You are on page 1of 29

STAKEHOLDER and CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Pendahuluan

Tata kelola perusahaan mengambil peran penting dalam banyak disiplin ilmu
akademik antara lain manajemen, akunting, hukum bisnis, ekonomi, dan keuangan,
yang memeriksa hubungan antara pihak-pihak yang berkepentingan kepada
perusahaan. Sampai saat ini, upaya kolektif ini berpusat pada teori agensi ( Dalton,
Hitt, Certo, & Dalton, 2007 ), yang menekankan konflik kepentingan di antara para
pemangku kepentingan yang timbul dari pemisahan kepemilikan dan pengendalian
dalam perusahaan (Eisenhardt,1989; Jensen & Meckling, 1976).

Sistem tata kelola perusahaan yang dirancang dengan baik sesuai dengan model
keutamaan pemangku kepentingan harus selaras insentif manajer dengan orang-
orang dari pemangku kepentingan nonkeuangan, dan mengurangi konflik kepentingan
antara manajemen dan pemangku kepentingan; Freeman (1984) berpendapat bahwa
perusahaan dapat menggunakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sebagai
perpanjangan efektif mekanisme tata kelola untuk menyelesaikan konflik antara
manajer dan pemangku kepentingan non-investasi. Perusahaan memiliki banyak
pendekatan dan sumber daya untuk mencapai CSR. Mereka berkisar dari pelatihan
untuk pemanfaatan keahlian masyarakat (Helmiati, et al, 2013). Corporate Social
Responsibility (CSR), sebagai salah satu konsep akuntansi baru, yang didasarkan
pada gagasan bahwa perusahaan tidak hanya tanggung jawab ekonomi dan hukum,
tetapi juga tanggung jawab kepada pihak lain yang berkepentingan (stakeholder),
seperti pelanggan, karyawan, masyarakat, investor, pemerintah, pemasok dan
bahkan pesaing (Purnomo, et al, 2012).
Pelaksanaan CSR di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
tentang perseroan terbatas (corporation). Menurut hukum, pengungkapan CSR harus
dilakukan oleh acompany yang operasi yang melibatkan sumber daya alam secara
langsung. Berdasarkan onthe Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 artikel 15 dan
34 yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang tidak menerapkan CSR
akan dikenakan sanksi administratif seperti peringatan tertulis, pembatalan kegiatan
usaha, pembekuan kegiatan usaha, dan pencabutan izin. pengungkapan CSR juga

1
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan dari perusahaan terbatas.
Ada banyak kasus di Indonesia tentang CSR. Salah satunya kasus yang terjadi di
perusahaan Indonesia yang dilakukan oleh PT Expravet Nasuba, perusahaan yang
beralamat di Jalan K.L Yos Sudarso KM.8,8, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan
Deli, Kota Medan, Sumatera Utara, ini dianggap melanggar undang-undang
lingkungan hidup, membuang limbah cair ke aliran Sungai Deli yang melebihi ambang
baku mutu. Akibatnya pencemaran ini menyebabkan adanya bau tidak sedap serta
gagal panen ikan yang dialami oleh warga. Penghentian kegiatan PT. Expravet
Nasuba (EN) berawal dari pengaduan masyarakat terkait pencemaran Sungai Deli.
Pada 25 Agustus 2018, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) memverifikasi
pengaduan, ditemukan fakta bahwa perusahaan tidak memiliki izin pembuangan
limbah cair serta ada saluran pembuangan tanpa pengolahan. (www.metro24jam.com
2018)
Adapun kasus lain yang melibatkan perusahaan manufaktur, yakni PT Insani Bara
Perkasa. PT. Insani Bara Perkasa dengan luas konsesi 24.477 hektar merupakan
perusahaan tambang batubara di bawah bendera PT Resources Alam Indonesia
[RAI]. Pelanggaran yang dilakukan perusahaan ini yaitu tidak melakukan reklamasi
setelah melakukan penggalian batu bara. Sehingga lobang-lobang bekas galian batu
bara dibiarkan saja terbuka, hal itu membuat banyak korban jiwa disekitar penggalian,
terutama anak-anak, salah satunya tewasnya MM merupakan kasus ke empat yang
terjadi di konsesi PT. IBP. Pada 25 Desember 2012, ia tenggelam di kolam penggalian
batu bara. Berikutnya, pada 9 April 2016, MA jatuh ke timbunan sisa batubara yang
terbakar. MA mengalami luka bakar di sekujur tubuh, hingga 70 persen, dirawat 27
hari di RSUD IA Moeis. Ia menjalani enam kali operasi termasuk amputasi lengan kiri,
kelingking kanan, dan tiga jari kaki kanan. Tidak lama berselang WM pada 15 Mei
2016 meregang nyawa tenggelam, di lokasi berbeda tapi di lubang tambang PT.IBP.
Seperti MM dan MA, penegakan hukum kematian WM berhenti, tanpa ada
transparansi. (www.kaltim.tribunnews.com 2019)
Contoh–contoh kasus di atas dapat dilihat bahwa perusahaan seharusnya tidak
hanya mementingkan untuk mencari keuntungan tanpa memperhatikan kepentingan
stakeholder. Tindakan yang kurang terpuji yang dilakukan oleh perusahaan akan
berimbas pada perusahan itu sendiri, citra perusahaan akan menjadi buruk bahkan
operasi perusahaan dapat dihentikan. Aktivitas CSR harus diperhatikan selain tujuan
2
perusahaan yang ingin memperoleh keuntungan perusahaan juga harus dapat
menjaga hubungan yang baik dengan para stakeholder. CSR merupakan
pengungkapan suatu informasi tambahan di samping pengungkapan informasi
keuangan, tujuan umum dari informasi keuangan adalah menyediakan informasi
keuangan untuk membantu pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang akan
menggunakan laporan (Agustiningsih et al., 2017). Oleh karena itu pengungkapan
CSR memberikan informasi yang berguna bagi pengguna laporan keuangan untuk
membantu investor dan calon investor dalam peramalan, sehingga probabilitas
kesalahan dapat dikurangi. pengungkapan CSR dapat didefinisikan sebagai informasi
non-keuangan tambahan mengenai integrasi
Penelitian mengenai pengungkapan CSR di Indonesia dilakukan oleh Gunawan
(2015) yang menunjukkan adanya penngaruh motivasi stakeholder terhadap
pengungkapan sosial pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
hasilnya menunjukkan bahwa masyarakat adalah kelompok pemangku kepentingan
yang sebagian besar berpengaruh terhadap pengungkapan sosial perusahaan dalam
laporan keuangan. Temuan ini dapat menjelaskan perusahaan itu melakukan
kegiatan CSR mereka untuk memenuhi tuntutan dari masyarakat. Secara teori, hasil
ini dapat menyarankan bahwa teori legitimasi dalam konteks konsep "norma" adalah
berlaku untuk menjelaskan mengapa perusahaan memandang "komunitas" sebagai
yang paling penting pemangku kepentingan dalam menekan mereka untuk praktik
CSD. Organisasi perlu beradaptasi dengan harapan masyarakat jika mereka ingin
sukses.
Penelitian CSR lainnya dilakukan Fitriyana (2017) menyatakan bahwa manajer
berpengaruh terhadap pengungkapan CSR, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
dengan profitablity lebih tinggi pada dasarnya tidak dapat melakukan lebih banyak
kegiatan CSR serta untuk mengungkapkan itu karena orientasinya untuk
mendapatkan keuntungan. Selain manajer, karyawan juga memiliki efek positif pada
pengungkapan CSR, sejumlah besar karyawan memiliki efek pada pendapat kuat dan
minat mereka kepada manajemen. Pelanggan juga memiliki efek positif pada
pengungkapan CSR, menyatakan bahwa beban pelanggan adalah beban terbesar
setelah beban pemerintah.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka kami menyajikan
pembahasan tentang Stakeholder (Para pemangku kepentingan) dan
Corporate Social Responsibilty.
3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Stakeholder
2.2.1 Definisi Stakeholder
Stakeholder merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau
masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan
serta kepentingan terhadap perusahaan. Individu, kelompok, maupun komunitas dan
masyarakat dapat dikatakan sebagai stakeholder jika memiliki karakteristik seperti
mempunyai kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan terhadap perusahaan
(Budimanta dkk., 2008). Jika diperhatikan secara seksama dari definisi di atas maka
telah terjadi perubahan mengenai siapa saja yang termasuk dalam pengertian
stakeholder perusahaan.
Sekarang ini perusahaan sudah tidak memandang bahwa stakeholder mereka
hanya investor dan kreditur saja. Konsep yang mendasari mengenai siapa saja yang
termasuk dalam stakeholder perusahaan sekarang ini telah berkembang mengikuti
perubahan lingkungan bisnis dan kompleksnya aktivitas bisnis perusahaan. Dengan
menggunakan definisi di atas, pemerintah bisa saja dikatakan sebagai stakeholder
bagi perusahaan karena pemerintah mempunyai kepentingan atas aktivitas
perusahaan dan keberadaan perusahaan sebagai salah satu elemen sistem sosial
dalam sebuah negara.
Oleh kerena itu, perusahaan tidak bisa mengabaikan eksistensi pemerintah
dalam melakukan operasinya. Terdapatnya birokrasi yang mengatur jalannya
perusahaan dalam sebuah negara yang harus ditaati oleh perusahaan melalui
kepatuhan terhadap peraturan pemerintah menjadikan terciptanya sebuah hubungan
antara perusahaan dengan pemerintah. Hal tersebut berlaku sama bagi komunitas
lokal, karyawan, pemasok, pelanggan, investor dan kreditur yang masing-masing
elemen stakeholder tersebut memiliki kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan sehinga
masing-masing elemen tersebut membuat sebuah hubungan fungsional dengan
perusahaan untuk bisa memenuhi kebutuhannya masing-masing. Perusahaan
merupakan bagian dari sistem sosial yang ada dalam sebuah wilayah baik yang
bersifat lokal, nasional, maupun internasional berarti perusahaan merupakan bagian
dari masyarakat secara keseluruhan.

