Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The purpose of this research is to know the influence of Teams Games Tournaments (TGT),
Numbered Head Together (NHT) model to the students 'mathematical learning achievement
that reviewed students' mathematical reasoning ability. This research is a quasi experimental
research with 3 × 3 factorial design. The researcher uses 2 indicators of learning achievement
that is (1) Mathematics achievement test and (2) Test of mathematical communication ability.
Analysis of the data used is the analysis of two-way variants with different cells. The results of
this research can be summarized as follows. (1) Learning using TGT learning model make
better student's mathematical learning achievement compared to student's mathematical
learning achievement with NHT learning model and conventional learning, while NHT model
gives better result of student's mathematical learning achievement from student's learning
achievement with conventional learning. (2) Learners with high mathematical reasoning
ability have better learning achievement compared with learners with medium ability as well
as medium ability better than low ability. (3) Students have high and moderate reasoning
abilities with the three learning models giving the same mathematical achievement, whereas
students with low mathematical reasoning ability using TGT and NHT models provide the same
mathematical achievement, but better than conventional learning models, and conventional
learning models and NHT produces the same mathematical achievement. (4) The learning
model of TGT and NHT in students with high, medium and low mathematical reasoning ability
produce the same mathematical achievement, whereas conventional learning model on
students with high and medium mathematical reasoning has the same mathematical
achievement but better than students with reasoning low math.
Keywords: Mathematics Reasoning; Mathematics Achievement; NHT; TGT.
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Teams Games
Tournaments (TGT), Numbered Head Together (NHT) terhadap prestasi belajar matematis
siswa yang meninjau kemampuan penalaran matematis siswa. Penelitian ini merupakan
penelitian quasi eksperimental dengan desain faktorial 3 × 3. Peneliti menggunakan 2
indikator prestasi belajar yaitu (1) Tes prestasi matematika dan (2) Tes kemampuan
komunikasi matematis. Analisis data yang digunakan yaitu analisis varian dua jalan dengan sel
tak sama. Hasil peneilitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran TGT membuat prestasi belajar matematis siswa yang
lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematis siswa dengan model pembelajaran NHT
dan pembelajaran konvensional, sedangkan model NHT memberikan hasil prestasi belajar
121
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
matematis siswa yang lebih baik dari prestasi belajar siswa dengan pembelajaran
konvensional. (2) Peserta didik dengan kemampuan penalaran matematika yang tinggi
memiliki prestasi belajar lebih baik dibanding dengan peserta didik dengan kemampuan
sedang begitupun kemampuan sedang lebih baik dari kemampuan rendah. (3) Siswa memiliki
kemampuan penalaran tinggi dan sedang dengan ketiga model pembelajaran memberikan
prestasi matematika yang sama, sedangkan siswa dengan kemampuan penalaran matematika
rendah menggunakan model TGT dan NHT memberikan prestasi matematika sama, namun
lebih baik daripada model pembelajaran konvensional, dan model pembelajaran
konvensional dan NHT menghasilkan prestasi matematika sama. (4) Model pembelajaran TGT
dan NHT pada siswa dengan kemampuan penalaran matematika tinggi, sedang dan rendah
menghasilkan prestasi matematika yang sama, sedangkan model pembelajaran konvensional
pada siswa berkemampuan penalaran matematika tinggi dan sedang memiliki prestasi
matematika yang sama akan tetapi lebih baik dari siswa berkemampuan penalaran
matematika rendah.
Kata Kunci: Kemampuan penalaran matematika; NHT; Prestasi Matematika; TGT
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan banyak variabel
yang mempengaruhinya sehingga Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan
setiap orang (Syazali, 2015; Sari, Farida, & Syazali, 2016). Pembelajaran matematika adalah
pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah matematika Namun menurut
susandi & widyawati Matematika salah satu pelajaran yang mampu mengembangkan
kemampuan kreativitas peserta didik (Susandi & Widyawati, 2017; Yanti & Syazali, 2016).
