You are on page 1of 26

Laporan Kasus

Thyrotoxic periodic paralysis

Oleh:
dr. Indah Ria Safitri

Pembimbing:
dr. Abdul Karim Sp.Pd

Pendamping :
dr. Hermansyah
dr. Didin Khoiruddin

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD TENGKU RAFI’AN SIAK
SIAK SRI INDRAPURA
2019
BAB I

LATAR BELAKANG
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Thyrotoxic periodic paralysis (TPP) adalah paralisis lokal ataupun general

yang terjadi secara episodik dan berulang disertai dengan hipokalemia dan

memiliki kaitan dengan komplikasi tirotoksikosis.1,2 TPP merupakan suatu

kondisi yang serius dan merupakan komplikasi hipertiroidisme yang berpotensi

fatal akibat dari perpindahan kalium dalam jumlah besar dari ruang ekstraseluler

ke intraseluler. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada laki-laki keturunan Asia.

Kebanyakan dari pasien-pasien TPP ini justru tidak mengalami secara jelas gejala

dan tanda hipertiroidisme.2,3

2.2 Epidemiologi

TPP merupakan suatu komplikasi tirotoksikosis yang cukup dikenal pada

populasi masyarakat di Asia termasuk Cina, Jepang, Vietnam, Filipina dan Korea.

Angka kejadinnya pada pasien dengan tirotoksikosis di jepang dan cina adalah 1,8

dan 1,9%.3 Sedangkan secara keseluruhan, di Asia dijumpai insidensi TPP

sebanyak 2% dari seluruh populasi penderita tirotoksikosis.4 Angka kejadian

secara keseluruhan di seluruh wilayah negara-negara Barat tidak diketahui, namun

di Amerika Utara, angka kejadiannya pada pasien tirotoksikosis dilaporkan

sebesar 0,1-0,2%. Beberapa kasus yang terjadi secara sporadis pernah dilaporkan
pada penduduk ras Kaukasia, Afro-Amerika, Indian-Amerika, serta Hispanik.

Populasi masyarakat Indian-Amerika diperkirakan memiliki resiko lebih tinggi

terhadap kejadian TPP, hal ini disebabkan adanya bukti bahwa nenek moyang

masyarakat indian-amerika berasal dari Asia yang bermigrasi ke Amerika Utara

11.000-23.000 tahun yang lalu.32

Meskipun tirotoksikosis sendiri lebih banyak dijumpai pada populasi

wanita, namun angka kejadian TPP sendiri lebih sering dijumpai pada laki-laki. Di

Cina pada tahun 1967, TPP terjadi pada 13% pasien tirotoksikosis sedangkan pada

wanita hanya 0,17%. Pada tahun 1957, beberapa publikasi menuliskan insidensi

TPP pada penderita tirotoksikosis di Jepang yakni 8,67% pada pria dan 0,4% pada

wanita. Secara keseluruhan, rasio angka kejadian TPP antara laki-laki dan

perempuan adalah sebesar 17:1 hingga 70:1. Namun belakangan ini terdapat

penurunan insidensi TPP di jepang pada tahun 1991 yakni sebesar 4,4% pada laki

laki dan 0,04% pada perempuan.2,3

2.3 Patogenesis

Patogenesis TPP hingga saat ini masih belum jelas. Hipokalemia terjadi

sebagai akibat perpindahan kalium yang masif dari kompartemen ekstraseluler ke

intraseluler terutama sel otot. Hal ini terjadi diyakini sebagai akibat peningkatan

aktifitas pompa natrium kalium-adenosin trifosfatase (Na/K-ATPase) (gambar 1).

