You are on page 1of 20

Laporan Kasus

“Ketuban Pecah Dini”

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kebidanan dan Kandungan

Disusun oleh :

Ghina Sofiana Lestari 113170031

Pembimbing :

dr. Bogie Prabowo , Sp. OG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RSUD WALED

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

2018
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 38 tahun
Alamat : Ender RT 02/03 Pangenan Kabupaten Cirebon
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Status : Sudah Menikah
Tanggal pemeriksaan : 17 Juli 2018

Nama Suami : Tn. M


Umur : 44 tahun
Alamat : Ender RT 02/03 Pangenan Kabupaten Cirebon
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Status : Sudah Menikah

II. ANAMNESIS
- Keluhan Utama : Keluar air-air
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada
tanggal 17 Juli 2018 pukul 11.45 WIB, G7P5A1 merasa hamil cukup bulan kiriman
dari puskesmas dengan keluhan keluar air-air sejak pukul 23.30 (16 Juli 2018).
Keluar air-air dirasakan secara tiba-tiba dan mengaku keluar air banyak hingga
hampir membasahi tempat tidurnya. Keluar air-air berwarna putih jernih dan tidak
berbau. Keluar air-air tidak disertai keluar lendir dan darah. Selain itu pasien juga
merasa mules sejak jam 01.00 (17 Juli 2018)dan mengaku gerakan janin masih
aktif. Keluhan ini tidak disertai dengan demam.
Pasien mengaku selama kehamilan tidak pernah mengalami keluhan
keputihan, tekanan darah tinggi, dan mual muntah. Selama kehamilan pasien
melakukan pemeriksaan ANC sebanyak 5 kali kunjungan. Pasein juga mengaku
pernah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 1 kali di puskesmas saat usia
kehamilan 6 bulan dan mengatakan hasilnya masih sungsang. Pasien juga
mendapat 1 kali vaksin TT. BAB (+), BAK (+) seperti biasa. Karena keluhan
tersebut, pasien memeriksakan diri ke PKM lalu dirujuk ke RSUD Waled.

- Riwayat Penyakit Ibu :


 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Penyakit Hepar : disangkal
 Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
 Riwayat Penyakit Paru : disangkal
 Riwayat Penyakit DM : disangkal
 Riwayat Penyakit Hipertensi: disangkal
 Riwayat Operasi : disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat Hipertensi dalam Keluarga : disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus dalam Keluarga : disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung dalam Keluarga : disangkal
- Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus Haid : Teratur
Panjang Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
Dismenorhea : tidak ada
Banyak : 2 – 3 pembalut/hari
HPHT : 15 Okt 2017
HPL : 22 Juli 2018
- Riwayat Obstetri
1. P1 : seorang anak perempuan, hidup, lahir spontan, ditolong paraji dengan BBL
tidak tahu, cukup bulan, sekarang berusia 16 tahun.
2. P2 : seorang anak laki-laki, hidup, lahir spontan, ditolong bidan dengan BBL
2500 gr, cukup bulan, sekarang berusia 12 tahun.
3. P3 : seorang anak laki-laki, hidup, lahir spontan, ditolong paraji dengan BBL
tidak tahu, cukup bulan, sekarang berusia 10 tahun.
4. P4 : seorang anak laki-laki, hidup, lahir spontan, ditolong paraji dengan BBL
tidak tahu, cukup bulan, sekarang berusia 7 tahun.
5. P5 : seorang anak laki-laki, hidup, lahir spontan, ditolong bidan dengan BBL
2950 gr, cukup bulan, sekarang berusia 4 tahun
6. A1 : keguguran usia kehamilan 3 bulan, dikuretase di RSUD Waled Riwayat
ANC
 Pemeriksaan kehamilan dilakukan sebanyak 5x di puskesmas setempat.
 Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini sudah di dapatkan sebanyak 1x di
PKM
 Pasien juga mengaku sudah di USG di Puskesmas pada usia kehamilan 6
bulan dengan hasil USG letak sungsang.