Kebermaknaan mempelajari matematika ditandai dengan kesadaran apa yang dilakukan, apa
yang dipahami dan apa yang tidak dipahami oleh peserta didik tentang fakta, konsep, relasi,
dan prosedur matematis berpikir seseorang (Putra, 2017). Matematika memiliki peranan yang
penting karena sebagai dasar logika atau penalaran dan penyelesaian kuantitatif yang
digunakan dalam pelajaran lainnya. Akan tetapi, masyarakat masih memandang tentang
pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan (Putra, 2016).
Melihat prestasi belajar matematika siswa di Kabupaten Magelang masih tergolong
rendah, pada beberapa mata pelajaran siswa masih merasa kesulitan untuk menguasai materi
yang diajarkan oleh para guru mereka, dari beberapa materi kita bisa membandingkan
ternyata materi Barisan dan Deret masih menjadi materi yang cukup sulit untuk dipahami
oleh bebarapa siswa, dari tingkat penguasaan materi siswa ternyata pada materi barisan dan
deret tingkat penguasaannya yang paling rendah dibanding mata pelajaran yang lain yaitu
44 %. Kemampuan penalaran matematis siswa mungkin mempengaruhi pemahaman siswa
dalam proses belajar materi Barisan dan Deret. Materi Barisan dan Deret merupakan salah
satu materi yang banyak melibatkan proses berpikir analisis, sehingga dibutuhkan
kemampuan penalaran matematis yang baik dalam mengetahui materi ini. Hal ini dapat
dijadikan pertimbangan bagi guru dalam memperbaiki proses pembelajaran pada materi
Barisan dan Deret sehingga hasilnya benar-benar dapat mengoptimalkan prestasi belajar.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya nilai matematika pada siswa yaitu
faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal dapat mempengaruhi prestasi belajar
122
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
siswa salah satu contohnya adalah kemampuan penalaran matematis siswa dalam
mempelajari materi pelajaran yang diberikan, sedangkan faktor eksternal salah satu
contohnya adalah cara guru mengajar, atau model pembelajaran yang digunakan oleh guru
dalam pembelajaran di kelas, hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian yang relevan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara penalaran matematis dengan prestasi belajar siswa
(Permana & Sumarmo, 2007). Dalam membangun penalaran dan berpikir strategis, beberapa
hal yang harus diperhatikan guru dalam pembelajaran matematika, yaitu: jenis berpikir
matematik harus sesuai dengan siswa, jenis bahan ajar, manajemen kelas, reran guru, serta
otonomi siswa dalam berpikir dan beraktivitas (Herman, 2007). Perbaikan dalam proses
pembelajaran perlu dilakukan agar dapat mengoptimalkan kualitas prestasi belajar siswa
pada materi Barisan dan Deret. Materi Barisan dan Deret merupakan salah satu materi dalam
matematika yang memerlukan logika dan mengutamakan ketercapaian keterampilan proses
sehingga dalam mengajarkan materi ini memerlukan suatu model pembelajaran yang tepat
dan media pembelajaran yang mendukung. Media pembelajaran dan juga penerapan model
pembelajaran yang tepat sangat mungkin dapat memperbaiki kualitas pembelajaran pada
materi ini. Berkaitan dengan hal ini, penerapan model pembelajaran kooperatif dapat
dijadikan guru sebagai pertimbangan dalam memperbaiki kualitas pembelajaran.
Di sekolah-sekolah masih banyak guru yang menggunakan model konvensional dalam
kegiatan belajar mengajar dan pembelajarannya masih berpusat pada guru. Akinsola dan
Olowojaiye dalam (Akinsola & Olowojaiye, 2008) yang menyatakan bahwa mengubah sikap
dan kebiasaan siswa dalam belajar matematika dapat dipengaruhi oleh cara guru dalam
penyampaian dan pengajaran terhadap siswa. Model pembelajaran yang diharapkan
sekarang ini adalah model pembelajaran yang dapat mengajak siswa untuk ikut aktif dalam
pembelajaran, melibatkan dan menyenangkan siswa dalam proses mengajar, sehingga
pengetahuan yang sudah didapatnya tidak mudah hilang dan bermakna bagi siswa. Zakaria et
al. (2010) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan yang efektif,
yang guru matematika perlu memasukkan dalam pengajaran mereka. Pembelajaran
kooperatif adalah sebuah proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pembelajaran,
dimana siswa dilatih untuk bisa dan mau bekerja sama dalam berkelompok untuk memenuhi
tujuan dari pembelajaran. Zakaria dan Iksan (2007) berpendapat bahwa seorang guru harus
memiliki pengetahuan tentang bagaimana siswa belajar ilmu pengetahuan dan matematika
dengan cara terbaik untuk mengajar.