Berbagai data menunjukkan adanya peningkatan dalam jumlah serta aktifitas

pompa Na/K-ATPase pada pasien TPP. Peningkatan jumlah dan aktifitas tersebut

berbeda signifikan dengan pasien tirotoksikosis tanpa TPP. Jika keadaan

tirotoksikosisnya telah berhasil dikendalikan, maka aktifitas Na/K-ATPase akan


kembali pada kadar yang serupa dengan orang normal. Hormon tiroid dapat

meningkatkan aktifitas Na/K-ATPase pada otot rangka, hati dan ginjal sehingga

menyebabkan influks kalium ke ruang intraseluler. Subunit Na/K-ATPase yang

terutama diekspresikan pada keadaan ini antara lain subunit α1, α2, β1, β2, dan

β4. Pada kelima gen subunit ini terlihat adanya peningkatan aktifitas thyroid

hormone-responsive elements (TREs). Peningkatan aktifitas Na/K-ATPase oleh

hormon tiroid ini terjadi melalui mekanisme transkripisional dan paska-

transkripsional.33

Gambar 1. Mekanisme kelemahan otot akut pada thyrotoxic periodic

paralysis. Dikutip dari: Lam L, Nair R J, Tingle L. Thyrotoxic periodic

paralysis. Proc (Bayl Univ Med Cent) 2006;19:126–129

Peningkatan aktifitas dan jumlah pompa Na/K-ATPase dan pengaruhnya

terhadap kecepatan influks kalium semestinya dapat diimbangi dengan proses

homeostasis dimana refluks kalium juga seharusnya meningkat. Oleh karena itu,

seharusnya terdapat faktor lain yang berperan dimana pada TPP terjadi pula

gangguan proses efluks kalium. Beberapa studi menunjukkan pada kasus TPP dan

FHPP terjadi penurunan efluks kalium melalui gerbang Kir pada sel-sel otot

interkostal. Selain itu, diketahui bahwa insulin dan katekolamin juga ternyata

tidak hanya meningkatkan kerja Na/K-ATPase namun memiliki efek menghambat

gerbang Kir juga. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat mutasi gen
yang mengkode gerbang Kir yang spesifik pada otot rangka yakni Kir2.6 pada

pasien TPP. Hal ini berkaitan dengan serangan akut paralisis.54

Gambar 2. Penurunan jumlah gerbang efluks kalium. Peningkatan aktifitas

Na/K-ATPase menyebabkan hipokalemia inisial, sementara penurunan

gerbang keluar Kir disebabkan oleh hipokalemia inisial itu sendiri, mutasi

yang mengakibatkan penurunan fungsi, serta inhibisi hormon (insulin,

adrenergik) sehingga kalium terperangkap dalam sel. Dikutip dari :

Vijayakumar A, Ashwath G, Thimmappa D. Thyrotoxic periodic paralysis:

clinical challenges. Hindawi Publishing Corporation. Journal of Thyroid

Research Volume 2014, Article ID 649502, 6 pages

http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502

Selain itu, hormon tiroid juga dapat mempengaruhi Na/K-ATPase melalui

rangsangan katekolamin. Hal ini dikarenakan pada tirotoksikosis, terdapat

peningkatan respon βadrenergik, sehingga pengobatan dengan agen penghambat

β-adrenergik non-selektif dapat mencegah dan mengobati serangan paralisis.

Selain peningkatan respon adrenergik, pada pasien TPP terdapat respon insulin

yang berlebihan terhadap masukan glukosa oral dibandingkan dengan pasien

dengan tirotoksikosis tanpa TPP. Insulin telah diketahui mampu untuk

meningkatkan aktifitas Na/K-ATPase, oleh karena itu dapat dimengerti bagaimana

insulin dapat menyebabkan influks kalium ke intrasel. Respon hirperinsulinemia


inilah yang menjelaskan hubungan antara TPP dengan riwayat konsumsi makanan

berkarbohidrat tinggi ataupun cemilan-cemilan manis. Selanjutnya, olahraga

merupakan suatu keadaan yang dapat melepaskan kalium ke ekstrasel dari sel-sel

otot rangka sedangkan istrahat akan mendorong pengembalian kalium ke dalam

sel. Hal ini menjelaskan mengapa beistirahat setelah olahraga5 dapat mencetuskan

terjadinya serangan paralisis dan bila olahraga tetap dilanjutkan, maka serangan

paralisis dapat dicegah.2,3

Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa pasien-pasien TPP memiliki

beberapa faktor predisposisi (pemicu) yang dapat meningkatkan aktifitas Na/K-

ATPase, baik melalui rangsangan hormon tiroid secara langsung, ataupun secara

tidak langsung melalui stimulasi adrenergik, insulin dan aktifitas fisik.3

2.4 Gambaran Klinis

Pasien TPP biasanya laki-laki dewasa berusia 20-40 tahun, namun

demikian ada pula yang melaporkan kejadiannya pada usia remaja. Serangannya

berupa kelemahan otot mulai dari ringan hingga kelumpuhan total yang bersifat

episodik, sementara dan berulang (tabel 1). 2,3

Tabel 1. Diagnosis TPP

Manifestasi klinis TPP Gambaran umum Laki-laki usia dewasa muda (20-40

tahun) Sporadis, tidak ditemukan anggota keluarga yang memiliki gejala

yang serupa Paralisis akut berulang yang kembali sembuh sempurna

Keterlibatan anggota gerak > batang tubuh Dipicu oleh asupan karbohidrat

dalam jumlah besar, diet tinggi garam, alkohol serta aktifitas fisik berat
Riwayat hipertiroidisme pada keluarga Gambaran klinis hipertiroidisme

