Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
aspirasi sumsum tulang yang akan memperlihatkan keadaan yang
hiperseluler dengan sel blas leukemik lebih dari 30%. Leukemia perlu
dibedakan dengan reaksi leukemoid dimana hanya terjadi peningkatan
leukosit tanpa ada perubahan morfologi. Perlu juga disingkirkan penyebab
demam dan kegagalan sumsum tulang(4).
Salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan.
Manifestasi perdarahan yang paling sering ditemukan berupa petekie,
purpura atau ekimosis, yang terjadi pada 40 – 70% penderita leukemia
akut pada saat di diagnosis. Lokasi perdarahan yang paling sering adalah
pada kulit, mata, membran mukosa hidung, ginggiva dan saluran cerna.
Perdarahan yang mengancam jiwa biasanya terjadi pada saluran cerna
dan sistem saraf pusat(1).
Keberhasilam terapi LLA terdiri dari kontrol sumsum tulang dan
penyakit sistemiknya, juga terapi atau pencegahan SSP. Protokol
pengobatan untuk leukemia limfoblastik akut (LLA) yaitu profilaksis sistem
saraf pusat (SSP), prognosis untuk berbagai subtipe LLA, peran
transplantasi sel induk dalam LLA, pengobatan kekambuhan dan
perawatan suportif. Prinsip perawatan umum yang direkomendasikan
untuk pasien yang didiagnosis dengan LLA yaitu termasuk induksi,
konsolidasi, dan terapi pemeliharaan bersama dengan profilaksis SSP.
Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5-3 tahun dengan tujuan
untuk eradikasi populasi sel leukemia(5,6).
Prognosis dari pasien leukemia Limfoblastik akut tergantung dari
respon terapi awal, jumlah leukosit awal, usia, jenis kelamin dan kelainan
jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis(7).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sel-
sel prekursor limfoid yang berkembang biak dan menggantikan sel
hematopoietik normal sumsum tulang. Lebih dari 80% kasus, sel-sel
ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T.
Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak terjadi pada
anak-anak. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA adalah dewasa. Jika
tidak di obati, leukemia ini bersifat fatal(3,4,5).
II.2. Epidemiologi
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah jenis kanker dan leukemia
yang paling umum pada anak-anak di Amerika Serikat. LLA menyumbang
75% dari kasus leukemia pediatrik. Pada orang dewasa, penyakit ini
kurang umum daripada leukemia myeloid akut (AML). Diperkirakan bahwa
akan ada 5.960 kasus LLA (dewasa dan anak-anak) di Amerika Serikat
pada tahun 2018, yang mengakibatkan 1470 kematian. Diperkirakan
kelangsungan hidup 5 tahun adalah 68,2%. Tingkat kelangsungan hidup
yang menguntungkan adalah karena tingkat kesembuhan LLA yang tinggi
pada anak-anak. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai risiko
empat kali lebih besar untuk berkembang biak menjadi LLA, sedangkan
kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai risiko 20% untuk
berkembang menjadi LLA. Prognosis menurun dengan bertambahnya
usia, dan usia rata-rata saat meninggal adalah 55 tahun. Di seluruh dunia,
insiden LLA tertinggi terjadi di Italia, Amerika Serikat, Swiss, dan Kosta
Rika Di Eropa secara keseluruhan, prekursor sel B LLA telah meningkat
sekitar 1% setiap tahun(3,5).
3
II.3. Etiologi
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor
keturunan dan sindrom predisposisi genetik lebih berhubungan dengan
LLA yang terjadi pada anak-anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi
klinik yang berhubungan dengan LLA adalah(5):
1) Radiasi ionik
Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom Hirosima dan
Nagasaki mempunyai risiko relatif keseluruhan 9,1 untuk
berkembang menjadi LLA.
2) Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia
sumsum tulang, kerusakan kromosom, dan leukemia.
3) Merokok
Merokok sedikit meningkatkan risiko LLA pada usia di atas 60
tahun.
4) Obat kemoterapi
5) Infeksi virus Eppstein Barr berhubungan kuat dengan LLA
6) Pasien dengan sindroma Down dan Wiskott-Aldrich mempunyai
risiko yang meningkat menjadi LLA.
