DEFAULT DAN CROSS DEFAULT
DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK
Oleh:
Johannes Ibrahim
ABSTRACT
The formulating of covenant in bank credit agreement is under the
authority of the bank as creditor. Covenants, which are formulating,
from the financial and legal aspects are created in order to minimalize
the risks in distributing credits. Two of the most important covenanrs
are known as default and cross default covenants.
Under these covenants, banks have the authority to terminate credit
agreements and withdraw the rests of the loans from debitors. These
covenants are created because as financial institutions funded by
publics, banks need to keep their prudential banking policy in
distributing their credits. However, in banking practice, the
approprateness of these covenants are questioned since the freedom of
contracts tends to be more beneficial for the banks than the debitors.
Kata Kunei: Kredit, Perjanjian Kredit, Perjanjian Standar atau Baku,
Klausula atau Covenant, Ingkar Janji (Defaul) dan Silang Ingkar
Janji (Cross Defautt).
I. PENDAHULUAN
Ingkar janji merupakan hal yang tidak dikehendaki oleh para
pihak yang terikat dalam suatu perjanjian kredit bank. Tetapi hal ini
bukan yang mustahil. Ingkar janji dapat dilakukan oleh pihak nasabah
debitur ataupun pihak bank. Oleh karenanya dalam suatu perjanjian
kredit bank dirumuskan Klausula-klausula untuk membatasi ingkar
janji. Dalam perjanjian kredit bank klausula-klausula dimaksud
senderung tertuju terhadap nasabah debitur. Hal ini dapat dipahami,
karena dalam perjanjian kredit bank, pihak kreditur atau bank
memiliki kepentingan untuk melindungi pemberian kreditnya dari
risiko nasabah debitur yang nakal.
Jurnal Manajemen Maranatha
Volume 2, November 2002 151152
Il. Pemberian Kredit Perbankan.
Kredit berasal dari bahasa Romawi credere yang berarti
percaya atau credo atau creditum yang berarti saya percaya
Pengertian kredit dapat diuraikan sebagai berikut
1. Kredit adalah: The ability of a business man to borrow
money, or obtain goods on time, inconsequence of the
favourable opinion held by the particular lender, as to his
solvency and reliability (Campbell, 1990:367).
2. Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7Tahun 1992
tentang Perbankan memberikan pengertian kredit dan
pembiayaan. Pasal 1 butir 11 menjelaskan pengertian
kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga”. Sedangkan pengertian pembiayaan dalam pasal 1
butir 12 adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan
uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil”.
Dari pengertian di atas, terdapat beberapa hal yang patut untuk
diperhatikan :
Pertama, kredit atau pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang
nilainya diukur dengan uang, misalnya bank memberikan kredit untuk
pembelian rumah atau mobil.
Kedua, adanya kesepakatan antara bank atau kreditur dengan
penerima kredit atau nasabah debitur, yang dituangkan dalam suatu
perjanjian atau akad kredit, di mana tereakup hak dan kewajiban
masing-masing pihak
Ketiga, adanya perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank yang
Johannes Ibrahim153
berdasarkan prinsip konvensional dengan pembiayaan yang diberikan
oleh bank berdasarkan prinsip syariah. Bagi bank berdasarkan prinsip
konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga sedangkan
bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah berupa imbalan atau bagi
hasil.
Dalam pengertian kredit tersebut terdapat unsur-unsur kredit
yang terdiri dari empat hal yaitu:
1. Kepereayaan, yaitu: adanya keyakinan dari pihak bank
atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah debitur
yang akan dilunasinya sesuai jangka waktu yang
diperjanjikan;
v
. Waktu, yaitu: adanya jangka waktu tertentu antara
pemberian kredit dan pelunasannya di mana jangka waktu
tersebut sebelumnya terlebih dahulu telah disepakati
bersama antara pihak bank dan nasabah debitur.
3. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan
kontra prestasi pada saat tercapainya persetujuan atau
kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara bank dan
nasabah debitur berupa uang dan bunga atau imbalan;
4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin terjadi selama
jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit
tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit
dan menutup kemungkinan terjadinya wan prestasi dari
nasabah debitur, maka diadakan pengikatan jaminan atau
agunan,
Empat hal dari unsur-unsur kredit yaitu: Kepercayaan,
Waktu, Prestasi dan Risiko; keseluruhannya merupakan hal yang
saling berkaitan satu dan lainnya. Pemberian kredit tidak dapat
dilakukan tanpa adanya kepercayaan. Dengan kepereayaan yang
diberikan oleh pihak bank, dijanjikan periode waktu tertentu yang
disepakati bersama untuk penggunaan atau pelunasannya. Sebagai
objek dari perjanjian kredit bank, adanya prestasi yang secara timbal
balik diberikan oleh masing-masing pihak, di mana bank memberikan
fasilitas kredit yang penarikannya disesuaikan dengan kebutuhan
nasabah debitur dan sebaliknya nasabah debitur harus membayar
Jumal Manajemen Maranatha
Volume 2, November 2002