- Riwayat KB
Pasien tidak pernah mengikuti program Keluarga Berencana (KB).

- Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah 17 tahun lamanya dengan satu kali menikah.

- Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam diluar
menstruasi disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : composmentis
- Tinggi badan : 155 cm
- Berat badan : 65 kg
- Tanda-tanda vital : T : 120/110 mmHg
R : 20 x/menit
P : 88 x/menit
S : 36,4 ° C
Status Generalis
-Kepala : normocephal, rambut berwarna hitam dan tidak mudah rontok
-Mata : simetris, ca -/-, sl -/-
-Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
-Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
-Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies (-) gusi berdarah (-)
-Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)
- Thorak : Pulmo : VBS +/+ Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I = BJ II reguler, M(-), G(-)
- Abdomen : cembung, BU (+), nyeri tekan (-), striae (+), jejas (-)
- Ekstremitas : akral hangat (+), , refleks patela (+/+), CRT < 2detik,
edema - -
- -
Status Obstetrikus
- Pemeriksaan fisik luar :
o TFU : 31 cm
o DJJ : 135 x/menit, reguler
o His : 2x20”x10’
o Palpasi :
 Leopold I : teraba bagian bulat lunak, TFU : 31 cm
 Leopold II : teraba bagian kecil di kiri dan teraba bagian tahanan di
kanan
 Leopold III : teraba bagian keras melenting
 Leopold IV : bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergen)
- Pemeriksaan fisik dalam :
o V/V : tidak ada kelainan
o VT : Vulva vagina tidak ada kelainan, portio : tebal lunak posisi anterior,
pembukaan 3 cm, kepala di hodge III, ketuban (-).
- Lakmus : Positif (+)

IV. RESUME
Perempuan datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon pada
tanggal 17 Juli 2018 pukul 1.45 WIB, G7P5A1 merasa hamil cukup bulan kiriman dari
puskesmas dengan keluhan keluar air-air sejak pukul 23.30 (16 Juli 2018). Keluar air-
air dirasakan secara tiba-tiba dan mengaku keluar air banyak hingga hampir membasahi
tempat tidurnya. Keluar air-air berwarna putih jernih dan tidak berbau. Keluar air-air
tidak disertai keluar lendir dan darah. Selain itu pasien juga merasa mules sejak jam
01.00 (17 Juli 2018)dan mengaku gerakan janin masih aktif. Keluhan ini tidak disertai
dengan demam. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit sebelumnya dan
menjalani operasi sebelumnya. Pasien mengaku bahwa menstruasinya lancar dan
pertama kali mendapatkannya yaitu usia 12 tahun dengan siklus yg teratur selama 7 hari
dan dapat mengganti pembalut 2-3 kali dalam sehari. Riwayat ANC dilakukannya di
puskesmas setempat sebanyak 5 kali kunjungan, imunisasi TT sudah dilakukannya satu
kali pada kehamilan saat ini dan sudah melakukan USG. Os juga mengaku sudah
menikah 17 tahun dalam usia 21 tahun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, respirasi 20 x/menit,
suhu 36,4 °C. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan
obstetrik di pemeriksaan luar didapatkan TFU 31 cm, DJJ 135 x/menit reguler, his
2x20”x10. Pada pemeriksaan leopold I teraba bagian bulat lunak, TFU : 31 cm, leopold
II teraba bagian kecil di kiri dan teraba bagian tahanan di kanan, leopold III teraba
bagian keras melenting, leopold IV bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergen).
Pada pemeriksaan dalam ditemukan V/V tidak ada kelainan, VT ditemukan portio tebal
lunak, pembukaan 3 cm, ketuban (-), presentasi kepala, uuk di kanan depan, kepala di H
III. Pada pemeriksaan lakmus didapatkan hasil positif.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 10,7 g/dL 11,7-15,5
Hematokrit 31 % 35-47
Eritrosit 4,12 /uL 4,2-5,6
Lekosit 25,0 /uL 3,6-11,0
Hitung jenis
Netrofil Segmen 88 % 50.0-70,0
Limfosit 4 % 25,0-40,0
Monosit 7 % 2,0-8,0
Eosinofil 0 % 2-4
Basofil 0 % 0-1
Trombosit 246 Ml 150-400
MCV 75,7 fL 80-100
MCH 26,0 Pg 26-34
MCHC 34,3 % 32-36

