You are on page 1of 21

Diagnosis Nyeri Neuropatik pada Pelayanan Kesehatan Primer

Fakhrurrazy1, Rizky Yopita Soraya2

1
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Lambung Mangkurat/RSUD Ulin
Banjarmasin, 2Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin

PENDAHULUAN

Pengertian nyeri neuropatik menurut International Association for The Study

of Pain (IASP) adalah nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau

disfungsi dari sistem saraf dan dapat disebabkan oleh kompresi atau infiltrasi dari

nervus atau tergantung letak lesi atau disfungsi terjadi. Nyeri neuropati adalah

nyeri abnormal baik yang terjadi akibat lesi pada sistem saraf perifer maupun

sentral. 1,2

Prevalensi nyeri neuropatik adalah sekitar 1,5% dari seluruh populasi di

Amerika Serikat. Banyak penyakit-penyakit umum yang dapat menyebabkan

nyeri neuropatik, seperti trigeminal neuralgia, diabetic neuropathy, spinal cord

injury, kanker, stroke, dan degenerative neurological disease.1,2

Penatalaksanaan nyeri neuropatik sering tidak optimal. Hal ini terkait dengan

tidak adekuatnya diagnosis nyeri neuropatik. Selain itu tatalaksana nyeri

neuropatik berbeda dari nyeri nosiseptif. Diagnosis yang tidak tepat akan

menyebabkan terapi yang tidak efektif.3,4

Berdasarkan permasalahan tersebut, penting untuk membahas mengenai

diagnosis nyeri neuropatik sehingga diharapkan dengan cara mendiagnosis tepat


nyeri neuropatik akan memberikan tatalaksana yang sesuai terhadap nyeri

neuropatik pada pelayanan kesehatan primer.

PEMBAHASAN

2.1. Etiologi Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik merupakan bentuk nyeri yang timbul akibat stimulasi

langsung pada jaringan saraf itu sendiri. Lesi primer atau disfungsi saraf mungkin

terjadi pada bagian perifer, atau sentral, dan mungkin melibatkan reseptor nyeri

saraf perifer, radiks, medulla spinalis, atau daerah sentral otak. Nyeri neuropatik

dapat melibatkan saraf tunggal atau multipel yang berarti melibatkan banyak

keadaan patologik tersendiri atau kombinasi oleh kerusakan sistem saraf.3

Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral)

atau kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf

perifer di sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa

melibatkan eksitasi reseptor nyeri spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat

disebabkan oleh kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemik, dan gangguan metabolik

pada badan sel neuron. 5, 6, 7

Nyeri neuropatik sentral adalah suatu kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif

perifer di jaringan lunak, pleksus saraf, dan saraf itu sendiri juga dapat

menyebabkan nyeri sentral nosiseptif melalui proses sensitisasi. Sindrom nyeri

talamus adalah salah satu nyeri neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik juga

dapat ditemukan pada pasien pasca strok, multipel sklerosis, spinal cord injury,

dan penyakit parkinson. 6, 7


Nyeri neuropatik perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan

yang berasal dari perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat

saraf perifer yang terkena tetapi juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion

akar dorsal saraf yang rusak. Contoh-contoh sindrom yang mungkin dijumpai

adalah neuralgia pasca herpes, neuropati diabetik, neuralgia trigeminus, phantom-

limb pain, kompresi akibat tumor, dan pasca operasi.6,7

Pada nyeri neuropatik sentral kasus yang sering dijumpai, yaitu mielopati

kompresif dengan stenosis spinalis, mielopati HIV, multipel sklerosis, penyakit

Parkinson, mielopati pasca iskemik, mielopati pasca radiasi, nyeri pasca stroke,

nyeri pasca trauma korda spinalis, dan siringomielia. Pada nyeri neuropatik sering

ditemukan kasus, yaitu: Poliradiksuloneuropati demielinasi inflamasi akut dan

kronik, polineuropati alkoholik, polineuropati oleh karena kemoterapi, sindrom

nyeri regional kompleks (complex regional pain syndrome), neuropatik jebakan

(misalnya carpal tunnel syndrome), neuropati diabetik, phantom limb pain,

neuralgia pasca herpetik, pleksopati pasca radiasi, dan radiksulopati (servikal,

thorakal, atau lumbosakral).6

2.2. Patofisiologi Nyeri Neuropatik

Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropatik adalah: sensitisasi

perifer, ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi.