4
kehidupan. Kurangnya paparan infeksi awal ini, yang merupakan sistem
kekebalan utama, lebih mungkin terjadi pada masyarakat yang
bersemangat tentang kebersihan; ini akan membantu menjelaskan
mengapa saat ini, LLA pada anak-anak terlihat terutama di masyarakat
industri(3).
5
Klasifikasi FAB untuk leukemia limfoblastik akut(8)
II.5. Patofisiologi
6
Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya
(granulosit dalam sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan
menyebar ke organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar
(splenomegali, hepatomegali). Proliferasi dari satu jenis sel sering
mengganggu produksi normal sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke
pengembangan/pembelahan sel yang cepat dan ke sitoenias (penurunan
jumlah). Pembelahan dari sel darah putih mengakibatkan menurunnya
immunocompetence dengan meningkatnya kemungkinan terjadi infeksi(9).
Jika penyebab leukemia adalah virus, maka virus tersebut akan
mudah masuk ke dalam tubuh manusia, jika struktur antigen virus sesuai
dengan struktur antigen manusia. Begitu juga sebaliknya, bila tidak sesuai
maka akan ditolak oleh tubuh. Stuktur antigen manusia terbentuk oleh
struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir
yang terletak dipermukaan tubuh. Istilah HL–A (Human Leucocyte Lotus-
A) antigen terhadap jaringan telah ditetapkan (WHO). Sistem HL–A
individu ini diturunkan menurut hukum genetika, sehingga adanya peranan
faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan (9).
Timbul disfungsi sumsum tulang, menyebabkan turunnya jumlah
eritrosit, neutrofil dan trombosit. Sel-sel leukemia menyusupi limfonodus,
limfa, hati, tulang, dan SPP. Di semua tipe leukimia, sel yang beproliferasi
dapat menekan produksi dan elemen di darah yang menyusup sumsum
tulang dengan berlomba-lomba untuk menghilangkan sel normal yang
berfungsi sebagai nutrisi untuk metabolisme. Tanda dan gejala dari
leukemia merupakan hasil dari infiltrasi sumsum tulang, dengan 3
manifestasi yaitu anemia dan penurunan RBCs, infeksi dari neutropenia,
dan pendarahan karena produksi platelet yang menurun. Invasi sel
leukemia yang berangsur-angsur pada sumsum menimbulkan kelemahan
pada tulang dan cenderung terjadi fraktur, sehingga menimbullkan nyeri.
Ginjal, hati, dan kelenjar limfe mengalami pembesaran dan akhirnya
fibrosis, leukemia juga berpengaruh pada SSP di mana terjadi
7
peningkatan tekanan intra kranial sehingga menyebabkan nyeri pada
kepala, letargi, papil edema, penurunan kesadaran dan kaku duduk (9).
Organ tubuh yang paling sering mengalami leukostasis adalah
susunan saraf pusat dan paru. Leukostasis akan menyebabkan perfusi
yang buruk dan terjadi hipoksia, metabolisme anaerob, asidosis laktat,
akhirnya akan menimbulkan kerusakan dinding pembuluh darah dan
perdarahan. Bila leukostasis terjadi pada susunan saraf pusat maka akan
terdapat gejala klinis berupa pusing, penglihatan kabur, tinitus, ataksia,
delirium, perdarahan retina dan perdarahan intra kranial(9).
Penghancuran sel abnormal berlebihan pada keadaan
hiperleukositosis bisa berlangsung secara spontan atau setelah terapi
sitostatika. Pada keadaan ini harus dipantau terjadinya sindrom lisis tumor
yang dapat mengakibatkan gangguan metabolik dan gagal ginjal akut.
Sindrom lisis tumor dapat terjadi secara spontan, yaitu sebelum
kemoterapi dimulai atau sampai 5 hari setelah kemoterapi diberikan. Lisis
sel tumor menyebabkan terjadinya pelepasan kalium secara cepat, asam
urat yang berasal dari asam nukleat dan fosfat intraselular ke
ekstraselular. Dengan demikian terjadilah keadaan hiperkalemia,
hiperurisemia, hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekunder(9).
8
Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan(2, 5,10,12):
II.6. Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal
dan beberapa pemeriksaan penunjang yang lain. Cara ini dapat
mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan
9
pemeriksaan lebih lanjut, yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika dan
biologi molekuler(2).
