You are on page 1of 16

KEPERAWATAN ANAK II

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA LABIOSCHISIS”

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Robiatul Adawiyah.,M.Kep

OLEH KELOMPOK 4

1. RIZKATUL HIKMAH
2. TEGUH GAMA ZARKASYI
3. ZUKRON AULA
4. SITO FEBIYATI
5. SUCI NIRMALA
6. SYARIFUDIN
7. SINTA PERMATA SARI
8. RAHAYU OKTAVIANA
9. SUNARDI
10. RAHMI
11. PUTRI MAHARANI
12. RESTU WAHYU INAYAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES ) MATARAM

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah memberikan
hikmah dan hidayah-Nya atas terselesaikannya penulisan makalah ini yang berjudul “Asuhan
Keperawtan Pada Labioschisis” Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan
Anak II.

Dalam penulisan makalah ini kami banyak mengalami hambatan dan kesulitan. Namun, berkat
bantuan semua pihak, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberi pengarahan serta dukungan
semangat kepada kami, terutama kepada Akhirnya, dengan segala keterbatasan tersebut, kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya untuk proses
pembelajaran.

Mataram, 7 September 2019

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................................... 4
1.2. Tujuan ......................................................................................................................................... 4
1.2.1. Tujuan Umum ..................................................................................................................... 4
1.2.2. Tujuan Khusus .................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 5
2.1. Definisi ........................................................................................................................................ 5
2.2. Etiologi ........................................................................................................................................ 5
2.3. Klasifikasi ................................................................................................................................... 6
2..4. Pathway...................................................................................................................................... 7
2.6. Manifestasi klinis ....................................................................................................................... 8
2.8. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................................ 9
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................... 11
3.1. Pengkajian ................................................................................................................................ 11
3.2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................................................ 13
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................................. 15
1.1. Kesimpulan .......................................................................................................................... 15
Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang
menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status
sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah
dibiarkan sampai dewasa. Bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit-langit,
merupakan kelainan kongenital yang paling umum pada kepala dan leher di dunia.
Penelitian epidemiologi untuk pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit
namun teknik bedah untuk mengobatinya banyak dilakukan.

Bayi yang terlahir dengan labioschisis harus ditangani oleh klinisi dari
multidisiplin dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif
dari berbagai aspek multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang
sumbing, masih ada masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah
pendengaran, bicara, gigi-geligi dan psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya
dengan rekonstruksi anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari
rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan
tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir
sampai remaja. Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan anak, bedah plastik, THT,
gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog, ahli nutrisi dan audiolog.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
 Mengetahui proses pengkajian pada pasien anak Labioschisis
 Mengetahui Diagnosa Keperawatan pada pasien anak Labioschisis
 Mengimplementasikan perencanaan pada pasien anak Labioschisis

1.2.2. Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Anak II yang diberikan oleh Dosen
pembimbing Ns. Robiatul Adawiyah.,M.Kep sekaligus menambah
pengetahuan bagi penulis.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Labioschisis adalah adanya gangguan fusi maxillary swelling dengan medial
nasal swelling pada satu sisi akan menimbulkan kelaianan berupa labioschisis
unilateral. Bila kegagalan fusi ini menimbulkan celah di daerah prealveolaris, maka
celah tersebut dikatakan inkomplet, sedang selebihnya dikatakan labioschisis komplet.

Celah bibir adalah kelainan kongenital pada bibir yang disebabkan oleh
kegagalan struktur fasial embrionik yang tidak komplet, kelainan ini dapat
diasosiasikan dengan anomali lain juga. Insidensi kelainan ini adalah 1 di antara 750
kelahiran hidup. Celah bibir, lebih sering terjadi pada anak laki-laki, dapat muncul
berupa indentasi ringan hingga celah terbuka. (Kathleen Morgan Speer. 2007)

2.2. Etiologi
 Faktor Genetik atau keturunan
Dimana material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat
terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang
normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex
(kromosom 1 s/d 22) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang
menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau
Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita,
sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti
ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada
perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi
dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

 Kurang Nutrisi, contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil,
kekurangan asam folat.
 Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
 Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi rubella
dan sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.

5
2.3. Klasifikasi

Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk, tingkat kelainan bibir sumbing


bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing
yang diketahui adalah :
 Unilateral Incomplete: Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
tidak memanjang hingga ke hidung.
 Unilateral Complete: Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir
dan memanjang hingga ke hidung.
 Bilateral Complete: Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.

