You are on page 1of 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 500.000
ibu yang meninggal pada saat hamil atau bersalin. Keberhasilan pembangunan
kesehatan di Indonesia masih belum memuaskan, terbukti masih tingginya angka
kematian bayi baru lahir (AKB). Di negara miskin sekitar 25-50% kematian usia
subur (PUS) disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan,
ersalinan dan nifas. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi penyumbang
utama kematian ibu pada masa puncak produktifitas (DepartemenKesehatan RI,
2002).
Umumnya ukuran yang dipakai untuk nilai baik buruknya keadaan
pelayanan kebidanan (Maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah
kematian maternal (maternal mortality). Menurut defenisi WHO “kematian
maternal ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 24 hari sesudah
berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan
tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan”. Angka kematian maternal
diperhitungkan terhadap 1.000 atau 10.000 kelahiran hidup, kini di beberapa
negara malahan terhadap 100.000 kelahiran hidup (Wiknjosastro, 1994).
Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat harus dimulai dari peningkatan
kesehatan keluarga, keluarga merupakan kelompok terkecil dan inti dari
masyarakat oleh karena itu peningkatan kualitas kesehatan keluarga dapat
diwujudkan tanpa perbaikan dan peningkatan kesehatan ibu . Salah satu sasaran
program Indonesia sehat 2010 yang telah ditetapkan untuk tahun 2010 adalah
menurunkan angka kematian ibu menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup dari
450 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2000 (Syaifuddin, 2001).
Penyebab utama kematian maternal secara langsung adalah hemoragi (40-
60%), infeksi (30-40%) dan eklamsia (10-20%). Hemoragi dapat terjadi pada saat
persalinan, sebelum dan sesudah anak lahir ataupun saat hamil muda (abortus).
Penyebab AKI di Indonesia adalah hemoragi (67%), pre-eklampsi dan eklampsia
(8%), infeksi (7%) dan penyebab lain (10%). Penyebab tidak langsung AKI antara
lain dikenal dengan 4T yaitu terlalu muda (<20 tahun), terlalu tua (>35 tahun),
terlalu sering (jarak kehamilan <2 tahun) dan terlalu banyak melahirkan (>3
2

orang). AKI di Indonesia 65% disebabkan oleh karena 4T tersebut (Majalah


Obstetri Ginekologi, 2002).
Hemoragi postpartum adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas
maternal, penyebab sekitar 10% kematian maternal nonaborsi, sekitar 8% seluruh
kelahiran mengalami komplikasi postpartum . Hemoragi postpartum dapat terjadi
tiba-tiba dan bahkan sangat masif, hemoragi postpartum lanjut merupakan akibat
subinvolusi tempat plasenta, jaringan plasenta yang tertahan atau infeksi (Bobak.
2005).
Hemoragi merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian
ibu melahirkan di Indonesia. Insidens hemoragi postpartum akibat retensio
plasenta dilaporkan berkisar 16%-17% di RSU H. Dimanhuri Barabai, selama 3
tahun (1997-1999) didapatkan 146 kasus rujukan hemoragi postpartum akibat
retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%)
berakhir dengan kematian ibu. Menurunkan kejadian hemoragi postpartum akibat
retensio plasenta tidak hanya mengurangi risiko kematian ibu, namun juga
menghindarkannya dari resiko kesakitan yang berhubungan dengan hemoragi
postpartum, seperti reaksi transfusi, tindakan operatif, dan infeksi. Bukti berbagai
penelitian mendukung penatalaksanaan aktif kala III persalinan (setelah lahirnya
bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta) dapat menurunkan resiko hemoragi
postpartum sampai 40% (Pribakti, 2006).
Menurut Fortney A dan E.W. Whitenhorne makin kecil angka indeks risiko
pada paritas makin kecil pula risiko kehamilan dan persalinan pada retensio
plasenta (Manuaba, 2001).
Dalam periode 1 Januari-31 Agustus 1997 didapatkan 28 kasus kematian
maternal di Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur, 50%
kematian maternal mempunyai paritas 3 atau lebih salah satunya terdapat pada
riwayat komplikasi obstetric (retensio plasenta) (Sutrisno, 1997).
Studi pendahuluan yang didapat dari medical record Pavilyun Maria Rumah
Sakit RK Charitas Palembang didapat peningkatan angka kejadian hemoragi
postpartum, yaitu dari 52 kasus pada tahun 2009 menjadi 77 kasus diantaranya 57
kasus pada retensio plasenta pada tahun 2010.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Hubungan Paritas dengan kejadian Retensio Plasenta di Paviliun Maria
RK Charitas Palembang Tahun 2012 ”.
3