Gambaran laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk diagnosis LLA,
klasifikasi prognosis dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu(5):
1) Hitung darah lengkap (complete blood count) dan apusan darah tepi
Jumlah leukosit dapat normal, meningkat atau rendah pada saat
diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15%
pasien dan dapat melebihi 200.000/mm 3. Pada umumnya terjadi anemia
dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari
0 sampai 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit
kurang dari 25.000/mm3.
2) Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan
klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini.
Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi sitogenetik
dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperseluler
dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA
dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia,
maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint
dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi.
3) Sitokimia
10
Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum
tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan LLA dari leukemia
mieloblastik akut (LMA). Pada LLA, pewarnaan Sudan black dan
mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif. Mieloperoksidase
adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari
prekursor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia
juga berguna untuk membedakan prekursor B dan dan B-ALL dari T-ALL.
Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas,
sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan
periodic acid Shiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas dapat
dideteksi dengan pewarnaan atau flow cytometry.
4) Imunofenotip (dengan sitometri arus/flow cytometry)
Pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen
yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah
antibodi terhadap:
a. Untuk sel prekursor B: CD10 (common ALL antigen), CD19, CD79A,
CD22, cytoplasmic m-heavy chain, dan TdT
b. Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT
c. Untuk sel B: kappa atau lambda, CD19, CD20 dan CD22.
Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen
mieloid. Antigen mieloid yang biasa dideteksi adalah CD13, CD15 dan
CD33. Ekspresi yang bersamaan dari antigen limfoid dan mieloid dapat
ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasusu ini jarang dan perjalanan
penyakitnya buruk.
5) Sitogenetik
Analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelaianan
sitogenetik berhubungan dengan subtipe LLA tertentu dan dapat
memberikan informasi prognostik. Translokasi t(8;14), r(2;8) dan t(8;22)
hanya ditemukan pada LLA sel B dan kelainan kromosom ini
menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc
pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat ditemukan pada
11
LLA atau LMA, misalnya kromosom philadelphi, t(9;22)(q34;q11) yang
khas untuk leukemia mielositik kronik dapat juga ditemukan pada <5%
LMA dewasa dari 20-30% LLA dewasa.
6) Biologi Molekuler
Teknik molekuler dikerjakan bila analisis sitogenetik rutin gagal, dan
untuk mendeteksi t(12;21) yangtidak terdeteksi dengan sitogenetik
standar. Teknik ini juga harus dilakukan untuk mendeteksi gen BCR-ABL
yang mempunyai prognosis buruk.
7) Pemeriksaan lainnya
Parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi intravaskular
diseminata jarang terjadi. Kelainan metabolik seperti hiperurisemia dapat
terjadi terutama pada pasien dengan sel-sel leukemia yang cepat
membelah dan tumor burden yang tinggi. Pungsi lumbal dilakukan pada
saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal. Perlu atau tidaknya
tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang
bersirkulasi masih kontroversi. Definisi keterlibatan susunan saraf pusat
(SSP) adalah bila ditemukan lebih dari 5 leukosit /mL cairan serebrospinal
dengan orfologi sel blas pada spesimen sel yang disentrifugasi.
Pemeriksaan Radiologi
Tidak ada studi pencitraan lain selain radiografi dada untuk
mengevaluasi massa mediastinum yang secara rutin diperlukan pada LLA
anak. Namun, studi radiologis berikut dapat membantu:
1) Ultrasonografi: Untuk mengevaluasi infiltrasi testis pada anak laki-laki
dengan testis yang membesar; untuk mengevaluasi keterlibatan ginjal
leukemia sebagai penilaian risiko untuk sindrom lisis tumor
2) EKG, ekokardiogram: Untuk mengidentifikasi disfungsi jantung yang
sudah ada sebelum pemberian antrasiklin (studi awal); untuk
memantau fungsi jantung selama perawatan dengan anthracyclines.
12
II.7. Terapi
Leukemia adalah penyakit sistemik, dan perawatan utamanya
didasarkan pada kemoterapi. Namun, berbagai bentuk LLA memerlukan
pendekatan yang berbeda untuk hasil yang optimal. Pengobatan leukemia
SSP subklinis adalah komponen penting dari terapi LLA(11).