4
Masyarakat sendiri menurut definisinya bisa dijelaskan sebagai kumpulan
peran yang diwujudkan oleh elemen-elemen (individu dan kelompok) pada suatu
kedudukan tertentu yang peran-peran tersebut diatur melalui pranata sosial yang
bersumber dari kebudayaan yang telah ada dalam masyarakat (Budimanta dkk,
2008). Perusahaan dalam hal ini merupakan bagian dari beberapa elemen yang
membentuk masyarakat dalam sistem sosial yang berlaku. Keadaan tersebut
kemudian menciptakan sebuah hubungan timbal balik antara perusahaan dan para
stakeholder yang berarti perusahaan harus melaksanakan peranannya secara dua
arah untuk memenuhi kebutuhan perushaan sendiri maupun stakeholder lainnya
dalam sebuah sistem sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dihasilkan dan
dilakukan oleh masingmasing bagian dari stakeholder akan saling mempengaruhi
satu dengan yang lainya sehingga tidaklah tepat jika perusahaan menyempitkan
pengertian stakeholder hanya dari sisi ekonominya saja.

2.2.2 Teori Stakeholder


Perkembangan teori stakeholder diawali dengan berubahnya bentuk
pendekatan perusahaan dalam melakukan aktivitas usaha. Ada dua bentuk dalam
pendekatan stakeholder (Budimanta dkk., 2008) yaitu old-corporate relation dan new-
corporate relation. Old corporate relation menekankan pada bentuk pelaksanaan
aktifitas perusahaan secara terpisah dimana setiap fungsi dalam sebuah perusahaan
melakukan pekerjaannya tanpa adanya kesatuan diantara fungsi-fungsi tersebut.
Bagian produksi hanya berkutat bagaimana memproduksi barang sesuai dengan
target yang dikehendaki oleh manajemen perusahaan, bagian pemasaran hanya
bekerja berkaitan dengan konsumennya tanpa mengadakan koordinasi satu dengan
yang lainya. Hubungan antara pemimpin dengan karyawan dan pemasok pun berjalan
satu arah, kaku dan berorientasi jangka pendek. Hal itu menyebabkan setiap bagian
perusahaan mempunyai kepentingan, nilai dan tujuan yang berbeda-beda bergantung
pada pimpinan masing-masing fungsi tersebut yang terkadang berbeda dengan visi,
misi, dan capaian yang ditargetkan oleh perusahaan.
Hubungan dengan pihak di luar perusahaan bersifat jangka pendek dan hanya
sebatas hubungan transaksional saja tanpa ada kerjasama untuk menciptakan
kebermanfaatan bersama. Pendekatan tipe ini akan banyak menimbulkan konflik
karena perusahaan memisahkan diri dengan para stakeholder baik yang berasal dari
dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Konflik yang mungkin terjadi di
5
dalam perusahaan adalah tekanan dari karyawan yang menuntut perbaikan
kesejahteraan. Tekanan tersebut bisa berupa upaya pemogokan menuntut perbaikan
sistem pengupahan dan sebagainya.
Jika pemogokan tersebut terjadi dalam jangka waktu yang lama maka hal itu
bisa mengganggu aktivitas operasi perusahaan dan mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan. Sedangkan konflik yang mungkin terjadi dari luar perusahaan adalah
munculnya tuntutan dari masyarakat karena dampak pembuangan limbah
perusahaan yang berpotensi menimbulkan kerugian signifikan bagi perusahaan
apabila diperkarakan secara hukum. New-corporate relation menekankan kolaborasi
antara perusahaan dengan seluruh stakeholder-nya sehingga perusahaan bukan
hanya menempatkan dirinya sebagai bagian yang bekerja secara sendiri dalam sistem
sosial masyarakat karena profesionalitas telah menjadi hal utama dalam pola
hubungan ini. Hubungan perusahaan dengan internal stakeholders dibangun
berdasarkan konsep kebermanfaatan yang membangun kerjasama untuk bisa
menciptakan kesinambungan usaha perusahaan sedangkan hubungan dengan
stakeholder di luar perusahaan bukan hanya bersifat transaksional dan jangka pendek
namun lebih kepada hubungan yang bersifat fungsional yang bertumpu pada
kemitraan selain usaha untuk menghimpun kekayaan yang dilakukan oleh
perusahaan, perusahaan juga berusaha untuk bersama-sama membangun kualitas
kehidupan external stakeholders.
Pendekatan new-corporate relation mengeliminasi penjenjangan status di
antara para stakeholder perusahaan seperti yang ada pada old-corporate relation.
Perusahaan tidak lagi menempatkan dirinya di posisi paling atas dan
mengeksklusifkan dirinya dari para stakeholder sehingga dengan pola hubungan
semacam ini arah dan tujuan perusahaan bukan lagi pada bagaimana menghimpun
kekayaan sebesar-besarnya namun lebih kepada pencapaian pembangunan yang
berkelanjutan (sustainability development). Konsep tanggung jawab sosial
perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970-an, yang secara umum dikenal
dengan stakeholder theory artinya sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang
berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum,
penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk
berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Stakeholder theory dimulai
dengan asumsi bahwa nilai (value) secara eksplisit dan tak dipungkiri merupakan
bagian dari kegiatan usaha (Freeman et al., 2002).
6
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang
hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi
stakeholder-nya. Dengan demikian, keberadaan suatu 16 perusahaan sangat
dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan
tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya
melampaui tindakan memaksimalkan laba untuk kepentingan pemegang saham
(shareholder), namun lebih luas lagi bahwa kesejahteraan yang dapat diciptakan oleh
perusahaan sebetulnya tidak terbatas kepada kepentingan pemegang saham, tetapi
juga untuk kepentingan stakeholder, yaitu semua pihak yang mempunyai keterkaitan
atau klaim terhadap perusahaan (Untung, 2008). Mereka adalah pemasok,
pelanggan, pemerintah, masyarakat lokal, investor, karyawan, kelompok politik, dan
asosiasi perdagangan. Seperti halnya pemegang saham yang mempunyai hak
terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, stakeholder
juga mempunyai hak terhadap perusahaan. Stakeholder pada dasarnya dapat
mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-
sumber ekonomi yang digunakan perusahaan (Waryanti, 2009).