6
2..4. Pathway
Difesiensi nutrisi Infeksi penyakit Trauma pada Faktor
pada kmehamilan pada kehamilan ibu kehamilan trimester 1 Genetik

Kegagalan terbentuknya mesoderm palatum dan bibir pada


trisemester 1 kehamilan

Terbentuk celah pada bibir dan atau palatum

Ansietas orang tua Labioschisis

Unilateral incomlete Unilateral complete Bilateral complate Pembedahan

Adanya luka bekas


Ketidakmampuan menutup bibir dan mulut, serta penurunan
jahitan
fungsi perlindungan pernapasan dan pencernaan

Makanan bayi Kemampuan mengisap Kemampuan Risiko tinggi


masuk ke saluran rendah menerima makanan infeksi
pernapasan rendah
Ketidak puasan Risiko tinggi kerusakan
Susu, makann bayi menyusu, makan Nutrisi tidak integritas kulit
terpenuhi
dan sekert mengetal
Tidak terpenuhinya Bayi telihat kurus, sering Bentuk bibir, mulut
nutrisi bayi menangis, bayi terlihat dan palatum yang
Risiko aspirasi
lemah, lemas tidak sempurna
BB kurang dari
BB normal
Rasa malu orang Kesulitan
tua dan anak saat pengucapan kata-
berumur lebih kata secara jelas
dari 5 thn
Orang tua menyatakan tidak tahu Ketidak efektifan Ketidak
perawatan bayi, prognosis, orang pola makan bayi seimbangan :
tua terlihat cemas, gelisah, orang Nutrisi kurang Harga diri
Gannguan
tua mengajukan pertanyaan dari kebutuhan rendah
komunikasi
tubuh
verbal
Kurang pengetahuan orang tua

7
2.6. Manifestasi klinis
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing / labioschisis yaitu :
 Terjadi pemisahan langit-langit.
 Terjadi pemisahan bibir.
 Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit.
 Berat badan tidak bertambah.
 Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu
dari hidung.

2.7. Komplikasi
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi
karenannya, yaitu :
 Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita
labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk
melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi
dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral.
Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada
bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap
lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak
lurus mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk
punggung bayi secara berkala juga dapat membantu. Bayi yang hanya
menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat
menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan
penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan
tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi
dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.

 Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah
tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari
gigi geligi pada arean dari celah bibir yang terbentuk.

8
 Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki
abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat
palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka
didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of
6 speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot
tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin
tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki
kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang
dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak
mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k,
g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.

2.8. Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan prabedah rutin (misalnya hitung darah lengkap)
 Pemeriksaan Diagnosis
1) Foto Rontgen
2) Pemeriksaan fisik
3) MRI untuk evaluasi abnormal

2.9. Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan
setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi
oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk
melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten) yaitu, Berat
badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar
leukosit minimal 10.000/ui.

 Perawatan
a. Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir
sumbing tidak menghambat penghisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan
payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga menggunakan pompa payudara untuk

9
mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol
setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 mgg.

b. Menggunakan alat khusus :


1) Dot domba
Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi
tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi
sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau
hanya dot biasa dengan lubang besar.

2) Botol peras
Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut
hingga dapat dihisap bayi.

3) Ortodonsi
Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar
memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum
sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive.

 Prinsip perawatan secara umum :


a. Lahir : bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk
membantu masuknya makanan kedalam lambung.
b. Umur 1 minggu : pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan
mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.
c. Umur 3 bulan : labioplasty; tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan
evaluasi telingga.
d. Umur 18 bulan - 2 tahun : palathoplasty atau tindakan operasi langit-langit bila terdapat
sumbing pada langit-langit.
e. Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.
f. Umur 6 tahun : evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
g. Umur 11 tahun : alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir
alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus), perawatan otthodontis.
h. Umur 12-13 tahun : final touch; perbaikan-perbaikan bila diperlukan.

10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian

 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


 Sistem pernafasan :

- RR neonatus normal : 30 – 50 x/menit

- RR bayi normal : 26 – 40 x/menit

- Pernafasan abdominal dan diafragma

- Pernafasan dangkal dan irregular

- Pada pasien dengan labio schizis system pernafasannya terganggu, karena bayi
tidak dapat bernafas melalui mulut apabila hidungnya tersumbat.

 Persyarafan

Reflek pada bayi :

A. Babinski

Jari – jari kaki ekstensi ketika telapak kaki diusap. Pada penderita
labioschizis reflek babinski positif

B. Galant

Melengkungkan badan ke arah sisi yang di stimulasi ketika dilakukan


pengusapan di sepanjang tulang belakang. Pada penderita labiochizis
reflek gallant positif

C. Moro

Ekstensi tiba –tiba kea rah luar dan kembali kea rah garis tengah ketika bayi
terkejut akibat suara keras / perubahan posisi yang cepat. Pada penderita
labioschizis reflek moro positif.

