Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 500.000
ibu yang meninggal pada saat hamil atau bersalin. Keberhasilan pembangunan
kesehatan di Indonesia masih belum memuaskan, terbukti masih tingginya angka
kematian bayi baru lahir (AKB). Di negara miskin sekitar 25-50% kematian usia
subur (PUS) disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan,
ersalinan dan nifas. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi penyumbang
utama kematian ibu pada masa puncak produktifitas (DepartemenKesehatan RI,
2002).
Umumnya ukuran yang dipakai untuk nilai baik buruknya keadaan
pelayanan kebidanan (Maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah
kematian maternal (maternal mortality). Menurut defenisi WHO “kematian
maternal ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 24 hari sesudah
berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan
tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan”. Angka kematian maternal
diperhitungkan terhadap 1.000 atau 10.000 kelahiran hidup, kini di beberapa
negara malahan terhadap 100.000 kelahiran hidup (Wiknjosastro, 1994).
Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat harus dimulai dari peningkatan
kesehatan keluarga, keluarga merupakan kelompok terkecil dan inti dari
masyarakat oleh karena itu peningkatan kualitas kesehatan keluarga dapat
diwujudkan tanpa perbaikan dan peningkatan kesehatan ibu . Salah satu sasaran
program Indonesia sehat 2010 yang telah ditetapkan untuk tahun 2010 adalah
menurunkan angka kematian ibu menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup dari
450 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2000 (Syaifuddin, 2001).
Penyebab utama kematian maternal secara langsung adalah hemoragi (40-
60%), infeksi (30-40%) dan eklamsia (10-20%). Hemoragi dapat terjadi pada saat
persalinan, sebelum dan sesudah anak lahir ataupun saat hamil muda (abortus).
Penyebab AKI di Indonesia adalah hemoragi (67%), pre-eklampsi dan eklampsia
(8%), infeksi (7%) dan penyebab lain (10%). Penyebab tidak langsung AKI antara
lain dikenal dengan 4T yaitu terlalu muda (<20 tahun), terlalu tua (>35 tahun),
terlalu sering (jarak kehamilan <2 tahun) dan terlalu banyak melahirkan (>3
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang permasalahan penelitian maka penulis
merumuskan masalah apakah ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan
kejadian retensio plasenta di Paviliun Maria RK Charitas Palembang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian retensio plasenta
di Paviliun Maria RK Charitas Palembang
2. Tujuan Khusus
a. Untuk melihat gambaran dari paritas di Paviliun Maria RK Charitas
Palembang
b. Untuk melihat gambaran dari retensio plasenta di Paviliun Maria RK
Charitas Palembang
c. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian retensio
plasenta di Paviliun Maria RK Charitas Palembang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dalam
mengetahui prevalensi angka kejadian retensio plasenta yang disebabkan oleh
paritas, khususnya mahasiswa keperawatan
2. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dala
mengetahui prevalensi angka kejadian retensio plasenta yang disebabkan oleh
paritas, khususnya mahasiswa keperawatan.
3. Bagi Pengembangan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan terutama
tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kebidanan pada ibu hamil
dengan retensio plasenta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi penelitian lanjutan yang lebih spesifik.
4. Bagi Ibu Hamil
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan ibu hamil.
4
E. Penelitian Terkait
Penelitian ini terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh Yono (2010),
dengan judul penelitian Gambaran paritas dengan terjadinya retensio plasenta di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus Bengkulu Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus
Bengkulu terhadap 107 orang responden dapat disimpulkan bahwa 76,6%
responden mempunyai paritas multipara. 66,4% responden mengalami retensio
plasenta dan 33,6% responden tidak mengalami retensio plasenta. Terdapat
hubungan yang signifikan dan lemah antara paritas dengan kejadian retensio
plasenta. Ibu dengan paritas multipara dapat menyebabkan kejadian retensio
plasenta sebesar 1,449 kali lipat dibandingkan dengan ibu dengan paritas
primipara.