2.2.3 Peran Dan Tanggung Jawab Stakeholder Dalam Tata Kelola Perusahaan
Kerangka kerja tata kelola perusahaan harus mengakui hak-hak stakeholders
yang diatur oleh hukum atau melalui perjanjian bersama dan mendorong kerjasama
antara perusahaan dan para pemangku kepentingan dalam menciptakan kekayaan,
pekerjaan, dan keberlanjutan finansial perusahaan.
Aspek kunci tunggal dari tata kelola perusahaan terkait dengan memastikan
aliran modal eksternal untuk perusahaan dalam bentuk ekuitas dan kredit. Corporate
governance mengatur dalam pencarian cara untuk mendorong stakeholder
perusahaan untuk mencapai tingkat investasi secara optimal di perusahaan yang
berbasis modal sumber daya manusia dan modal fisik. Daya saing dan kesuksesan
dari sebuah perusahaan adalah hasil dari kerja-sama yang mencerminkan kontribusi
dari berbagai penyedia sumber daya yang berbeda, termasuk investor, karyawan,
kreditur, pelanggan dan pemasok, dan pemangku kepentingan lainnya. Perusahaan
harus mengakui bahwa kontribusi dari para pemangku kepentingan merupakan
sumber yang berharga dan menguntungkan untuk membangun perusahaan
kompetitif. Hal ini penting dikarenakan dalam jangka panjang perusahaan
menumbuhkan kemakmuran dan-menciptakan kerjasama antara para pemangku
7
kepentingan. Kerangka pemerintahan harus mengakui kepentingan stakeholder dan
kontribusi mereka terhadap keberhasilan jangka panjang perusahaan.
A. Hak-hak pemangku kepentingan (stakeholder) yang ditetapkan oleh hukum
atau melalui perjanjian timbal balik yang harus dihormati.
Hak-hak stakeholder sering ditetapkan oleh hukum (misalnya tenaga kerja, bisnis,
komersial, lingkungan, dan kepailitan hukum) atau oleh hubungan kontrak bahwa
harus dihormati setiap perusahaan. Namun demikian, bahkan di daerah di mana
kepentingan stakeholder tidak diatur, banyak perusahaan membuat tambahan
komitmen kepada pemangku kepentingan dan dalam hal reputasi perusahaan dan
kinerja perusahaan sering membutuhkan pengakuan yang lebih luas. Pada
perusahaan multinasional, dalam beberapa yurisdiksi dapat dicapai oleh perusahaan-
perusahaan yang menggunakan OECD Pedoman Untuk Perusahaan Multinasional
untuk prosedur uji tuntas yang membahas dampak dari komitmen-komitmen yang
telah ditetapkan.

B. Dalam hal kepentingan stakeholder yang dilindungi oleh hukum, pihak


stakeholder harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan pemulihan
yang efektif dari pelanggaran atas hak-hak mereka
Kerangka hukum dan proses harus transparan dan tidak menghambat
kemampuan para pemangku kepentingan (stakeholder) untuk berkomunikasi dan
memperoleh ganti rugi atas pelanggaran hak.

C. Mekanisme partisipasi karyawan seharusnya diizinkan untuk


dikembangkan.
Tingkat keikutsertaan dalam tata kelola perusahaan bergantung pada hukum
nasional dan praktek, dan dapat bervariasi dari perusahaan ke perusahaan juga.
Dalam hal tata kelola perusahaan, mekanisme partisipasi dapat menguntungkan
perusahaan secara langsung maupun secara tidak langsung melalui kesiapan oleh
karyawan untuk berinvestasi di perusahaan. Contoh mekanisme partisipasi karyawan
antara lain perwakilan karyawan pada dewan direksi atau komisaris; proses pada
pemerintahan seperti karya yang mempertimbangkan sudut pandang karyawan
dalam keputusan-keputusan kunci tertentu, konvensi internasional dan norma-norma
nasional yang mengakui hak-hak karyawan untuk informasi, konsultasi dan negosiasi.
Sehubungan dengan meningkatkan mekanisme kinerja, rencana kepemilikan saham
8
karyawan atau mekanisme pembagian keuntungan lain yang jamak ditemukan di
banyak negara. Dalam hal komitmen pensiun juga sering menjadi suatu elemen pada
hubungan antara perusahaan dengan karyawan purna bakti dan masa kini.
Komitmen-komitmen tersebut melibatkan perencanaan dana yang independen dari
pengawasan harus bebas dari manajemen perusahaan dan pengelolaan dana untuk
semua penerima.
D. Stakeholder berpartisipasi dalam proses tata kelola perusahaan, di mana
mereka harus memiliki akses ke informasi yang relevan, cukup dan handal
secara tepat waktu dan teratur.
Hukum dan praktek kerangka kerja tata kelola perusahaan kerangka
menyediakan ruang partisipasi dari para pemangku kepentingan, tentu sangat penting
bahwa pemangku kepentingan memiliki akses ke informasi yang diperlukan untuk
memenuhi tanggung jawab mereka.
E. Pemangku kepentingan, termasuk karyawan dan badan perwakilan mereka,
harus dapat berkomunikasi secara bebas mengenai keprihatinan mereka
mengenai praktik ilegal atau praktek yang tidak etis pada dewan direksi atau
dewan komisaris dan pihak yang berwenang dan hak-hak mereka tidak
boleh dikompromikan kepada otoritas publik yang berwenang.
Ketidaketisan dalam rangka pencapaian tujuan yang dimaksud pada praktik-
praktik ilegal oleh pejabat perusahaan mungkin tidak hanya melanggar hak-hak
stakeholders tetapi juga dapat merugikan perusahaan dan para pemegang saham
dalam hal reputasi dan peningkatan risiko kewajiban keuangan pada masa depan.
Maka dari itu, keuntungan dari perusahaan dan para pemegang saham untuk
menetapkan prosedur dan menampung untuk keluhan oleh karyawan, baik secara
pribadi atau melalui perwakilan badan mereka, dan juga dari luar perusahaan,
mengenai perilaku ilegal dan tidak etis tersebut. Dewan harus didukung oleh undang-
undang dan atau prinsip-prinsip untuk melindungi individu dan badan perwakilan dan
memberi mereka akses rahasia langsung ke seseorang yang independen di jajaran
dewan direksi atau dewan komisaris atau komite etika.
Beberapa perusahaan telah mendirikan ombudsman untuk menangani keluhan.
Beberapa pihak regulator juga membentuk saluran rahasia telepon dan fasilitas e-mail
untuk menerima keluhan. Sementara di negara tertentu, badan perwakilan karyawan
melakukan tugas-tugas menyampaikan kekhawatiran kepada perusahaan, karyawan
tidak perlu umtuk secara langsung menyampaikan keluhan dan tetap dilindungi
9
ketimbang bertindak sendirian. Dalam ketiadaan tindakan perbaikan yang tepat atau
dalam menghadapi risiko dari tindakan negatif dari keluhan mengenai pelanggaran
hukum, karyawan didorong untuk melaporkan keluhan kepada pejabat yang
berwenang. Banyak negara juga memberikan kesempatan untuk membawa kasus
pelanggaran terhadap OECD Pedoman Untuk Perusahaan Multinasional ke kontak
poin nasional. Perusahaan harus menahan diri dari tindakan diskriminatif atau
menidiakan disiplin terhadap karyawan atau badan tersebut.