11
D. Palmar

Menggenggam objek dengan jari ketika telapak tangan disentuh. Pada penderia
labioschizis reflek palmar positif

E. Placing

Usaha untuk mengangkat dan meletakkan kaki di tepi permukaan kaki ketika
kaki disentuh di bagian atasnya. Pada penderita labioschizis reflek placing
positf.

F. Plantar

Fleksi jari – jari kaki ke arah dalam, ketika tumit telapak kaki diusap. Pada
penderita labioschizis reflek plantar positif

G. Righting

Berusaha untuk mempertahankan kepala pada posisi tegak. Pada penderita


labioschizis reflek ini positif

H. Rooting

Memiringkan kepala ke arah pipi yang diberi stimulus sentuhan. Pada


penderita labiochisis reflek ini positif

I. Sucking
Menghisap objek yang diletakkan dalam mulut.Pada penderita labioschizis
reflek ini negative karena muara tubaeustachiinya terganggu

J. Stepping

Membuat gerakan melangkah ketika digendong pada posisi tegak dengan kaki
menyentuh permukaan. Pada penderita labioschizis reflek ini positif.

 Muskuloskeletal
 Jumlah kartilago > osifikasi tulang
 Pertumbuhan ukuran otot karena hipertropi dibanding hyperplasia

12
 Gastro Intestinal

Pada penderita labio palatoschizis, system ini mengalami gangguan dikarenakan


benuk bibir. Labioschizis pada bayi normal.

3.2. Diagnosa Keperawatan


1) Risiko Aspirasi
2) Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh
3) Resiko infeksi

3.3. Rencana Keperawatan

Diagnosa Intervensi
No. Tujuan / Kriteria hasil
Keperawatan
1. Risiko Aspirasi Setelah mendapatkan Manajemen jalan nafas :
tindakan keperawatan 1. Lakukan penghisapan
selama …x 24 jam lendir pada jalan nafas.
diharapkan tidak terjadi
Pencegahan Aspirasi :
aspirasi dengan
Kriteria Hasil: 1. Lakukan pengaturan

- Kepatenan jalan posisi

nafas (5) 2. Monitor status


oksigenasi pasien

Intervensi tambahan :
1. Lakukan intubasi
gastrointestinal.

2. Ketidakseimbangan Setelah mendapatkan Manajemen gangguan makan


nutrisi kurang dari tindakan keperawatan :
kebutuhan tubuh …x 24 jam diharapkan
1. Berikan konseling
perubahan nutrisi dapat
laktasi pada ibu
teratasi dengan
Kriteria hasil: Manajemen nutrisi :

- Status nutrisi bayi 1. Monitor nutrisi bayi.


adekuat (5)

13
Bantuan untuk peningkatan
berat badan :
1. Lakukan manajemen
berat badan
3. Resiko infeksi Setelah melakukan Kontrol infeksi :
tindakan keperawatan 1. Kontrol terjadinya
…x 24 jam diharapkan infeksi
tidak terjadi infeksi Perlindungan infeksi :
dengan 2. Monitor tanda-tanda
Kriteria hasil: vital

- Kontrol risiko : 3. Lakukan perawatan

prilaku infeksi (5) luka

- Pemulihan
pembedahan :
segera setelah
operasi (5)

14
BAB IV

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Bibir sumbing merupakan penyakit cacat bawaan. Penyebabnya terjadinya bibir


sumbing ialah multifaktorial, seperti genetik, nutrisi, lingkungan, bahkan sosial ekonomi.
Jumlah penderita bibir sumbing di Indonesia bertambah 3.000-6.000 setiap tahun atau 1
bayi setiap 1.000 kelahiran. Namun, jumlah total penderita bibir sumbing di Indonesia
belum diketahui secara pasti. Penderita bibir sumbing dapat diperbaiki dengan jalan
operasi, namun memerlukan biaya yang besar, sedangkan kesempatan penderita yang
menjalani operasi setiap tahunnya hanya sekitar 1.500 orang, angka ini masih jauh dari
idealnya sehingga tindakan-tindakan pencegahan sebaiknya lebih diutamakan.

15
Daftar Pustaka

Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta : EGC

Bulechek, G. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC).6 th. Edition. CV Mocomedia


: Indonesia

Moorhead Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). 5 th edition. CV


Mocomedia : Indonesia

Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan : definisi &
klasifikasi 2015-2017. Ed 10. Jakarta : EGC

16

You might also like