(lebih sering tidak terlalu jelas) Pemeriksaan Laboratorium Hipokalemia,

hipofosfatemia serta hipomagnesemia (ringan) Keseimbangan asam basa

normal Jumlah ekskresi kalium rendah (rasio kalium dan kreatinin urin

rendah, TTKG rendah) Hipofoasfaturia Hiperkalsiuria Pemeriksaan tiroid

abnormal (TSH rendah, T4 dan T3 total maupun bebas meningkat, ambilan

T3 meningkat) Elektrodiagnostik Elektrokardiograf Sinus takikardia6

Perubahan terkait hipokalemia : gelombang U prominen, interval PR

memanjang, amplitudo gelombang P meningkat, kompleks QRS melebar

Blok atrioventrikuler derajat satu Aritmia atrium dan ventrikuler

Elektromiografi : gabungan potensial aksi otot gelombang rendah tanpa

adanya perubahan setelah pemberian epinefrin TTKG : transtubular

potassium gradien (merupakan indeks semikuantitatif aktifitas sekretori

kalium yang dapat dihitung dengan rumus [K+ urin/(osmolalitas

urin/osmolalitas plasma)]/K+ plasma); TSH : Thyroid stimulating hormone;

T4: tiroksin serum: T3: triiodotironin. Dikutip dari: Vijayakumar A,

Ashwath G, Thimmappa D. Thyrotoxic periodic paralysis: clinical

challenges. Hindawi Publishing Corporation. Journal of Thyroid Research

Volume 2014, Article ID 649502, 6 pages

http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502. Goldberger ZD. An electrocardiogram

triad in thyrotoxic periodic paralysis. Circulation. 2007;115:e179e180. doi:

10.1161/CIRCULATIONAHA.106.652396.
Keterlibatan otot-otot proksimal lebih berat dibanding dengan otot-otot

distal. Gejala yang muncul awalnya menyerang ekstremitas bawah kemudian

berlanjut ke otot panggul dan ekstremitas atas. Fungsi sensoris tidak terganggu.

Otot-otot yang terlibat bisa saja tidak simetris. Kelumpuhan yang terjadi saat

pasien datang ke dokter dapat berupa tetraparesis yang menyerupai sindroma

Gullain-Barre, mielitis transversum serta kompresi akut sumsum tulang ataupun

histeria. Fungsi saluran cerna dan saluran kemih tidak pernah terganggu. Otot-otot

pernafasan jarang terlibat namun kelumpuhan total otot-otot pernafasan serta mata

pernah dilaporkan pada serangan yang berat. durasi serangan dapat berlangsung

dalam beberapa jam hingga 72 jam, dimana terdapat episode sembuh sempurna di

antara serangan. Serangan yang terjadi dapat didahului dengan gejala-gejala

prodromal seperti nyeri, kram, serta kaku pada otot yang terlibat. Pada

kebanyakan pasien, didapati penurunan yang nyata bahkan menghilangnya refleks

tendon dalam.3

Serangan TPP biasanya muncul beberapa jam setelah pasien makan dalam

jumlah yang banyak, cemilan-cemilan manis, alkohol, aktiitas fisik berat ataupun

saat bangun pagi hari. Serangan yang terjadi akibat dipicu oleh olahraga yang

berat terjadi bukan di saat pasien tersebut berolahraga namun saat pasien

beristirahat, dan serangan tersebut bisa saja tidak terjadi jika pasien melanjutkan

kembali olahraganya. Pada daerah subtropis, variasi7 jumlah kasus pada tiap

musim kemungkinan terjadi akibat adanya peningkatan jumlah aktifitas di luar

rumah atau jumlah konsumsi minuman yang manis saat musim panas. TPP hanya
terjadi jika pasien dalam kondisi hipertiroidisme. Jika kadar hormon tiroid sudah

mencapai nilai normal (eutiroid), maka serangan tidak akan muncul. Kelumpuhan

yang terjadi pada TPP mirip dengan gejala yang juga terjadi pada familial

hypokalemic periodic paralysis (FHPP) kecuali bahwa pada TPP terdapat bukti

hipertiroidisme (tabel 2).3,4 Selain itu, TPP merupakan suatu kondisi yang

diturunkan secara autosomal dominan pada ras kaukasia sedangkan TPP

merupakan suatu penyakit yang sporadis dan jarang diturunkan secara familial.2,3

Tabel 2. Perbedaan antara TPP dan FHPP TPP FHPP Usia (tahun)