Perubahan ekspresi dan distribusi kanal ion natrium dan kalium terjadi setelah

cedera saraf, dan meningkatkan eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas

ektopik yang bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik spontan.7,8


Trauma atau lesi di jaringan akan direspons oleh nosiseptor dengan

mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradiksinin, prostaglandin,

histamin, dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang

menyebabkan munculnya nyeri spontan, atau membuat nosiseptor lebih

sensitif (sensitisasi) secara langsung maupun tidak langsung. Sensitisasi

nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau lesi serabut saraf

di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodelling membran sel. Di

bagian proksimal lesi yang masih berhubungan dengan badan sel dalam beberapa

jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas-tunas baru ini, ada

yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan sebagian lainnya tidak

mencapai organ target dan membentuk semacam pentolan yang disebut neuroma.

Pada neuroma terjadi akumulasi berbagai ion kanal, terutama Na+ kanal.

Akumulasi Na+ kanal menyebabkan munculnya ectopic pacemaker. Di samping

ion kanal juga terlihat adanya molekul-molekul transducer dan reseptor baru yang

semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge, abnormal

mechanosensitivity, thermosensitivity, dan chemosensitivity. Ectopic discharge

dan sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical, termal, chemical) dapat

menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan evoked pain.7,8,9

Lesi jaringan berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan hilang.

Tetapi, lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis dibanjiri

potensial aksi yang mungkin mengakibatkan terjadinya sensitisasi neuron-neuron

tersebut. Sensitisasi neuron di kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya

allodinia dan hiperalgesia sekunder. Nyeri timbul karena aktivasi dan sensitisasi
sistem nosiseptif baik perifer maupun sentral. Baik nyeri neuropatik perifer

maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron sebagai stimulus noksious melalui

jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari kornu dorsalis,

traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum dorsalis (untuk viseral)

sampai talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan korteks insula.

Karakteristik sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas neuron;

rendahnya ambang batas stimulus terhadap aktivitas neuron itu sendiri misalnya

terhadap stimulus yang non-noksious dan luasnya penyebaran area yang

mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan dari

berbagai neuron.7,8

2.3. Manifestasi Klinis Nyeri Neuropatik

Gejala–gejala nyeri neuropatik yang timbul akibat adanya kerusakan saraf,

diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidaknya stimulus, yang menyebabkan

timbulnya nyeri, yaitu:7,9,10,11

1. Nyeri dengan stimulus (stimulus-evoked pain)

a. Hiperalgesia

Keadaan ambang rangsang terhadap stimulus noksius (nyeri) menurun dan

sensitivitas meningkat, sehingga respons terhadap stimulus noksius meningkat.

Jadi hiperalgesia adalah respons yang meningkat (berlebihan) terhadap rangsang

noksius (nyeri).7

b. Allodinia

Merupakan keadaan stimulus non-noksius (pada keadaan normal) yang akan

menimbulkan rasa nyeri. Fenomena ini disebut allodinia. Sebagai contoh adalah
rabaan dengan menggunakan kapas pada daerah yang terbakar atau daerah yang