1) Fase induksi-remisi
Tahap ini diberikan obat deksametason atau prednison, vincristine,
asparaginase dan daunorubicin.
2) Fase intensifikasi/konsolidasi
Protokol ALL Children's Oncology Group (COG) SEMUA
menggunakan tulang punggung terapeutik yang awalnya diperkenalkan
dalam uji klinis Berlin-Frankfurt-Muenster (BFM) pada 1980-an. Ini
termasuk pemberian cytarabine, cyclophosphamide, deksametason,
asparaginase, doxorubicin, MTX, 6-MP, 6-thiouguanine, dan vincristine.
3) Terapi terarah CNS terdiri dari kemoterapi sistemik yang memasuki
CSF, serta kemoterapi intratekal yang diberikan selama seluruh
perjalanan pengobatan, yang utamanya MTX tetapi kadang-kadang
termasuk hidrokortison dan sitarabin (“terapi tiga-intratekal”).
4) Terapi lanjutan yang ditargetkan untuk menghilangkan penyakit
residu diberikan MTX, 6-MP, pulsa vincristine dan glukokortikoid.
13
Farmakoterapi
II.8. Komplikasi
Komplikasi akut dapat melibatkan semua sistem organ dan termasuk
yang berikut(11):
14
1) Keganasan sekunder
2) Perawakan pendek (jika radiasi kraniospinal)
3) Kekurangan hormon pertumbuhan
4) Ketidakmampuan belajar
5) Cacat kognitif
II.10. Prognosis
Kemungkinan penyembuhan jangka panjang pada LLA tergantung
pada fitur klinis dan laboratorium serta perawatannya. Penilaian risiko
prognostik meliputi gambaran klinis (usia dan jumlah sel darah putih
[WBC] pada saat diagnosis), karakteristik biologis dari ledakan leukemia,
respons terhadap kemoterapi induksi, dan beban minimal penyakit
residual (MRD). Berdasarkan kriteria ini, pasien dapat dikelompokkan
secara efektif menjadi risiko rendah, risiko rata-rata atau standar, risiko
tinggi, dan risiko sangat tinggi(11).
15
Pasien risiko standar berusia 1-9,9 tahun dengan WBC kurang dari
50.000 pada saat presentasi, kekurangan fitur sitogenetik yang tidak
menguntungkan, dan menunjukkan respons yang baik terhadap
kemoterapi awal. Children's Oncology Group (COG) mendefinisikan risiko
standar sebagai kurang dari 1% ledakan dalam darah perifer selama 8
hari dan kurang dari 0,01% ledakan di sumsum tulang pada 29 hari
(respon awal yang cepat). Pasien berisiko rendah memiliki <0,01%
ledakan untuk kedua titik waktu dan memiliki sitogenetik yang
menguntungkan (misalnya, trisomi 4, 10). Pasien berisiko tinggi tidak
memenuhi kriteria ini atau memiliki keterlibatan ekstramedullary yang
membuat mereka tidak pantas untuk diperlakukan sebagai risiko standar.
Pasien dengan risiko sangat tinggi memiliki fitur sitogenetik yang tidak
menguntungkan (kromosom Philadelphia, hipodiploidi (n <44),
penyusunan ulang gen MLL atau respons yang buruk terhadap
kemoterapi awal (kegagalan induksi atau sumsum tulang 29 hari dengan
MRD> 0,01%)(11).
16
84% pada 1990-1994. Peningkatan dalam kelangsungan hidup diamati
untuk semua kelompok umur anak-anak, kecuali untuk bayi di bawah 1
tahun. Di negara-negara berpenghasilan rendah (LIC), hasil terapeutik
untuk LLA anak pediatrik kurang menggembirakan karena keterlambatan
diagnosis, ditinggalkannya terapi, dan kematian akibat toksisitas karena
perawatan suportif yang kurang optimal. Namun demikian, tingkat
kelangsungan hidup bebas peristiwa 4 tahun saat ini adalah 61% di India,
dan lebih dari 78% di Lebanon, menunjukkan bahwa LLA anak dapat
disembuhkan di LIC(11).
17
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
19