Distribusi jenis kelamin Hereditas Etnisitas

Riwayat keluarga Gambaran klinis hipertiroidisme Predisposisi genetik

20-40 Predominan laki-laki Sporadis Asia, Indian-Amerika/Hispanik,

Kaukasia Riwayat tirotoksikosis Ada Berkaitan dengan SNPs dari Cav1.1 (-

476A  G, intron 2 nt 57G  A, intron 26 nt 67A  G)

<20 Tidak berbeda Autosomal dominan Kaukasia, Asia

Riwayat paralisis hipokalemik Tidak ada Mutasi Cav1.1 (R5258H, R1239H,

R1239G), Nav1.4 (R669H, R672G, R672H), Kv3.4 (R83H) TPP : Thyrotoxic

periodic paralysis, FHPP : Familial hypokalemic periodic paralysis. Dikutip


dari: Lam L, Nair R J, Tingle L. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc (Bayl

Univ Med Cent) 2006;19:126–129

2.5 Pemeriksaan Penunjang

 Hipertiroidisme

Adanya bukti hipertiroidisme merupakan perbedaan yang mendasar antara

TPP dan FHPP. Hormon tiroid pada sebagian besar pasien TPP hanya meningkat

sedikit. Studi-studi sebelumnya menunjukkan hanya 10% penderita TPP dengan

gejala tirotoksikosis, sedangkan selebihnya tanpa gejala. Hal yang demikian

mnyebabkan TPP sulit didiagnosis pada awal 8 pemeriksaan. Mayoritas kasus

hipertiroidisme yang berkaitan dengan TPP adalah penyakit Graves, meskipun

kondisi lain seperti tiroiditis, struma nodular toksik, adenoma toksik, tumor

pituitari yang mensekresi TSH, mengkonsumsi preparat T4, serta kesalahan dalam

pemberian Iodine dapat pula bertindak sebagai penyebab.3

 Elektrolit

Tanda utama dari TPP adalah hipokalemia. Nilai kalium pada saat

pemeriksaan awal biasanya kurang dari 3 mmol/liter bahkan bisa mencapai 1,1

mmol/liter. Kadang-kadang, apabila pasien telah memasuki fase penyembuhan

dari paralisisnya, kalium serum dapat kembali normal. Hipokalemia terjadi bukan

akibat kehilangan kalium dari tubuh melainkan akibat perpindahan yang masif ke

dalam sel. Ekskresi kalium urin pada keadaan ini normal atau justru rendah,

sementara keseimbangan asam basa juga normal. Demikian pula tidak dijumpai
kehilangan kalium dari feses pada keadaan ini. beratnya paralisis memiliki

korelasi positif dengan beratnya hipokalemia, namun beratnya hipokalemia tidak

memiliki kaitan dengan beratnya tirotoksikosis ataupun tingginya kadar hormon

tiroid. Aritmia ventrikuler yang mengancam jiwa dan berakibat fatal akibat

hipokalemia pernah dilaporkan.3

Selain hipokalemia, dapat pula terjadi hipofosfatemia dan

hipomagnesemia. Hipofosfatemia yang terjadi bervariasi mulai dari ringan hingga

sedang (0,36-0,77 mmol/liter). Kadar fosfat serum ini dapat kembali normal jika

pasien telah memasuki fase penyembuhan meskipun tanpa suplementasi. Hal ini

telah dipastikan berdasarkan terjadinya hiperfosfatemia rebound pada pasien yang

telah memasuki fase penyembuhan setelah sebelumnya mendapat terapi preparat

fosfat. Pada TPP, hipofosfatemia yang terjadi kemungkinan akibat influks fosfat

ke dalam sel mengikuti proses transport masuknya kalium. Proses terjadinya

hipomagnesemia juga hampir sama dengan hipofosfatemia, namun influks

magnesium ke dalam sel lebih disebabkan karena peningkatan aktifitas

katekolamin yang 9 dilepas selama adanya stress. Pemeriksaan elektrolit urin akan