F. Kerangka kerja tata kelola harus dilengkapi dengan kerangka kepailitan


yang efisien dan efektif dalam penegakan hak-hak kreditor.
Kreditor adalah stakeholder kunci, volume dan jenis kredit yang diberikan kepada
perusahaan akan tergantung sesuai dengan pentingnya pada hak-hak mereka dan
pengawasan diri mereka. Perusahaan dengan pencatatan tata kelola perusahaan
yang baik sering dapat meminjam dana dalam jumlah yang lebih besar dan lebih
menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan lain yang memiliki pencatatan
atau yang beroperasi di pasar yang kurang transparan. Kerangka kerja untuk
kebangkrutan perusahaan bervariasi secara luas di berbagai negara. Di beberapa
negara, ketika perusahaan yang hampir bangkrut, kerangka legislatif membebankan
kewajiban kepada direksi untuk bertindak dalam memenuhi kepentingan kreditor,
yang karena itu mungkin memainkan peran penting dalam tata kelola perusahaan.
Negara-negara yang lain memiliki mekanisme yang mendorong debitur untuk
mengungkapkan informasi yang tepat mengenai kesulitan-kesulitan yang sedang
dihadapi perusahaan sehingga solusi konsensual dapat ditemukan di antara pihak
debitor dan pihak kreditor.
Hak-hak kreditor juga bervariasi, mulai dari pemegang obligasi hingga kepada
kreditor tanpa jaminan. Prosedur kepailitan biasanya memerlukan mekanisme efisien
untuk merekonsiliasi antara kepentingan dari kelas kreditor yang berbeda. Di banyak
yurisdiksi ketentuan ini dibuat untuk hak-hak khusus seperti melalui "debitur", yang
menyediakan insentif/perlindungan untuk dana yang tersedia untuk perusahaan yang
sedang berada dalam kepailitan.

10
2.3 Corporate Social Responsibility (CSR)
2.3.1 Definisi CSR
Pada awalnya, konsep CSR merupakan suatu pendekatan perubahan atau
pengembangan masyarakat khususnya peningkatan sumber daya manusia yang
dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai bagian dari tanggungjawab sosialnya.
Pendekatan ini berasal dari pemikiran bahwa perusahaan harus turut berkontribusi
terhadap pembangunan dimana lokasi perusahaan beroperasi. Oleh karena itu, CSR
lahir sebagai sebuah etika bisnis baru dalam sejarah perkembangan kapitalisme
global. Pendekatan CSR ini bertujuan agar masyarakat turut terlibat atau menjadi
bagian dari perusahaan tersebut dan menikmati manfaat dari keberadaan perusahaan
di suatu wilayah tertentu. World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD) (Sukada et al., 2007), mendefinisikan CSR sebagai komitmen untuk
berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja dengan
para karyawan dan keluarganya, masyarakat setempat dan masyarakat secara luas
dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.
Sedangkan Sukada et al., (2007) mendefinisikan CSR sebagai upaya sungguh-
sungguh dari perusahaan untuk meminimumkan dampak negatif dan
memaksimumkan dampak positif operasinya dalam ranah ekonomi, sosial, dan
lingkungan, terhadap seluruh pemangku kepentingannya, untuk mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan. Pandangan yang lebih komprehensif mengenai CSR
yang kemudian disebut sebagai ―teori Piramida CSR‖ dikemukakan oleh Carroll
(1998) bahwa tanggungjawab sosial perusahaan dapat dilihat berdasarkan empat
jenjang (ekonomis, hukum, etis dan filantropis) yang merupakan satu kesatuan.
Untuk memenuhi tanggungjawab ekonomis, sebuah perusahaan harus
menghasilkan laba sebagai pondasi untuk mempertahankan perkembangan dan
eksistensinya. Dari berbagai definisi CSR yang ada, Dahlsrud (2008) menjelaskan dan
menyimpulkan bahwa definisi CSR itu secara konsisten mengandung 5 dimensi, yaitu:
1) Dimensi Lingkungan, yang merujuk ke lingkungan hidup dan mengandung kata-
kata seperti ―lingkungan yang lebih bersih‖, ―pengelolaan lingkungan‖,
―environmental stewardship‖, ―kepedulian lingkungan dalam pengelolaan operasi
bisnis‖, dan lain sebagainya. 2) Dimensi Sosial yaitu hubungan antara bisnis dan
masyarakat dan tercermin melalui frase-frase seperti ―berkontribusi terhadap
masyarakat yang lebih baik‖, ―mengintegrasi kepentingan sosial dalam operasi
bisnis‖, ―memperhatikan dampak terhadap masyarakat‖, dan lain sebagainya. 3)
11
Dimensi Ekonomis yang menerangkan aspek sosio-ekonomis atau finansial bisnis
yang diterangkan dengan kata-kata seperti ―turut menyumbang pembangunan
ekonomi‖, ―mempertahankan keuntungan‖, ―operasi bisnis‖, dan lain sebagainya.
4) Dimensi Pemangku Kepentingan (Stakeholder) yang tentunya menjelaskan
hubungan bisnis dengan pemangku kepentingannya dan dijelaskan dengan kata-kata
seperti ―interaksi dengan pemangku kepentingan perusahaan‖, ―hubungan
perusahaan dengan karyawan, pemasok, konsumen dan komunitas‖, ―perlakukan
terhadap pemangku kepentingan perusahaan‖, dan lain sebagainya. 5) Dimensi
Kesukarelaan (voluntary) sehubungan dengan hal-hal yang tidak diatur oleh hukum
atau peraturan yang tercermin melalui frase-frase seperti ―berdasarkan nilai-nilai
etika‖, ―melebihi kewajiban hukum (beyond regulations)‖, ―voluntary‖, dan lain
sebagainya.

2.3.2 Manfaat CSR


a. Manfaat bagi perusahaan
Adapun manfaat CSR bagi perusahaan yaitu : Mempertahankan dan
mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan, Mendapatkan lisensi untuk
beroperasi secara sosial, Mereduksi risiko bisnis perusahaan, Melebarkan akses
sumberdaya bagi perusahaan, Membuka peluang besar yang lebih luas, Mereduksi
biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah, Memperbaiki hubungan dengan
stakeholders, Memperbaiki hubungan dengan regulator, Meningkatkan semangat dan
produktivitas karyawan, dan Peluang mendapatkan penghargaan.

b. Manfaat CSR bagi Masyarakat


Untuk Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan
pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah
dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi
hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang
dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis
melalui CSR (Corporate Social Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan bidang-
bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten.
Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada
kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat
mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar
12
terjadi proses interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau
pengancaman satu pihak terhadap yang lain. Intinya manfaat CSR bagi masyarakat
yaitu dapat mengembangkan diri dan usahanya sehingga sasaran untuk mencapai
kesejahteraan dapat tercapai. (Oktaviani, 2016: 2)
c. Ruang lingkup Corporate Sosial Responsibility
Ruang lingkup Corporate Sosial Responsibility perusahaan merupakan
pengklasifikasian dari bidang – bidang utama perusahaan perseroan atas perbuatan
sosial untuk memudahkan perusahaan dalam mengetahui item – item mana saja yang
merupakan tanggungjawab sosialnya, klasifikasi tersebut meliputi:
1) Klasifikasi yang melibatkan masyarakat, mencakup aktivitas yang pada
dasarnya menguntungkan masyarakat seperti pelayanan kesehatan, program
pemberian makanan, serta perencanaan dan perbaikan masyarakat.
2) Klasifikasi sumber daya manusia, mencakup bidang – bidang yang
menguntungkan karyawan seperti program pendidikan dan pelatihan kebijakan
kenaikan pangkat serta tunjangan karyawan
3) Klasifikasi sumber daya fisik dan sumbangan lingkungan Mengenai kualitas
udara dan air serta pengendalian polusi maupun pelestarian lingkungan hidup.
4) Klasifikasi sumbangan produk dan jasa, memperhatikan pengaruh produk atau
jasa perusahaan terhadap masyarakat dengan memperhitungkan beberapa
pertimbangan seperti kualitas produk, pembungkusan produk, pengiklanan
produk, ketentuan garansi produk dan keamanan produk.

2.3.3 Prinsip-prinsip CSR

Implementasi CSR juga didasarkan pada prinsip-prinsip berikut :


1. Prinsip kepatuhan hukum, dalam arti, perusahaan harus memahami dan
mamatuhi semua peraturan, lokal, internasional, yang dinyatakan secara
tertulis dan tidak ditulis, sesuai dengan prosedur tertentu.
2. Kepatuhan terhadap hukum adat internasional. Artinya, ketika menetapkan
kebijakan dan praktik yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial,
perusahaan harus mamatuhi, keputusan, pedoman, peraturan pemerintah,
deklarasi dan atau perjanjian internasional.
3. Menghormati stakeholder terkait, dalam arti perusahaan harus mengakui
dan menerima keberagaman stakeholder terkait dan keberagaman

13
perusahaan-mitra (besar dan kecil) dan unsur-unsur lain, yang dapat
mempengaruhi stakeholder terkait.
4. Prinsip transparansi, artinya, perusahaan harus jelas, akurat, dan
komprehensif dalam menyatakan kebijakan, keputusan, dan kegiatan,
termasuk pengenalan terhadap potensi lingkungan dan masyarakat.
5. Menghormati Hak azasi Manusia, dalam arti, perusahaan harus
melaksanakan kebijakan dan praktik yang akan menghormati hak azasi
manusia yang ada dalam Deklarasi Universal lefts Manusia.

