You are on page 1of 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Adhesi peritoneum merupakan suatu tantangan klinis penting

dalam operasi gastrointestinal sebagai komplikasi dari iritasi peritoneum

baik karena infeksi ataupun trauma pembedahan. Adhesi peritoneum

dianggap sebagai penyembuhan yang patologis setelah cedera peritonium,

Terutama karena tindakan pembedahan. Keseimbangan antara Deposisi

dan degradasi fibrin sangat penting dalam menentukan penyembuhan

peritoneum normal atau pembentukan adhesi. (1,2)

Pembentukan adhesi peritonium merupakan komplikasi yang

sering terjadi setelah operasi laparotomi. Angka kejadian adhesi

peritonium pasca laparotomi berkisar antara 67% hingga 93%. Adhesi

peritonium merupakan penyebab morbiditas yang tinggi pasca tindakan

pembedahan meskipun bertahun-tahun kemudian setelah tindakan awal

pembedahan. 40% kasus obstruksi disebabkan oleh adhesi peritonium.

Adhesi peritonium juga dapat menyebabkan nyeri panggul kronik pada

20%-50% kasus. Adhesi pada daerah panggul juga berperan terhadap

kejadian infertilitas pada 15% sampai 40% kasus.(3)

Adhesi peritoneum memiliki dampak ekonomi yang signifikan.

Diperkirakan di Amerika Serikat terdapat 117 rawat inap yang berkaitan

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 1
dengan adhesi per 100.000 orang. Di beberapa negara Eropa, biaya medis

untuk penanggulangan adhesi lebih dari pengeluaran biaya medis bedah

untuk kanker lambung dan hampir sebanyak untuk kanker kolorektal.

Adhesipasca operasi memiliki dampak ekonomi yang mendalam, termasuk

prosedur bedah itu sendiri, rawat inap, penyembuhan,dan kehilangan

produktivitas. Dengan demikian, mengembangkan strategi yang efektif

untuk pencegahan adhesi dapat membantu mengurangi biaya manajemen,

morbiditas, dan mortalitas yang tidak perlu.(4)

Mekanisme yang mendasari terjadinya adhesi peritonium belum

diketahui secara jelas. Patogenesis dari pembentukan adhesi dapat

dipengaruhi oleh tiga faktor utama; (I) Inhibisi dari sistem fibrinolitik dan

degradasi matrix extraseluler, (II) induksi dari respon inflamasi, dan (III)

hipoksia jaringan.(4)

Salah satu patogenesis terjadinya adhesi adalah hasil dari respon

inflamasi terhadap cedera jaringan peritonium. Meskipun mekanismenya

tidak jelas, penggunaan salin dingin diduga memiliki efek anti inflamasi.

Salin dingin dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi sehingga

menghambat pengeluaran faktor-faktor inflamasi.(1,5,6)

Banyak metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya adhesi

peritonium pasca laparotomi. Mulai dari teknik pembedahan minimal

invasif, penggunaan barir mekanik, protein rekombinan dan antibodi, gen

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 2
terapi, serta bahan-bahan kimia dan obat-obatan tertentu yang bertujuan

untuk menurunkan kejadian adhesi peritonium pasca laparotomi. Namun

demikian belum ada satu metodepun yang paling optimal untuk mencegah

terjadinya adhesi. (3,4,6)

Penelitian yang dilakukan oleh Binda dkk menyebutkan bahwa

dengan menurunkan suhu tubuh pada hewan coba tikus menjadi 32oC

dapat mengurangi kejadian adhesi peritonium. Diduga bahwa hipotermi

dapat menekan respon inflamasi. Penurunan suhu tubuh ini didapat dengan

menurunkan suhu gas CO2 yang digunakan untuk pneumoperitonium

intra peritoneal pada tindakan laparoskopi.

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fungsi Peritoneum

Peritoneum merupakan selapis sel mesotelium komplek dengan

membran basalis yang ditopang oleh jaringan ikat yang kaya akan

pembuluh darah. Peritoneum terdiri dari peritoneum parietal yang melapisi

dinding bagian dalam rongga abdomen, diafragma dan organ

retroperitoneum dan peritoneum visceral yang melapisi seluruh

permukaan organ dalam abdomen. Luas total peritoneum lebih kurang 1,8

m2. Setengahnya (±1) m2 berfungsi sebagai membran semipermeabel

terhadap air, elektrolit, serta makro dan mikro molekul. (9)

Fungsi utama peritoneum adalah menjaga keutuhan atau integritas

organ intraperitoneum. Normal terdapat 50 mL cairan bebas dalam rongga

peritoneum, yang memelihara permukaan peritoneum tetap licin. (10)

2.2. Definisi

Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara

omentum, usus dan dinding perut. Perlengketan ini dapat berupa jaringan

ikat tipis seperti film, jaringan fibrosis yang tebal mengandung pembuluh

darah dan jaringan saraf, atau perlengketan langsung antara dua

permukaan organ (1).