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang permasalahan penelitian maka penulis
merumuskan masalah apakah ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan
kejadian retensio plasenta di Paviliun Maria RK Charitas Palembang?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian retensio plasenta
di Paviliun Maria RK Charitas Palembang
2. Tujuan Khusus
a. Untuk melihat gambaran dari paritas di Paviliun Maria RK Charitas
Palembang
b. Untuk melihat gambaran dari retensio plasenta di Paviliun Maria RK
Charitas Palembang
c. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian retensio
plasenta di Paviliun Maria RK Charitas Palembang.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dalam
mengetahui prevalensi angka kejadian retensio plasenta yang disebabkan oleh
paritas, khususnya mahasiswa keperawatan
2. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dala
mengetahui prevalensi angka kejadian retensio plasenta yang disebabkan oleh
paritas, khususnya mahasiswa keperawatan.
3. Bagi Pengembangan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan terutama
tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kebidanan pada ibu hamil
dengan retensio plasenta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi penelitian lanjutan yang lebih spesifik.
4. Bagi Ibu Hamil
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan ibu hamil.
4

E. Penelitian Terkait
Penelitian ini terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh Yono (2010),
dengan judul penelitian Gambaran paritas dengan terjadinya retensio plasenta di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus Bengkulu Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus
Bengkulu terhadap 107 orang responden dapat disimpulkan bahwa 76,6%
responden mempunyai paritas multipara. 66,4% responden mengalami retensio
plasenta dan 33,6% responden tidak mengalami retensio plasenta. Terdapat
hubungan yang signifikan dan lemah antara paritas dengan kejadian retensio
plasenta. Ibu dengan paritas multipara dapat menyebabkan kejadian retensio
plasenta sebesar 1,449 kali lipat dibandingkan dengan ibu dengan paritas
primipara.

F. Definisi Istilah
1. Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang
dilahirkan (Ramali, 2000). Menurut Manuaba (2001) Paritas adalah
jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita.
2. Retensio plasenta adalah terlambatnya atau tertahannya plasenta selama
setengah jam atau lebih setelah bayi lahir.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Plasenta
1. Definisi
Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan
alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya (FK UNPAD, 1983).
Menurut Muda (1994) plasenta adalah alat yang menghubungkan badan ibu
dengan bayi di dalam rahim.
Plasenta adalah organ temporer yang memenuhi kebutuhan embrio/janin
sampai lahir; organ ini oleh awam disebut ari-ari dan dalam bahasa Inggris
dinamakan ‘Afterbirth’ karena segera dikeluarkan setelah bayi lahir. (Farrer,
2001).
2. Letak Bentuk dan Ukuran
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,
agak ke atas ke arah tempat uteri, karena permukaan bagian atas korpus uteri
lebih luas, sehingga banyak tempat untuk berimplantasi. Plasenta sebenarnya
berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu villi korialis yang berasal
dari korion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua
basalis. (Wiknjosastro, 1999).
Bentuk plasenta adalah bangunan agak bulat yang datar. (Verrals,
2002). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16
minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Meskipun
ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan ke arah korion, namun
amnion hanya menempel saja, tidak sempat melekat pada korion
(Wiknjosastro, 1999).
Pada usia aterm, plasenta memiliki berat sekitar seperenam berat bayi
dan biasanya berukuran sekitar 20 cm dengan ketebalan 2-3 cm. (Farrer,
2001). Diameter plasenta 15-20 cm, berat rata-rata 500 gram. Tali pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah; disebut insersio sentralis.
Bila hubungan ini agak ke pinggir disebut insersio lateralis, dan bila dipinggir
plasenta disebut insersio marginalis, kadang-kadang tali pusat berada di luar
plasenta, dan hubungan dengan plasenta melalui selaput janin, disebut insersio
valementosa (Wiknjosastro, 1999).

