You are on page 1of 12

SASI

Volume 23 Nomor 2, Juli - Desember 2017: hal. 149-160


Fakultas Hukum Universitas Pattimura
p-ISSN: 1693-0061 | e-ISSN: 2614-2961

Tanggung Gugat Resiko Dalam Aspek Hukum Kesehatan

Arman Anwar
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura
E-mail: wd4fhunpatti@gmail.com

Abstract: Health is a fundamental need for every human being in his life and to meet
these needs the role of doctors and health workers is very important. Doctors and Health
care in providing health services to the community is always required in order to provide
the best service. So with the Hospital. However, the health services provided may result in
two different possibilities of the patient being cured or even worsening the disease until
death. If the patient recovers it will flow millions of praise and abundant various forms of
appreciation that he receives but if that happens is the opposite then in certain conditions
where the patient feels aggrieved can culminate until the lawsuit to court. In medical
practice, doctors do not work alone but are also often assisted by other health workers.
Likewise Hospital as a corporation employs doctors and health workers to provide health
services to the community. If in the event of any medical treatment from medical
personnel to medical personnel and/or Hospital to the physician and at risk of mistake or
negligence in the health service, then the loss suffered by the patient may result in risks
(risico aanspraklijkheid) based on Article 1367 paragraph (3) BW. In the context of
health law regulated in Article 65 of Law Number 36 Year 2014 on Health Personnel, and
Article 35 Paragraph 6 of Law Number 38 Year 2014 on Nursing and Article 23
Paragraph (3) point c Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia
No. 2052 / Menkes / Per / X / 2011 About Practice License and Implementation of
Medical Practice as well as Article 46 Act Number 44 of 2009 About Hospital that is
Hospital is legally responsible for all the losses caused by negligence made by health
personnel in the Hospital. Efforts to prevent it internally need to agree on the rights and
obligations of each party in a specified standard of conduct that is proportionally
regulated and based on equitability values, either in the form of Hospital by Law as well
as the prevailing rules binding on all staff within a hospital staff (Medical staff by law).

Keywords: risk awareness, hospital and medical personnel, compensation

A. PENDAHULUAN. sedang membangun harus


memprioritaskan pembangunan dibidang
Membangun suatu negara hanya bisa kesehatan. Menurut H. Hendrojono
dilakukan apabila bangsanya kuat dan Soewono, pembangunan dibidang
sehat. Oleh karena itu, bagi negara yang kesehatan dimaksudkan sebagai salah

149 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
satu upaya pembangunan nasional merunut kembali sumpah yang telah
diarahkan guna tercapainya kesadaran, diucapkan masing-masing profesi
kemauan, dan kemampuan untuk hidup kesehatan, baik dokter, perawat ataupun
sehat bagi setiap penduduk agar dapat petugas yang lainnya, profesi ini harus
mewujudkan derajat kesehatan yang memiliki tanggung jawab sosial terhadap
optimal. Pembangunan kesehatan pada masyarakatnya. Bentuk tanggung jawab
dasarnya menyangkut semua segi tersebut adalah pelayanan yang baik.3
kehidupan, baik fisik, mental maupun Demikianpun dengan rumah sakit,
sosial ekonomi. 1 Dalam dinamika menurut Mohmmad Kartono bahwa
pembangunan dibidang kesehatan di era penyelenggaraan rumah sakit pada zaman
globalisasi saat ini, diakui memang modern tidak sesederhana seperti dahulu.
tidaklah mudah karena banyak Rumah sakit masa sekarang
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang membutuhkan modal yang cukup besar
dapat merubah tatanan nilai-nilai yang terutama dengan semakin banyaknya
selama ini hendak dipelihara dan terus tekonologi baru yang harus disediakan
dijaga. Dalam perkembangan dan tenaga yang cukup banyak sehingga
pembangunan kesehatan selama ini, telah memerlukan organisasi yang lebih
terjadi perubahan orientasi, baik dalam profesional, dan tersedianya
tata nilai maupun pemikiran terutama tenaga-tenaga teknis yang mahir untuk
mengenai upaya pemecahan masalah menangani peralatan kedokteran yang
dibidang kesehatan yang dipengaruhi makin cangkih. Ditambah lagi dengan
faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, adanya perubahan tuntutan dari
budaya, pertahanan dan keamanan serta mayarakat pemakai jasa rumah sakit
ilmu pengetahuan dan teknologi. berupa kenyamanan dan kemudahan
Perubahan orientasi tersebut akan dalam pelayanan kesehatan. Semua itu
mempengaruhi proses penyelenggaraan memerlukan biaya investasi yang harus
pembangunan kesehatan.2 diperhitungkan bunganya.4
Alexandra Indriyanti Dewi Semuanya ini membawa
mencontohkan hal tersebut dengan konsekwensi pada pergeseran paradigma
memberikan gambaran bahwa, pada masa pelayanan kesehatan dari fungsi sosial
lalu pasien yang miskin atau korban menjadi fungsi ekonomi (busnis oriented),
perang akan dirawat oleh dokter dan dengan maksud mencari keuntungan
perawat yang baik hati, yang tidak semata-mata, akhirnya berakibat pada
membebankan biaya pada mereka yang pelayanan yang berorientasi pada
mendapatkan jasa pengobatan atau kebutuhan (need) beralih menjadi
perawatannya. Namun dengan semakin pelayanan yang berorientasi pada
majunya teknologi kedokteran yang penawaran (demand) dan yang tadinya
menuntut modal yang besar, pertolongan pelayanan kesehatan bersifat jasa
sosial tidak lagi dimungkinkan sehingga umum/komoditas publik (public goods)
perawatan orang miskin hanya diberikan beralih menjadi pelayanan yang bersifat
jika ada jaminan sosial yang sebagai komoditi pasar (privat goods).5
menanggungnya. Itupun terkadang
pelayanan yang diterima seringkali diberi 3
Alexandra Indriyanti Dewi, Etika dan Hukum
bonus omelan atau gerutuan yang tidak Kesehatan, Pustaka Book Publisher,
menyenangkan. Padahal jika mau Yogyakarta, 2008, hlm 15
4
Mohmmad Kartono, Rumah Sakit dalam
Medan Magnetik Komersialisasi, dalam K.
1
H. Hendrojono Soewono, Batas Pertanggung Bertens, Rumah Sakit Antara Komersialisasi
Jawaban Hukum Malpraktik Dokter dalam dan Etika, Gramedia Widiasarana Indonesia,
Transaksi Terapeutik, Srikandi, Surabaya, Jakarta, 1995, hlm 2-3
2007, hlm 3 5
Agus Budianto dkk, Aspek Jasa Pelayanan
2
Ibid. hlm 3 Kesehatan dalam Perspektif Perlindungan