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 4
Gambar 7 Contoh adhesi peritoneal, terjadi adhesi antara ileum dengan peritoneum

2.3 Etiologi Adhesi


Adhesi peritoneal dapat terjadi akibat adanya trauma pada
peritoneum. Pada operasi trauma pada peritoneum dan stimulasi respon
inflamasi yang dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Trauma operasi
Merupakan hal terpenting di dalam proses pembentukan adhesi yang
permanen. Adanya trauma akan merangsang pembentukan eksudat
inflamasi yang akhirnya akan berlanjut pada pembentukan adhesi
temporer dan permanen. Selain akibat instrumen bedah, pada saat operasi
trauma permukaan peritoneum dapat terjadi pula akibat abrasi, kekeringan,
iritasi kimiawi dan perubahan tempratur misalnya pada penggunaan
kauter(11).
2. Iskemia jaringan
Iskemia dan jaringan nekrotik pada peritoneum adalah stimulus yang
sangat poten bagi pembentukan adhesi. Adanya iskemia akan merangsang
pembentukan neovaskularisasi, termasuk adhesi di dalamnya keadaan ini

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 5
bisa terjadi pada penjahitan atau ligasi peritoneum, serta devaskularisasi
sepanjang anastomosis usus.
3. Infeksi, reaksi alergi, dan darah
Merupakan juga stimulus inflamasi yang poten sehingga akan
terbentuk adhesi permanen yang lebih banyak jika proses-proses tersebut
terus berlangsung setelah pembedahan. Pada pembedahan, infeksi dapat
terjadi karena penyakit yang menjadi indikasi pembedahanya sendiri,
maupun sebagai akibat komplikasi operasi. Reaksi alergi tersering
disebabkan oleh benda asing yang dipergunakan saat operasi seperti talk
pada sarung tangan, kasa laparatomi atau benang yang digunakan. Darah
yang tersisa dan tidak dibersihkan setelah suatu laparotomi akan
menimbulkan stimulasi pembentukan adhesi (11).
4. Benda asing iritatif: peranan benda asing pada adhesi
intraperitoneal telah banyak dikemukakan peneliti sebagai
berikut:
 Myllareniermi (1967) menemukan 61% dari 309 adhesi pasca bedah
sebagai akibat reaksi benda asing, jenis benda asing yang sering diemukan
adalah 50% talk, 25% benang kain laparotomi dan sisanya adalah butir
tepung yang diserap, isi usus, benang jahit, dan lain-lain. Talk = talc yang
banyak digunakan pada sarung tangan adalah hydrous magnesium silicate
yang bersifat tidak larut dalam air, asam dan alkali.
 Reaksi benda asing yang berupa adhesi, granuloma, dan akhirnya
gangguan penyembuhan peritoneum
 Kain laparotomi yang sering dicuci dan dipergunakan berulang juga
bahaya karena serat dan bulu mudah terlepas. Disamping itu detergen
pencuci tersisa pada kain akan tercampur benda asing lain sewaktu dicuci.

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 6
Proses pembedahan menyebabkan trauma pada peritoneum, dan
kemudian akan menimbulkan pelepasan berbagai sitokin sehingga akan
berakibat pada reaksi inflamasi pada peritoneum. Tahap berikutnya,
setelah proses inflamasi berlalu dan bersamaan dengan berjalanya proses
penyembuhan peritoneum, maka akhirnya akan terbentuk adhesi fibrinous
dan akhirnya menjadi adhesi permanen(11).

Proses penyembuhan luka pada peritoneum berbeda dengan


penyembuhan kulit dimana pada peritoneum, seluruh permukaan yang
mengalami trauma akan mengalami reepitelisasi secara simultan. Hal ini
berbeda dengan kulit dimana reepitelisasi dimulai dari tepi luka. Dengan
demikian defek peritoneum yang luas akibat trauma akan sembuh
sempurna asal tidak mengalami iskemi ataupun ransangan dari benda
asing.

Akibat penyembuhan seperti hal tersebut diatas luka kecil maupun


besar pada peritoneum akan mengalami reepitelisasi dengan waktu yang
sama cepatnya. Sel- sel mesothelium yang berperan dalam penyembuhan
luka dan pembentukan adhesi berasal baik dari tepi luka, maupun secara
simultan dari tengah luka yang berasal dari lompatan dan proliferasi sel-
sel mesothelium dan fibroblast subperitoneal (11) .