VI. DIAGNOSIS
Ny. M umur 38 tahun G7P5A1 parturient aterm kala I fase laten dengan Ketuban Pecah
Dini janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala

VII. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa :
a) Bed rest
b) Observasi KU, TTV, dan DJJ
c) Terminasi Kehamilan
d) Konsul dokter Sp.OG
2. Medikamentosa :
a) IVFD D5% 500cc / 8 jam
b) Cefotaxime 2 x 1gr (intravena)
c) Induksi persalinan dengan oksitosin 5 IU dalam D5% 500cc

VIII. PROGNOSIS
- Quo Ad Vitam : ad bonam

- Quo Ad Functionam : ad bonam

- Quo Ad Sanationam : ad bonam


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan yang
tidak diikuti dengan tanda-tanda inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian
tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan tanpa melihat umur kehamilan. Jika pecahnya
ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu (preterm) disebut sebagai KPD preterm
(preterm premature rupture of membrane) / PPROM (Bankowskim et al, 2002).
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM
adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis
diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan
dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian
untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada
kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM =
preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset
of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan
KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya
persalinan.

2.2 KLASIFIKASI

KPD dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) adalah ketuban pecah pada


saat usia kehamilan < 37 minggu

2. TPROM (Term Prematur Rupture of Membranes) adalah ketuban pecah pada usia
kehamilan > 37 minggu
2.3 ANGKA KEJADIAN

Insiden ketuban pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10% , dimana
sekitar 20%kasus terjadi sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8 hingga
10% pasien ketuban pecah dini memiliki risiko tinggi infeksi intrauterine akibat interval
antara ketuban pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah dini
berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan preterm dimana sekitar 75% pasien
akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari jadwal(Anonim, 2006).

2.4 ETIOLOGI

Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum


diketahui dantidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang
lebih berperan sulit diketahui.Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah :

 Infeksi

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban (korioamnionitis)


maupunasenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD seperti infeksi klamidia. Gejala klinik pada
korioamnionitis antara lain ibu menderita panas, uterus yang tegang, cairan
vagina yang berbau, peningkatan denyut jantung janin,leukositosis. (Anonim,
2007; Bruce, 2002)

 Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan padaservik uteri (akibat persalinan, curetage). Pada seviks
inkompetensia dengan servik tipis ataukurang dari 39 mm memiliki resiko
sekitar 25% terjadinya KPD. (Anonim, 2006; Anonim, 2007).

 Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan


(overdistensi uterus)misalnya trauma, hidramnion, gemelli (50%), kembar tiga
(90%). Trauma oleh beberapa ahlidisepakati sebagai faktor predisisi atau
penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnyahubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya
KPDkarena biasanya disertai infeksi (Anonim, 2007; Mardjono, 1992).
 Kelainan letak misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah (Anonim,2007).

 Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2-4x

 Kadar CRH ( corticotropoin releasing hormone ) maternal tinggi misalnya pada


stress psikologis,dsb. Dapat menjadi stimulasi persalinan preterm (Marjono,
1992;Anonim,2004; Medina & Hill, 2006).Pada kasus diatas tidak diitemukan
factor predisposisi yang jelas sebab terjadinya KPD, tapi prevalensi terjadinya
KPD pada wanita tanpa adanya penyulit dalam kehamilan dan persalinanadalah
terjadinya asendering infection dari jalan lahir seperti infeksi klamidia,
streptococcusyang menyebabkan korioamnionitis. Infeksi ini merangsang
pengeluaran prostaglandin,mediator kimia sitokin, IL -1, TNF alpha dan
meningkatkan MMP-1 sehingga menyebabkanmenipisnya selaput ketuban
sehingga mudah pecah.