150 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
Perubahan pemikiran dan orientasi dokter tidak bekerja sendiri tetapi juga
pelayanan kesehatan dimasa kini sering dibantu oleh tenaga kesehatan
mempengaruhi pula nilai-nilai perilaku yang lain. Begitupun rumah sakit
hubungan relasional dokter dengan pasien. sebagai korporsi mempekerjakan dokter
Hubungan dokter dan pasien yang semula dan tenaga kesehatan untuk memberikan
vertikal dan bersifat patemalistik (prinsip pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
father knows best) bergeser menjadi pola Jika dalam hal terjadinya pelimpahan
hubungan horisonal atau kemitraan. tindakan medis dari tenaga medis kepada
Perubahan interaksi yang terjadi antara tenaga kesehatan dan/atau dari rumah
pasien dan dokternya membuat pasien sakit kepada dokter dan beresiko terjadi
makin kritis terhadap dokternya dan kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
bahkan tak segan-segan untuk menuntut kesehatan tersebut serta menimbulkan
dokter secara hukum apabila dianggap kerugian yang diderita oleh pasien maka
merugikannya. dapat berakibat pada adanya tanggung
Dengan semakin tinggi kesadaran gugat resiko. Sejauh mana para pihak
pengguna jasa pelayanan kesehatan akan (rumah sakit, dokter dan tenaga kesehatan)
hak-haknya, membuat masyarakat bertanggung jawab atas kesalahan atau
semakin kritis menilai jasa pelayanan kelalaian dimaksud adalah menarik untuk
kesehatan yang diterimanya. Jika dikaji sehingga dalam tulisan ini akan
pelayanan yang diterimanya tidak dikaji tentang tanggung gugat resiko
sebagaimana mestinya, masyarakat dalam aspek hukum kesehatan.
pengguna jasa pelayanan kesehatan dapat Berdasarkan uraian latar belakang
meminta dilakukannya penyelidikan dan tersebut maka masalah yang akan dikaji
penyidikan oleh lembaga hukum yang dan sekaligus menjadi legal issues 6
berwenang, menggugat di pengadilan
dalam tulisan ini adalah bagaimanakah
atau bahkan melaporkannya kepada
lembaga profesinya. Masyarakat dapat tangung gugat resiko dalam aspek hukum
menuntut ganti rugi kepada pihak dokter, kesehatan
atau tenaga kesehatan dan rumah sakit,
karena telah melakukan perbuatan
melanggar hukum atau wanprestasi dalam
B. PEMBAHASAN
melakukan tindakan medik.
Pada hakikatnya prinsip tanggung
1. Tinjauan Umum Tentang
gugat didasarkan atas penghormatan
Tanggung Gugat
terhadap hak pasien yaitu hak
Pemaknaan tanggung gugat secara
mendapatkan advokasi, dan perlindungan
leksikal tidak ditemukan dalam Kamus
atas upaya penyelesaian sengkata medis
Besar Bahasa Indonesia., yang lebih
sehingga bisa mendapatkan kompensasi
dikenal dan digunakan adalah tanggung
atau ganti rugi akibat malpraktik dokter
jawab. Tanggung jawab adalah keadaan
dan tenaga kesehatan lainnya atau rumah
wajib menanggung segala sesuatu (kalau
sakit.
terjadi apa-apa boleh dituntut,
Masalahnya, dalam memberikan
dipersalahkan, diperkarakan, dsb).7 Dari
pelayanan kesehatan kepada pasien,
6
Kajian terhadap ‘legal issues,” lihat Joanne
Pasien, Karya Putra Darwati, Bandung, 2010, Banker Hames dan Yvone Ekern, Legal
hlm 2-3. Disari dari Ascobat Gani, Peran Research, Analysis, and Writing, An
Direktorat Jenderal Pelayanan Medis dalam Integrated Approach, Pearson Prentice Hall,
Perubahan Zaman: masukan untuk New Jersey, 2006, hlm. 43.
perumusan visi dan misi Ditjen Pelayanan 7
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Medis Menghadapi Tantangan Masa Depan, Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Ciloto, Puncak 21-23 Juli 1999. Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm

151 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
kata tanggung jawab ini, Martono, gugat (aansprakelijkheid) yang
membaginya atas tiga macam yaitu merupakan bentuk spesifik dari tanggung
accountabiity, responsibility dan liability. jawab. Tanggung gugat merujuk kepada
Tanggung jawab dalam arti posisi seseorang atau badan hukum yang
accountability adalah tanggung jawab dipandang harus membayar suatu bentuk
yang ada kaitannya dengan keuangan kompensasi atau ganti rugi setelah
atau kepercayaan, misalnya akuntan adanya peristiwa hukum atau tindakan
harus mempertanggungjawabkan laporan hukum. Ia, misalnya harus membayar
keuangannya. Tanggung jawab dalam arti ganti kerugian kepada orang atau badan
resposibility adalah tanggung jawab hukum lain karena melakukan perbuatan
dalam arti hukum publik, misalnya melanggar hukum (onrechtmatige daad)
pelaku dapat dituntut didepan pengadilan sehingga menimbulan kerugian bagi
pidana berdasarkan peraturan orang atau badan hukum lain tersebut,
perundang-undangan yang berlaku. karena itu istilah tanggung gugat berada
Sedangkan tanggung jawab dalam arti dalam ruang lingkup hukum privat.10
liability adalah tanggung jawab hukum Moegni Djojodirdjo
menurut hukum perdata misalnya mengasosiasikan tanggung gugat seperti
kewajiban untuk membayar ganti dua pihak yang bersengketa dikarenakan
kerugian atas kerugian atau penderitaan salah satu pihak merasa dirugikan akibat
yang diderita oleh korban akibat adanya perbuatan melanggar hukum
perbuatan pelaku. Korban dapat menuntut pihak lain sehingga mewajiban pihak
di depan pengadilan perdata untuk yang menimbulkan kerugian tersebut
membayar kerugian kepada pelaku baik untuk menanggung kerugian sesuai
orang atau badan hukum yang gugatan yang diajukan di pengadilan oleh
menimbulkan kerugian itu. 8 Goldie pihak yang dirugikan. Jadi ganti rugi
membedakan istilah responsibility merupakan bentuk tanggung jawab
menunjuk pada duty, yaitu suatu suatu pelaku kepada penderita. Tanggung jawab
standar pemenuhan suatu peran sosial tersebut timbul sebagai akibat adanya
yang ditetapkan oleh sistim hukum perbuatan melanggar hukum
tertentu. Sedangkan liability digunakan (onrechtmatige daad). Pasal 1365 BW
untuk menunjuk pada konsekwensi dari menyatakan bahwa tiap perbuatan
suatu kesalahan atau kegagalan untuk melanggar hukum yang membawa
melaksanakan suatu kewajiban atau untuk kerugian kepada orang lain, mewajibkan
memenuhi suatu standar tertentu yang orang karena kesalahannya menerbitkan
telah ditetapkan. 9 Peter Mahmud kerugian itu, mengganti kerugian
Marzuki memberikan penjelasan yang tersebut. 11 Terkait hal tersebut, J.H.
lebih agak mendalam dibandingkan Nieuwenhuis, mengatakan bahwa
dengan Martono dan Goldie yang tidak syarat-syarat tanggung gugat sesuai pasal
menjelaskan mengapa liability 1365 BW yaitu seseorang bertanggung
merupakan tanggung jawab hukum gugat atas kerugian orang lain, jika: 12
menurut hukum perdata atau standar
tertentu. Menurut Peter Mahmud 10
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu
Marzuki arti liability sebagai tanggung Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta,
2008, hlm 258
899 11
Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melanggar
8
K. Martono, Kamus Hukum dan Regulasi Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hlm
Penerbangan, Edisi Pertama, RajaGrafindo 113
Persada, Jakarta, 2007, hlm 306-308 12
Djasadin Saragih, Pokok-Pokok Hukum
9
L.E.F. Goldie, “Transfronties Pollution – from Perikatan, Terjemahan dari J.H. Niuwenhuis,
Concepts of Liability to Administrative judul asli Hoofdstuken Verbintenissenrecht,
Concilliation.” 12 Syracuse Journal of Int’IL, Universitas Airlangga, Surabaya, 1985, hlm
1986, hlm 185 118

152 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
a. Perbuatan yang menimbulkan kerugian d. Prinsip tanggung gugat mutlak atau
itu bersifat melanggar hukum tanggung gugat absolut (no-fault
(perbuatan melanggar hukum) liability, strict liability, absolute
b. Kerugian itu timbul sebagai akibat liability principle)
perbuatan tersebut (hubungan kausal) Salah satu cara membedakan
c. Pelaku tersebut bersalah (kesalahan) prinsip-prinsip tanggung gugat tersebut
dan pada dasarnya dapat dilihat dari segi
d. Norma yang dilanggar mempunyai hukum acara berupa kewajiban
“strekking” untuk mengelakkan pembuktiannya yakni dengan melihat
timbulnya kerugian (relativitas) kepada ada atau tidak adanya kewajiban
Perbuatan melanggar hukum, untuk membuktikan, dan siapa yang harus
kesalahan, hubungan kausal dan membuktikan dalam proses pembuktian di
relativitas, masing-masing merupakan pengadilan.
syarat yang perlu (noodzakelijk) dan Dalam prinsip tanggung gugat yang
secara bersama merupakan syarat yang pertama yaitu prinsip tanggung gugat atas
cukup (veldoende) untuk tanggung gugat dasar kesalahan (liability based on fault or
berdasarkan pasal 1365. Pasal ini liability based on the fault principle).
membuka kemungkinan pengajuan Pembuktian kesalahan tergugat harus
berbagai gugatan. Diantaranya adalah:13 dilakukan oleh penggugat (pihak yang
a. Ganti rugi dirugikan). Dalam prinsip tanggung gugat
b. Pernyataan (sebagai) hukum atas dasar praduga bersalah (rebuttable
c. Perintah atau larangan hakim presumption of liability principle),
Berdasarkan berbagai penjelasan tergugat dianggap selalu bersalah kecuali
ahli diatas maka dalam tulisan ini penulis apabila dapat membuktikan hal-hal yang
lebih cendrung menggunakan istilah dapat membebaskannya dari kesalahan.
tanggung gugat daripada tanggung jawab. Prinsip tanggung gugat yang dialihkan
Dengan demikian maka pembahasan (vicarious liability), mengharuskan
tanggung gugat resiko dalam aspek seseorang bertanggung gugat atas
hukum kesehatan akan lebih difokuskan perbuatan orang lain atau disebut juga
pada bidang hukum perdata. imputed liability. Dalam jenis tanggung
gugat ini tidak selalu diperlukan adanya
2. Tanggung Gugat Resiko Dalam hubungan majikan-pegawai namun juga
Aspek Hukum Kesehatan bisa hubungan mewakili kepentingan
(agents) suatu korporasi. 14 Kemudian
Dalam ilmu hukum, khususnya prinsip tanggung gugat yang keempat
dalam bidang hukum perdata, dikenal adalah prinsip tanggung gugat mutlak
beragam prinsip tanggung gugat, (strict liability) bahwa pihak yang
diantaranya yaitu: menimbulkan kerugian (tergugat selalu
a. Prinsip tanggung gugat atas dasar bertanggung gugat tanpa melihat ada atau
kesalahan (liability based on fault or tidak adanya kesalahan atau tidak melihat
liability based on the fault principle) siapa yang bersalah, atau dengan kata lain,
b. Prinsip tanggung gugat atas dasar prinsip tanggung gugat ini memandang
praduga bersalah(rebuttable kesalahan sebagai suatu yang tidak
presumption of liability relevan untuk dipermasalahkan, apakah
principle/presumed liability)
c. Prinsip tanggung gugat yang dialihkan
(vicarious liability) 14
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum
Pidana, 1994. Dalam Yusuf Sohofie,
Tanggung Jawab Pidana Korporasi dalam
Hukum Perlindungan Konsumen, Citra
13
Ibid, hlm 133 Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm 368