5
6

3. Fungsi Plasenta
a. Respirasi
Tekanan aliran darah maternal ke plasenta relatif rendah dan aliran
yang lebih lambat sebagai akibat dari tekanan yang rendah ini akan
membantu proses pertukaran gas. Oksigen dari darah ibu berdifusi lewat
barrier plasenta.
Karbondioksida berdifusi dari darah janin ke darah maternal
(Farrer, 2001) Gas oksihemoglobin (maternal) dipecah menjadi
penyusunnya, yaitu oksigen hemoglobin. Oksigen didifusikan melewati
sawar plasenta untuk membentuk oksihemoglobin fetus 20-35 ml oksigen
permenit dialirkan ke fetus.
Karbondioksida dikembalikan ke dalam plasenta untuk
diekskresikan ke dalam peredaran darah maternal (Verrals, 2002).
b. Nutrisi
Plasenta mempunyai banyak enzim dan dapat mensintesis
karbohidrat : glukosa melewati membran plasenta dengan sangat mudah,
karbohidrat yang kompleks perlu dipecah dahulu, sebagian disimpan
sebagai glikogen untuk kebutuhan fetus. Protein dipecah menjadi asam-
asam amino, sehingga dapat dipergunakan oleh fetus. Lemak lebih sulit
disederhanakan dan untuk vitamin yang larut dalam lemak hanya masuk
ke dalam fetus secara lambat. Vitamin B dan C yang larut dengan air
dengan mudah dapat dipindahkan ke tubuh fetus serta garam-garam
mineral (Verrals, 2002).
Plasenta mengubah glukosa menjadi glikogen. Menyimpannya dan
mengubahnya kembali ketika diperlukan sampai hati janin berfungsi
penuh. Meskipun janin bergantung pada ibu dalam memperoleh semua
kebutuhan gizinya namun keadaan kurang gizi yang diderita ibu biasanya
harus cukup berat sebelum pertumbuhan intrauteri terganggu (Farrer,
2001).
c. Ekskresi
Plasenta mengekskresikan hasil sisa-sisa metabolisme yang tidak
diperlukan. Produk ini sangat sedikit karena semua bahan gizi sudah
dalam bentuk siap pakai; penggunaan zat-zat gizi terutama bagi
pembangunan jaringan (Farrer, 2001).
7

Produk tersebut dikembalikan ke peredaran darah maternal lewat


villi korion: Produk yang mengandung nitrogen dan nutrien serta billirubin
hasil dari pemecahan sel darah merah (Verrals, 2002)
d. Proteksi
Melalui fungsi enzim, plasenta menghilangkan aktivitas sebagian
unsure toksik yang melewati barrier plasenta dan hati janin yang prematur
tidak mampu mengatasi unsur-unsur toksik ini. Barrier fisik (membran
plasenta) merupakan pelindung utama bagi janin dan biasanya
memberikan suatu pertahanan yang memuaskan terhadap zat-zat
berbahaya yang ada dalam darah ibu. Namun, sejumlah besar virus,
sebagian antibodi dan sejumlah obat dapat menembus barrier tersebut
(Farrer, 2001).
Perlindungan parsial terhadap infeksi : plasenta meneruskan
antibody dari maternal yang memberikan imunitas pasif bagi fetus
terhadap penyakit yang telah menimbulkan imunitas dapatan pada ibu
(Verrals, 2002).
e. Produksi Hormon
Hormon plasenta yang utama adalah gonadotropin korionik,
estrogen, progestron, relaksin dan laktogenik plasenta (Farrer, 2001).
Gonadotropin korionik diproduksi hari ke-9 setelah konsepsi, mencapai
puncaknya hari ke-60, kadar hormon ini kemudian turun dan tetap rendah
sampai pada akhir kehamilan, fungsi hormon ini untuk memelihara
korpus luteum sampai plasenta dapat menggantikannya memproduksi
estrogen dan progresteron.
Estrogen meningkat selama kehamilan dan membantu
mempengaruhi endometrium dalam minggu-minggu awal kehamilan,
mengembangkan fungsi sekresi payudara. Progresteron disintesis dari
kolesterol maternal, tetapi plasenta tidak mempunyai enzim yang
dibutuhkan untuk mengubah sejumlah kolesterol ini menjadi estrogen.
Relaksin produksinya berlangsung terus selama kehamilan,
meningkat kadarnya sampai puncak sebelum onset persalinan. Laktogenik
berhubungan dengan perubahan-perubahan metabolisme glukosa maternal
(Verrals, 2002).
8