mengalami neuralgia pasca herpetik akan menimbulkan nyeri yang hebat. 7

2. Nyeri tanpa stimulus atau nyeri spontan (stimulus-independent pain)

a. Parestesia

Parestesia adalah sensasi pada permukaan tubuh tertentu yang tidak dipicu

rangsangan dari dunia luar. Parestesia adalah sensasi rasa dingin atau panas di

suatu bagian tubuh tertentu, atau sensasi rasa dirambati sesuatu. 7

b. Disestesia

Sensasi abnormal yang tidak menyenangkan, baik bersifat spontan maupun

dengan pencetus. 7

c. Panas seperti terbakar terus menerus (Continous burning pain). 7

d. Nyeri hentakan (shooting) atau nyeri tikaman atau tusukan (Lancinating).7

Stimulus independent pain ini dapat berlangsung lama misalnya parestesia,

disestesia atau paroxymal lancinating atau shooting paroxysmal pain. Gejala

nyeri neuropatik ini dapat bersifat simetris seperti pada diabetes melitus. Dapat

pula bersifat asimetris seperti pada sindrom terowongan karpal dan hernia nucleus

pulposus (HNP). 7

2.4. Diagnosis Nyeri Neuropatik

A. Anamnesis

Dalam penatalaksanaan nyeri memerlukan penilaian dan usaha yang cermat

untuk memahami pengalaman nyeri pasien dan mengidentifikasi kausa sehingga

kausa tersebut dapat dihilangkan, sehingga anamnesis yang teliti untuk mengenal
jenis nyeri yang dialami oleh pasien. Berikut adalah data yang diperlukan untuk

menilai nyeri.12

Tabel. 2.1. Anamnesis untuk menilai nyeri12


Karateristik Pertanyaan untuk pasien
Nyeri
Lokasi  Dimana terasa nyeri?
 Apakah nyeri menyebar?
 Apakah nyeri di permukaan atau di dalam?
Onset  Kapan nyeri dimulai?
 Apakah nyeri timbul mendadak atau perlahan?
 Apakah ada kejadian tertentu yang tampaknya
menimbulkan nyeri saat nyeri tersebut dimulai?
Pola  Kapan nyeri timbul (pagi, siang, malam)?
 Seberapa sering nyeri timbul?
(penentuan
 Apakah nyerinya terus menerus atau hilang timbul?
waktu,
 Seberapa lama nyeri menetap?
frekuensi,
durasi)
Faktor yang  Apa yang kira-kira memicu nyeri?
memperberat  Apa yang menyebabkan nyeri bertambah parah?
dan memper (misalnya pergerakan atau perubahan posisi, batuk
ringan. atau mengejan, minum atau makan)
 Apa yang menyebabkan nyeri berkurang (misalnya
beristirahat, tidur, merubah posisi misalnya berdiri,
duduk, berbaring atau membungkuk, makanan atau
antasid)
Kualitas  Seperti apa nyeri terasa? (misalnya berdenyut, tumpul,
pegal, tajam seperti tertusuk, perih seperti terbakar.)
Intensitas  Seberapa hebat nyerinya? (minta pasien mengukur
nyeri menggunakan skala analog visual atau verbal,
sebelum dan sesudah pengobatan)
Gejala terkait  Apakah ada masalah lain yang ditimbulkan oleh nyeri?
(misalnya anoreksia, mual, muntah, insomnia)
Efek pada gaya  Apakah nyeri mengganggu aktivitas anda di rumah,
hidup pekerjaan, atau interaksi sosial normal?
 Apakah nyeri mengganggu keseharian hidup anda?
(misalnya, makan, tidur, aktivitas seksual, menyetir)
Metode untuk  Apa yang pernah dapat menolong mengurangi nyeri
mengurangi anda?
nyeri  Apa yang tidak bermanfaat untuk mengurangi nyeri
anda?