153 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
pada kenyataannya hal tersebut ada atau a. Adanya hubungan bawahan dan
tidak ada. atasan. Yang menentukan disini
J.H. Niuwenhuis, membagi adalah kewenangan memberikan
tanggung gugat atas 3 (tiga) golongan perintah (instruksi) kepada yang lain.
yaitu: 15 Kewenangan ini dapat timbul dari
1. Tanggung gugat berdasarkan kesalahan perjanjian kerja, tetapi juga dapat
(schuldaansprakelijkheid). dari hukum publik (hubungan
Tanggunggugat ini bertumpu pada penguasa dan pegawai negeri).
dua pilar yaitu melanggar hukum dan b. Tanggung gugat tersebut bergantung
kesalahan. Orang yang menimbulkan pada keadaan bahwa perbuatan
kerugian pada orang lain bertanggung melanggar hukum itu dilakukan
gugat, sejauh kerugian itu merupakan dalam pelaksanaan tugas oleh
akibat pelanggaran suatu norma bawahan. Pembatasan yang
(perbuatan melanggar hukum) dan ditentukan pengadilan adalah
pelakunya dapat disesali karena telah mensyaratkan harus ada hubungan
melanggar norma tersebut (kesalahan). antara perbuatan melanggar hukum
Tanggung gugat karena kesalahan dan tugas seorang bawahan. Majikan
mewajibkan penggugat untuk juga tetap bertanggung gugat atas
membuktikan kesalahan tergugat perbuatan melanggar hukum oleh
(terdapat dalam ketentuan Pasal 1365 bawahannya ketika melaksanakan
B.W. tentang perbuatan melanggar tugasnya meskipun kenyataan bahwa
hukum). majikan dengan tegas telah melarang
2. Tanggung gugat dengan beban perbuatan yang bersangkutan atau
pembuktian terbalik meskipun perbuatan itu diluar jam
(schuldaansprakelijkheid met om dinas.
kering van bewijlast). c. Untuk tanggung gugat Pasal 1367
Konsep ini termasuk tanggung ayat (3) disyaratkan adanya
gugat yang dipertajam (verscherpe perbuatan melanggar hukum dan
aansprakelijkheid). Penggugat tidak kesalahan pihak bawahan.
perlu membuktikan bahwa tergugat d. Tanggung gugat tidak bergantung
tidak cukup berhati-hati, tetapi pada suatu pelanggaran norma atau
sebaliknya tergugat untuk menghindari kesalahan oleh majikan. Pihak yang
tanggung gugatnya wajib dirugikan cukup berpegangan pada
membuktikan bahwa ia cukup bukti perbuatan melanggar hukum
berupaya untuk berhati-hati sehingga oleh bawahan, adanya hubungan
ia tidak dapat dipersalahkan. Konsep atasan-bawahan, dan fakta bahwa
tanggung gugat ini terdapat dalam tugas bawahan menciptakan
ketentuan Pasal 1367 ayat (2) jo ayat kesempatan untuk melakukan
(5) BW. perbuatan melanggar hukum.
3. Tanggung gugat resiko (risico Pendapat J.H. Niuwenhuis,
aanspraklijkheid) berdasarkan Pasal sebagaimana disebutkan diatas
1367 ayat (3) B.W mengklasifikasikan tanggung gugat atas
Menentukan bahwa majikan tiga macam. Pertama, tanggung gugat
bertanggung gugat terhadap kerugian berdasarkan kesalahan
yang disebabkan oleh bawahannya (schuldaansprakelijkheid) dasarnya
yang dilakukan dalam lingkup adalah Pasal 1365 B.W tentang perbuatan
tugasnya. Tanggung gugat resiko harus melanggar hukum. Kedua, tanggung
didasarkan pada : gugat dengan beban pembuktian terbalik
(schuldaansprakelijkheid met om kering
van bewijlast) didasarkan pada Pasal
15
Djasadin Saragih, Op cit , hlm 135