Menurut ellis dan hubbard, lamanya proses penyembuhan luka


adalah 5-6 hari untuk peritoneum parietale dan 5-8 hari untuk peritoneum
vicerale. Sel-sel PMN akan meningkat dalam 12 jam pertama pasca
operasi dan berada pada fibrin-fibrin eksudat. Makrofag elemen penting
dalam penyembuhan peritoneum muncul pada hari 1 sampai 2 pasca bedah
dan berperan pada regulasi fungsi fibroblast dan sel mesothel. Pada hari ke
2, makrofag akan membentuk lapisan pada peritoneum yang mengalami

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 7
trauma. Setelah hari ke 6 dan ke 7 pasca bedah seluruh permukaan
peritoneum yang mengalami trauma akan tertutup oleh satu lapis sel-sel
mesotel.

Segera setelah trauma pada peritoneum, sel-sel PMN akan terdapat


dalam jumlah yang banyak pada daerah pembedahan dan terbentuk pula
matriks fibrin. Jika tidak terdapat infeksi, jumlah sel-sel tersebut akan
meningkat sehingga setiap usaha prevensi adhesi pada keadaan tersebut
tidak akan berguna.

2.4 Klasifikasi Adhesi Secara Makroskopik


Secara makroskopik, derajat pembentukan adhesi permanen dapat
dibagi menjadi berbagai tingkatan dan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Grade I : adhesi ringan, tipis, serat fibrin dapat dilepas secara tumpul
2. Grade II : serat adhesi dapat dilepas secara tumpul ataupun tajam, telah
terdapat vaskularisasi ringan
3. Grade III : serat adhesi lebih kuat, dilepas secara tajam. Vaskularisasi
jelas
4. Grade IV : adhesi fibrotik tebal seperti callus, melengket ke organ, lysis
harus dilakukan tajam (11).

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 8
2.5 PATOFISIOLOGI PEMBENTUKAN ADHESI

2.5.1 RESPON TRAUMA PADA PERITONEUM

Trauma pada jaringan mesothelium peritoneum menimbulkan

reaksi inflamasi sebagai respon tubuh. Di tingkat selular, dilepaskan

pros-taglandin dan diaktifkan komponen inflamasi seperti netrofil,

makrofag, sel mast, basofil, platelet, sel endothelial limfosit dan

leukosit. Sel mast me-lepaskan mediator inflamasi berupa histamin,

serotonin, enzim lisosom, faktor kemotaksis, dan sitokin serta

metabolit oksigen reaktif untuk mem-bunuh bakteri, mengeliminir

benda asing dan memperbaiki fungsi tubuh baik secara anatomi dan

fisiologi 4.

Histamin menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah

peritoneum menghasilkan transudasi yang kaya fibrinogen ke dalam

rongga peritoneum, dan menyebabkan netrofil memasuki daerah luka.

Fungsi utama sel netrofil adalah fagositosis, menghancurkan bakteri

dan membantu membersihkan jaringan yang mati. Infiltrasi sel netrofil

menca-pai puncaknya setelah 24 jam dan secara perlahan digantikan

oleh monosit. Monosit selanjutnya berubah menjadi makrofag yang

akan melanjutkan penghancuran bakteri dan debrideman luka 17.

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 9
Makrofag mensekresikan Transforming Growth Factor Beta (TGF

β) yang merangsang proliferasi fibroblast dan regulasi sel mesotelium

untuk menghasilkan fibrin. Pada hari kedua makrofag akan

membentuk lapisan pada peritoneum yang mengalami trauma. Deposit

fibrin akan terbentuk antara 48 sampai 72 jam pascalaparotomi. Pada

hari ketiga dan keempat terjadi infiltrasi dan proliferasi sel fibroblast.

Pada saat ini juga terjadi pro-liferasi sel endotel pada proses

neovaskulerisasi, proses re-epitelisasi dan ditemukan deposit kolagen

yang menetap di jaringan peritoneum4.

Fibrinolisis dimulai minimal tiga hari setelah trauma dan

meningkat pesat pada hari kedelapan setelah regenerasi sel mesotelium

secara komplek. Bila proses fibrinolisis berlangsung normal maka

pada hari keempat dan kelima sel mesotelium akan tumbuh di

sepanjang garis luka dan menutupi kerusakan secara total. Mulai hari

ke lima dan keenam jum-lah makrofag akan menurun dan pada hari

kedelapan sel mesotelium akan menutupi luka dan beregenerasi secara

komplek 18.

Seluruh permukaan peritoneum yang mengalami trauma akan

mengalami reepitelisasi secara simultan sehingga defek peritoneum

baik besar maupun kecil akan sembuh secara sempurna dengan sama

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 10
cepat. Berbeda pada kulit, proses penyembuhan terjadi secara

sentripetal dari pinggir luka18. Proses penyembuhan untuk peritoneum

parietal sekitar 5-6 hari dan peritoneum visceral membutuhkan waktu

5-8 hari 4.

2.5.2 MEKANISME TERJADINYA ADHESI

Secara normal penyembuhan luka terjadi tanpa adanya pembentu-

kan adhesi (Johnson & Whitting, 1980; Ellis, 1982; Holmdahl, dkk,

1997). Kerusakan jaringan akan diikuti dengan pembentukan fibrin.