Pada nyeri neuropatik, dapat melakukan pemeriksaan dengan menggunakan

DN4 (Douleur Neuropathique 4 Question), LANSS Scoring (Leeds Assessment of

Neuropathic Symptoms), NPQ (Neuropathic Pain Questionnaire), dan

Identification Pain Questionnaire. Adanya kuisioner dapat mempermudah

diagnosis nyeri neuropatik dalam pelayanan primer. 14

Pada LANSS Scoring, diagnosis nyeri neuropatik ditegakkan jika hasilnya

>12. Pada kuisioner LANSS sensitivitas 85% dan spesifisitasnya 80%. Berikut

kuesionernya :16

Tabel 2.2. LANSS Scoring


A. KUESIONER NYERI
 Pikirkan nyeri anda selama seminggu terakhir ini
 Sebutkan apakah gambaran berikut cocok dengan sifat nyeri anda
1. Apakah nyeri anda terasa seperti sensasi tidak nyaman dan aneh di kulit
anda?
Kata-kata seperti menusuk, peniti dan jarum dapat menggambarkan sensasi ini
a) TIDAK – Nyeri saya tidak terasa seperti di atas…………………………..(0)
b) YA – Saya merasakan sensasi ini lumayan sering…………………………(5)
2. Apakah nyeri anda membuat kulit di sekitar area nyeri terlihat berbeda?
Kata-kata seperti terlihat lebih merah atau merah muda dapat
menggambarkan penampilan sekitar area nyeri
a) TIDAK – Nyeri saya tidak mempengaruhi warna kulit saya………………(0)
b) YA – Nyeri saya membuat kulit saya di area nyeri terlihat berbeda daripada
biasanya………...………………………………………………………….(5)
3. Apakah nyeri anda membuat kulit anda lebih sensitif kepada sentuhan?
Mendapatkan sensasi tidak nyaman saat disentuh secara lembut di kulit, atau
merasa nyeri saat memakai pakaian yang ketat dapat menggambarkan
sensitivitas tidak normal ini
a) TIDAK – Nyeri saya tidak membuat kulit saya lebih sensitif secara tidak
normal di area sekitar nyeri……………………………………………….(0)
b) Ya – Kulit saya seperti lebih sensitif secara tidak normal jika disentuh di area
sekitar nyeri……………………………………………………….……....(3)
4. Apakah nyeri anda muncul secara tiba-tiba dan bertubi-tubi tanpa sebab yang
jelas saat anda beristirahat?
Kata-kata seperti sengatan listrik, melonjak dan nyeri bertubi-tubi
menggambarkan sensasi ini
a) TIDAK – Nyeri saya tidak terasa seperti di atas……………...………….(0)
b) YA – Saya merasakan sensasi ini lumayan sering……………………..…(2)
5. Apakah nyeri anda terasa seperti suhu di area sekitar nyeri berubah secara
tidak normal?
Kata-kata seperti panas dan membakar menggambarkan sensasi ini
a) TIDAK – Saya tidak merasakan sensasi ini…………………………….(0)
b) YA – Saya merasakan sensasi ini lumayan sering…………………….…(1)
B. UJI SENSORIS
Sensitivitas kulit dapat diperiksa dengan membandingkan area nyeri dengan
area tidak nyeri yang kontralateral untuk mencari adanya alodinia dan ambang
nyeri (pin-prick threshold / PPT) yang berubah.
1. Alodinia
Periksa respons terhadap sentuhan ringan kapas disepanjang area yang tidak
nyeri dan kemudian area yang nyeri. Jika sensasi normal dirasakan di tempat
yang tidak nyeri, namun sensasi nyeri atau tidak nyaman (kesemutan, mual)
dirasakan di area nyeri saat disentuh, alodinia positif.
a) TIDAK – Sensasi normal pada kedua area……………………………....(0)
b) YA – Alodinia hanya pada area nyeri…………………………………....(5)
2. Perubahan ambang nyeri (PPT)
Tentukan ambang nyeri dengan membandingkan respons terhadap jarum nomor
23 (berwarna biru) yang dipasangkan pada syringe 2ml yang di tempatkan
secara lembut pada area tidak nyeri dan kemudian padam area nyeri.
Jika sensasi tajam tusukan jarum dirasakan pada area tidak nyeri, namun sensasi
berbeda dirasakan di area nyeri, misalnya tidak ada/tumpul (PPT meningkat)
atau sensasi sangat nyeri (PPT menurun), maka perubahan ambang nyeri PPT.
Jika sensasi tidak dirasakan di kedua area, pasangkan jarum ke syringe untuk
menambahkan berat dan ulangi lagi uji ini.
a) TIDAK – Sensasi sama di kedua area…………………………………….(0)
b) YA – Perubahan PPT pada area nyeri………………………………….....(3)
SKORING
Tambahkan nilai yang terletak dalam kurung untuk penggambaran sensasi dan
temuan pemeriksaan untuk mendapatkan nilai keseluruhan.
SKOR TOTAL (maksimal 24)
Jika skor < 12, mekanisme neuropatik kurang mungkin berkontribusi pada
nyeri pasien
Jika skor > 12, mekanisme neuropatik mungkin berkontribusi pada nyeri
pasien
Gambar 2.2 DN417