F. Definisi Istilah
1. Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang
dilahirkan (Ramali, 2000). Menurut Manuaba (2001) Paritas adalah
jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita.
2. Retensio plasenta adalah terlambatnya atau tertahannya plasenta selama
setengah jam atau lebih setelah bayi lahir.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Plasenta
1. Definisi
Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan
alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya (FK UNPAD, 1983).
Menurut Muda (1994) plasenta adalah alat yang menghubungkan badan ibu
dengan bayi di dalam rahim.
Plasenta adalah organ temporer yang memenuhi kebutuhan embrio/janin
sampai lahir; organ ini oleh awam disebut ari-ari dan dalam bahasa Inggris
dinamakan ‘Afterbirth’ karena segera dikeluarkan setelah bayi lahir. (Farrer,
2001).
2. Letak Bentuk dan Ukuran
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,
agak ke atas ke arah tempat uteri, karena permukaan bagian atas korpus uteri
lebih luas, sehingga banyak tempat untuk berimplantasi. Plasenta sebenarnya
berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu villi korialis yang berasal
dari korion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua
basalis. (Wiknjosastro, 1999).
Bentuk plasenta adalah bangunan agak bulat yang datar. (Verrals,
2002). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16
minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Meskipun
ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan ke arah korion, namun
amnion hanya menempel saja, tidak sempat melekat pada korion
(Wiknjosastro, 1999).
Pada usia aterm, plasenta memiliki berat sekitar seperenam berat bayi
dan biasanya berukuran sekitar 20 cm dengan ketebalan 2-3 cm. (Farrer,
2001). Diameter plasenta 15-20 cm, berat rata-rata 500 gram. Tali pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah; disebut insersio sentralis.
Bila hubungan ini agak ke pinggir disebut insersio lateralis, dan bila dipinggir
plasenta disebut insersio marginalis, kadang-kadang tali pusat berada di luar
plasenta, dan hubungan dengan plasenta melalui selaput janin, disebut insersio
valementosa (Wiknjosastro, 1999).
5
6
3. Fungsi Plasenta
a. Respirasi
Tekanan aliran darah maternal ke plasenta relatif rendah dan aliran
yang lebih lambat sebagai akibat dari tekanan yang rendah ini akan
membantu proses pertukaran gas. Oksigen dari darah ibu berdifusi lewat
barrier plasenta.
Karbondioksida berdifusi dari darah janin ke darah maternal
(Farrer, 2001) Gas oksihemoglobin (maternal) dipecah menjadi
penyusunnya, yaitu oksigen hemoglobin. Oksigen didifusikan melewati
sawar plasenta untuk membentuk oksihemoglobin fetus 20-35 ml oksigen
permenit dialirkan ke fetus.
Karbondioksida dikembalikan ke dalam plasenta untuk
diekskresikan ke dalam peredaran darah maternal (Verrals, 2002).
b. Nutrisi
Plasenta mempunyai banyak enzim dan dapat mensintesis
karbohidrat : glukosa melewati membran plasenta dengan sangat mudah,
karbohidrat yang kompleks perlu dipecah dahulu, sebagian disimpan
sebagai glikogen untuk kebutuhan fetus. Protein dipecah menjadi asam-
asam amino, sehingga dapat dipergunakan oleh fetus. Lemak lebih sulit
disederhanakan dan untuk vitamin yang larut dalam lemak hanya masuk
ke dalam fetus secara lambat. Vitamin B dan C yang larut dengan air
dengan mudah dapat dipindahkan ke tubuh fetus serta garam-garam
mineral (Verrals, 2002).
Plasenta mengubah glukosa menjadi glikogen. Menyimpannya dan
mengubahnya kembali ketika diperlukan sampai hati janin berfungsi
penuh. Meskipun janin bergantung pada ibu dalam memperoleh semua
kebutuhan gizinya namun keadaan kurang gizi yang diderita ibu biasanya
harus cukup berat sebelum pertumbuhan intrauteri terganggu (Farrer,
2001).
c. Ekskresi
Plasenta mengekskresikan hasil sisa-sisa metabolisme yang tidak
diperlukan. Produk ini sangat sedikit karena semua bahan gizi sudah
dalam bentuk siap pakai; penggunaan zat-zat gizi terutama bagi
pembangunan jaringan (Farrer, 2001).