didapat hiperkalsiuruia serta hipofosfaturia.3,4

Pada duapertiga TPP dapat dijumpai juga adanya peningkatan kadar

kreatinin fosfokinase yang berasal dari otot, khususnya jika faktor pemicunya

adalah aktifitas fisik. Komplikasi berupa rhabdomiolisis juga dapat terjadi pada

serangan yang berat.3

 Pemeriksaan elektrodiagnostik
Elektromiogram (EMG) yang dilakukan saat kelemahan/kelumpuhan

spontan sedang berlangsung akan menunjukkan gambaran khas perubahan

miopati dengan gambaran penurunan amplitudo potensial aksi gabungan otot

rangka, hal ini tidak akan berubah setelah pemberian/stimulasi epinefrin. Sintem

konduksi syaraf dalam keadaan ini terlihat normal termasuk juga tidak terdapat

keterlibatan sistem syaraf tepi. Sama halnya dengan FHPP, uji latihan dapat

menghasilkan abnormalitas pada gambaran EMG pada saat munculnya paralisis.

Gangguan respon otot ini, dapat membaik jika pasien dalam keadaan eutiroid.3

Gambaran abnormal pada elektrokargiogram (EKG) lebih banyak

dijumpai pada TPP dibandingkan pada hypokalemic periodic paralysis akibat

penyebab lainnya. Kelainankelainan EKG yang dapat ditemukan pada TPP antara

lain : sinus takikardia, gelombang U yang menonjol, pemanjangan interval PR,

peningkatan amplitudo gelombang P, peningkatan voltase QRS, kompleks QRS

yang melebar, aritmia ventrikel, serta blok atriventrikuler derajat satu.3,4,7

Gambar 3. EKG 12 sadapan memperlihatkan irama sinus takikardia,

pemanjangan interval PR : 240 ms (sebagian gelombang P tertutupi oleh

kompleks gelombang repolarisasi sebelumnya), depresi segmen ST serta

pemanjangan interval QT-U : 440 ms. Dikutip dari: Goldberger ZD. An

electrocardiogram triad in thyrotoxic periodic paralysis. Circulation.

2007;115:e179-e180. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.106.652396

2.6 Diagnosa Banding


Diagnosa banding kelumpuhan akut/paralisis yang terjadi tanpa

mengetahui nilai kalium serum dapat mencakup pada gangguan tautan

neuromuskuler, penyakit-penyakit saraf spinalis, polineuropati, miopati akut

primer serta gangguan psikiatrik maupun gangguan fungsional (tabel 3).8

Tabel 3. Diagnosa banding kelumpuhan akut

Diagnosa banding kelumpuhan akut Gangguan tautan neuromuskuler

Myasthenia gravis Intoksikasi organofosfat Intoksikasi botulismus Sindroma

Eaton-Lambert Penyakit saraf spinalis Mielitis transversal Poliomielitis

Tumor metastasis Tumor primer tulang belakang

11

Sklerosis lateral amiotropik Polineuropati Paralisis periodik Gangguan

elektrolit Mioglobinuria Polimiositis Miopati alkoholik Distropi muskuler

Gangguan psikiatik dan fungsional Pura-pura sakit Gangguan konversi

Sindroma Munchausen Dikutip dari : Wimmer PJ, Mannow AE, Bredenderg

AE. Thyrotoxic periodic paralysis. Hospital Physician, July 2001; hal 53-57 ,

69.

Diagnosa banding hipokalemia dapat dilihat berdasarkan proses terjadinya

hipokalemia tersebut. Kalium dapat berkurang akibat pergeseran trans-seluler,

kehilangan kalium melalui ginjal ataupun gastrointestinal (tabel 3). Secara umum
paralisis periodik hipokalemik (hypoPP) dapat dibagi menjadi hypoPP familial

dan non-familial. hypoPP familial lebih banyak terjadi ada kelompok ras kaukasia

non-hispanik sedangkan hypoPP non-familial termasuk juga TPP seperti telah

disebutkan lebih banyak pada negara-negara Asia.4,5

Tabel 4. Diagnosa banding paralisis hipokalemik

Proses ketidakseimbangan kalium Penyebab Pergeseran tran-seluler Obat-

obatan (tokolitik, toksisitas teofilin, toksisitas kloroquin, kelebihan dosis

insulin Thyrotoxic periodic paralysis Familial periodic paralysis Sporadic

periodic paralysis Keracunan barium Kehilangan kalium melalui ginjal

Obat-obatan : diuretik Hiperaldosteronisme primer

Pseudohiperaldosteronisme : konsumsi akar manis

12

Sindroma Bartter, sindroma Gitelman Renal tubular asidosis Lain-lain :