Salah satu alternatif model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan yakni adalah
tipe TGT. Slavin (2005: 163) mengatakan bahwa TGT merupakan salah satu model atau cara
pembelajaran yang kooperatif dengan menggunakan turnamen atau perlombaan akademik
dan menggunakan pertanyaan dan sistem nilai kemajuan setiap siswa, di mana siswa
berlomba-lomba sebagai wakil dari tim mereka dengan wakil dari anggota tim lain. Lebih
lanjut penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan
kemampuan belajar individual peserta didik (siswa) serta meningkatkan prestasi belajarnya
(Wilujeng, 2013). Juga pembelajaran dengan sistem permainan dengan melibatkan setiap
peserta didik juga terbukti berdampak baik terhadap proses maupun prestasi belajar peserta
didik (Putra, 2015). Dalam kondisi bermain, kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik
menjadi sangat optimal, sebagaimana hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa “The
123
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
results indicated that each student improved their performance on reading when educational
games were in effect” (Charlton, Williams, & McLaughlin, 2005).
Terdapat model pembelajaran lain yang dapat digunakan oleh pendidik (guru) dalam
pembelajaran seperti NHT (Number Head Together) yang juga telah terbukti sebagai
meningkatkan prestasi belajar peserta didik (Margono, Budiyono, & Sujadi, 2014). Miftahul
Huda (2011: 138) menyatakan bahwa NHT adalah model pembelajaran yang memberikan
kesempatan atau peluang pada siswa untuk saling mengekspresikan atau berbagi ide yang
didapat kemudian menyimpulkan hasil yang telah didapat. Lebih lanjut NHT dapat
meningkatkan minat baca, kemampuan metakognitif, keterampilan berpikir kritis, dan
prestasi belajar kognitif peserta didik (siswa) (Dinnurriya, 2015)
Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi
belajar lebih baik antara model pembelajarankooperatif tipe TGT, NHT atau pembelajaran
konvensonal, (2) untuk mengetahui manakah siswa yang mempunyai prestasi belajar lebih
baik antara siswa dengan kemampuan penalaran matematis yang rendah, sedang ataupun
tinggi, (3) untuk mengetahui kategori kemampuan penalaran matematis pada siswa,
manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik antara model pembelajaran kooperatif
tipe TGT, NHT atau pembelajaran secara konvensonal, dan (4) untuk mengetahui
padamasing-masing model pembelajaran, manakah siswa yang mempunyai prestasi belajar
lebih baik antara siswa dengan kemampuan pemahaman matematis yang tinggi, sedang
ataupun rendah.