4. Pembagian Plasenta
Menurut Mochtar (2001) plasenta terdiri atas :
a. Bagian janin (fetal portion) Terdiri dari korion frondusum dan villi. Villi
dan plasenta yang matang terdiri atas : villi korialis, ruang-ruang interviler
yakni darah ibu yang berada dalam ruang interviler berasal dari arteri
spiralis yang berada di desidua basalis, dan pada bagian permukaan janin
plasenta diliputi oleh amnion yang kelihatan licin, di bawah lapisan
amnion berjalan cabang-cabang pembuluh darah tali pusat yang akan
berinserasi pada plasenta bagian permukaan janin.
b. Bagian maternal (maternal portion)
Terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari beberapa lobus dan
kotiledon (15-20 buah).
c. Tali pusat
Merentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin. Panjang
rata-rata 50-55 cm, diameter 1-2,5 cm. Struktur terdiri atas 2 arteri
umbilikalis dan 1 vena umbilikalis serta jelly wharton.

5. Perkembangan Awal Plasenta


Perkembangan awal plasenta menurut Verrals (1997) :
a. Zigot
Dalam beberapa jam masih di dalam tuba Fallopii, mengalami
mitosis, nucleus menjadi dua sel baru, masing-masing mengandung satu
perangkat kromosom yang identik.
b. Morula
Dihasilkan dengan reproduksi yang berlanjut dari sel-sel zigot.
Pembelahan dibantu oleh progesteron dari korpus luteum bersama
estrogen menyiapkan endometrium untuk menerima ovum yang telah
dibuahi pada stadium 8 sel, morula mempunyai diameter kira-kira 2 mm
dan mengandung lebih dari 1000 macam protein. Morula ini berada di
dalam cangkangnya ditopang oleh sitoplasmanya yang mengandung
progesteron. 6-7 hari setelah fertilisasi, morula ini mendekati endometrium
yang berada dalam fase sekresi. Pada akhir minggu pertama sejumlah sel
dalam morula mulai mengalami disintegrasi, meninggalkan ruang yang
terisi cairan, disebut blastosis.
9

c. Blastosis
1) Massa sel dalam, akan berkembang membentuk fetus dan membran
plasenta yang disebut amnion.
2) Trofoblas : lapisan luar sel-sel tunggal dari lapisan ini akan mulai
tumbuh korion primitiv membentuk plasenta dan sisanya mengalami
atrofi untuk membentuk membran korion yang mengelilingi saccus
amnii dan melapisi uterus.
Perkembangan stadium ini dicapai 7-10 hari setelah konsepsi dan
mulaiimplantasi ke dalam endometrium uterus. Endometrium ini dalam
fase sekretorik daur menstruasi. Di hari 10 setelah konsepsi, blastosis
tertanam sempurna di dalam endometrium, yang disebut desidua. Hari 14,
berkembanglah villi korion primitiv dari trofoblas, dan terus mengalami
proliferasi sampai menutupi seluruh permukaan pada akhir minggu ke-3.
d. Villi korion primitive
Masing-masing villus tersusun atas satu lapis sel yang disebut
setotrofoblast / lapisan Langhans, yang dikelilingi oleh sel-sel sinisium.
Ruang-ruang diantaranya karena kedua bangunan tersebut mengadakan
erosi yang makin dalam ke dalam desidua, disebut spasium
koriodesiduale. Villi akan menyebabkan pecahnya vasa-vasa darah
maternal saat bangunan tadi mengerosi jaringan endometrium, dan ruang-
ruang tadi akan terisi dengan darah maternal. Selama minggu ke-3 terjadi
percabangan villi korion primitiv sekunder, dan di dalamnya mulai
terbentuk pembuluh darah. Disebut villi korion tersier bila vasa-vasa
darah telah terbentuk dan berhubungan dengan vasa darah embrional di
dalam body stalk.
Vasa di dalam tangkai berkembang membentuk dua arteri
umbilikalis dan satu vena umbilikalis untuk fetus. Sejumlah villi korion
terus terkubur lebih dalam desidua disebut villi anchorales tidak
mengandung pembuluh darah yang berfungsi menstabilkan plasenta yang
sedang berkembang, villi yang lain dipercabangkandari sini, ruang-ruang
antar villi ini disebut spasia intervillosa.
Di dalam uterus, endometrium hamil, disebut desidua, mengalami
diferensiasi menjadi : desidua basalis terletak di bawah daerah tempat
korion mula-mula terkubur, desidua kapsularis terletak di atas saccus
embryonalis, dan desidua vera (parietalis) menutupi sisa kavitas uteri.
10

