You are on page 1of 7

1.

Patogenesis PPOK1,2

PPOK merupakan penyakit inflamasi kronik yang bersifat progresif dan berhubungan dengan
adanya respon inflamasi kronik pada paru yang disebabkan oleh partikel dan gas berbahaya. Rokok
merupakan faktor risiko utama, dapat menimbulkan respon inflamasi di paru, inflamasi sistemik
selular dan humoral, stress oksidatif, perubahan vasomotor dan disfungsi endotel. Sel-sel yang
terlibat dalam respon inflamasi pada PPOK terutama neutrophil, makrofag dan limfosit. Sel-sel
inflamasi tersebut selanjutnya melepaskan sejumlah mediator inflamasi seperti sitokin, kemokin,
dan kemoatraktan yang memperpanjang reaksi inflamasi paru menjadi kaskade inflamasi kronik
dan progresif.

Paparan gas beracun kontak denngan sel epitel paru dan mengakitfkan makrofag alveolar.
Makrofag alveolar meningkatkan pelepasan IL-8 dan TNF-α. Sedangkan epitel saluran pernafasan
melepaskan kemokin seperti IL-8, leukotriene B4 (LTB4), macrophage inflammatory protein- 1α
(MIP 1α) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Pada PPOK terjadi
ketidakseimbangan antara proteinase dan antiproteinase serta antara oksidan dan antioksidan.
Neutrophil melepaskan proteinase yang merupakan enzim proteolysis. Yang termasuk proteinase
adalah elastase, proteinase-3, cathepsin-G, cathepsin B, dan matrix metaloproteinases (MMP).
Proteinase menyebabkan destruksi parenkim dan perubahan struktur paru. Sedangkan oksidan yang
dihasilan oleh neutrophil dan makrofag menyebabkan destruksi jaringan paru. Pada saluran
pernafasan terdapat peningkatan jumlah neutrophil yang nekrosis sehingga dihasilkan elastase dan
reactive oxygen species (ROS). Sel sitotoksik CD8+ menyebabkan destruksi parenkim paru dengan
melepaskan perforin, granzyme dan TNF- α.. inflamasi yang terus menerus akan mengakibatkan
fibrosis jaringan paru dan kerusakan dinding alveolus paru sehingga terjadi obstruksi jalan nafas.
Obstruksi dapat menurunkan VEP1 dan rasio VEP1/KVP, hambatan aliran udara saat ekspirasi (air
trapping) dan pertukaran das terganggu serta semakin memberat yang mengakibatkan retensi dari
CO2 yang ditandai dengan hipoksemia dan hiperkapnia. Selanjutnya terjadi peningkatan PaCO2
yang mengakibatkan asidosis respitarorik.

Kerusakan epitel kolumner bersilia menyebabkan gangguan pergerakan silia, perubahan dan
peningkatkan jumlah sel sel goblet, serta kelenjar mukosa. Perubahan tersebut mengakibatkan
terjadinya hipersekresi mukus, memudahkan kolonisasi kuman, dan obstruksi saluran nafas.
Faktor risiko genetik yang paling dipercaya saat ini adalah defisiensi α1antiripsin yang
merupakan penghambat utama protease serin dalam sirkulasi.Defisiensi α1antitripsin terdapat pada
sebagian kecil populasi di seluruh dunia tetapi dapat menggambarkan interaksi antara faktor
pejamu dan pajanan lingkungan pada kejadian PPOK terutama pada emfisema. α1antitripsin adalah
protein serum yang diproduksi oleh hepar dan pada keadaan normal terdapat di paru untuk
menghambat kerja enzim elastase neutrofil yang destruktif terhadap jaringan paru. Di samping itu,
α1antitripsin menghambat sifat imunomodulator yang sangat penting dalam patofisiologi dan
penghentian respon inflamasi. Penurunan kadar α1- antitripsin sampai kurang dari 35% nilai
normal (150-350 mg/dL) menyebabkan proteksi terhadap jaringan parenkim paru berkurang,
terjadi penghancuran dinding alveoli yang bersebelahan, dan akhirnya menimbulkan emfisema
paru. Aktivasi neutrofil jalan napas menyebabkan pelepasan elastase neutrofil. Elastase akan
merangsang makrofag melepaskan chemoattractant leukotrien B4 (LTB4) yang menimbulkan
penarikan neutrofil plasma. Penarikan neutrofi l melewati jaringan interstisial menyebabkan
kerusakan jaringan ikat.
Defisiensi α 1
antitripsin