Hipotesis penelitiannya adalah yang pertama menggunaan model pembelajaran TGT
memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari NHT dan pembelajarannya konvensonal,dan
menggunaan model pembelajaran NHT memberikan hasil pembelajaran yang lebih baik
secara langsung, kedua siswa dengan kemampuan penalaran matematis yang tinggi lebih
memiliki prestasi belajar yang lebih baik dari siswa yang memiliki kemampuan penalaran yang
sedang ataupun rendah, dan siswa dengan kemampuan penalaran matematis yang sedang
mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki penalaran dengan
matematis rendah.Ketiga, contoh pertama yaitu pada siswa dengan kemampuan penalaran
matematis tinggi, model pembelajaran TGT, NHT dan konvensional memberikan prestasi
belajar yang baik, kemudian contoh kedua yaitu pada siswa yang memiliki kemampuan
penalaran matematis yang sedang ataupun rendah, model pembelajaran TGT dan NHT
memberikan prestasi belajar yang sama baik, dan memberikan prestasi belajar yang lebih baik
dari model pembelajaran secara konvensonal. Keempat a. pada model pembelajaran TGT dan
NHT, +siswa dengan kemampuan penalaran matematis tinggi, sedang dan rendah mempunyai
prestasi belajar yang sama baik. Dan b. pada model pembelajaran pembelajaran konvensonal,
siswa dengan kemampuan penalaran matematis tinggi dan sedang mempunyai prestasi
belajar yang sama baik, dan mempunyai hasil pembelajarann lebih baik dari yang kemampuan
penalaran matematis rendah.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu model pembelajaran dan
kemampuan penalaran matematis siswa, dan satu variabel terikat yaituprestasi
belajarmatematika siswa.Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu atau quasi
124
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri se-Kabupaten
Magelang Tahun Pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari 59 sekolah. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Dengan satu kelas sebagai kelas
eksperimen I, satu kelas sabagai kelas eksperimen II, dan satu kelas lainya sebagai kelas
kontrol.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu
dokumentasi dan tes. Dalam penelitian ini metode dokumentasi yang digunakan berupa nilai
ujian semester kelas XI SMA Negeri di Kabupaten Magelang tahun pelajaran 2016/2017 pada
pelajaran matematika. Nilai hasil UAS semester I digunakan untuk melihat apakah kelompok
eksperimen I, kelompok eksperimen II dan kelompok kontrol tersebut berasal dari populasi
yang memiliki kemampuan awal sama atau seimbang.
Tes yang dibuat pada penelitian ini ada dua yaitu tes yang dilakukan dengan tujuan
untuk mengukur tingkat kemampuan penalaran matematis siswa dan tes yang dilakukan
dengan tujuan untuk mengukur prestasi belajar siswa. Tes penalaran matematisnya berupa
soal tes yang berbentuk pilihan ganda sebanyak 30 soal, yang telah diujicobakan terlebih
dahulu sebanyak 35 soal dan telah sesuai dengan indikator yang diukur. Sedangkan tes
prestasi belajar yang dilakukan dalam penelitian ini berbentuk soal tes objektif yang berisi
materi Barisan dan Deret yang berjumlah 30 butir dan diujicobakan sebanyak 35 soal yang
telah mencakup indikator-indikator yang akan diukur.
Pada data kemampuan awal siswa dilakukan uji normalitas populasi dengan
menggunakan metode Lilliefors, uji homogenitas variansi populasi dengan menggunakan uji
Bartlett, dan uji keseimbangan siswa dengan menggunakan analisis variansi satu jalan sel tak
sama taraf signifikan 0.05 (Budiyono, 2013: 170-198). Uji keseimbangan yang telah dilakukan
ini bertujuan untuk menguji kesamaan rerata kemampuan awal matematika siswa di kelas
eksperimen I, kelas eksperimen II, dan kelas kontrol.
Data hasil penelitian tersebut berupa nilai tes prestasi belajar matematika siswa.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
pengaruh antara masing-masing model pembelajaran dan kemampuan penalaran matematis
serta interaksinya terhadap prestasi belajar matematika siswa. Uji prasyarat yaitu uji hipotesis
yang terdiri dari uji normalitas populasi dengan menggunakan metode Lilliefors dan uji
homogenitas variansi populasi dengan menggunakan uji Bartlett. Uji hipotesis dilakukan
125
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
dengan menggunakan analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan taraf signifikasi 0.05
(Budiyono, 2013: 228-231)
126
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat uji hipotesis
berupa uji normalitas populasi dan uji homogenitas variansi populasi terhadap nilai tes
prestasi belajar matematika. Hasil uji normalitas populasi yang dilakukan sebanyak 6 kali
terhadap masing-masing model pembelajaran dan kemampuan penalaran matematis
menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal dengan datanya
ditunjukkan pada Tabel 4.
Hasil uji homogenitas variansi populasi yang dilakukan sebanyak 2 kali terhadap model
pembelajaran dan kemampuan penalaran matematis menunjukkan bahwa populasi-populasi
yang dibandingkan memiliki variansi yang sama atau homogen dengan datanya ditunjukkan
pada Tabel 5.