Sampai minggu ke-8 kehamilan, villi chorion mengelilingi seluruh saccus


embryonalis.
e. Korion leave
Karena massa sel dalam uterus bertambah besar, maka desidua
capsularis terus-menerus terdorong keluar ke dalam cavitas uteri sampai
desidua tadi terletak berdekatan dengan desidua vera. Saat korion leave
terletak pada permukaan dalam desidua kapsularis maka korion ini juga
melapisi kavitas uteri dan berkembang untuk membentuk membran
plasenta yang disebut korion.
f. Korion frondusum
Pada desidua basalis, pemasokan darah yang banyak
dipertahankan, villi ini terus-menerus memperbanyak diri dan berkembang
dengan cepat. Villi yang tertanam dalam desidua basalis akan terikat erat
pada kehamilan 12 minggu, sehingga menstabilkan plasenta yang sedang
berkembang.
Villi yang lain membentuk percabangan keluar memungkinkan
darah maternal beredar secara bebas di antara villi untuk memberikan
makan (nutrient) bagi pertumbuhan plasenta dan fetus lebih lanjut. Pada
minggu ke-14 kehamilan, struktur plasenta berkembang penuh dan
plasenta menempati kira-kira sepertiga dinding uterus. Dari akhir minggu
ke-8 kehamilan, plasenta primitive telah mensekresi estrogen,
progresteron dan relaksin.
g. Gonadotropin korion
Dari kehamilan 9 minggu, pada saat villi korion tertanam di dalam
dinding uterus, dihasilkan hormon gonadotropin korion, yang berfungsi
merangsang pertumbuhan korpus luteum dan sekresi hormon korpus
luteum, dengan demikian memelihara kehamilan sampai plasenta dapat
berfungsi sempurna. Dari minggu ke-16 dan seterusnya, maka jumlah dan
ukuran vasa darah fetal meningkat, sedangkan dinding villinya menjadi
lebih tipis, sehingga midtrimester, permeabilitas plasenta meningkat,
selama 4 minggu terakhir kehamilan, vasa berkurang lagi karena terdapat
deposit fibrin di dalam jaringan-jaringan ini. Setelah minggu ke-20,
plasenta terus bertambah luas, tetapi tidak bertambah tebal, sampai pada
kehamilan cukup umur diameter kira-kira 23 cm, merupakan organ yang
11

bulat, datar, dengan ketebalan 2 cm di bagian tengahnya, lebih tipis di


tepi-tepinya.
B. Retensio Plasenta
1. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta yang
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Depkes RI, 1995). Retensio
plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam
persalinan bayi (Manuaba, 2001).
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta sehingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Wiknjosastro, 2001).
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1
jam setelah bayi lahir (Mochtar, 2001). Istilah retensio plasenta dipergunakan,
kalau plasenta belum lahir setengah jam sesudah anak lahir (FK UNPAD,
1999).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan retensio plasenta adalah terlambatnya
atau tertahannya plasenta selama setengah jam atau lebih setelah bayi lahir.
2. Etiologi
Menurut Mochtar (2001) :
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih
dalam.
b. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan hemoragi yang banyak.
Menurut FK UNPAD (1999) :
a. His kurang kuat.
b. Plasenta sukar terlepas karena : tempatnya (insersi di sudut tuba),
bentuknya (plasenta membranacea, plasenta anularis), atau ukurannya
(plasenta yang sangat kecil).
3. Faktor Predisposisi
Menurut Departemen Kesehatan RI (1996) :
a. Riwayat retensio plasenta pada persalinan terdahulu
Pada kondisi ini akan timbul risiko terjadinya hal yang sama pada
persalinan yang sekarang. Karena itu, diperlukan anamnesis yang
seksama saat melakukan pemeriksaan antenatal yang pertama, sehingga
dapat dibuat perencanaan persalinan yang baik pada pasien.
12