2.4 The principle of the role of stakeholders and the concept of corporate
responsibility

Seperti yang kita ketahui bahwa stakeholders itu adalah sekumpulan group atau
individu yang mampu memberikan dampak terhadap perusahaan untuk mencapai
tujuan perusahaan yang baik. Dan tanggung jawab corporate dalam sosial sangat lah
bergantung pada kemajuan perusahaan tersebut. Program CSR merupakan investasi
bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan
dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre) melainkan sebagai sarana
meraih keuntungan (profit centre).
Program CSR merupakan komitmen perusahaan untuk mendukung terciptanya
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Disisi lain masyarakat
mempertanyakan apakah perusahaan yang berorientasi pada usaha
memaksimalisasi keuntungan-keuntungan ekonomis memiliki komitmen moral untuk
mendistribusi keuntungan-keuntungannya membangun masyarakat lokal, karena
seiring waktu masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan
barang dan jasa yang diperlukan, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab
sosial.
Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari
konsep tata kelola perusahaan yang baik (Good Coporate Governance). Diperlukan
tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) agar perilaku pelaku
bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk dengan mengatur hubungan seluruh
kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders) yang dapat dipenuhi secara
proporsional, mencegah kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan
memastikan kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.

14
Dengan pemahaman tersebut, maka pada dasarnya CSR memiliki fungsi atau
peran strategis bagi perusahaan, yaitu sebagai bagian dari manajemen risiko
khususnya dalam membentuk katup pengaman sosial (social security). Selain itu
melalui CSR perusahaan juga dapat membangun reputasinya, seperti meningkatkan
citra perusahaan maupun pemegang sahamnya, posisi merek perusahaan, maupun
bidang usaha perusahaan
Dalam journalnya N. Li, A. Toppien yang berjudul Corporate responsibility and
sustainable competitive advantage in forest-basedindustry: Complementary or
conflicting goals?,. Bahwa ada hubungan timbal balik dalam Corporate Resposiblity
(CR) dengan peran stakholders. Jika perusahaan yang berbasis pada sistem industri
hutan atau kita bisa sebut perusahaan yang berfokus produksi pada kayu maka
corporate resposibilty yang diberlakukan tidak lah sama dengan CR pada perusahaan
pada umumnnya, karena perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan hendak
dinyatakan sebagai perusahaan yang bertanggung jawab sosial, maka prasyarat
terpentingnya adalah ia tak boleh merusak hutan sama sekali. Perusahaan itu harus
mengelola sumberdaya hutannya secara berkelanjutan (sustainable forest
management), karena hanya dengan demikian saja maka dampak keputusan dan
operasinya bisa sesuai dengan definisi dan prinsip-prinsip CSR
Mereka yang berbasis kehutanan perlu terus meningkatkan inovasi-inovasi
mereka untuk berjangka panjang, CR tidak hanya untuk keuntungan semata dan
untuk menuju kesuskesan sosial tapi diberlakukaknnya strategi-strategi yang
mengacu bagainaman perusahaan yang berbasis hutan ini mampu mengelola
kembali hutan-hutan yang sudah mereka tebang, dilakukan tanam ulang. Jadi
perubahan nilai-nilai fundamental dalam perusahaan yang berbasis hutan ini perlu di
terapkan.

2.5 Prinsip No. 4 G20/OECD Principles of Corporate Governance

Prinsip OECD IV (keempat) membahas mengenai Peranan Stakeholders


dalam Corporate Governance (CG). Secara umum, prinsip ini menyatakan bahwa:
“Kerangka corporate governance harus mengakui hak stakeholders yang dicakup oleh
perundang-undangan atau perjanjian (mutual agreements) dan mendukung secara
aktif kerjasama antara perusahaan dan stakeholders dalam menciptakan

15
kesejahteraan, lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan yang bekesinambungan
(sustainibilitas) dari kondisi keuangan perusahaan yang dapat diandalkan”.
Pernyataan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: para pemangku
kepentingan (stakeholder) seperti investor, karyawan, kreditur dan pemasok memiliki
sumberdaya yang dibutuhkan oleh perusahaan. Sumberdaya yang dimiliki oleh
stakeholder tersebut harus dialokasikan secara efektif untuk meningkatkan efisiensi
dan kompetisi perusahaan dalam jangka panjang.
Selanjutnya, secara lebih rinci prinsip yang terkait dengan Peranan
Stakeholders dalam Corporate Governance (CG) terbagi atas 6 (enam) subprinsip
antara lain:
1. ”Hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang dicakup dalam
perundang-undangan atau perjanjian (mutual agreements) harus dihormati”
Di semua negara anggota OECD, prinsip yang memuat mengenai hak-hak
stakeholders dicakup dalam perundang-undangan seperti Undang-Undang
Ketenagakerjaan, Undang-Undang Usaha, UndangUndang Komersial dan
Insolvensi (kesulitan likuiditas dalam jangka panjang) atau perjanjian-perjanjian
lain. Dalam hal hak-hak stakeholder tidak dicakup dalam perundang-undangan
di atas, maka perusahaan-perusahaan akan memuat tambahan mengenai hal-
hal yang berhubungan dengan komitmen perusahaan terhadap stakeholder
dan reputasinya khususnya terkait dengan kepentingan perusahaan dalam arti
luas.
2. “Jika kepentingan stakeholder dilindungi oleh undang-undang, maka
stakeholders seharusnya memiliki kesempatan untuk menuntut (redress)
secara efektif atas hak-hak yang dilanggar”.
Subprinsip ini menyatakan bahwa kerangka dan proses hukum yang berlaku
harus transparan dan tidak menghalangi stakeholder dalam
mengkomunikasikan dan memperoleh hak untuk menuntut (redress) apabila
terjadi pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Dengan katalain subprinsip
kedua ini merupakan hak perlindungan terhadap stakeholder apabila, hak-hak
stakeholder yang dicakup dalam subprinsip pertama tidak dapat berjalan
dengan baik.
3. “Mekanisme peningkatan kinerja bagi partisipasi karyawan harus
diperkenankan untuk berkembang”. Implementasi tingkat partisipasi karyawan
dalam corporate governance sangat bervariasi, hal ini tergantung dari
16
perundangundangan dan praktik yang ada disuatu negara dan juga kebijakan
perusahaan. Walaupun memiliki kemungkinan implementasi yang berbeda baik
disetiap negara ataupun perusahaan, subprinsip ini akan memberikan manfaat
bagi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu dengan
adanya komitmen kesiapan karyawan dalam menginvestasikan skill yang
dimilikinya dalam perusahaan. Contoh mekanisme peningkatan kinerja
perusahaan melalui partisipasi karyawan adalah:
a. Perwakilan karyawan dalam Dewan Komisaris,
b. Keterlibatan Serikat Pekerja dalam mempertimbangkan suatu keputusan
penting,
c. Employee Stock Option Plan (ESOP), dan
d. Pension Plan.
4. “Jika Pemangku Kepentingan (stakeholders) berpartisipasi dalam proses CG,
maka stakeholder harus memiliki akses atas informasi yang relevan, memadai
dan dapat diandalkan secara tepat waktu dan berkala”.
5. “Stakeholders termasuk didalamnya individu karyawan dan serikat karyawan,
seharusnya dapat secara bebas mengkomunikasikan kepedulian mereka
terhadap praktik ilegal atau tidak etis kepada Dekom, dan tindakan tersebut
seharusnya tidak merpengaruhi hakhak mereka”.
6. ”Kerangka CG harus dilengkapi dengan kerangka insolvency yang efisien dan
efektif serta penegakan hukum (enforcement) yang efektif atas hak-hak
kreditur”.
Subprinsip ini berkaitan dengan hak-hak kreditur. Di negara-negara yang
termasuk emerging market seperti Indonesia, kreditur merupakan stakeholder
utama. Besarnya kredit yang diberikan oleh kreditur tersebut sangat tergantung
pada hak-hak kreditur dan bagaimana enforcement dari hak-hak tersebut.
Secara umum, perusahaan yang beroperasi di negara dengan rating GCG
yang baik akan memperoleh dana yang lebih besar dan jangka waktu kredit
yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi
pada negara dengan rating GCG yang kurang baik.Selanjutnya, salah satu hak
kreditur adalah mendapatkan perlidungan khususnya pada saat suatu
perusahaan (debitur) mengalami kesulitan keuangan yang berakibat kepada
kemampuannya dalam memenuhi kewajiban keuangannya (insolvensi).