Pada DN4, nyeri neuropatik ditegakkan apabila jumlah “ya” didapatkan > 4

dari 10 pertanyaan. Spesifisitas pada DN4 90% dan sensitivitas pada DN4 83%.16
Gambar 2.3. NPQ18

Sensitivitas NPQ adalah 66% dan spesifisitas NPQ adalah 74%. 16


Identification Pain Questionnaire adalah kuesioener untuk membedakan

apakah yang dirasakan pada pasien nyeri nosiseptif atau nyeri neuropatik.

Pertanyaan yang diberikan kepada pasien, yaitu: 19

1) Apakah nyeri terasa seperti kesemutan?


2) Apakah nyeri terasa panas atau membakar?
3) Apakah terasa kebas atau baal?
4) Apakah nyeri terasa seperti kesetrum?
5) Apakah nyeri bertambah hebat bila tersentuh?
6) Apakah nyeri terasa di persendian atau otot atau gigi atau lainnya?
Identification pain questionnaire memiliki 6 pertanyaan seperti di atas.

Pertanyaan no 1-5, apabila jawaban “ya” = +1, apabila jawaban “ tidak” = 0;

pertanyaan no 6, apabila jawaban “ya”= -1, apabila jawaban “tidak”= 0. Pada

Identification pain questionnaire spesifisitas adalah 69% dan sensitivitas

Identification pain questionnaire adalah 73%. 16,19

Pada keempat kuesioner di atas, Identification pain questionnaire merupakan

alat diagnostik yang paling mudah dan praktis untuk digunakan dalam pelayanan

kesehatan primer. Perbedaan kuesioner dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Perbedaan kuesioner 20


1. Gejala LANS DN4 NPQ Id Pain
Tertusuk, kesemutan + + + +
Kejutan listrik + + + +
Panas terbakar + + + +
Baal + + + +
Nyeri dibangkitkan dengan sentuhan + + +
ringan
Nyeri dibangkitkan dengan dingin + +
2. Pemeriksaan Fisik
Allodinia pada gosokan sikat + +
Ambang rangsang nyeri tusuk + +
meningkat
B. Pemeriksaan Fisik

1. Sistem motorik

Fungsi dari sistem motorik tergantung pada keadaan anatomi otot-otot dan

saraf motorik masing-masing. Otot-otot harus dievaluasi atrofi, tonus, dan

kekuatan. Selain itu identifikasi pula gerakan abnormal (misalnya: fasikulasi,

tremor, rigiditas seperti gerakan roda gigi, gerakan khorea atau atetosa,

hemibalismus, mioklunos, spasme atau tetani dan miotonia).14,21

2. Penilaian Somatosensorik

Tes ini untuk menggambarkan tempat kedudukan trauma yang tepat, lebih

baik membuat peta daerah yang terkena secara langsung pada penderita dengan

menggunakan mekanik termal dan modalitas nyeri. Dalam mengidentifikasi lokasi

nyeri terutama penting untuk menentukan konsistensi bentuk kerusakan saraf.