Trom-boplastin, protrombin dan trombin akan mengaktifasi fibrinogen

menjadi fibrin. Bekuan platelet yang berasal dari agregasi platelet

bersama dengan bekuan fibrin membentuk jaringan fibrin.

Banyak studi eksperimental telah membuktikan bahwa berbagai

bentuk cedera pada mesothelium secara nyata menurunkan potensi

fibri-nolisis. Whitaker dkk, menunjukkan bahwa kultur murni sel

mesothelium memiliki kemampuan fibrinolisis. Didukung suatu studi

Antibodi Inhibisi dan Antigenik Immunoassays yang menjelaskan

bahwa tissue Plasmino-gen Activator (tPA) adalah plasminogen

aktivator utama pada biopsi peri-toneal manusia, yang merangsang

lisisnya fibrin dan mencegah perleka-tan serosa12.

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 11
Namun, selama periode awal setelah pembedahan terjadi proses

iskemia dan inflamasi, hal ini menyebabkan Plasminogen Activator

Activity (PAA) menghilang ini terutama dikaitkan dengan peningkatan

dramatis Plasminogen Activator inhibitor (PAI) dalam peritoneum

yang cedera. Pengamatan pada sel menunjukkan PAI dihasilkan oleh

mRNA hibridis-asi. Studi-studi ini menegaskan bahwa mesothelium

memainkan peran penting dalam penghambatan fibrinolisis

peritoneum akibat cedera 12.

Terganggunya proses fibrinolisis maka makrofag akan bertahan

dan fibroblast berproliferasi. Dalam waktu lima hari jaringan fibrin

yang terben-tuk akan digantikan oleh sel fibroblast dan jaringan

kolagen serta pemben-tukan pembuluh darah baru, akan membawa

anti-plasmin untuk melawan efek fibrinolisis dan mempertebal

jaringan fibrosa untuk membentuk ad-hesi fibrosa yang permanen 12

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 12
2.6 Patogenesis Adhesi
Adhesi dimulai oleh adanya stimulasi pada peritoneum yang
menyebabkan timbulnya respon inflamasi pada peritoneum. Proses ini
sebetulnya merupakan bagian awal dari dinamika proses penyembuhan
pada peritoneum. Proses penyembuhan peritoneum berbeda jika
dibandingkan dengan proses penyembuhan kulit. Epitelisasi tidak hanya
terjadi dari tepi luka namun terjadi dari semua arah, termasuk bagian
tengah luka.
Tahap awal respon yang terjadi adalah pelepasan berbagai sitokin
dan mediator awal inflamasi oleh sel-sel mesothelium peritoneum maupun
endotil pembuluh darah yang terluka. Sitokin yang diproduksi adalah
sitokin sitokinin pro inflamasi yaitu interleukin-1, TNF-a, dan interleukin-
6 (11).
Peranan sitokin pro inflamasi terlihat dengan tingginya konsentrasi
mediator, mediator tersebut mulai dari jam-jam pertama sampai dengan 24
jam pasca operasi. Akibat produksi sitokin-sitokin tersebut, maka
selanjutnya akan menstimulasi proses aktifitas kaskade sistem koagulasi
darah dan menekan aktifitas plasminiogen aktivator. Bersamaan dengan
produksi mediator mediator tersebut, dirangsang pula aktivasi sistem kinin
komplemen, jalur asam arakhidonat (termasuk prostaglandin), pembentuka
thrombin, dan konversi fibrinogen menjadi fibrin.
Sistem kinin dan prostaglandin akan menstimulasi vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas kapiler, fagositosis bakteri dan benda asing
lainya oleh sel-sel PMN dalam 24-48 jam, dan merangsang migrasi
makrofag dan monosit melalui kemo-atraktan sehingga proses
debridement dan inflamasi menjadi sempurna. Jalur asam arakhidonat
berhubungan erat dengan sintesis prostaglandin dan prosenya lihat pada
gambar dibawah.

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 13
Gambar 1. Jalur asam arakhidonat berhubungan erat dengan sintesis
prostaglandin dan prosenya

Keterangan :
Fosfolipid pada membran sel mesotel dengan bantuan
phospolipase akan menghasilkan asam arakhidonat yang kemudian akan
menghasilkan leukotriene dan prostaglandin dengan bantuan enzim
cyclooxygenase. Prostaglandin yang dihasilkan dapat berupa prostacylin,
prostaglandin E-2, D2, F2a, dan thromboxane A2 prostacylin,
prostaglandin E-2, D2, F2a, memiliki efek vasodilatasi, edema dan
menghambat agregasi trombosit. Sedangkan thromboxane A2 akan
menimbulkan vasokonstriksi dan agregasi thrombosit (14) .