Sindroma nefrotik, nekrosis tubular akut, ketoasidosis diabetik, serta

ureterosigmoidostomi

Kehilangan kalium melalui saluran gatrointestinal

Penyakit celiac, Tropical sprue Diare infeksius : enteritis karena Salmonella,

enteritis karena Strongyloides, enterokolitis karena Yersinia Sindroma short

bowel Dikutip dari : Vijayakumar A, Ashwath G, Thimmappa D. Thyrotoxic


periodic paralysis: clinical challenges. Hindawi Publishing Corporation.

Journal of Thyroid Research Volume 2014, Article ID 649502, 6 pages

http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502. Wimmer PJ, Mannow AE, Bredenderg

AE. Thyrotoxic periodic paralysis. Hospital Physician, July 2001; hal 53-57 ,

69.

2.7 Penatalaksanaan

Pada saat serangan paralisis dan disertai hipokalemia yang nyata,

pemberian suplementasi kalium klorida (KCl) dapat dilakukan untuk mencegah

komplikasi berat kardiopulmonal. KCl yang diberikan dapat melalui jalur

intravena, oral maupun keduanya (tabel 3). Dosis KCl yang diperlukan bervariasi

mulai dari 40-200 mEq per hari. Penelitian memperlihatkan bahwa waktu yang

diperlukan untuk mencapai fase pemulihan lebih cepat dicapai dengan pemberian

suplementasi kalium dibandingkan dengan pemberian infus saline saja, meskipun

terdapat pula penelitian lain yang memperlihatkan tidak ada korelasi yang

signifikan antara dosis kalium yang diberikan dengan nilai awal kalium serta

pulihnya kelemahan otot. Pemberiran kalium dalam jumlah yang terlalu besar

dapat menyebabkan hiperkalemia rebound pada masa pemulihan dimana kalium

masuk kembali ke intravaskular. Dalam sebuah studi disebutkan bahwa 40%

pasien yang diberikan infus KCl mengalami hiperkalemia rebound khususnya

yang mendapat KCl >90 mEq pada 24 jam pertama, sedangkan pemberian KCl

<50 mEq jarang menyebabkan hiperkalemia rebound. Pemberian KCl sebaiknya

dilakukan dengan kecepatan yang lambat (<10 mEq/jam) kecuali telah terjadi 13

komplikasi kardiopulmonal. Pemberian suplemen kalium dalam rangka profilaksis


tidak bermanfaat dan tidak dianjurkan dalam mencegah serangan paralisis

berikutnya.3,9

Tabel 5. Penanganan TPP

Penanganan TPP

Penanganan kegawatdaruratan Pengganti Kalium KCl 10 mEq/jam iv

dan/atau KCl 2 g tiap jam oral Pantau kadar kalium serum, hindari

hiperkalemia rebound Propanolol 3-4mg/kgbb oral Cegah serangan ulang

Hindari faktor pencetus (asupan karbohidrat jumlah besar, tinggi garam,

alkohol, aktifitas fisik berat) hingga keadaan eutiroid tercapai Propanolol 20-

80 mg tiap 8 jam oral Tentukan penyebab TPP Terapi definitif terhadap

hipertiroidisme dengan obat anti-hipertiroid/tiroidektomi/radioiodin Dikutip

dari: Lam L, Nair R J, Tingle L. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc (Bayl

Univ Med Cent) 2006;19:126–129

Pemberian propanolol (penghambat adrenergik-β nonselektif) baik secara

oral maupun intravena dapat digunakan sebagai terapi pilihan untuk mengurangi

gejala paralisis tanpa kekhawatiran munculnya hiperkalemia rebound serta

peningkatan fosfat serum. Dalam sebuah uji coba, pemberian propanolol oral

dosis tinggi (3-4 mg/kgbb) dapat menghentikan serangan paralisis dengan cepat.