154 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
1367 ayat (2) jo ayat (5) BW yaitu membuat batasan pertanggunggugatan
tentang beban pembuktian ada pada pihak tersebut dengan mengatakan bahwa
tergugat. Ketiga, tanggung gugat resiko asalkan hubungan keagenan sesuai
(risico aanspraklijkheid) didasarkan dengan fungsi dan tujuan dari vicarious
Pasal 1367 ayat (3) B.W yaitu tentang liability yang didasarkan pada tiga
pengalihan tanggung gugat atas kesalahan elemen yaitu:
bawahan kepada majikan. Kerugian yang a. some manifestation of consent by the
disebabkan kesalahan bawahan dapat principal that the agent will act on his
menjadi tanggung gugat majikan behalf;
sepanjang terpenuhi empat prasyarat b. acceptance of that undertaking by the
yaitu Pertama, terdapat hubungan agent; and
bawahan dan atasan. Kedua, perbuatan c. an understanding between the parties
melanggar hukum itu dilakukan dalam that the activities undertaken by the
pelaksanaan tugas oleh bawahan, agent are subject to the direction or
meskipun kenyataan bahwa majikan control of the principal.
dengan tegas telah melarang perbuatan Berdasarkan pendapat diatas maka
yang bersangkutan atau meskipun untuk menentukan adanya vicarious
perbuatan itu diluar jam dinas. Ketiga, liability dapat dilihat dari adanya
disyaratkan adanya perbuatan melanggar manifestasi dari beberapa persetujuan
hukum dan kesalahan pihak bawahan dan yang menyatakan bahwa agent akan
Keempat, tanggung gugat tidak bertindak atas nama principal. Selain itu,
bergantung pada suatu pelanggaran kontribusi dari pekerjaan yang dilakukan
norma atau kesalahan oleh majikan. juga diterima oleh agent, serta adanya
Jika Pasal 1367 ayat (3) ini bila pemahaman antara pihak-pihak bahwa
dikonstruksikan dalam praktik kegiatan yang dilakukan oleh agent
kedokteran maka dokter ketika dalam adalah tunduk pada arahan atau kontrol
memberikan pelayanan kesehatan kepada dari principal. Hal ini berarti bahwa
pasien, dan dokter tidak bekerja sendiri selama 3 (tiga) elemen ini terpenuhi maka
akan tetapi juga mempekerjakan tenaga terhadap kesalahan yang dilakukan oleh
kesehatan yang lain untuk membantunya. perawat primer yang bekerja sebagai
Begitupun rumah sakit sebagi korporsi bawahan atau agent akan tetap dilindungi
mempekerjakan dokter dan tenaga oleh dokter sebagai atasannya
kesehatan untuk memberikan pelayanan berdasarkan tanggung gugat risiko.
kesehatan kepada pasien. maka dalam Dalam lingkup pengadilan,
hal terjadinya pelimpahan tindakan medis tanggung gugat resiko telah dipraktekan
dari dokter kepada tenaga kesehatan melalui berbagai keputusannya. Seperti
dan/atau dari rumah sakit kepada dokter keputusan Mahkamah Agung RI Nomor
terjadi kesalahan atau kelalaian dalam 202 K/Pdt/1992 tanggal 30 Juni 1994 dan
pelayanan kesehatan tersebut sehingga Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor
menimbulkan kerugian yang diderita oleh 649 K/Pdt/1993 tanggal 31 Oktober
pasien yang berakibat pada adanya 1997.16
tanggung gugat resiko. Dokter baik dalam
kapasitas selaku majikan (master; 16
Putusan MA RI No. 649 K/Pdt/1993 Tanggal
employer) atau prinsipal bertanggung 31 Oktober 1997. Mahkamah Agung RI
gugat atas kerugian yang diderita oleh memutuskan bahwa:
pasien tanpa memandang ada atau tidak ”Tergugat III adalah pekerja yang melaksanakan
pekerjaan yang berada dalam lingkup
adanya kesalahan yang dilakukan
kepentingan Tergugat I dan Tergugat II, maka
olehnya. dalam kasus ini, harus ditegaskan asas
Dalam hubungan keagenan, Marcia vicarious liability, yaitu majikan bertanggung
M. Boumil and Paula A. Hattis, jawab atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh pekerja bawahannya,