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 14
Lebih lanjut, sitokin-sitokin pro inflamasi akan menurunkan aktifitas
plasminogen peritoneal-aktivator dan meningkatkan aktivitas inhibitornya
yaitu (PAI- 1,2,3, Protease, Nexin) hasil dari aktifitas ini melalui sistem
kaskade koagulasi akan menghasilkan fibrin pada rongga peritoneal.
Adanya fibrin tersebut akan merangsang pembentukan adhesi melalui
peningkatan aktifitas fibroblast yang distimulasi oleh growth factor yaitu
PDGF (platelet-derived Growth Factor) dan TGF-B (transforming Growth
Factor-B). Fibroblast dan juga sel sel mesotel akan mendesposisi serabut
kolagen sehingga terbentuk fubrinous adhesion(14).Oleh karena itu proses
ini sebetulnya merupakan fase awal dari proses bioseluler penyembuhan
pada peritoneum. Teori klasik proses secara bioseluler tersebut dilukiskan
pada gambar di bawah ini
Trauma
Insult infection Exudate (fibrin rich)
Ischemia

fibrin deposition

fibrinous adhesion

peritoneal defect
organisation

fibrous adhesion
Gambar 2. Teori klasik Proses adhesi secara bioseluler

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 15
Proses histiogenesis adalah hasil dari tahapan atau fase-fase
penyembuhan peritoneum setelah integrasi jaringan peritoneum
dapat dipulihkan. Fase-fase terlihat di gambar 3

Gambar 3. Histiogenesis adhesi dalam hubungannya dengan tahapan


penyembuhan peritoneum.

Proses terbentuknya adhesi permanen tergantung dari keseimbangan


antara proses pro dan anti inflamasi serta aktifitas fibrinolitik. Jika faktor-
faktor yang merangsang timbulnya inflamasi terus berlanjut pada saat pasca
bedah maka proses yang berjalan adalah proses pembentukan adhesi yang
permanen, dan aktifitas plasminogen yang penting di dalam lisis adhesi
temporer dihambat seperti terlihat pada gambar di bawah ini

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 16
Gambar 4. Faktor pencetus dan penghambat adhesi

sedangkan proses histiogenesis adhesi secara keseluruhan sebenarnya


merupakan hasil dari tahapan atau fase-fase penyembuhan peritoneum setelah
itegrasi jaringan peritoneum dapat dipulihkan. Fase-fase tersebut adalah sebagai
berikut
1. Fase Inflamasi
Dimulai pada hari pertama sampai dengan hari keempat. Pada tahap ini terjadi
pengaktifan kaskade koagulasi, sistim kinin, komplemen, jalur asam arakhidonat
dan prostaglandin, pembentukan thrombin, serta perubahan fibrinogen menjadi
fibrin
2. Fase Proliferasi
Fase ini menghasilkan jaringan granulasi pada hari ke 3, fibroblast mengalami
migrasi, dan dibawah pengaruh growth factor akan mempercepat deposisi

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 17
kolagen dan ikatan antara serabut-serabut kolagen. Proses epitelisasi pun berjalan
di bawah pengendalian growth factor dan inhibisi kontak antar sel.
3. Fase Maturasi
Fase ini terjadi mulai hari ke-8 sampai dengan ke 10setelah cidera. Proses ini
akan berakhir pada beberapa bulan setelah cidera dan sangat bergantung pada
jenis jaringanya. Serabut kolagen mengalami redistribusi dan pengaturan ulang,
kemudian terbentuk jaringan adhesi permanen yang matur (11).
Pada penyembuhan peritoneum terdapat hal khusus yang membedakanya
dengan proses penyembuhan pada kulit, yaitu apabila ada proses inflamasi dan
trauma fase awal telah teratasi atau dapat dihilangkan, maka fibrin yang
terbentuk akan diuraikan kembali oleh proses fibrinolisis. Pengaturan
keseimbangan pada proses tersebut dilakukan oleh peranan sitokin. Setelah
sitokin pro inflamasi bekerja dan etilogi penyebab inflamasi dapat diatasi, maka
sitokin-sitokin tersebut akan menurun konsentrasinya di dalam peritoneum
karena tidak di produksi kembali oleh sel-sel yang terlibat di dalam inflamasi .
selanjutnya yang beperanan adalah sitokin-sitokin tersebut adalah interleukin -4,
dan interleukin -10. Akibat peningkatan konsentrasi dan aktifitas sitokin-sitokin
tersebut, maka aktifitas plasminogen activator akan meningkat, sedangkan
plasminogen activator inhibitornya akan dihambat aktifitasnya. Hasil akhir
proses tersebut adalah proses fibrinolisis, sehingga fibrinous adhesion diuraikan
kembali dan tidak terbentuk adhesi permanen(11).
2.7 Pencegahan
Adhesi dapat dicegah dengan melakukan usaha-usaha dalam teknik
pembedahan pada laparotomi dan terapi adjuvan secara medikal. Teknik
bedah yang yang harus dilakukan untuk mencegah adhesi adalah sebagai
berikut:

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 18
1. Hemostasis yang baik.
Dengan melakukan hemostasis yang baik akan akan mengurangi
jumlah daran di intraperitoneal sehingga tidak terdapat ransangan
bagi proses pro inflamasi yang menyebabkan adhesi permanen.
2. Pertahankan suplai darah
Suplai darah yang adekuat di daerah peritoneum akan menghindari
terjadinya iskemia jaringan peritoneum
3. Hindari iskemi jaringan
Dengan menghindari iskemia ransangan bagi terbentuknya proses
inflamasi yang berlanjut dapat dihilangkan dan proses fibrinolisis dapat
dirangsang.
4. Pertahankan kelembaban jaringan
Dalam keadaan normal, secara fisiologis lapisan sel-sel mesothel
peritoneum dalam keadaan basah karena adanya cairan peritoneum yang
melumasi permukaan tersebut. Adanya kekeringan akan menyebabkan
kemungkinan mudah terjadi traum peritoneum
5. Hindari kasa kering
Kasa kering akan menyebabkan mudah terjadinya abrasi pada
peritoneum
6. Manipulasi jaringan secara halus
Dengan demikian, akan mengurangi trauma pada peritoneum, sehingga
efek fibrinolisis dapat berjalan dengan baik.
7. Manipulasi jaringan secara halus
Benang yang demikian akan mengurangi efek benda asing pada
peritoneum
8. Hindari jahitan peritoneum yang ketat
Jahitan yang ketat akan menyebabkan efek iskemia pada peritoneum
9. Hindari benda asing

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 19
Hadirnya benda asing akan meningkatkan reaksi inflamasi yang
bertambah sehingga terbentuk suatu granuloma dan terjadinya adhesi
bertambah tebal
10. Hindari ileus paralitik berlarut pasca bedah
Usahakan peristaltik usus cepat kembali, karena dengan bergeraknya usus
melalui proses peristaltik dan aktifitas fibrinolisis, adhesi yang temporer
akan segera mengalami lisis karena kontak dengan permukaan serosa tidak
terlalu lama
11. Mencegah timbulnya infeksi melalui tindakan asepsis dan
antiseptik, serta antibiotika profilaksis
Adanya proses infeksi yang berlanjut paa peritoneum akan terus
merangsang proses inflamasi dan sintesis kolagen, dan aktifitas fibrinolisis
akan dihambat, sehingga terjadi adhesi yang permanen
12. Jangan tinggalkan jaringan nekrotik
Jaringan nekrotik akan merangsang proses migrasi sel-sel neutrophil
dan pelepasan mediator lainya dan pada akhirnya proses inflamasi akan
berlanjut dan aktifitas fibrinolisis dihambat(2,3)

Jika telah melakukan teknik bedah yang baik dan jika adhesi
tak dapat dihindarkan, maka harus diusahakan agar adhesi tidak terjadi
pada tempat-tempat yang berbahaya atau dapat menimbulkan komplikasi
usus halus, daerah pelvik, tuba, dan ovaria.

Selain dari teknik pembedahan terapi adjuvan dapat juga membantu


mencegah adhesi antara lain :

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 20
1. Non Steroid Anti Inflamatory Drugs (NSID)
Efek prevensi adhesi diperoleh melalui mekanisme penurunan
permeabilitas vaskuler pada proses migrasi sel PMN, penurunan
produksi hitamin dan adanya inhibisi platelet
2. Progestin
Progestin akan menurunkan konsentrasi antibodi di dalam tubuh, dan
akan menyebabkan inhibisi migrasi dan fungsi lekosit
3. Fibrinolytic enzyme stimulating plasminogen activator
Enzim-enzim dari kelompok ini akan merangsang proses fibrinolisis,
namun pada pemakaian klinis telah ditinggalkan karena efek samping
perdarahan yang ditimbulkan pada pasien
4. Antibiotika
Antibiotika akan menyebabkan matinya bakteri penyebab infeksi,
sehingga pada giliranya akan mencegah induksi inflamasi dan adhesi
permanen tidak terbentuk(11,14)

2.8 Gejala Klinis


Tanda dan gejala yang muncul biasanya bukan dari adhesinya
langsung, gejala nya muncul dari organ yang terganggu karena adhesi.
Kebanyakan adhesi tidak menunjukkan gejala dan tidak terdiagnosis.
Adhesi dapat menyebabkan nyeri apabila terdapat tarikan syaraf, baik itu
pada organ yang terkena adhesi maupun pada adhesi itu sendiri.
- Adhesi atas hati dapat menyebabkan rasa sakit dengan nafas dalam
- Perlengketan usus dapat menyebabkan nyeri akibat obstruksi
selama latihan atau saat peregangan .
- Adhesi melibatkan vagina atau uterus dapat menyebabkan nyeri
selama hubungan seksual .
- Adhesi perikardial dapat menyebabkan nyeri dada .