17
2.6 Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang Terkait dengan
Perlindungan Pemangku Kepentingan
Kesejahteraan pemangku kepentingan (stakeholders) menjadi salah satu faktor
yang menentukansustainability suatu perusahaan, sehingga menjadi fokus dalam tata
kelola perusahaan. Contohnya adalah melaksanakan program Corporate Social
Responsibility (CSR)sebagai bukti kepedulian dan tanggungjawab perusahaan, lebih
dari sekedar mencari laba. Oleh karena itu, peraturan yang melindungi kepentingan
para stakeholders penting dimiliki oleh suatu negara, termasuk Indonesia. Dalam
makalah ini akan dijabarkan beberapa peraturan yang ada di Indonesia terkait
perlindungan kepentingan pemangku kepentingan , antara lain:
1. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU No. 5 Tahun
1990)
2. Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999)
3. Perlindungan Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003)
4. Perlindungan kepada Penanam Modal (Investor)
5. Perlindungan terhadap Kompetitor
6. Perlindungan terhadap Kreditur (UU No. 42 Tahun 1999)
7. Perlindungan terhadap Whistleblowers

18
KASUS I

PT. Expravet Nasuba (Pencemaran Lingkungan Limbah Cair)

Sumber : https://news.metro24jam.com

Seksi Wilayah I Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup


Wilayah Sumatera, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),
menyegel PT. Expravet Nasuba, Senin (17/8/2018). Perusahaan yang beralamat di
Jalan K.L Yos Sudarso KM.8,8, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Kota
Medan, Sumatera Utara, ini dianggap melanggar undang-undang lingkungan
hidup, membuang limbah cair ke aliran Sungai Deli.

Operasi penegakkan hukum terhadap perusahan yang bergerak pada pemotongan


dan pengolahan daging serta hukum ini dipimpin Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah
Sumatera, Edward Sembiring. Di lokasi, tim gakkum bersama Satuan Polisi
Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul, dan tim penyidik Seksi
Wilayah I mengumpulkan sejumlah barang bukti beserta sampel limbah cair
perusahaan.

Pantauan Mongabay di lokasi, tim penyidik penegak hukum menelusuri arah pipa
terakhir pembuangan limbah cair ke Sungai Deli. Edward tampak geram dengan
pencemaran lingkungan yang dilihatnya itu.

Laporan masyarakat

Edward mengatakan, penghentian kegiatan PT. Expravet Nasuba (EN) berawal dari
pengaduan masyarakat terkait pencemaran Sungai Deli. Pada 25 Agustus 2018,
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) memverifikasi pengaduan, ditemukan
fakta bahwa perusahaan tidak memiliki izin pembuangan limbah cair serta ada saluran
pembuangan tanpa pengolahan.

Pada 13 Maret 2013, Wali Kota Medan telah memberikan sanksi administrasi,
paksaan pemerintah, kepada PT. EN berdasarkan SK No: 660.2/396.X/III/2013 atas
pelanggaran yang dilakukan. Namun, perusahaan tidak melaksanakan isi surat
tersebut, bahkan tetap membuang limbah cair langsung ke Sungai Deli.

“PT. EN diduga melanggar peraturan. Atas dasar itu, kami menyegelnya. Kami hanya
menghentikan pembuangan limbah, bukan kegiatan perusahaan,” terangnya.

Edward menyatakan, pihak perusahaan menolak menandatangani berita acara


penyegelan. “Namun, kami sudah lampirkan berita acara penolakan itu. Jika plang
penyegelan dicabut, itu pidana dan akan diproses hukum. Kasus ini akan diusut
hingga tuntas,” tegasnya.

19
KASUS II

PT. Insani Bara Perkasa [IBP]

Sumber : https://kaltim.tribunnews.com

Bertepatan peringatan Hari Anti Tambang, di Kalimantan Timur [Kaltim] anak usia 10
tahun meninggal di lubang bekas galian tambang [29/5/2019]. Korban adalah Natasya
Aprilia Dewi [Nad], putri pasangan Sanadi dan Purwanti. Nad merupakan siswi kelas
IV SD Islam Jamiatul Mutaqin, Samarinda.

Menurut catatan Jaringan Advokasi Tambang [Jatam] Kalimantan Timur, kronologi


kematian Nad bermula saat korban bermain di sekitar lubang tambang menganga
seluas 2,31 hektar, tanpa penjaga. Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang
mengatakan, korban tewas di lubang bekas tambang PT. Insani Bara Perkasa [IBP].
Dari keterangan saksi mata, korban terperosok tenggelam. Nad sempat mendapatkan
perawatan di RSUD IA Moeis, namun dinyatakan meninggal pada 17.30 Wita.

“Nad adalah korban ke-34 selama delapan tahun terakhir. Kalimantan Timur bukan
Provinsi ramah anak. Pemerintah abai akan hal ini,” katanya.

Rupang menambahkan, lubang PT. IBP dibiarkan begitu saja, tidak ada pagar
pembatas, tidak ada papan peringatan kawasan berbahaya, tidak ada petugas.
“Kejadian ini sama dengan 33 kasus kematian anak lainnya. Parahnya, lubang tempat
Nad tenggelam hanya berjarak 2 hingga 5 meter dari pemukiman warga terdekat,”
jelasnya. Rupang menegaskan, kejadian ini bukti pengabaian perusahaan tambang
batubara maupun Pemerintah Kalimantan Timur. “Pemerintah melihat ini biasa saja.
Seharusnya, Provinsi Kaltim maupun DPRD bersikap tegas,” sebutnya.

Empat nyawa di lubang perusahaan yang sama

Tewasnya Nad merupakan kasus ke empat yang terjadi di konsesi PT. IBP. Pada 25
Desember 2012, MM [11] tenggelam. Hingga kini penanganan kasusnya jalan di
tempat, tanpa ada pengajuan dan pelimpahan ke pengadilan.

Berikutnya, pada 9 April 2016, MA [5] jatuh ke timbunan sisa batubara yang terbakar.
MA mengalami luka bakar di sekujur tubuh, hingga 70 persen, dirawat 27 hari di RSUD
IA Moeis. Ia menjalani enam kali operasi termasuk amputasi lengan kiri, kelingking
kanan, dan tiga jari kaki kanan. Tidak lama berselang WM pada 15 Mei 2016 [17]
meregang nyawa tenggelam, di lokasi berbeda tapi di lubang tambang PT.IBP. Seperti
MM dan MA, penegakan hukum kematian WM berhenti, tanpa ada transparansi.

“Perusahaan ini bermasalah, tapi tidak ditutup. Kematian anak-anak dan perlawanan
warga kerap terjadi, pemerintah seakan tutup mata. Demikian pula Polda Kaltim,
gugatan demi gugatan terus dilayangkan warga, tapi belum ada perkembangan,” kata
Rupang.

PT. Insani Bara Perkasa dengan luas konsesi 24.477 hektar merupakan perusahaan
tambang batubara di bawah bendera PT Resources Alam Indonesia [RAI] yang
mayoritas sahamnya [39,36 persen] dimiliki UBS AG Singapore. Dengan produksi

20
mencapai 1.611.451 ton pada 2018, hampir seluruhnya diekspor ke luar negeri, yakni
Korea [59,54 persen], India [31,21 persen], China [7,08 persen], dan Bangladesh [2,16
persen].