b. Paritas tinggi
Pada setiap kehamilan dan persalinan akan terjadi perubahan serabut
otot menjadi jaringan ikat pada uterus. Hal ini dapat menurunkan
kemampuan uterus untuk berkontraksi sehingga sulit melakukan
penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang terbuka setelah
lepasnya plasenta. Resiko terjadinya hal ini akan amat meningkat setelah
persalinan ketiga atau lebih.
c. Mioma uteri
Akan mengganggu aktivitas uterus yang efisien.
d. Anemia
Wanita yang mengalami persalinan dengan kadar hemoglobin yang
rendah (di bawah 10 g/dl), akan dengan cepat terganggu kondisinya bila
terjadi kehilangan darah meskipun hanya sedikit.
e. Ketosis
Pengaruh ketosis terhadap aktivitas uterus belum jelas. Penelitian
menunjukkan bahwa 40% wanita mengalami ketonuria pada suatu saat
persalinannya. Bila persalinan berjalan dengan baik, maka keadaan
tersebut tidak mempengaruhi kondisi ibu maupun janin.

4. Jenis retensio plasenta Menurut Saifuddin (2001) :


a. Plasenta adhesive
Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
b. Plasenta akreta
Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta
Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/memasuki miometrium.
d. Plasenta Perkreta
Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
13

5. Tanda dan Gejala Retensio Plasenta


Menurut Saifuddin (2001) :
a. Separasi / Akreta Parsial
1) Konsistensi uterus kenyal
2) Tinggi fundus sepusat
3) Bentuk uterus diskoid
4) Pendarahan sedang-banyak
5) Tali pusat terjulur sebagian
6) Ostium uteri
7) Separasi plasenta lepas sebagian
8) Syok sering terjadi.
b. Plasenta Akreta
1) Konsistensi uterus cukup
2) Tinggi fundus sepusat
3) Bentuk uterus diskoid
4) Pendarahan sedikit/tidak ada
5) Tali pusat tidak terjulur
6) Ostium uteri terbuka
7) Separasi plasenta melekat seluruhnya
8) Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali
pusat.

6. Mekanisme Lahirnya Plasenta


Mekanisme lahirnya plasenta menurut Pribakti (2006) :
a. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat,
namun dinding uterus tempat melekat masih tipis.
b. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya uterus tempat melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
c. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus
yang aktif pada tempat meletaknya plasenta, yang mengurangi permukaan
tempat letaknya plasenta. Akibat sobek di lapisan spongiosa.
14

d. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta


bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil
daerah perkumpulan di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa
hemoragi selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamannya
fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 88%
plasenta lepas dalam satu menit dari tempat implantasinnya. Tanda-tanda
lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak.
Uterus menjadi globuler dan konsitensinya semakin padat, uterus
meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun
masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.

C. Penatalaksanaan Retensio Plasenta


1. Plasenta manual
Plasenta manual adalah tindakan untuk melahirkan plasenta menggunakan
tangan yang dimasukkan ke dalam uterus (Manuaba, 1999).
2. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat
rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total)
berikut serviks uteri (Saifuddin, 2001).

