not specific, the woman may have an offensive smell due to vaginal
discharge, and she may have a fever (see Box 17.1 above); these signs indicate an
already established infection, which may be the cause of PROM.
You can give her a dry vaginal pad or Goth and check after some hours whether it is
wet or still dry. Note that being dry doesn’t necessarily rule out PROM.
Fever: the woman may complain of feeling feverish, or you may record her
temperature of 38°C or more.
The vaginal discharge may have an offensive smell and the colour may be changed
from watery to cloudy.
She may have an increased pulse rate (more than 100 beats/minute).
She may feel pain in the lower abdomen, particularly when it is touched.
2.7 DIAGNOSIS
Inspekulo
Bila fundus ditekan atau bagian terendah digoyangkan keluar cairan dari OUE
danterkumpul di forniks posterior.
Pemeriksaan dalam ditemukan adanya cairan dalam vagina dan selaput ketuban
tidak ada.
Tes pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan kristal cairan amnion dan
gambaran daun pakis(Prawihardjo dkk, 2002)
Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia
(seringterjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).
2.9 PENATALAKSANAAN
1. Medikasi
Kortikosteroid.
Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi
neonatal danmemperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang
digunakan meliputi ampisilin 1gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg
setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberianamoksisilin 250 mg dan
eritromisin 300 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yangmendapat
kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3
minggusetelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.
Agen Tokolitik
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu
dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen
atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan
paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif
tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi
persalinan tanpa memandang umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang
dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air
ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan
bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan,
tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena
infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain,
misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi
yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga
dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh
kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam,
pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis
ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal
pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian
RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan
penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32
minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason
2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis
masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
Kehamilan Aterm
Observasi suhu rectal tiap 3 jam, bila meningkat > 37,6 C segera
terminasi
Bila suhu rectal tidak meningkat ditunggu 12 jam, bila belum ada
tanda-tandainpartu dilakukan terminasi.
Bila 2x24 jam air ketuban masih tetap keluar segera terminasi.
Seksio sesarea bila syarat oksitosin drip tidak terpenuhi atau drip oksitosin
gagal
Induksi persalinan dianggap gagal bila dengan 2 botol drip oksitosin belum
ada tanda-tandaawal persalinan atau bila 12 jam belum keluar dari fase laten
dengan tetesan maksimal.
Table : Management of Premature Rupture of Membranes Chronologically
3. Bankowski, Brandon J et al, 2002. The John Hopkins Manual of Gynecology angd
Obstetrics 2ndEd. Lippincott Williams & Wilkins. Philadephia USA.
4. Kumboyo, Doddy A, dkk. 2001. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan
Ginekologi. RSUMataram. Mataram.
5. Marjono, Anthonius. 1992. Ketuban Pecah Dini dan Infeksi Intrapartum. FKUI.
Jakarta.
7. Prawihardjo, S, dkk. 2001. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan
Neonatal.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta
8. Meis PJ, Ernest JM, Moore ML. Causes of low birth weight births in public and
private patients. Am J Obstet Gynecol. 1987;156:1165–8....