155 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
Tanggung gugat resiko (dokrin bertanggung jawab atas tindakan yang
vicarious liability) telah digunakan juga dilimpahkan sepanjang pelaksanaan
dalam hukum kedokteran dan menjadi tindakan sesuai dengan pelimpahan yang
dasar pertanggunggugatan dokter atas diberikan; dan d. tindakan yang
kesalahan yang dilakukan oleh perawat. dilimpahkan tidak termasuk pengambilan
Pertanggunggugatan dokter atas keputusan sebagai dasar pelaksanaan
kesalahan perawat di asosiasikan sama tindakan
dengan pertanggunggugatan majikan Pengaturan hukum tentang
(master) untuk mengganti kerugian atas pelimpahan tindakan medis kepada
kesalahan yang dilakukan bawahannya tenaga keperawatan, diatur dalam Pasal
(employees), yang dalam hal ini adalah 35 Undang-Undang Nomor 38 Tahun
perawat. 17 2014 Tentang Keperawatan yaitu:
Pasal 65 Ayat (1) Undang-Undang Ayat (5) Pelimpahan wewenang secara
Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga mandat diberikan oleh tenaga
Kesehatan menentukan bahwa dalam medis kepada Perawat untuk
melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga melakukan sesuatu tindakan
Kesehatan dapat menerima pelimpahan medis di bawah pengawasan.
tindakan medis dari tenaga medis. (2) Ayat (6) Tanggung jawab atas tindakan
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, medis pada pelimpahan
tenaga teknis kefarmasian dapat wewenang mandat
menerima pelimpahanpekerjaan sebagaimana dimaksud pada
kefarmasian dari tenaga apoteker. (3) ayat (5) berada pada pemberi
Pelimpahan tindakan sebagaimana pelimpahan wewenang.
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Penafsiran undang-undang tentang
dilakukan dengan ketentuan: a. tindakan tindakan medis yang dapat dilimpahkan
yang dilimpahkan termasuk dalam secara mandat, antara lain adalah
kemampuan dan keterampilan yang telah pemberian terapi parenteral dan
dimiliki oleh penerima pelimpahan; b. penjahitan luka. Pelimpahan tindakan dan
pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan wewenang yang bersifat mandat harus
tetap di bawah pengawasan pemberi diawasi oleh pemberi pelimpahan. Oleh
pelimpahan; c. pemberi pelimpahan tetap karena itu tanggnng jawabnya tetap
berada pada pemberi pelimpahan.
sebagamana diatur dalam Pasal 1367 BW”. Pasal 23 Ayat (3) Peraturan Menteri
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 202 Kesehatan Republik Indonesia Nomor
K/Pdt/1992 tanggal 30 Juni 1994 Memutuskan 2052/Menkes/Per/X/2011 Tentang Izin
bahwa: Praktik Dan Pelaksanaan Praktik
“Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan
Kedokteran, menentukan bahwa:
hukum (yang dihukum dalam perkara pidana)
dan dia adalah orang yang bekerja pada Pelimpahan tindakan sebagaimana
tergugat II, dimana perbuatan itu dilakukannya dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pada saat menjalankan pekerjaannya, dengan ketentuan:
karenanya, Tergugat II harus juga bertanggung a. tindakan yang dilimpahkan termasuk
jawab atas perbuatan Tergugat I tersebut serta
dalam kemampuan dan keterampilan
menghukum tergugat I dan Tergugat II secara
tanggung renteng dan wajib membayar ganti yang telah dimiliki oleh penerima
rugi kepada penggugat.” Sebagaimana dikutip pelimpahan;
dari Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan b. pelaksanaan tindakan yang
Terbatas serta Pertanggungjawaban Pidana dilimpahkan tetap di bawah
Korporasi, Op Cit, hlm 303.
pengawasan pemberi pelimpahan;
17
Lihat perkara Ward vs Gordon, 999 F.2d 1399 (
9th. Cir.1993 ) , lihat juga Alexander vs Mount c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung
Sinai Hosp. Med . Ctr. , 484 F.3d. 889 (7th Cir. jawab atas tindakan yang dilimpahkan
2007). Dalam Marcia M. Boumil and Paula A.
Hattis, Op cit, hlm 213

156 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai ganti rugi dibandingkan perawat. Karena
dengan pelimpahan yang diberikan; itulah, doktrin ini dikonotasikan secara
d. tindakan yang dilimpahkan tidak negatif dengan istilah “doktrin dompet
termasuk mengambil keputusan klinis tebal”.19
sebagai dasar pelaksanaan tindakan; Tanggung gugat pada Rumah Sakit
dan juga berlaku tanggung gugat resiko
e. tindakan yang dilimpahkan tidak berdasarkan pada doktrin “doktrin
bersifat terus menerus. dompet tebal” atau dalam bidang medis
Contohnya kasus yang terjadi di luar lebih dikenal dengan istilah respondent
negeri adalah pada kasus Crown v. superior. Prinsip utama doktrin ini adalah
Provost (1963) dimana seorang ibu harus atasanlah yang bertanggungjawab atas
kembali lagi bersama anaknya yang sakit semua kerugian yang ditimbulkan oleh
ke klinik praktik dokter anak, karena bawahan. Rumah Sakit sebagai corporate
setelah pagi hari mereka datang berobat bertindak sebagai atasan dari staf rumah
namun ternyata anaknya masih tetap sakit yang bertindak sebagai bawahan.
kejang-kejang. Saat mereka datang, Salah satu kasus yang pernah
dokter sedang makan siang sehingga yang diselesaikan oleh pengadilan adalah kasus
memeriksa adalah perawat klinik yang pada sebuah Rumah Sakit tahun 1987 di
bertugas saat itu. Setelah diperiksa secara UK, dimana akibat kelalaian staf medis
singkat, perawat kemudian menghubungi pada Rumah Sakit tersebut menyebabkan
dokter namun menganjurkan agar dokter kematian pasien (negligent homecide).
tidak perlu terburu-buru ke klinik. Rumah Sakit selaku corporate didakwa
Sementara anak itu terus mengalami terkait dengan penggunaan perlengkapan
muntah-muntah hebat, terhenti nafasnya, anestesia tua yang tidak terawat dengan
dan akhirnya meninggal sebelum baik namun justru digunakan secara
resepsionis dapat menghubungi dokter. berlebihan.20
Sang ibu kemudian menuntut perawat Untuk mengajukan gugatan terhadap
karena melakukan penelantaran. Pada sebuah Rumah Sakit dengan dasar
pemeriksaan awal pengadilan menemukan gugatan bahwa dokter atau dokter gigi
kelalaian perawat sebagai penyebab dan tenaga kesehatan lainnya yang
paling mungkin (proximate cause) atas bekerja pada rumah sakit tersebut telah
kematian anak tersebut. Namun dokterlah melakuan malpraktik, maka Rumah Sakit
yang dinyatakan harus bertanggung gugat dapat mempertanggunggugatkan
berdasarkan doktrin vicarious liability perbuatan melanggar hukum tersebut
(respondeat superior), karena perawat apabila terpenuhi 4 (empat) unsur yaitu:21
tersebut bekerja sebagai karyawan 1. Adanya pemberian gaji atau honor
dokter.18 tetap yang dibayar secara periodik
Sesuai doktrin ini maka pasien yang kepada dokter atau tenaga kesehatan
dirugikan oleh tenaga kesehatan selama yang bersangkutan.
menjalankan fungsinya membantu dokter, 2. Majikan atau dokter mempunyai
dapat mengklaim ganti rugi kepada wewenang untuk memberikan instruksi
dokter. Dokter yang mempekerjakan yang harus ditaati oleh bawahannya
perawat tersebut. dianggap memiliki
kemampuan finansial yang lebih kuat
dibandingkan dengan perawat. Sehingga
paling mungkin untuk dapat memenuhi
19
Kasus Nelson v. Trinity Medical Center (1988)
dan kasus Crowe v. Provost (1963), ibid, hlm
hak pasien. Oleh karena itu, dokter klinik
14
dianggap lebih mampu untuk membayar 20
Celia Wells, Corporate and Criminal
Responsbility, UK, Clarendon Press Oxford,
1993, First Edition, h 121
18
Ibid, hlm 14 21
Bahder Johan Nasution, Op cit, hlm 16