2.5 PATOFISIOLOGI

Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi.Pada
sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).High
virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus.Kolagen terdapat pada lapisan
kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas.Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-
1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1
dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi
kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan(Mardjono, 1992).
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang
dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut
menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi
miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi monosit/
makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet
activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan
dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin.
Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua
untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan
dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau
produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan
patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang
menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear
secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa
infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi
dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah
dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi
manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi
plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.

2.6 MANIFESTASI KLINIK

Setelah ketuban pecah dini pada kondisi “term’, sekitar 70% pasien akan memulai
persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah ketuban pecah dini preterm,
periodelatensi dari ketuban pecah hingga persalinan menurun terbalik dengan usia
gestasional, misalnya pada kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26, rata-rata periode
latensi sekitar 12 hari. Padakehamilan minggu ke 32 hingga ke 34, periode latensi
berkisar hanya 4 hari.Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap
ibu dan bayi. Peningkatanlipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat
dalam eritrosit. Bayi premature memiliki pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi
radikal bebas pada bayi premature menunjukan tingkatlipid preoxidation yang lebih
tinggi selama minggu pertama kehidupan. Beberapa komplikasi padaneonatus
diperkirakan terjadi akibat meningkatnya kerentanan neonatus terhadap trauma
radikaloksigen (Anonim, 2006).

Box 17.1 Clinical features of PROM

 The woman complains of leakage of fluid from her vagina (minimal or excess).
 She says she noticed a decrease in the size of her abdomen after leakage of fluid.

 You observe watery fluid coming out through the vagina, or the woman’s under
clothing is soaked with watery fluid.

 When you measure the distance between the pubic symphysis and the fundal height
(as described in Study Session 9), you find the baby is small for gestational age. (Note
that being ‘small for gestational age’ can also be due to scanty amount of amniotic fluid
with intact membranes, intrauterine growth restriction and wrong date for the stated
gestational age.)

 In PROM, the amniotic fluid remaining in the sac will be minimal, so you may be
able to feel (palpate) the fetal parts easily through the mother’s abdomen.

 Although not specific, the woman may have an offensive smell due to vaginal
discharge, and she may have a fever (see Box 17.1 above); these signs indicate an
already established infection, which may be the cause of PROM.

 You can give her a dry vaginal pad or Goth and check after some hours whether it is
wet or still dry. Note that being dry doesn’t necessarily rule out PROM.

Box 17.1 Evidence of infection in a woman with PROM

 Fever: the woman may complain of feeling feverish, or you may record her
temperature of 38°C or more.
 The vaginal discharge may have an offensive smell and the colour may be changed
from watery to cloudy.

 She may have an increased pulse rate (more than 100 beats/minute).

 The fetal heart beat may increase to 160 beats/minute or more.

 She may feel pain in the lower abdomen, particularly when it is touched.
2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis harus didasarkan pada :

 Anamnesis dengan riwayat kapan keluar air, warna, bau

 Inspeksi dengan melihat keluarnya cairan pervaginam

 Inspekulo

Bila fundus ditekan atau bagian terendah digoyangkan keluar cairan dari OUE
danterkumpul di forniks posterior.

 Pemeriksaan dalam ditemukan adanya cairan dalam vagina dan selaput ketuban
tidak ada.

 Pemeriksaan laboratorium dengan kertas lakmus menunjukkan reaksi basa


(lakmus merah berubah menjadi biru) (Kumboyo dkk, 2001).