Oleh karena hasil uji prasyarat untuk pengujian hipotesis dipenuhi, maka pengujian
hipotesis dapat dilakukan menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama.
Dengan taraf siginfikansi 0.05, diperoleh hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan
sel tak sama yang dapat dilihat pada Tabel 6.
127
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
Tabel 6. Hasil Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
Sumber JK dk RK 𝐹𝑜𝑏𝑠 𝐹𝛼
Model Pembelajaran(A) 5618.15 2 2809.07 12.98 3.00
Kemampuan Penalaran (B) 7856.33 2 3928.16 18.15 3.00
Interaksi (AB) 2606.30 4 651.57 3.01 2.37
Galat (G) 62541.37 289 216.41
Total 78622.14 297
Dari hasil perhitungan 𝐹𝑜𝑏𝑠 untuk 𝐻0𝐴 ,𝐻0𝐵 dan 𝐻0𝐴𝐵 yang hasilnya tampak pada Tabel
3 diperoleh keputusan uji bahwa 𝐻0𝐴 , 𝐻0𝐵 dan 𝐻0𝐴𝐵 ditolak. Berdasarkan keputusan uji
tersebut dapat disimpulkan bahwa: (1) model pembelajaran berpengaruh terhadap prestasi
belajar, (2) kemampuan penalaran matematis berpengaruh terhadap prestasi belajar, (3) ada
interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan penalaran matematis terhadap
prestasi belajar matematika.Karena 𝐻0𝐴 , 𝐻0𝐵 dan 𝐻0𝐴𝐵 ditolak maka perlu dilakukan uji lanjut
pasca anava dengan metode Scheffe’ yaitu uji komparasi rataan antar baris, uji komparasi
rataan antar kolom dan uji komparasi rataan antar sel.
Pada uji komparasi ganda antar barisdiperoleh hasil seperti disajikan dalam Tabel 7.
128
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
Dengan membandingkan Fobs dengan daerah kritis, tampak bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara µ.1 dengan µ.2, µ.2dengan µ.3, serta µ.1 dengan µ.3. Dengan
memperhatikan rerata marginal masing-masing kolom, dapat disimpulkan bahwa:(1) siswa
dengan kemampuan penalaran matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik
dari pada siswa dengan kemampuan penalaran matematis sedang, karena rerata siswa
dengan kemampuan penalaran matematis tinggi yaitu nilainya sebesar 69.17 sedangkan
untuk siswa dengan kemampuan penalaran matematis sedang yaitu dengan nilai sebesar
61.12, yang artinya setelah dianalisis rerata siswa dengan kemampuan penalaran matematis
tinggi lebih besar daripada penalaran matematik rerata siswa dengan kemampuan sedang,
(2) siswa yang mempunyai penalaran matematis dengan kemampuan tinggi, prestasi
belajarnya lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran matematis rendah, hal
ini karena nilai rerata siswa dengan kemampuan penalaran matematis tinggi sebesar 69.17.