Kritik

Jatam Kaltim menilai, Gubernur Provinsi Kaltim tidak memiliki sikap. Masyarakat
Kaltim pernah dihebohkan dengan pernyataan Gubernur Kaltim yang mengatakan
meninggal di lubang tambang adalah nasib. “Kaltim memiliki Gubernur cuek, anak-
anak mati katanya nasib. Banyak korban di lubang tambang, katanya jangan-jangan
lubang tambang ada hantu,” kata Rupang.

Uniknya, lanjut Rupang, setelah korban ke-34 jatuh, Gubernur Kaltim, Isran Noor
malah minta para orang tua lebih sadar, memerhatikan dan menjauhkan anak-anak
dari lubang. Padahal, kata dia, sudah kewajiban Pemerintah Kaltim menyediakan
jaminan keselamatan bagi warganya.

Rupang menyayangkan jatuhnya korban yang berulang. Untuk itu, Jatam


menegaskan, penting bagi Provinsi Kaltim membekukan Kantor ESDM beserta
seluruh fungsi, wewenang dan instrumen perizinan. “Buat apalagi ada kalau kematian
di lubang tambang dibiarkan.”

Terpisah, dihubungi melalui WhatsApp, Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi tidak
bersedia memberikan keterangan. Hadi hanya membalas pesan dengan permintaan
maaf melalui gambar tangan saja.

Kacamata hukum

Akademisi Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah


menyebut kasus kematian di lubang tambang memiliki dua bentuk penanganan:
administrasi dan pidana. Herdi menjelaskan, untuk sanksi administrasi, kewenangan
pemerintah sebagai pihak yang memberikan izin usaha pertambangan [IUP].
Sayangnya, kata dia pemerintah sepertinya tidak belajar dari pengalaman.

“Bagi saya, perusahaan yang wilayah konsesinya memakan korban jiwa, layak
mendapat sanksi aministrasi pencabutan IUP. Lubang itu akibat kewajiban reklamasi
yang tidak dilakukan,” ujarnya.

Sanksi pidana, lanjutnya, domain aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian.
“Saya heran, sampai hati kasus-kasus hilangnya nyawa manusia dibiarkan begitu
saja. Seperti diabaikan dan didiamkan. Itu kan seperti menghina rasa keadilan publik,
terutama para korban,” jelasnya. Jelas, peristiwa ini pidana, bisa dikenakan sangkaan
Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain mati. Ancaman
hukuman 5 tahun penjara.

Herdi menjelaskan, letak kelalaian adalah tidak ada reklamasi, lalu prinsip kehati-
hatian yang tidak dijalankan. Misalnya, tidak adanya pemasangan rambu tanda
bahaya dan pagar pembatas sesuai Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor : 555.K/26/M.PE/1995.

21
JURNAL I

Stakeholder and Corporate Social Responsibility Disclosure: A Comparative


Study of Indonesia, India, and Pakistan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji Perbedaan Pengungkapan Social


Responsibility (CSR) Perusahaan di Indonesia, Pakistan dan India, juga menguji
pengaruh stakeholder terhadap pengungkapan CSR. Stakeholder diidentifikasi oleh
manajer, karyawan, pemegang saham, kreditur dan pelanggan. pengungkapan CSR
perusahaan diukur dengan menggunakan GRI versi indeks 4.
Populasi dari penelitian ini menggunakan data sekunder dari laporan tahunan
pada tahun 2014 memperoleh melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), Bursa Efek
Pakistan dan Bursa Efek India. Sampel penelitian ini adalah 125 perusahaan di
Indonesia, Pakistan dan India yang dihasilkan dengan menggunakan metode
purposive sampling.
Menurut tujuan penelitian ini, hasil uji ANOVA ada tingkat perbedaan
pengungkapan CSR antara Indonesia, Pakistan dan India. analisis regresi linier dan
hasilnya adalah karyawan dan pelanggan memiliki dampak positif pada
pengungkapan CSR. Selain itu, tidak ada dampak signifikan antara pemegang saham,
manajer dan kreditur terhadap pengungkapan CSR. Kata kunci: pengungkapan CSR,
pengungkapan sukarela, stakeholder, GRI versi 4.

Hasil Penelitian
1. Hasil penelitian memberikan bukti bahwa ada perbedaan dalam hal
pengungkapan CSR di Indonesia, Pakistan, dan India, oleh karena itu hipotesis
pertama diterima. Perbedaan dalam hal pengungkapan CSR di tiga negara
disebabkan oleh perbedaan dalam hal regulasi yang mengatur tentang
kegiatan CSR, sementara di Pakistan, tidak ada peraturan yang terkait dengan
CSR. India adalah negara dengan pengungkapan CSR tertinggi karena India
mewajibkan perusahaan yang todisclose kegiatan CSR secara ekstensif
(Chapple dan Bulan, 2005).
2. Manajer memiliki efek positif pada pengungkapan CSR, hipotesis ke dua
diterima tapi tidak signifikan. Hasilnya adalah konsisten dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Asl dan Kutlu (2010). Hal ini menunjukkan

22
bahwa perusahaan dengan profitablity lebih tinggi pada dasarnya tidak dapat
melakukan lebih banyak kegiatan CSR serta untuk mengungkapkan itu karena
orientasinya untuk mendapatkan keuntungan.
3. karyawan memiliki efek positif pada pengungkapan CSR, hipotesis ketiga
diterima. Hasilnya adalah konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Huang dan Kung (2010) yang menyatakan bahwa role play jumlah karyawan
dalam keterbukaan CSR di sebuah perusahaan. Sejumlah besar akan
karyawan memiliki efek pada pendapat kuat dan minat mereka kepada
manajemen.
4. Pemegang saham memiliki efek positif pada pengungkapan CSR, hipotesis ke
empat ditolak. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Barnae
dan Rubin (2010), dan Oak dan Dalbor (2015) yang menyatakan bahwa
pemegang saham tidak berpengaruh pada pengungkapan CSR. Hal ini
menunjukkan bahwa lembaga sebagai pemegang saham tidak dapat
mendorong perusahaan untuk mengungkapkan CSR, karena kebutuhan
pemegang saham dari tinggi kembali bagi perusahaan. Selain itu, di India dan
Pakistan saham ownershipis didominasi oleh promotor atau direksi yang
merupakan pendiri perusahaan.
5. Kreditur memiliki efek positif pada pengungkapan CSR, hipotesis ke lima
ditolak. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Giannarakis
(2014) yang menyatakan bahwa kekuatan kreditur dalam mengungkapkan
CSR tidak didasarkan pada angka-angka rasio leverage, namun berdasarkan
kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya. Faktor lain adalah
bahwa perusahaan memiliki hubungan yang baik dengan kreditur, sehingga
pengungkapan CSR tidak didasarkan pada leverage.
6. Pelanggan memiliki efek positif pada pengungkapan CSR, hipotesis ke enam
diterima. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendriques
dan Sadorsky (1996) yang menyatakan bahwa beban pelanggan adalah beban
terbesar setelah beban pemerintah.

Kesimpulan Dan Saran


Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa ada tingkat perbedaan tingkat
pengungkapan CSR antara Indonesia, India, dan Pakistan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan CSR di tiga negara yang berbeda secara
23
signifikan. Selain itu, penelitian ini menguji pengaruh pemangku kepentingan
pengungkapan CSR dan hasilnya menunjukkan bahwa stakeholdersthat memiliki
aneffect pengungkapan CSR adalah karyawan dan pelanggan, sementara manajer,
pemegang saham, dan kreditur tidak memiliki efek pada pengungkapan CSR. Batasan
penelitian ini adalah penelitian ini tidak memeriksa kualitas pengungkapan CSR tetapi
hanya memeriksa kuantitas pengungkapan CSR. Selain itu, kehadiran unsur
subjektivitas dalam penelitian ini cukup tinggi, karena penentuan pengukuran
pengungkapan CSR didasarkan pada kemampuan peneliti untuk memahami standar.
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang diberikan oleh peneliti adalah
bahwa setiap negara harus establisha kebijakan yang mengatur pengungkapan CSR.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perusahaan harus menggunakan standar
internasional dalam pelaporan CSR. Dalam penelitian ini, jumlah karyawan
mempengaruhi pengungkapan CSR, sehingga perusahaan diharapkan untuk lebih
memperhatikan peran karyawan sebagai salah satu objek CSR. Penelitian ini juga
menemukan bahwa pengungkapan CSR efek pelanggan sehingga perusahaan
diharapkan untuk lebih memperhatikan peran pelanggan dalam rangka meningkatkan
pengungkapan CSR.