Keadaan nyeri ini mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut: distribusi saraf

perifer atau radiks saraf (radiksuler), distribusi radiks saraf multipel (poli

radiksuler atau pleksus), suatu region yang lebih besar seperti yang diinervasi oleh

jaras saraf yang rusak, dan nyeri simetris pada ekstremitas.14,21

3. Pemeriksaan saraf kranial

Pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan respons bagi penderita terhadap

nyeri, sentuhan, tekanan, posisi, dan rasa getar. Informasi yang berguna, yaitu

adanya sedikit perhatian terhadap asal nyeri dengan penilaian yang akurat pada

penghantaran. Misalnya dengan mengetok sepanjang daerah yang terkena,

mungkin menimbulkan sensasi seperti tersetrum (Tinel’s Sign) dan merupakan


indikasi dini yang penting pada perbaikan dan regenerasi saraf. Evaluasi sensorik

membantu kita membedakan hiperalgesia dan allodinia. 9,14,21

4. Sistem saraf otonom

Fungsi saraf otonom dinilai dengan mengevaluasi regulasi suhu,

vasokonstriksi perifer, berkeringat, perubahan trofik pada kulit dan reaksi

pilomotor (goose flesh) sejak penderita kausalgia sering menunjukkan vasomotor,

disfungsi sudomotor dan akhirnya perubahan-perubahan trofik. Abnormalitas ini

merupakan penemuan-penemuan penting dalam menentukan diagnosis. Hasil

pemeriksaan di atas dapat membantu menentukan lokalisasi lesi, neuropati yang

mendasari, simetris atau asimetris, predominan bagian distal, derajat gangguan,

modalitas sensorik, motor, otonom.14,21

C. Pemeriksaan Penunjang

Selain riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, tes-tes khusus mungkin

dikerjakan untuk mengklarifikasi lebih lanjut asal serangan pada sistem saraf.

Elektromiografi (EMG) dan pemeriksaan hantar saraf (nerve conduction studies).

Cara ini hanya menilai serabut-serabut berdiameter besar dan invasi ringan dan

tidak nyaman. Pemeriksaan elektrodiagnostik mempunyai peran penting dalam

penentuan adanya neuropatik dan memberikan petunjuk yang tepat lokalisasi

saraf, serta memberikan informasi asal patologi saraf yang mendasar.14,21

2.5. Tatalaksana Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik dapat diberikan obat berupa golongan Antidepresan trisiklik

(TCA), modulator subunit alpha-2, Serotonin Noradrenaline Reuptake Inhibitors

(SNRIs). Tatalaksana nyeri neuropatik dapat dilihat pada tabel 2.3. 22


Tabel 2.3. Tatalaksana nyeri neuropatik 22

Lini petama Patch Gunakan pada area nyeri dan allodinia selama
pada nyeri lignokain 5% 12 jam per hari.
neuropatik topikal Coba selama 3 sampai 4 minggu, jika tidak ada
perifer (Versatis®) kemajuan klinis hentikan penggunaan.
(contoh Ideal pada orang lanjut usia atau lemah karena
NPH) memiliki sedikit efek samping.
􀂃 Dapat menyebabkan reaksi topikal (contoh
eritema, rash).
Lini Antidepresan Mulai pada dosis rendah (5-10 mg) dan naikkan
pertama trisiklik secara perlahan untuk mengoptimalkan
pada (TCA): penerimaan.
kondisi -Amitriptilin􀂃 Dosis efektif berkisar antara 10 dan 100 mg.
lainnya -Imipramin Efek onset lambat dan harus dicobakan untuk
-Nortriptilin paling tidak 2 minggu (ideal selama 6-8
minggu).
Amitriptilin yang diberikan pada malam hari lebih
efektif jika gangguan tidur juga butuh diterapi.
􀂃 Nortriptilin memiliki efek sedasi yang lebih
ringan dan memiliki efek samping yang juga
lebih sedikit.
TCA memiliki efek samping yang signifikan,
mencakup: mulut kering, konstipasi,
berkeringat, pusing, sedasi, rasa kantuk,
palpitasi, disregulasi ortostatik, dan retensi urin.
􀂃 Gunakan secara hati-hati pada pasien lanjut usia
dan pasien dengan faktor risiko kardiovaskular.
Lini kedua Modulator Indikasi penggunaan jika TCA
subunit dikontraindikasikan, tidak dapat ditolerir,
alpha-2: inefektif atau jika onset efek cepat dibutuhkan
- pregabalin pada kondisi nyeri neuropatik akut.
- gabapentin Pregabalin lebih banyak dipilih dibandingkan
dengan gabapentin karena memiliki hubungan
dosis respons yang lebih mudah diprediksi,
dosis yang dua kali sehari dan dapat dititrasi
cepat dengan harga yang terjangkau.
Dosis awal pregabalin adalah 75 mg dua kali sehari
(25-50 mg pada pasien lanjut usia dan lemah),
dosis maksimal 300 mg dua kali sehari.
Kurangi dosis pada insufisiensi renal.