Selain itu, propanolol juga terbukti mampu mencegah serangan paralisis bahkan

setelah konsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak. Propanolol harus tetap

diberikan sampai dicapai kondisi eutiroid.3,4


Mempertahankan pasien dalam kondisi eutiroid merupakan penatalaksaan

yang utama pada pasien TPP. Sebab serangan paralisis pada TPP tidak pernah

terjadi pada keadaan eutiroid. Penyebab hipertiroid harus segera diidentifikasi.

Terapi defenitif seperti iodin radioaktif ataupun tiroidektomi harus dilakukan jika

penyebabnya diketahui adalah penyakit Graves, struma multinodular, ataupun

adenoma toksik. Pasien harus dianjurkan untuk menghindari berbagai faktor

pencetus seperti konsumsi karbohidrat dalam jumlah tinggi, diet tinggi garam,

minuman alkohol, serta olahraga/aktifitas yang terlampau berat hingga kondisi

hipertiroid telah teratasi. Penghambat-β nonselektif perlu diberikan bersamaan

dengan preparat antitiroid baik di awal pengobatan ataupun setelah tindakan

pemberian radioaktif iodin namun belum mencapai kondisi eutiroid.3


BAB III
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama pasien : Tn. H
Umur : 23 Tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Sungai Apit
Masuk RS : 23 Februari 2019 (16:00)
No. MR : 110387

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Kelemahan pada keempat anggota gerak

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluhkan kelemahan pada keempat anggota gerak + 5 jam
sebelum masuk rumah sakit, setelah beraktifitas penderita merasa keempat
anggota gerak terasa lemah dan berat untuk digerakkan. Awalnya pasien mengeluh
kedua lengan atas terasa lemah dan kedua tungkai juga terasa lemah. Lama-
kelamaan pasien merasa seluruh anggota gerak terasa lemah dan sulit untuk
digerakkan. Kelemahan anggota gerak kanan dan kiri dirasakan sama berat. Rasa
baal atau kesemutan disangkal. penurunan kesadaran (-), mulut merot (-), bicara
pelo(-), mual (-), muntah (-), nyeri kepala cekot-cekot (-). Keluhan diare, maupun
demam disangkal, sesak nafas (-), nyeri dada (-), sulit menelan (-), penglihatan
buram/ dobel (-), kejang (-), sering merasa gemetar (-), keringat berlebihan (-),
Selain itu pasien juga mengeluh sering berdebar-debar, mudah berkeringat dan
tidak tahan terhadap panas. BAK dan BAB biasa, tidak ada keluhan.
Faktor yang memperberat (-), faktor yang memperingan (-), gejala penyerta (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Sebelumnya pasien pernah mengalami hal yang sama dan dirawat di
RSUD Tengku Rafi’an Siak.
 Pasien juga menderita penyakit hipertiroid

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada riwayat penyakit keluarga pasien yang berhubungan dengan keluhan
pasien.

Riwayat Pengobatan :
Propanolol 1 x 100 mg
Metimazole 1 x 30 mg
Curcuma 3 x 1

III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg
Frek. Nadi : 86 x / menit
Frek. Nafas : 20 x / menit
Suhu : 36,7 0C
Gizi
TB : 165 cm
BB : 50 kg
IMT : 22,2 (normowieght)

A. STATUS GENERALIS
Kepala dan leher
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, atrial bruit (+)

Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, ictus cordis
tidak terlihat.
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan, ictus cordis teraba pada
ICS V linea midlavikularis kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.
Batas kanan jantung : ICS III-V linea strenalis kanan
Batas kiri jantung : ICS IV linea midklavikularis kiri
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis kiri
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
S1 dan S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Bentuk cekung, venektasi (-), efloresensi (-) .
Auskultasi : BU (+) normal.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak membesar, undulasi (-)
Perkusi : Timpani di seluruh abdomen, shifting dullness (-)

Ekstremitas
Atas : warna kulit sawo matang, ikterik (-), flapping tremor (+)
Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-).