7
4. Pembagian Plasenta
Menurut Mochtar (2001) plasenta terdiri atas :
a. Bagian janin (fetal portion) Terdiri dari korion frondusum dan villi. Villi
dan plasenta yang matang terdiri atas : villi korialis, ruang-ruang interviler
yakni darah ibu yang berada dalam ruang interviler berasal dari arteri
spiralis yang berada di desidua basalis, dan pada bagian permukaan janin
plasenta diliputi oleh amnion yang kelihatan licin, di bawah lapisan
amnion berjalan cabang-cabang pembuluh darah tali pusat yang akan
berinserasi pada plasenta bagian permukaan janin.
b. Bagian maternal (maternal portion)
Terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari beberapa lobus dan
kotiledon (15-20 buah).
c. Tali pusat
Merentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin. Panjang
rata-rata 50-55 cm, diameter 1-2,5 cm. Struktur terdiri atas 2 arteri
umbilikalis dan 1 vena umbilikalis serta jelly wharton.
c. Blastosis
1) Massa sel dalam, akan berkembang membentuk fetus dan membran
plasenta yang disebut amnion.
2) Trofoblas : lapisan luar sel-sel tunggal dari lapisan ini akan mulai
tumbuh korion primitiv membentuk plasenta dan sisanya mengalami
atrofi untuk membentuk membran korion yang mengelilingi saccus
amnii dan melapisi uterus.
Perkembangan stadium ini dicapai 7-10 hari setelah konsepsi dan
mulaiimplantasi ke dalam endometrium uterus. Endometrium ini dalam
fase sekretorik daur menstruasi. Di hari 10 setelah konsepsi, blastosis
tertanam sempurna di dalam endometrium, yang disebut desidua. Hari 14,
berkembanglah villi korion primitiv dari trofoblas, dan terus mengalami
proliferasi sampai menutupi seluruh permukaan pada akhir minggu ke-3.
d. Villi korion primitive
Masing-masing villus tersusun atas satu lapis sel yang disebut
setotrofoblast / lapisan Langhans, yang dikelilingi oleh sel-sel sinisium.
Ruang-ruang diantaranya karena kedua bangunan tersebut mengadakan
erosi yang makin dalam ke dalam desidua, disebut spasium
koriodesiduale. Villi akan menyebabkan pecahnya vasa-vasa darah
maternal saat bangunan tadi mengerosi jaringan endometrium, dan ruang-
ruang tadi akan terisi dengan darah maternal. Selama minggu ke-3 terjadi
percabangan villi korion primitiv sekunder, dan di dalamnya mulai
terbentuk pembuluh darah. Disebut villi korion tersier bila vasa-vasa
darah telah terbentuk dan berhubungan dengan vasa darah embrional di
dalam body stalk.
Vasa di dalam tangkai berkembang membentuk dua arteri
umbilikalis dan satu vena umbilikalis untuk fetus. Sejumlah villi korion
terus terkubur lebih dalam desidua disebut villi anchorales tidak
mengandung pembuluh darah yang berfungsi menstabilkan plasenta yang
sedang berkembang, villi yang lain dipercabangkandari sini, ruang-ruang
antar villi ini disebut spasia intervillosa.
Di dalam uterus, endometrium hamil, disebut desidua, mengalami
diferensiasi menjadi : desidua basalis terletak di bawah daerah tempat
korion mula-mula terkubur, desidua kapsularis terletak di atas saccus
embryonalis, dan desidua vera (parietalis) menutupi sisa kavitas uteri.