Serotonin/no Mulai duloxetin pada dosis 30 mg per hari,


radrenaline tingkatkan sesuai toleransi ke 60 mg
reuptake (maksimum 120 mg per hari).
inhibitors Mulai venlafaxin pada dosis 37.5 mg,
(SNRIs): tingkatkan sesuai toleransi ke 75 mg
- venlafaxin (maksimum 225 mg per hari).
atau Hati-hati pada pasien dengan komorbid hepatik,
- duloxetin renal dan kardiak.
􀂃 Venlafaxin dapat mengakibatkan reaksi
withdrawal pada penghentian cepat, titrasi
turun secara perlahan.
Lini ketiga Tramadol Mulai pada dosis 50 mg lepas-lambat dua kali
sehari, tingkatkan sesuai toleransi ke 400 mg
per hari.
Efek onset yang cepat.
Hati-hati pada gangguan kejang dan interaksi
potensial dengan TCA/SNRI/SSRI.

Lini Lamotrigin
keempat
Natrium valproat
Ketamin Gunakan hanya pada pasien pilihan oleh
sublingual spesialis obat nyeri dan penanganan paliatif.
Saat ini bukan merupakan obat terdaftar,
membutuhkan persetujuan pasien (sesuai
protokol rumah sakit).
Data keamanan yang terbatas pada penggunaan
jangka panjang (misalnya efek kognitif dan
hepatik).
Pertimbangkan risiko penyalahgunaan.
2.6. Prognosis Nyeri Neuropatik

Prognosis nyeri neuropatik sangat tergantung pada penyebabnya. Nyeri

neuropatik sangat bervariasi mulai dari gangguan yang reversibel sampai

komplikasi yang dapat berakibat fatal. Pada kasus yang paling baik, saraf yang

rusak akan ber-regenerasi. Sel saraf tidak bisa digantikan jika mati namun

mempunyai kemampuan untuk pulih dari kerusakan. Kemampuan pemulihan

bergantung pada kerusakan dan umur seseorang dan keadaan kesehatan orang

tersebut. Pemulihan bisa berlangsung dalam beberapa minggu sampai beberapa

tahun karena pertumbuhan sel saraf sangat lambat. Pemulihan sepenuhnya

mungkin tidak bisa terjadi dan mungkin juga tidak bisa ditentukan prognosis hasil

akhirnya.7,16

PENUTUP

Nyeri neuropatik adalah nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer

atau disfungsi dari sistem saraf. Nyeri neuropatik terjadi akibat lesi, disfungsi atau

penyakit primer pada sistem saraf dengan berbagai macam etiologi baik di tingkat

saraf perifer, medulla spinalis maupun serebral. Pada nyeri neuropatik, dapat

melakukan pemeriksaan dengan menggunakan DN4 (Douleur neuropathique 4

Question), LANSS Scoring (Leeds Assessment of Neuropathic Symptom), NPQ

(neuropathic pain questionnaire), dan Identification pain questionnaire. Adanya

kuisioner dapat mempermudah diagnosis nyeri neuropatik dalam pelayanan

primer. Pada keempat kuesioner di atas, Identification pain questionnaire

merupakan alat diagnostik paling mudah dan praktis untuk digunakan pada

pelayanan kesehatan primer.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ciaramitaro P, Mondelli M, Lgullo F, Grimaldi S, Battiston B, Sard A, et al.