Destruktiv dinding Fibrosis dan Edema dan kontraksi


alveolar dan kapiler penyempitan dinding otot polos
bronkus

Memperbesar Gangguan Air trapping


ruang udara difusi gas expirasi

Penyempitan saluran
nafas kecil
Retensi CO2

Penurunan FEV1 dan


Peningkatan PaCO2 FEV1/FVC

Asidosis respiratorik
2. Klasifikasi PPOK3

Derajat Klinis FAAL paru


Derajat 1 : Batuk kronik dan terdapat FEV1 ≥ 80% prediksi
PPOK ringan produksi sputum, tetapi tidak
sering. Pasien sering tidak
menyadari bahwa faal paru
mulai menurun
Derajat 2 : Sesak mulai dirasakan saat 50% ≤ FEV1 < 80% prediksi
PPOK sedang aktivitas dan kadang
ditemukan gejala batuk dan
produksi sputum. Pasien
mulai memeriksakan
kesehatannya
Derajat 3 : Sesak lebih berat, penurunan 30% ≤ FEV1 < 50% prediksi
PPOK berat aktivitas, rasa lelah dan
serangan eksaserbasi semakin
sering dan berdampak pada
kualitas hidup pasien
Derajat 4 : Gejala diatas ditambah FEV1 < 30% prediksi
PPOK sangat berat dengan gagal nafas atau gagal
jantung kanan dan
ketergantungan oksigem.
Derajat ini kualitas hidup
pasien memburuk dan jika
eksaserbasi dapat
mengancam jiwa
3. Komplikasi 4
a. Gangguan kesimbangan asam basa
Pasien PPOK dapat mengalami asidosis respiratorik yang disebabkan karena keadaan
hipoventilasi dan peningkatan PaCO2. Hal ini berhubungan dengan kegagalan ventilasi
atau gangguan pada pengontrolan ventilasi. Tubuh dapat mengkompensasi keadaan
tersebut yaitu dengan meningkatkan konsentrasi bikarbonat dengan menurunkan
sekresinya oleh ginjal. Asidosis respiratorik yang tidak ditangani dengan tepat dapat
mengakibatkan kondisi dyspnea, psikosis, halusinansi. Hiperkapnia yang berlangsung
lama atau kronik pada pasien PPOK akan menyebabkan gangguan tidur dan gangguan
koordinasi. Respon tubuh yang diberikan tubuh pada keadaan asidosis resporatorik yaitu
dengan meningkatkan ventilasi alveolar yang ditentukan oleh adanya perubahan
konsentrasi hydrogen didalam cairan serebrospinal yang kemudian akan mempengaruhi
kemoreseptor di medulla.
b. Cor pulmonale
Cor pulmonal merupakan keadaan yang diakibatkan oleh meningkatnya ketagangan dan
tekanan ventrikel bagian kanan (hipertrofi ventrikel kanan). Peningkatan resistensi
vascular paru dikarenakan hipoksia yang diinduksi oleh vasokonstriksi pada pembuluh
darah kapiler paru membuat tegangan yang lebih berat pada ventrikel kanan. Hal ini
menimbulkan keadaan edema peripheral yang berkembang menjadi gagal jantung kanan.
c. Pneumothorax
Pneumothorax dapat terjadi secara spontan pada pasien dengan emfisema. Pada kondisi
emfisema, kerusakan rongga udara pada alveoli disebut bullae. Bullae tersebut dapat
rupture dengan mudah yang menyebabkan udara didalam alveoli akan keluar menuju
rongga pleura dan menyebabkan syok paru-paru.

4. Prognosis 5
Indeks BODE merupakan predictor mortalitas pada penderita PPOK. Indeks BODE merupakan
kriteria yang bernilai 0 sampai 10. Variabel dalam indeks BODE didapatkan setelah
mengevaluasi 14 variabel yang dianggap berperan sebagai prediktor mortalitas PPOK, sampai
akhirnya didapatkan 4 komponen yang paling bermakna. Variable yang dinilai adalah
presentasi FEV1 prediksi, uji jalan 6 menit, derajat sesak nafas yang dinilai dengan skala sesak
nafas modified medical research council (mMRC), dan indeks massa tubuh (IMT).
Indeks BODE
Variable Nilai
0 1 2 3
FEV1 prediksi >65 50-64 36-49 ≤35
(%)
Uji jalan 6 menit ≥350 250-349 150-249 ≤149
(meter)
Skala mMRC 0-1 2 3 4
IMT >21 ≤21

Skor mMRC
Skor Keterangan
0 Sesak nafas timbul bila beraktivitas berat
1 Sesak nafas bila berjalan cepat atau jalan menanjak
2 Berjalan lebih lambat dari orang lain yang berumur sama akibat sesak nafas,
atau harus berhenti berjalan karena sesak nafas ketika berjlan biasa
3 Berhenti berjalan karena sesak nafas setelah berjalan 100 meter atau setelah
berjalan beberapa menit dengan kecepatan biasa
4 Terlalu sesak nafas untuk berjalan keluar rumah atau sesak nafas saat
berpakaian

Hubungan antara kuartil indeks BODE dengan mortalitas


kuartil Indeks Mortalitas 52 bulan Hospitalisasi
(1 tahun)
Kuartil 1 0-2 20% 1
Kuartil 2 3-4 60% 1.94
Kuartil 3 5-6 70% 0.3
Kuartil 4 7-10 80% 4.18
Daftar pustaka :
1. Brashier BB, Kodgule R. Risk Factors and Pathophysiology of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD). Supplement to JAPI, 2012. Association of Physicians India.
2. Fitriani F., Yunus F., Wiyono WH., Antaraiksa B. Penyakit Paru Obstruktif Kronis sebagai
Penyakit Sistemik. J Resp Indo 2008; 28(3):55-59
3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2018. Global Strategy for The
Diagnosis, Management, And Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
4. Barnett, Margeret, Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Chichester: John Wiley and Sons, Ltd
: 2006
5. Celli BR, Cote CG, Marin JM, Casanova C, Oca MM, Mendez RA et al. The Body mass index,
airflow obstruction, dyspnea and exercise capacity index in chronic obstructive pulmonary disease.
N Eng J Med. 2004;350:1005-12

You might also like