157 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
3. Adanya wewenang untuk mengadakan juta (setara Rp. 27 miliar). Dengan
pengawasan perincian EUR 400 (5,7 miliar) untuk
4. Adanya kesalahan atau kelalaian yang kedua bayi perempuan yang tertukar. Tiga
diperbuat oleh dokter atau tenaga saudara kandung bayi tersebut
kesehatan lainnya, dimana kesalahan memperoleh bagian masing-masing EUR
atau kelalaian tersebut menimbulkan 60 (Rp 862,1 juta), dan tiga orang tua
kerugian bagi pasien. bayi juga mendapat ganti rugi
Dalam hal pertanggung jawaban masing-masing EUR 300 ribu (Rp. 4,3
hukum Rumah Sakit terhadap tugas dan miliar).
tanggung jawab tenaga kesehatannya Kasus Nelson v. Trinity Medical
tidak memandang dari cara mereka Center (1988). Dimana seorang perawat
melakukannya namun dilihat dari akibat terlambat menghubungkan pasien wanita
yang ditimbulkannya, sebagaimana dalam persalinan dengan monitor
tertuang dalam Pasal 46 Undang-Undang frekuensi denyut jantung bayi kendati ada
Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah standing order yang mengharuskannya
Sakit yaitu bahwa Rumah Sakit melakukan hal tersebut. Kelalaiannya ini
bertanggung jawab secara hukum berakibat anak yang dilahirkan tersebut
terhadap semua kerugian yang mengalami kerusakan berat pada otaknya,
ditimbulkan oleh kelalaian yang Semestinya kondisi tersebut dapat dicegah
dilakukan oleh tenaga kesehatan di jika seandainya monitor telah lebih dahulu
Rumah Sakit. dioperasikan untuk menyiagakan dokter
Kasus bayi tertukar dapat dijadikan sehingga pelahiran sesaria bisa dilakukan.
salah satu contoh dari tanggung gugat Pada kasus ini bukan perawat yang
risiko pada Rumah Sakit. 22 Kasus ini digugat melainkan Rumah Sakit karena
terjadi di klinik bersalin di Riviera, Canes, sebagai institusi pelayanan kesehatan,
Perancis. Kala itu, Sophie melahirkan Rumah Sakit harus bertanggung jawab
bayi perempuan, bayi tersebut diberi atas kesalahan yang dilakukan perawatnya.
nama Manon. Sesaat setelah dilahirkan, Pengadilan menyatakan Rumah Sakit
Manon dideteksi menderita penyakit bersalah dan membayar ganti rugi sebesar
kuning, Dokter memutuskan Manon 5.5 juta dolar, sementara perawat dan
dirawat di inkubatur dan karena dokter dibebaskan dari tuntutan.23
keterbatasan inkubatur maka Manon di Pada beberapa kasus di Indonesia,
satukan oleh perawat dengan bayi hakim juga mengabulkan gugatan yang
perempuan lainnya yang lahir bersamaan didasarkan pada tanggung gugat resiko
hari itu. Disinilah Manon kecil tertukar seperti pada kasus Klinik Dharma Bakti
dengan bayi lainnya. Perawat yang tahun 2003. Akibat dokter salah diagnois
bertugas saat itu tanpa sengaja menukar dan pemberian obat pada pasien sehingga
kedua bayi tersebut. Kasus ini dibawa ke mengakibatkan pasien cacat. Putusan
pengadilan dengan tuntutan ganti rugi Pengadilan Negeri bahwa Klinik Dharma
sebesar Rp 27 Miliar. Akhirnya Bakti harus membayar ganti rugi sebesar
pengadilan memutuskan bahwa perawat Rp 170.000.000 namun ditingkat banding
telah lalai, dan melakukan perbuatan Pengadilan Tinggi memutuskan
melanggar hukum dengan menukarkan menambah nilai ganti rugi sebesar. Rp.
kedua bayi tersebut. Kelalaian perawat 520.000.000
direduksikan menjadi kesalahan klinik. Kasus Rumah Sakit Puri Cinere
Karena itu, klinik dihukum bersalah dan tahun 2007. Akibat kesalahan dan
berkewajiban membayar ganti rugi kelalaian dokter dalam melakukan
sebagai kompensasi sebesar EUR 1.88 operasi amandel mengakibatkan pasien
22
Bayi Tertukar Ganti rugi Rp 27 miliar, Jawa
Pos, Tanggal 11 Pebruari 2015, hlm 7 23
Ann Helm, Op cit, hlm 14