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 21
Penting untuk dicatat bahwa tidak semua nyeri disebabkan oleh adhesi
dan tidak semua perlengketan menyebabkan rasa sakit
Obstruksi usus (ileus obstruktif) karena adhesi adalah kedaruratan
bedah . Gejalanya antara lain
 Nyeri perut
Nyeri abdomen biasanya yang bersifat cramping. Sifat cramping
ini disebabkan periode hiperpelistaltik usus. Dalam usahanya untuk
menghilangkan sumbatan. Sifatnya difus dan tak terlokalisir
 Mual dan muntah
Mual dan muntah biasanya muncul pada fase-fase awal obstruksi
waktu muncul muntah bervarisi, tergantung pada letak obstruksi.pada
obstruksi atas muntah biasanya muncul lebih awal. Bahkan pada obstruksi
kolon bila valvula iliosecal kompeten muntah bisa muncul terlambat. Isi
muntah dapat bilous pada letak tinggi dan feses pada obstruksi letak
rendah.
 Pembengkakan perut (distensi abdomen)
Distensi abdomen adalah penemuan klinis terakhir pada ileus
obstruksi. Dapat pula tidak terdapat terdapat tanda disertai ini. Yaitu
pada obstruksi usus level atas jika terjadi muntah dan mengkompresi
sistem usus bagian proksimal sumbatan.
 Ketidakmampuan untuk membuang gas dan tidak ada atau jarang
buang air besar
Obstipasi adalah merupakan karakteristik obstruksi. Akan tetapi
pasien dapat secara spontan flatus maupun defekasi segera setelah
obstruksi karena masih adanya feses dan gas segmen usus sebelah distal
obstruksi .

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 22
 Tanda-tanda dehidrasi, termasuk kulit kering, mulut kering dan
lidah, haus yang parah, jarang buang air kecil, denyut jantung cepat
dan tekanan darah rendah(11,15)

Mual dan muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi.


Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominan adalah
nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan
bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi.Obstruksi pada usus halus
menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus atau bagian
epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare.
Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon
biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi
pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada
obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. (11)
Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul
gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik
dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak
tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri
bersifat konstan/menetap. Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring
dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi
dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh
biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat meningkat(11).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi,
hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Demam menunjukkan adanya
obstruksi strangulate. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen
tampak distensi, terdapat darm contour (gambaran usus), dan darm
steifung (gambaran gerakan usus), pada auskultasi terdapat hiperperistaltik

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 23
berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi
metalik (klinken) / metallic sound. (10)
Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan
melemah dan hilang. Pada ileus paralitik, keadaan umum pasien tampak
lemah hingga dehidrasi, tidak dapat flatus maupun defekasi. Dapat disertai
muntah dan perut terasa kembung. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
meteorismus, suara usus (-), peristaltik menghilang. Pada palpasi tidak
terdapat nyeri tekan, defans muscular (-), kecuali jika ada peritonitis.
Perkusi timpani diseluruh lapang abdomen.(11)

2.9 Diagnosis
Adhesi perut tidak dapat dideteksi dengan tes atau dilihat
melalui teknik pencitraan seperti sinar x atau USG . Kebanyakan adhesi
perut ditemukan selama operasi yang dilakukan untuk memeriksa perut .
Namun, sinar x perut , a lower gastrointestinal ( GI ) seri , dan
computerized tomography ( CT ) scan dapat mendiagnosis intestinal
obstruction(9) .
2.10 Penatalaksanaan

Adhesi perut yang tidak menimbulkan gejala umumnya


tidak memerlukan pengobatan. Operasi adalah satu-satunya cara untuk
mengobati adhesi yang menyebabkan nyeri, obstruksi usus, atau masalah
kesuburan. Bagaimanapun operasi, membawa risiko adhesi perut
tambahan(9).

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 24
Gambar 5. Pemotongan adhesi

Sumber : National Digestive Diseases Information Clearinghouse


(NDDIC)

Jika terjadi obstruksi /ileus obstruktif maka penatalaksanaannya


adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan
peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal. Skema penatalaksaan ileus
obstruksi(16).

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 25
Gambar 6. Obstruksi Usus ec Adhesi

Sumber : National Digestive Diseases Information Clearinghouse


(NDDIC)

 Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda –
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu
diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi
dapat dilihat dengan memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin yang
keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 26
 Farmakologis
Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala
mual muntah.
 Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi
selama laparotomi(9,16).