 Tes pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan kristal cairan amnion dan
gambaran daun pakis(Prawihardjo dkk, 2002)

 Pemeriksaan ultrasonografi (USG) pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat


jumlahcairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah
cairan ketuban yangsedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidromnion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam
dan caranya, namun padaumumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sedehana (Anonim,2007).Pada pasien ini untuk
mendukung diagnosis KPD dilakukan anamnesis didapatkan ibumengeluh
keluar air dari kemaluan warna jernih dan tidak berbau serta tidak ditemukan
adanyatanda-tanda awal persalinan. Penentuan umur kehamilan pada pasien ini
dilakukan dengan pemeriksaan obstetric, yaitu TFU 28 cm yang menunjukkan
kehamilan sudah aterm. Hal inidikarenakan pasien lupa dengan hari pertama
haid terkhirnya.Pada pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan serviks masih 1
cm dengan penipisan 10%dan perabaan selaput ketuban ditemukan negative.
Pada pasien ini setelah 1 jam dari waktu pecahnya ketuban tidak didapatkan
tanda-tanda inpartu berarti diagnosis KPD dapat ditegakkan.
2.8 KOMPLIKASI

Infeksi intrauterine (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.Pada


ibukerentanan terhadap infeksi sangat tinggi dilhat dari gejala klinik panas, uterus
tegang,leukositosis.

 Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia
(seringterjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).

 Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.

 Distosia (partus kering) sering karena oligohidramnion atau air ketuban


habis.Pada pasien ini tidak ditemukan adanya komplikasi pada ibu dan/ atau
janin.

2.9 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu


mempertimbangkanmorbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang berhubungan
dengan persalinan dan risikoinfeksi terhadap ibu dan janin

1. Medikasi

 Kortikosteroid.

Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas perinatal


pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan risiko
terjadinya sindrom distress pernafasan(20 – 35,4%), hemoraghi
intraventrikular (7,5 – 15,9%), enterokolitis nekrotikans (0,8 – 4,6%).
Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason (celestone )
intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National Institute of
Health merekomendasikan pemberiankortikosteroid sebelum masa gestasi
30-33 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra
amniotik. Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu
masihcontroversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti
immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.

 Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi
neonatal danmemperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang
digunakan meliputi ampisilin 1gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg
setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberianamoksisilin 250 mg dan
eritromisin 300 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yangmendapat
kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3
minggusetelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.

 Agen Tokolitik

Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi


namun tidak memperbaiki luaran neonatal. Tidak banyak data yang tersedia
mengenai pemakaian agentokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian
agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih
menunggu hasil penelitian lebih jauh.

2. Penatalaksanaan berdasarkan masa gestasi

 Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD


keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan
kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag”
period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan
dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan
dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah
kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan
induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan
dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan
infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6
jam. Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan)
segera diberikan atau ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita
akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode
laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma
obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan
dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses
persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi
dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat
dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

 Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)

Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu
dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen
atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan
paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif
tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi
persalinan tanpa memandang umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang
dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air
ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan
bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan,
tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena
infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain,
misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi
yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga
dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh
kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam,
pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis
ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal
pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian
RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan
penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32
minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason
2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis
masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

 Kehamilan Aterm

 Diberikan antibiotika ampicilin injeksi 1 gram

 Observasi suhu rectal tiap 3 jam, bila meningkat > 37,6 C segera
terminasi

 Bila suhu rectal tidak meningkat ditunggu 12 jam, bila belum ada
tanda-tandainpartu dilakukan terminasi.

 KPD dengan kehamilan preterm berdasarkan perkiraan berat janinPerkiraan


berat badan janin > 1500 gr

 Diberikan antibiotika ampicilin 1 gr IV selama 2 jam selanjutnya


amoksisilin 3x500mg selama 3 hari

 Diberikan kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru yaitu


dexametason 2x19mg IV selama 24 jam atau betametason 12 mg

 Observasi 2x24 jam, bila belum inpartu segera terminasi.