D. Paritas
1. Definisi
Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang
dilahirkan (Ramali, 2000). Menurut Manuaba (2001) Paritas adalah jumlah
anak yang dilahirkan oleh seorang wanita. Menurut Farrer (2001) Paritas
adalah status melahirkan anak pada seorang wanita. Sedangkan menurut
Bobak, dkk (2005) Paritas adalah Jumlah kehamilan yang menghasilkan janin
hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan.
2. Klasifikasi
a. Primipara
Menurut Manuaba (2001) primipara adalah seorang wanita yang telah
melahirkan seorang anak. Sedangkan menurut Bobak, dkk (2005)
Primipara adalah seorang wanita yang sudah menjalani kehamilan sampai
janin mencapai viabilitas.
15

b. Multipara
Menurut Manuaba (2001) Multipara adalah seorang wanita yang telah
melahirkan anak 2-3 orang atau lebih. Sedangkan menurut Bobak, dkk
(2005) multipara adalah seorang wanita yang sudah menjalani dua atau
lebih kehamilan dan menghasilkan janin sampai viabilitas.

E. Hubungan paritas dengan retensio plasenta


Menurut Shock (1992) pada multipara, keadaan endometrium pada daerah
korpus uteri telah mengalami degenerasi dan nekrosis, menurunnya kemampuan
dan fungsi tubuh disebabkan kematian sejumlah besar sel pada jaringan
endometrium sebagai tempat implantasi plasenta endometrium korpus uteri pada
multipara menyebabkan daerah endometrium menjadi tidak subur lagi sehingga
pemberian oksigenisasi ke hasil konsepsi akan terganggu dan memungkinkan
plasenta untuk menanamkan diri lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan janin
yang dilahirkan mengakibatkan tertahannya zigot korion plasenta di miometrium
atau disebut juga retensio plasenta (Puspita Rini, 2004).
Menurut Cunningham (1995) korpus uteri merupakan bagian atas rahim
yang mempunyai otot paling tebal, sehingga dalam keadaan normal, plasenta
berimplantasi pada daerah korpus uteri. Pada multipara, keadaan endometrium di
daerah korpus uteri sudah mengalami kemunduran fungsi dan berkurangnya
vaskularisasi, hal ini terjadi karena degenerasi di dinding endometrium.
Hemoragi postpartum merupakan satu dari tiga penyebab yang paling
umum pada kematian maternal (Hamilton, 1995). Salah satu faktor predisposisi
hemoragi postpartum yaitu kelemahan kelelahan otot rahim salah satunya terdapat
pada multipara (Manuaba, 2001).
16

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang diamati dan diukur melakukan penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmojdo, 2005).
Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu dan memodifikasi teori
Notoatmodjo (2005) .Kerangka konseptual meliputi tentang hubungan paritas
dengan kejadian retensio plasenta, dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.1.
Kerangka Konseptual Variabel Independent dan Dependent

Variabel Independen Variabel Dependen

Paritas Kejadian Retensio Plasenta

16
17

C. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Kejadian Terlambatnya kelahiran plasenta Pedoman Observasi 0 : Yang mengalami retensio Nominal
Retensio selama setengah jam atau lebih Dokumentas plasenta
Plasenta setelah bayi lahir. 1 : Yang tidak mengalami
retensio plasenta
2. Paritas Jumlah anak yang dilahirkan Pedoman Observasi 0 : Multipara Nominal
seorang wanita Dokumentas 1 : Primipara
18

D. Hipotesis
Ada hubungan antara paritas dengan kejadian retensio plasenta di Paviliun Maria
Rumah Sakit RK Charitas Palembang .
19

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin, George Adriaansz, et al. (ed.). (2001). Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI.
Ahmad A.K. Muda. (1994). Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya : Gitamedia
Press.
Ahmad Ramali dan Pamoentjak. (2000). Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan.
Bobak, Lowdermik, et al. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta :
EGC.
Cunningham, McDonald, et al. (1995). Obstetri William. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E and Mary Frances Moorhouse. (2001). Rencana Perawatan
Maternal/Bayi Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi Perawat
Klien. Ed.2. Jakarta : EGC.
Farrer, Helen. (2001). Perawatan Maternitas. Ed. 2. Jakarta : EGC.
FK UNPAD Bandung, Bagian Obstetri dan Ginekologi. (1999). Obstetri Patologi.
Bandung : Elstar Ofset.
Hamilton, Persis Mary. (1995). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Ed.6. Jakarta
: EGC.
Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin, et al. (ed.). (1999). Ilmu Kebidanan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo.
Ida Bagus Gede Manuaba. (2001). Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta : EGC

You might also like