3 Komplikasi

Adhesi perut dapat menyebabkan obstruksi usus dan infertilitas


pada perempuan. Adhesi perut dapat menyebabkan infertilitas perempuan
dengan mencegah telur dibuahi mencapai uterus, di mana perkembangan
janin berlangsung. Wanita dengan adhesi perut dalam atau di sekitar
saluran tuba mereka memiliki kesempatan peningkatan kehamilan
ektopik-telur yang dibuahi tumbuh di luar rahim. Adhesi perut dalam
rahim dapat menyebabkan keguguran-kegagalan kehamilan berulang
sebelum 20 minggu(16).

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 27
BAB III

PENUTUP

Adhesi peritoneum merupakan suatu tantangan klinis penting dalam

operasi gastrointestinal sebagai komplikasi dari iritasi peritoneum baik

karena infeksi ataupun trauma pembedahan. Tanda dan gejala yang

muncul biasanya bukan dari adhesinya langsung, gejala nya muncul dari

organ yang terganggu karena adhesi. Kebanyakan adhesi tidak

menunjukkan gejala dan tidak terdiagnosis. Adhesi dapat menyebabkan

nyeri apabila terdapat tarikan syaraf, baik itu pada organ yang terkena

adhesi maupun pada adhesi itu sendiri. Adhesi peritonium dapat diobati

dengan operasi tetapi mereka dapat menjadi masalah yang berulang.

Karena operasi adalah penyebab dan pengobatan, masalah bisa selalu

kembali.

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 28
DAFTAR PUSTAKA

1. Binda MM, Molinas CR, Hansen P, Koninckx PR.Effect of

desiccation and temperature during laparoscopy on adhesion

formation in mice. Fertility and Sterility. 2006; 86: 166-74

2. Binda MM, Koninckx PR.Prevention of adhesion formation in a

laparoscopic mouse model should combine local treatment with

peritoneal cavity conditioning. Human Reproduction. 2009; 24(6):

1473–79

3. Arung W, Meurisse Detry Pathophysiology and prevention of

postoperative peritoneal adhesions.World J Gastroenterol. 2011

November ; 17(41): 4545-53

4. Pismensky et al. Severe inflammatory reaction induced by

peritoneal trauma is the key driving mechanism of postoperative

adhesion formation. BMC surgery. 2011; 11:30-9

5. Cheong YC, Laird SM, Shelton JB, Ledger WLI, Cooke ID.

Peritoneal healing and adhesion formation/reformation. Human

Reproduction Update. 2001; 7(6):556-66

6. Fang CC, Chou TH, Lin GS, Yen ZS, Lee CC, Chen SC.

Peritoneal infusion with cold saline decreased postoperative intra-

abdominal adhesion formation. World J Surg.2010; 34:721-7

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 29
7. Zhang et al. Administration of novel penicillamine-bound

membrane: a preventive and therapeutic treatment for abdominal

adhesions. BMC surgery. 2011; 11:5

8. Schonman R, Corona R, Bastidas A, Cicco CD, Koninckx PR.

Effect of Upper Abdomen Tissue Manipulation on Adhesion

Formation between Injured Areas in a Laparoscopic Mouse Model.

Journal of Minimally Invasive Gynecology.2009; 16(3): 307-12

9. James M. Becker, M.D., F.A.C.S., Abdominal Adhesions.Boston

University School of Medicine;

http://www.emedicinehealth.com/adhesions_general_and_after_sur

gery/page3_em.htm#adhesions_symptoms diakses tanggal 8

Februari 2014

10. Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta. EGC

11. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Jakarta. EGC

12. Mahdy T, Mohamed G, Elhawary A. Effect of methylene blue on

intra-abdominal adhesion formation in rats. International Journal

of Surgery. 2008; 6: 452–55

13. Liakakos T, Thomakos N, Fine PM, Dervenis C, Young RL.

Peritoneal Adhesions:Etiology, Pathophysiology, and Clinical

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 30
Significance Recent Advances in Prevention and Management. Dig

Surg. 2001; 18:260–73

14. Schwartz, Shires, Spencer, Principles of Surgery, sixth

edition,1989

15. Reksoprodjo, S. 2011. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta.

FKUIKamus Saku Kedokteran Dorland Ed. 25. 1998. Jakarta.

EGC

16. Christopher R Westfall, DO Adhesions, General and After

Surgery

http://digestive.niddk.nih.gov/ddISeases/pubs/intestinaladhesions/#

symptoms diakses tanggal 8 Februari 2014

17. VercoSJS,Peers EM, BrownCB, Rodgers KE, di Zerega.RN.

Devolepment of a novel glucose polymer solution (icodextrin)for

adhesion prevention: pre-clinical studies. Hum Reprod.

2000;15:1764-72.

18. Wittmann, D. H., Walker, A. P., dan Condor, R. E., 1994.

Peritonitis and Intrabdominal Infection. New York: Mc Grow Hill.

Referat Adhesi Peritoneum


Nor Azizah 17710192 Page 31

You might also like