158 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
mengalami cacat tetap sehingga Tentang Rumah Sakit yaitu bahwa
Mahkamah Agung RI memutuskan Rumah Sakit bertanggung jawab secara
bahwa Rumah Sakit tersebut harus hukum terhadap semua kerugian yang
membayar ganti rugi sebesar Rp ditimbulkan oleh kelalaian yang
520.000.000. dilakukan oleh tenaga kesehatan di
Tanggung gugat resiko dalam kasus Rumah Sakit. Ketentuan dimaksud
malpraktik medis meskipun telah memberikan konstruksikan hukum bahwa
diterapkan secara luas dalam lingkup dalam aspek hukum kesehatan, tangung
pengadilan namun pengalihan risiko gugat resiko (risico aanspraklijkheid)
kepada pihak lain, hanya karena direduksi sebagai lex specialis dari Pasal
didasarkan pada tanggug jawab pengganti 1367 ayat (3) B.W. Tangung gugat resiko
disebabkan pertimbangan teori “kantong mengharuskan adanya pengawasan dari
tebal” (deep pocket theory) artinya yang pemberi mandat yaitu dokter yang
bertanggung jawab adalah yang paling mempekerjakan perawat atau Rumah
mungkin membayar, yaitu pihak yang Sakit sebagai majikan kepada tenaga
uangnya lebih banyak. Demikiann juga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit
karena didasarkan pada doktrin vicarious sebagai penerima mandat. Kontrol atau
liability (respondeat superior), dimana pengawasan menjadi salah satu alasan
dokter atau Rumah Sakit adalah harus adanya tanggung gugat atas perbuatan
bertindak sebagai majikan melawan hukum yang dilakukan oleh
(principal;master; employer)) sementara tenaga kesehatan ketika melaksanakan
perawat tersebut bekerja sebagai mandat dimaksud.
karyawan dokter atau Rumah Sakit
(employees; agent) sehingga yang harus Dokter dan tenaga kesehatan lainnya
menanggung ganti rugi atas kesalahan perlu meningkatkan ketrampilan
yang dilakukan oleh perawat adalah profesional agar mampu bertanggung
dokter yang mempekerjakan perawat jawab penuh atas segala tindakannya
tersebut atau Rumah Sakit yang sendiri. Perilaku menyimpang tenaga
mempekerjakan perawat tersebut kesehatan yang bertindak melampau
sementara justru kelalaian perawat adalah wewenang (abuse of power),
sebagai penyebab paling mungkin menggunakan wewenang untuk tujuan
(proximate cause) atas kerugian pasien lain atau melakukan kelalaian karena tidak
maka tentunya demi keadilan bagi semua cakap dalam melaksanakan kompetensi
pihak, kiranya hal tersebut masih perlu yang seharusnya dia miliki maka
dikaji lebih jauh. sepatutnya menjadi tanggung jawab
pribadi dari tenaga kesehatan yang
bersangkutan sendiri. Rumah Sakit juga
C. P E N U T U P perlu melindungi institusinya dari
kesalahan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang dapat merugikan
Pasal 65 Undang-Undang Nomor 36 korporasi dengan cara memberikan
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pendidikan dan pelatihan kepada tenaga
dan Pasal 35 Ayat 6 Undang-Undang kesehatannya secara kontinyu agar
Nomor 38 Tahun 2014 Tentang mereka memiliki “profesional
Keperawatan maupun Pasal 23 Ayat (3) competency of experts” dan secara
poin c Peraturan Menteri Kesehatan internal perlu disepakati hak-hak dan
Republik Indonesia Nomor kewajiban masing-masing pihak untuk
2052/Menkes/Per/X/2011 Tentang Izin dapat saling melindungi kepentingan
Praktik dan Pelaksanaan Praktik masing-masing dalam suatu standar
Kedokteran serta Pasal 46 obyektif tertentu (specified standard of
Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 conduct) yang diatur secara proporsional

159 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
dan didasarkan pada nilai-nilai kesetaraan Joanne Banker Hames dan Yvone Ekern,
(equitability) untuk ditaati sebagai norma Legal Research, Analysis, and
hukum yang mengikat sebagai hukum Writing, An Integrated Approach,
Rumah Sakit (Hospital by Law) yang Pearson Prentice Hall, New Jersey,
menjadi peraturan yang berlaku mengikat 2006
semua staf dalam sebuah organisasi Moegni Djojodirdjo, Perbuatan
Rumah Sakit. Melanggar Hukum, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1982
DAFTAR PUSTAKA Mohmmad Kartono, Rumah Sakit dalam
Medan Magnetik Komersialisasi,
Alexandra Indriyanti Dewi, Etika dan dalam K. Bertens, Rumah Sakit
Hukum Kesehatan, Pustaka Antara Komersialisasi dan Etika,
Book Publisher, Yogyakarta, 2008 Gramedia Widiasarana Indonesia,
Ann Helm, Malpraktik Keperawatan, Jakarta, 1995
Buku kedokteran AGC, Jakarta, Yusuf Sohofie, Tanggung Jawab Pidana
2006 Korporasi dalam Hukum
Agus Budianto dkk, Aspek Jasa Perlindungan Konsumen, Citra
Pelayanan Kesehatan dalam Aditya Bakti, Bandung, 2011
Perspektif Perlindungan Pasien, L.E.F. Goldie, “Transfronties Pollution –
Karya Putra Darwati, Bandung, from Concepts of Liability to
2010, Administrative Concilliation.” 12
Celia Wells, Corporate and Criminal Syracuse Journal of Int’IL, 1986
Responsbility, UK, Clarendon
Press Oxford, 1993, First Edition
H. Hendrojono Soewono, Batas
Pertanggung Jawaban Hukum
Malpraktik Dokter dalam
Transaksi Terapeutik, Srikandi,
Surabaya, 2007

160 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7

You might also like