Traumatic peripheral nerve injuries: epidemiological findings, neurophatic pain

and quality of life in 158 patients. J Peripher Nerv Syst 2010; 15: 120-7.

2. Portenoy, Russel. Types of Pain. U.S.A.: Merck Sharp & Dohme Corp, 2011.

3. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The

American Journal of Managed Care June 2006; 12: 256-62.

4. Torrence N, Smith BH, Bennet MI, Lee AJ. The epidemiology of chronic pain

predominantly neuropathic origin: result from a general population survey. J Pain

2006;7:281-9

5. Vios MSN, Ameil TC, Manolete CG, Francis OJ, Henry UL, Josephine YL, et al.

Sign-PQ neurophatic pain questionnaire development and validation in English

and Filipino language. Acta Mediva Philipina 2010. 44 (3); 10-17.

6. Jaggi AS, Singh N. Role different brain areas in peripheral nerve injury-induced

neuropathic pain. Brain Res 2011; 1381: 187-201.

7. Baron, Ralf, et al. Neuropathic Pain: diagnosis, pathophysiological mechanism,

and treatment. Lancelot Neural. 2010; 9: 807-19.

8. Nickel FT, Seifert F, Lanz S, Maihofner C. Mechanisms of neuropathic pain. Eur J

Neuropsychopharmacol 2012; 22: 81-91.

9. Mckelvey R, Temugin B, Elizabeth O, Ru-rong J, and Maria F. Neurophatic pain

is constitutivily suppressed in early life by anti inflamotory neuroimmune

regulation. The Journal of Neuroscience 2015; 35 (2): 457-66.


10. Ueda H. Peripheral mechanisms of neuropathic pain–involvement of

lysophosphatidic acid receptor-mediated demyelination. Bio Med Central 2008; 1-

13.

11. Manocha A, Tiruna S, Brander B. Neuropathic pain. Anaesthesia Tutorial of the

Week December 2013; 1-10.

12. Mcpherson ML, Bruce RC, Howard AH, Raylene MR. A Pharmacist’s Guide to

the Clinical Assesment and Management of Pain. USA: American Pharmaist

Asociation, 2004.

13. Cohen SP, Jianren M. Neurophatic pain: mechanisms and their clinical

implications. BMJ 2014; 348: 1-12.

14. Bennett M, Nadine A, Miroslav M, Ralf B, Didier B, et al. Using screening tools

to identify neurophatic pain. J Pain 2007; 199-203.

15. Bennett M. The LANSS pain scale: the Leeds assessment of neuropathic

symptoms and signs. J Pain 2001; 147-57.

16. Oceyler N and Claudia S. Neuropathic Pain Assessment – An Overview of

Existing Guidelines and Discussion Points for the Future. Europian Neurological

Review 2011; 6 (2): 128-31.

17. Didier B, Nadine A, Haiel A, Francois B et al. Comparison of Pain Syndromes

Associated with Nervous or Somatic Lesions and Development of a New

Neuropathic Pain Diagnostic Questionnaire (DN4). Pain 2012; 114 (1): 29 – 36.

18. Bouhassire D, Naddine A, Jacques F, Haiel A, Michael G, et al. Development

and validation of the Neuropathic Pain Symptom Inventory. J pain 2004; 248-57.
19. Chan A, Steven W, Chen P, Tsoi TH, Joseph L. Validation study of the Chinese

Identification Pain Questionnaire for neuropathic pain. Hong Kong Med J

2011;17: 297-300.

20. Mindrona I, Ana MC, and Ovidiu AB. Overview of neuropathy pain diagnosis

and assessment- an approach based on mechanism. China: Intech, 2012.

21. Callin S, Michael IB. Assesment of neurophatic pain. Continuing Education in

Anaesthesia, Critical Care, and Pain 2008; 8 (6): 210-13.

22. Geelhoed G. Guidelines for the treatments on neurophatic pain. WATAG 2013:

1-5.

You might also like