 Observasi suhu rectal tiap 3 jam bila kecenderungan meningkat 37,6
C, segeraterminasi.Perkiraan berat badan janin < 1500 gr

 Diberikan antibiotika ampicilin 1 gr IV selama 2 jam selanjutnya


amoksisilin 3x500mg selama 3 hari

 Observasi 2x24 jam, bila belum inpartu segera terminasi.

 Observasi suhu rectal tiap 3 jam bila kecenderungan meningkat


37,6C, segeraterminasi.

 Bila 2x24 jam air ketuban tidak keluar dilakukan USG

 Bila jumlah air ketuban cukup kehamilan dilanjutkan


(konservatif)

 Bila jumlah air ketuban sedikit, segera terminasi

 Bila 2x24 jam air ketuban masih tetap keluar segera terminasi.

 Bila konservatif sebelum penderita pulang diberi nasehat

 Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau


keluar air ketuban lagi

 Tidak boleh koitus

 Tidak boleh manipulasi vagina

.Yang dimaksud terminasi adalah :

 Induksi persalinan dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc Dextrose 5%


dimulai 8 tetes permenit, dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his adekuat
maksimal 40 tetes/menit.

 Seksio sesarea bila syarat oksitosin drip tidak terpenuhi atau drip oksitosin
gagal

 Induksi persalinan dianggap gagal bila dengan 2 botol drip oksitosin belum
ada tanda-tandaawal persalinan atau bila 12 jam belum keluar dari fase laten
dengan tetesan maksimal.
Table : Management of Premature Rupture of Membranes Chronologically

Gestasional Age Management

Term (37 weeks or more)  Proceed to delivery, usually by


induction of labor
 Group B streptococal prophylaxis
recommended
Near term (34 weeks to 36 completed weeks)  Same as for term
Preterm (32 weeks to 33 completed weeks)  Expectant management, unles fetal
pulmonary maturity is documented
 Group B streptococcal prophylaxis
recomended
 Corticosteroid – no consensus, but
some expert recommend
 Antibiotics recommended to prolog
latency if there are no
contraindications
Preterm (24 weeks to 31 completed weeks)  Expectant management
 Group B streptococcal prophylaxis
recommended
 Tocolytics – no consensus
 Antibiotics recommended to prolog
latency if there are no
contraindications
Less than 24 weeks  Patient counseling
 Expectant management or induction
of labor
 Group B streptococcal prophylaxis is
not recommended
 Corticosteroids are not recommended
 Antibiotics – there are incomplete
data on use in prolonging latency
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2007. Ketuban Pecah Dini. MedLinux Article.

2. Anonym, 2004. High Risk Pregnancy-Premature Rupture of Membrane


(PROM)/PretermPremature Rupture of Membrane (PPROM). Univercity of Virginia.
USA.

3. Bankowski, Brandon J et al, 2002. The John Hopkins Manual of Gynecology angd
Obstetrics 2ndEd. Lippincott Williams & Wilkins. Philadephia USA.

4. Kumboyo, Doddy A, dkk. 2001. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan
Ginekologi. RSUMataram. Mataram.

5. Marjono, Anthonius. 1992. Ketuban Pecah Dini dan Infeksi Intrapartum. FKUI.
Jakarta.

6. Medina, Tanya M and Hill D. Ashley. 2006. Preterm Premature Rupture of


Membrane: Diagnosisand Management. American Familiy Physician. Orlando
Florida.

7. Prawihardjo, S, dkk. 2001. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan
Neonatal.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta

8. Meis PJ, Ernest JM, Moore ML. Causes of low birth weight births in public and
private patients. Am J Obstet Gynecol. 1987;156:1165–8....

9. Premature Rupture of The Membranes. http//www.eMedicine.com.

10. High Risk Pregnancy, Premature Rupture of The Membranes(PROM). http//www.


healthsystem.virginia.edu/uvahealth/pedshrpregnant/online.cfm

You might also like