24
JURNAL II

Corporate social disclosures in Indonesia:


stakeholders’ influence and motivation

Tujuan - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan motivasi para
pemangku kepentingan untuk Indonesia yang terdaftar perusahaan dalam
mempraktikkan pengungkapan sosial perusahaan (CSD) dalam laporan tahunan
mereka.

Desain / metodologi / pendekatan - Sebuah kuesioner dibagikan kepada


manajemen tingkat atas di perusahaan dan mencapai 252 responden.

Temuan / Hasil Penelitian - Temuan menunjukkan bahwa "komunitas" adalah


kelompok pemangku kepentingan yang paling mempengaruhi praktik CSD dan
“menciptakan citra positif” adalah motivasi utama dari perusahaan dalam
menyediakan CSD.

Implikasi praktis - Penelitian ini mendukung sebagian besar studi di bidang CSD,
terutama di Indonesia negara berkembang.

Orisinalitas / nilai - Berdasarkan kuesioner, diperkaya dengan kunjungan lapangan


dan wawancara, makalah ini memberikan bukti tentang pengaruh pemangku
kepentingan dan motivasi perusahaan dalam mempraktikkan CSD. Itu Studi ini
bermanfaat untuk memahami informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dari
para pemangku kepentingan dan perspektif perusahaan.

Kesimpulan dan Implikasi - Beberapa kesimpulan dapat ditarik untuk penelitian ini.
1. Pertama, perusahaan Indonesia dipertimbangkan dengan pentingnya
CSR. Namun, mereka tampaknya tidak sadar untuk mengungkapkannya
komprehensif dalam laporan tahunan karena mereka masih mencari bentuk
laporan lain untuk menampung informasi kegiatan sosial. Selain itu,
perusahaan juga perlu lebih jelas tentang manfaat CSD.
2. Kedua, penelitian ini telah menunjukkan, yang tercermin dalam penelitian lain
bahwa motif untuk CSD. Dua ratus lima puluh dua respons perusahaan yang
diperoleh mengindikasikan bahwa “menciptakan citra yang baik” sangat
penting untuk keberhasilan bisnis mereka. Ini mungkin menyarankan itu CSD
telah digunakan sebagai alat hubungan masyarakat, untuk meningkatkan citra
dan reputasi perusahaan. Namun, karena "mematuhi tuntutan pemangku
kepentingan" telah menempati peringkat ketiga motivasi untuk CSD, teori
pemangku kepentingan juga dapat menjelaskan bagaimana perusahaan
berusaha melakukan kegiatan CSR untuk memenuhi kebutuhan pemangku
kepentingan mereka.
3. Terakhir, "komunitas" telah dianggap sebagai kelompok pemangku
kepentingan yang paling berpengaruh untuk perusahaan dalam
mengungkapkan kegiatan sosial. Temuan ini dapat menjelaskan perusahaan

25
itu melakukan kegiatan CSR mereka untuk memenuhi tuntutan dari
masyarakat. Secara teori, hasil ini dapat menyarankan bahwa teori legitimasi
dalam konteks konsep "norma" adalah berlaku untuk menjelaskan mengapa
perusahaan memandang "komunitas" sebagai yang paling penting pemangku
kepentingan dalam menekan mereka untuk praktik CSD. Deegan
(2002b) menyarankan organisasi perlu beradaptasi dengan harapan
masyarakat jika mereka ingin sukses. Di Sebaliknya, organisasi akan dihukum
jika mereka tidak beroperasi dengan cara yang konsisten harapan masyarakat.

26
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Poin-poin penting dari bab ini adalah :

a. Fungsi pengawasan tata kelola perusahaan adalah tanggung jawab langsung


pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, dan dapat dicapai
melalui partisipasi langsung investor dalam bisnis dan urusan keuangan
perusahaan.
b. Pemegang saham memainkan peran penting dalam memantau perusahaan
publik untuk memastikan efektivitas tata kelola perusahaan mereka dan hak-
hak pemegang saham dengan (1) menyediakan akses tepat waktu ke
informasi, (2) meningkatkan hak pemegang saham, dan (3) mempromosikan
demokrasi pemegang saham.
c. Investor institusional dapat memainkan peran penting dalam mengurangi
asimetri informasi antara manajemen dan pemegang saham dengan
memperoleh informasi pribadi dari manajemen dan menyampaikan hal itu
kepada pemegang saham dan, dengan demikian, pasar modal.
d. Partisipasi karyawan dalam tata kelola perusahaan dapat mempengaruhi
kontrol dan otoritas manajerial, dan dapat mempengaruhi partisipasi karyawan
dalam pengambilan keputusan dan kerja sama dalam pelaksanaan keputusan.
e. Investor institusional mempengaruhi tata kelola perusahaan publik di mana
mereka diinvestasikan dengan mengedepankan harapan untuk meningkatkan
efektivitas tata kelola perusahaan.

Dalam mempertahankan eksistensi suatu perusahaan, praktek Good Corporate


Governance bisa menjadi salah satu syarat yang harus dimplementasikan. Tak hanya
perusahaan saja yang bertindak, pemerintah turut mendukung implementasi praktik
GCG melalui peraturan perundang- undangan. Penerapan program CSR merupakan
salah satu bentuk implementasi dari konsep tata kelola perusahaan yang baik (Good
Coporate Governance).

27
PraktikGood Corporate Governance mengatur bagaimana hubungan perusahan
dengan para stakeholdersdan bagaimana perusahaan melaksanakan tanggung
jawabnya pada tiap stakeholders, baik dari sisi internal maupun sisi eksternal. Prinsip
tatakelola perusahaan yang baik harus dapat mendorong kerjasama aktif antara
perusahaan dengan para stakeholders-nya untuk menciptakan keuntungan bagi
kedua belah pihak, menghasilkan lapangan pekerjaan, dan menjaga
keberlangsungan operasi perusahaan. Bagi stakeholderseksternal, bentuk tanggung
jawab yang dapat diberikan perusahaan adalah melalui program Corporate Social
Responsibility (CSR). Melalui program CSR dapat memberikan timbal balik bagi pihak
eksternal yang dipengaruhi oleh operasi perusahaan, khususnya lingkungan alam dan
sosial. Selain itu, melalui CSR perusahaan juga dapat membangun reputasinya,
seperti meningkatkan citra perusahaan maupun pemegang sahamnya, posisi merek
perusahaan, maupun bidang usaha perusahaan.

Prinsip pengaturan dan perlindungan mengenai stakeholders tidak hanya


ditetapkan oleh perusahaan saja, namun perlu ada serangkaian peraturan yang
ditetapkan oleh pemerintah sebagai public governance untuk mendukung corporate
governance yang dijalankan oleh perusahaan. Saat ini di Indonesia, beberapa aturan
mengenai para stakeholders seperti pekerja, konsumen, dan pemegang saham
memang telah ditetapkan, namun negara ini belum secara eksplisit mengatur
mengenai perlindungan terhadap whistleblower yang merupakan unsur penting demi
menjalankan prinsip transparansi pada perusahan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Kebijakan Perusahaan tentang Kode etik Perusahaan (Code of Conduct/CoC) Nomor


: 003/DIR-KP/IV/2016 tertanggal 20 April 2016.

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), 2006, Pedoman Umum Good


Corporate Indonesia.

OECD, 2015, G20/OECD Principles of Corporate Governance.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Razaee, Zabihollah, 2009, Corporate Governance and Ethic, Jhon Wiley (ZR)

Zarkasyi, Wahyudin, 2008, Good Corporate Governance pada Badan Usaha


Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya. Bandung: Penerbit
Alfabeta.

https://www.mongabay.co.id/2017/05/31/antara-ribuan-izin-dan-ratusan-lubang-
tambang-batubara-kaltim-minim-pengawas/

https://www.mongabay.co.id/2018/09/25/buang-limbah-cair-ke-sungai-deli-
perusahaan-ini-disegel-klhk/

29

You might also like