nilai siswa dengan kemampuan penalaran matematis rendah sebesar 55.71. dengan
demikian, rerata siswa dengan kemampuan penalaran matematis tinggi lebih besar dari
rerata siswa dengan kemampuan penalaran matematis rendah. dan (3) kemudian siswa yang
memiliki penalaran matematis sedang prestasi belajarnya lebih baik dari pada siswa dengan
penalaran matematis rendah, dikarenakan nilai rerata siswa dengan kemampuan penalaran
matematis sedang sebesar 61.12 sedangkan nilai siswa dengan kemampuan penalaran
matematis rendah sebesar 55.71. untuk itu, saya menganilisis bahwa hasil rerata siswa yang
memiliki kemampuan penalaran matematis sedang lebih baik dibandingkan dengan rerata
siswa yang memiliki kamampuan matematis rendah. Pada uji komparasi ganda antar sel
diperoleh hasil seperti disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Komparasi Rataan Antar Sel
𝐻0 𝐹𝑜𝑏𝑠 8𝐹𝛼;𝑣 Keputusan
𝜇11 = 𝜇21 14.08 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇11 = 𝜇31 4.08 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇21 = 𝜇31 1.26 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇12 = 𝜇22 0.99 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇12 = 𝜇32 3.73 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇22 = 𝜇32 0.79 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇13 = 𝜇23 2.04 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇13 = 𝜇33 22.43 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 ditolak
𝜇23 = 𝜇33 9.83 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇11 = 𝜇12 11.12 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇11 = 𝜇13 12.26 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇12 = 𝜇13 0.07 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇21 = 𝜇22 0.26 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇21 = 𝜇23 1.59 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇22 = 𝜇23 0.62 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇31 = 𝜇32 5.38 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
𝜇31 = 𝜇33 24.54 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 ditolak
𝜇32 = 𝜇33 12.05 (8) (1.94) = 15.52 𝐻0 diterima
129
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
Berdasarkan hasil uji komparasi rerata antar sel pada Tabel 9 tersebut, dapat
disimpulkan bahwa hasil uji komparasi ganda antar sel pada baris dan kolom yang sama,
diperoleh hasil bahwa: (1) pada 𝐻0 : 𝜇11 = 𝜇21, 𝐻0 : 𝜇11 = 𝜇31,dan 𝐻0 : 𝜇21 = 𝜇31 , keputusan
ujinya 𝐻0 diterima. Ini berarti pada kemampuan penalaran matematis tinggi, model
pembelajaran TGT, NHT dan konvensional memberikan prestasi belajar yang sama baik, (2)
pada 𝐻0 : 𝜇12 = 𝜇22, 𝐻0 : 𝜇12 = 𝜇32, dan 𝐻0 : 𝜇22 = 𝜇32 , keputusan ujinya 𝐻0 diterima. Ini
berarti pada kemampuan penalaran matematis sedang, model pembelajaran TGT, NHT dan
konvensional memberikan prestasi belajar yang sama baik, (3) pada 𝐻0 : 𝜇13 = 𝜇23
dan𝐻0 : 𝜇23 = 𝜇33 , keputusan ujinya 𝐻0 diterima. Ini berarti pada kemampuan penalaran
matematis rendah, model pembelajaran TGT, NHT, dan konvensional memberikan prestasi
belajar yang sama baik, dan (4) pada 𝐻0 : 𝜇13 = 𝜇33 , keputusan ujinya 𝐻0 ditolak. Ini berarti
pada kemampuan penalaran matematis rendah, model pembelajaran TGT memberikan
prestasi belajar yang lebih baik dari model pembelajaran konvensonal, karena dengan melihat
rerata masing-masing sel pada model pembelajaran TGT sebesar 63.66, sedangkan pada
model pembelajaran konvensonal sebesar 46.84, yang artinya rerata model pembelajaran
TGT lebih besar dari rerata model pembelajaran konvensonal, (5) pada H0: µ11 = µ12, H0: µ11 =
µ3, dan H0: µ12 = µ13, menghasilakan keputusan ujinya H0 diterima. Ini berarti pada model
pembelajaran TGT, siswa dengan kemampuan penalaran matematis tinggi, sedang dan
rendah mempunyai prestasi belajar yang sama baik, (6) pada H0: µ21 = µ22, H0: µ21 = µ23, dan
H0: µ22 = µ23, dengan demikian, maka hasilnya dinyatakan bahwa keputusan ujinya H0
diterima. Ini berarti pada model pembelajaran NHT, siswa dengan kemampuan penalaran
matematis tinggi, sedang, dan rendah mempunyai prestasi belajar sama baik, (7) pada H0: µ31
= µ32 dan H0: µ32 = µ33, keputusan ujinya H0 diterima. Ini berarti pada model pembelajaran
konvensonal, siswa dengan kemampuan penalaran matematis tinggi mempunyai prestasi
belajar sama dengan siswa yang berkemampuan penalaran matematis sedang, dan siswa
dengan kemampuan penalaran matematis sedang mempunyai prestasi belajar sama dengan