B. STATUS NEUROLOGIS
 Kesadaran: E4M6V5
 Nn Cranialis : Dalam batas normal
 Motorik Superior Inferior

Gerak : ↓/↓ ↓/↓


Kekuatan: 2222/2222 2222/2222
Tonus : N/N N/N
 Refleks fisiologis: +/+ +/+
 Refleks patologis: -/- -/-
 Rangsang meningeal: -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (23/02/2019)
Darah lengkap
Hemoglobin :13,0 gr/dl
Leukosit : 9.300 /uL
Hematokrit : 38 %
Trombosit : 250.000 /ul
Elektrolit
Na+ : 140 mmol/L
K+ : 1,3 mmol/L
Cl- : 113 mmol/L

EKG

V. DIAGNOSIS KERJA
Thyrotoxic periodic paralysis

VII. TERAPI
 KCL 25 meq/ 12 jam dalam Nacl 0,9% 20 tpm
 Sulfas atropin 0,5 mg/ 12 jam
 Rawat inap

VIII. PROGNOSIS
Dubia

IX. Follow Up
Tanggal/ Perjalanan Penyakit Terapi
Jam
24-2-2019 S: Kelemahan pada anggota gerak Observasi keadaan umum
10.00 O : Keadaan umum: baik dan tanda-tanda vital.
KCL 25 meq dalam Nacl
Kesadaran: komposmentis
0,9% 20 tpm
TD : 110/80 mmHg
PTU 3 x 100 mg
HR : 80x/menit Propanolol 1 x 10 mg
RR : 20x/menit
S : 36,50C
St. Generalis : Dalam batas normal
A: Thyrotoxic periodic paralysis
25-2-19 S: masih lemas Observasi keadaan umum
09.00 O : Keadaan umum : baik dan tanda-tanda vital.
Terapi lanjut
Kesadaran : komposmentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 76x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,50C
St. Generalis: dalam batas normal
A: Thyrotoxic periodic paralysis
26-2-2019 S: keluhan (-) Pasien berobat jalan
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis Terapi pulang :
TD : 120/80 mmHg K+ : 146 mmol/L PTU 3 x 100 mg
HR : 84x/menit Propanolol 1 x 10 mg
RR : 20x/menit KSR 1 x 1
Curcuma 3 x 1
S : 36,50C
St. Generalis: dalam batas normal
A: Thyrotoxic periodic paralysis
BAB IV

PENUTUP

TPP merupakan kondisi yang lebih sering dijumpai di Asia. Diagnosis

pada awal pemeriksaan cenderung terlambat akibat gambaran klinis tirotoksikosis

yang sering tidak jelas dan gambaran paralisis yang mirip dengan tipe paralisis

lain yang lebih sering terjadi. Diagnosis dan penanganan yang cepat sangat

diperlukan untuk menghindari komplikasi kardiopulmonal. TPP merupakan suatu

kondisi penyakit yang dapat ditangani secara baik jika status eutiroid dapat

dicapai.3,4
DAFTAR PUSTAKA

1. “Thyrotoxic periodic paralysis”, Dorland’s illustrated medical dictionary,

32nd ed. Elsevier Saunders, Philadelphia 2012.


2. Kung AWC (2006). Thyrotoxic periodic paralysis: A diagnostic challange.

The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 91(7):2490–2495.

doi: 10.1210/jc.2006-0356
3. Lam L, Nair R J, Tingle L. Thyrotoxic periodic paralysis. Proc (Bayl Univ

Med Cent) 2006;19:126–129


4. Ling SH, Huang CL. Mechanism of thyrotoxic periodic paralysis.

American Society of Nephrology. 23: ccc–ccc, 2012. Doi:

10.1681/ASN.2012010046
5. Vijayakumar A, Ashwath G, Thimmappa D. Thyrotoxic periodic paralysis:

clinical challenges. Hindawi Publishing Corporation. Journal of Thyroid

Research Volume 2014, Article ID 649502, 6 pages

http://dx.doi.org/10.1155/2014/649502
6. Goldberger ZD. An electrocardiogram triad in thyrotoxic periodic

paralysis. Circulation. 2007;115:e179-e180. doi:

10.1161/CIRCULATIONAHA.106.652396
7. Wimmer PJ, Mannow AE, Bredenderg AE. Thyrotoxic periodic paralysis.

Hospital Physician, July 2001; hal 53-57 , 69.


8. Lulsegged A, Wlodek C, Rossi M. Thyrotoxic periodic paralysis. Case

reports and an upto-date review of the literature. Hindawi Publishing


Corporation. Case Reports in Endocrinology. Volume 2011, Article ID

867475, 4 pages. doi:10.1155/2011/867475


9. McFadzean AJS, Yeung R. (1967). Periodic paralysis complicating

thyrotoxicosis in Chinese. Br Med J 1:451–455

You might also like