10
b. Paritas tinggi
Pada setiap kehamilan dan persalinan akan terjadi perubahan serabut
otot menjadi jaringan ikat pada uterus. Hal ini dapat menurunkan
kemampuan uterus untuk berkontraksi sehingga sulit melakukan
penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang terbuka setelah
lepasnya plasenta. Resiko terjadinya hal ini akan amat meningkat setelah
persalinan ketiga atau lebih.
c. Mioma uteri
Akan mengganggu aktivitas uterus yang efisien.
d. Anemia
Wanita yang mengalami persalinan dengan kadar hemoglobin yang
rendah (di bawah 10 g/dl), akan dengan cepat terganggu kondisinya bila
terjadi kehilangan darah meskipun hanya sedikit.
e. Ketosis
Pengaruh ketosis terhadap aktivitas uterus belum jelas. Penelitian
menunjukkan bahwa 40% wanita mengalami ketonuria pada suatu saat
persalinannya. Bila persalinan berjalan dengan baik, maka keadaan
tersebut tidak mempengaruhi kondisi ibu maupun janin.
D. Paritas
1. Definisi
Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang
dilahirkan (Ramali, 2000). Menurut Manuaba (2001) Paritas adalah jumlah
anak yang dilahirkan oleh seorang wanita. Menurut Farrer (2001) Paritas
adalah status melahirkan anak pada seorang wanita. Sedangkan menurut
Bobak, dkk (2005) Paritas adalah Jumlah kehamilan yang menghasilkan janin
hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan.
2. Klasifikasi
a. Primipara
Menurut Manuaba (2001) primipara adalah seorang wanita yang telah
melahirkan seorang anak. Sedangkan menurut Bobak, dkk (2005)
Primipara adalah seorang wanita yang sudah menjalani kehamilan sampai
janin mencapai viabilitas.
15
b. Multipara
Menurut Manuaba (2001) Multipara adalah seorang wanita yang telah
melahirkan anak 2-3 orang atau lebih. Sedangkan menurut Bobak, dkk
(2005) multipara adalah seorang wanita yang sudah menjalani dua atau
lebih kehamilan dan menghasilkan janin sampai viabilitas.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang diamati dan diukur melakukan penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmojdo, 2005).
Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu dan memodifikasi teori
Notoatmodjo (2005) .Kerangka konseptual meliputi tentang hubungan paritas
dengan kejadian retensio plasenta, dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2.1.
Kerangka Konseptual Variabel Independent dan Dependent
16
17
C. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Kejadian Terlambatnya kelahiran plasenta Pedoman Observasi 0 : Yang mengalami retensio Nominal
Retensio selama setengah jam atau lebih Dokumentas plasenta
Plasenta setelah bayi lahir. 1 : Yang tidak mengalami
retensio plasenta
2. Paritas Jumlah anak yang dilahirkan Pedoman Observasi 0 : Multipara Nominal
seorang wanita Dokumentas 1 : Primipara
18
D. Hipotesis
Ada hubungan antara paritas dengan kejadian retensio plasenta di Paviliun Maria
Rumah Sakit RK Charitas Palembang .
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari Saifuddin, George Adriaansz, et al. (ed.). (2001). Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI.
Ahmad A.K. Muda. (1994). Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya : Gitamedia
Press.
Ahmad Ramali dan Pamoentjak. (2000). Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan.
Bobak, Lowdermik, et al. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta :
EGC.
Cunningham, McDonald, et al. (1995). Obstetri William. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E and Mary Frances Moorhouse. (2001). Rencana Perawatan
Maternal/Bayi Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi Perawat
Klien. Ed.2. Jakarta : EGC.
Farrer, Helen. (2001). Perawatan Maternitas. Ed. 2. Jakarta : EGC.
FK UNPAD Bandung, Bagian Obstetri dan Ginekologi. (1999). Obstetri Patologi.
Bandung : Elstar Ofset.
Hamilton, Persis Mary. (1995). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Ed.6. Jakarta
: EGC.
Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin, et al. (ed.). (1999). Ilmu Kebidanan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo.
Ida Bagus Gede Manuaba. (2001). Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta : EGC