siswa yang berkemampuan penalaran matematis rendah,(8)pada H0: µ31 = µ33, keputusan
ujinya H0 ditolak. Ini berarti pada model pembelajaran langsung, siswa dengan kemampuan
penalaran matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari siswa dengan
kemampuan penalaran matematis rendah, karena dengan melihat rerata masing-masing sel
pada siswa dengan kemampuan penalaran matematis tinggi sebesar 67.78, Kemudian siswa
yang berkemampuan penalaran matematis rendah atau kecil yaitu sebesar 46.84, ini berarti
rerata siswa yang memiliki kemampuan penalaran matematis tinggi lebih besar daripada hasil
rerata siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
Hasil dari penelitian ini telah sesuai dengan hipotesis pertama bahwa dibandingkan
model pembelajaran TGT dan NHT, yang lbih baik adalah model pembelajaran TGT. kemudian
untuk Model pembelajaran NHT prestasi belajarnya lebih baik daripada model pembelajaran
langsung. Kemudian hasil penelitian ini juga sesuai dengan hipotesis kedua yaitu
dibandingkan siswa dengan kemampuan penalaran matematis sedang dan rendah, prestasi
belajar yang lebih baik yaitu yang berkemampuan penalaran matematis rendah. Sedangkan
hasil penelitian lain sesuai dengan hipotesis ketiga yaitu terdapat interaksi antara model
pembelajaran dan kemampuan penalaran matematis siswa terhadap prestasi belajar siswa,
namun tidak semuanya sesuai dengan hipotesis ketiga.
130
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
131
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
penelitian yang lebih lanjut terkait dengan metode/model pembelajaran dan kemampuan
untuk penalaran matematika sehingga diperoleh model pembelajaran secara efektif dan
dapat diterapkan kepada peserta didik/siswa yang memiliki kemampuan untuk penalaran
matematika dengan tingkat rendah. Selain itu, peneliti lain juga diharapkan dapat
mengembangkan penelitian ini dengan memperhatikan variabel bebas yang lain pada materi
Barisan dan Deret.
DAFTAR PUSTAKA
Akinsola, M. K., & Olowojaiye, F. B. (2008). Teacher Instructional Methods And Student
Attitudes Towards Mathematics. International Electronic Journal of Mathematics
education, 60-73.
Awofala, A. O., Fatade, A. O., & Ola-Oluwa, S. A. (2012). Achievement in Cooperative versus
Individualistic Goal-Structured Junior Secondary School Mathematics Classrooms in
Nigeria . International Journal of Mathematics Trends and Technology, 7-12.
Budiyono. (2013). Statistik Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Charlton, B., Williams, R. L., & McLaughlin, T. F. (2005). Educational Games: A Technique To
Accelerate The Acquisition Of Reading Skills Of Children With Learning Disabilities .
International Journal Of Special Education , 66-72.
Dinnurriya, M. S. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Biologi Berbasis Reading-Concept
Map-Numbered Heads Together (Remap NHT) Terhadap Minat Baca, Kemampuan
Metakognitif, Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas X SMA
Malang. DISERTASI dan TESIS Program Pascasarjana UM.
Herman, T. (2007). Pembelajaranberbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa Smp. Cakrawala Pendidikan, 41-61.
Huda, M. (2011). Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur Dan Model Penerapan.
Yogyakarta: Pustaka belajar.
Maheady, L., Michielli-Pendl, J., Harper, G. F., & Mallette, B. (2006). The Effects of Numbered
Heads Together with and Without an Incentive Package on the Science Test
Performance of a Diverse Group of Sixth Graders. Journal of Behavioral Education, 25-
39.
Margono, A., Budiyono, & Sujadi, I. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Teams Games Tournament Dan Numbered Heads Together . Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika , 184-192.
NCTM. (2000). Principles And Standards For School Mathematics. USA: Key CuriculumPess.
Ojose, B. (2011). Mathematics Literacy: Are We Able To Put The Mathematics We Learn Into
Everyday Use? . Journal of Mathematics Education, 89-100.
Permana, Y., & Sumarmo, U. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi
Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. EDUCATIONIST, 116-
123.
Putra, F. G. (2015). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament (TGT) Berbantuan Software Cabri 3d di Tinjau dari Kemampuan Koneksi
Matematis Siswa. Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika, 143-153.
132
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika
Vol. 8, No. 2, 2017, Hal 121 - 134
133