You are on page 1of 15

Perkembangan PAUD di Indonesia

BAB I
Pendahuluan

“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat,” demikian sabda Rasulullah.
Karena itu, tidak seharusnya ada waktu yang kosong dari sentuhan pendidikan dan untuk
berkembang. Napas pendidikan harus senantiasa mengiringi perjalanan hidup manusia.

Pada usia dini, pendidikan sangat berpengaruh terhadap karakter, kapabilitas, dan
akuntabilitas anak. Sebab anak usia dini memiliki spesifikasi unik yang tidak ada pada
usia sesudahnya. Pada usia dini, anak mengalami fase formasi, konstruksi nalar, serta
pembentukan psikologis dan sosial yang berpengaruh terhadap masa depannya.

Jika pada fase ini input yang diterima anak positif dan konstruktif, maka
pertumbuhannya ibarat pohon, yang akan terbangun akar yang kuat. Seberat dan setinggi
apa pun daun dan rantingnya, ia tetap kokoh, tak goyah oleh tiupan angin yang dahsyat
sekalipun. Karena itu pendidikan usia dini harus menjadi perhatian bersama. Pendidikan
usia dini akan membuat generasi bangsa mempunyai eksistensi, kepercayaan diri, dan
orientasi masa depan. Visi hidupnya akan terbangun dengan baik, kuat dan kokoh.

Dalam komteks ini, penyelenggaraan pendidikan untuk anak usia dini atau yang
sering disebut dengan PAUD bisa menjadi solusi tepat untuk membekali anak usia dini
dengan pendidikan yang terpadu dan efektif. Namun, walaupun program ini
disosialisasikan oleh pemerintah dan baru saja dirintis sekitar 2 tahun lalu, pembangunan
PAUD belum dapat optimal dan masih menemukan banyak kendala.

Page 1
BAB II
PAUD

2.1 Sejarah PAUD

Menurut Montessori, pendidikan sudah dimulai sejak bayi lahir. Karena itu, bayi pun
harus dikenalkan pada orang – orang sekitarnya, suara – suara, benda – benda, diajak
bercanda, dan bercakap – cakap agar mereka berkembang dan menjadi anak yang normal
dan sehat. Metode pembelajaran yang sesuai dengan tahun – tahun kelahiran sampai usia
enam tahun biasanya menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Hal ini tentu juga
dipengaruhi seberapa baik dan sehat orang tua berperilaku dan bersikap terhadap anak –
anak usia dini. Sebab, perkembangan mental usia – usia awal berlangsung cepat. Inilah
periode yang tidak boleh disepelekan. Pada tahun – tahun awal ini, anak memiliki
periode – periode sensitif atau kepekaan untuk mempelajari atau berlatih sesuatu.
Sebagian besar anak – anak berkembang pada masa yang berbeda, dan membutuhkan
lingkungan yang dapat membuka jalan pikiran mereka.

Menurut Montessori, paling tidak ada beberapa tahap perkembangan sebagai


berikut:

a. Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang
sudah mulai dapat menyerap pengalaman – pengalaman melalui sensorinya.
b. Usia setengah tahun sampai kira – kira tiga tahun, anak mulai memiliki kepekaan bahasa
dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap – cakap).
c. Masa usia 2 – 4 tahun, gerakan – gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik,
untuk berjalan maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat
pada benda – benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore,
dan malam).
d. Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadilan kepekaan untuk peneguhan sensoris,
semakin memiliki kepekaan indrawi. Khusus, pada usia sekitar 4 tahun, anak memiliki
kepekaan menulis. Selanjutnya pada usia 4 – 6 tahun, anak memiliki kepekaan yang
bagus untuk membaca.

Pendapat Montessori ini mendapat dukungan dari tokoh pendidikan Taman Siswa,
Ki Hadjar Dewantara. Beliau sangat meyakini bahwa suasana pendidikan yang baik dan

Page 2
tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih (mengasihi), asah
(memahirkan), dan asuh (membimbing). Ki Hadjar Dewantara juga menganjurkan bahwa
dalam pendidikan, anak memperoleh pendidikan untuk mencerdaskan (mengembangkan)
pikiran, pendidikan untuk mencerdaskan hati (kepekaan hati nurani), dan pendidikan
yang meningkatkan keterampilan.

Menurut Wiwik Sulistyaningsih MA., pendidikan prasekolah dapat membantu


perkembangan seorang anak. Secara terinci, Hurlock (1978) menyebutkan bahwa ada 10
aspek perkembangan yang dapat mendorong perkembangan anak melalui pendidikan di
taman kanak – kanak dan tempat penitipan anak, yaitu: pemeliharaan kesehatan, melatih
keterampilan, mengembangkan kemampuan berbicara, mengelola emosi, melatih
perilaku sosial, mengajarkan sikap sosial, mengembangkan kreativitas, melatih disiplin,
mengembangkan konsep diri, dan melatih anak menyesuaikan diri terhadap sekolah.

Hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian pendidikan sejak dini akan


mempengaruhi perkembangan otak anak, kesehatan anak, kesiapan anak bersekolah,
kehidupan sosial dan ekonomi yang lebih baik di masa selanjutnya, jika dibandingkan
dengan anak – anak yang kurang terdidik pada usia dini, setidaknya menyadarkan kita
bahwa pendidikan dasar 9 tahun yang ditetapkan pemerintah (SD dan SLTP) belum
mendasar dan berdasar, sehingga belum memperkuat dasar pendidikan yang
sesungguhnya.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa masalah pendidikan tidaklah mungkin hanya


diselesaikan pemerintah. Kebiasaan pendidikan, di mana masyarakat menunggu program
yang digulirkan oleh pemerintah, di samping membutuhkan biaya yang besar juga
terkendala oleh keterbatasan pendanaan pemerintah. Pendidikan yang kurang melibatkan
masyarakat, di samping tidak bersifat mendidik masyarakat, juga menumbuhkan sikap
pasif dan apatis yang dapat menjadi benalu dalam pendidikan. Untuk itu, pemecahan
masalah pendidikan bersifat komprehensif dan taktis, perlu melibatkan dan memperkuat
pola pikir setiap lini masyarakat. Esensi pendidikan lebih dari hanya sekedar
pengetahuan, tetapi bagaimana membangun sikap positif terhadap nilai – nilai yang
membangun dan keterampilan hidup. Oleh sebab itu, pemerintah, keluarga, dan
masyarakat harus bekerja sama dalam pengasuhan anak untuk kehidupan yang lebih
baik.

Page 3
Ditinjau pembahasan di atas, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia
mulai diperhatikan oleh pemerintah secara sungguh – sungguh dan mencakup rentang
usia 0 – 6 tahun sejak tahun 2002. Pengembangan PAUD yang mencakup rentang usia 0
– 6 tahun secara nasional sejak berjalan dari tahun 2002 – 2009 memiliki angka
partisipasi kasar (APK) sudah menjadi 15,3 juta (53,6%). Saat ini PAUD sudah menjadi
Gerakan Masyarakat secara Nasional (National Public Movement) masyarakat sehari –
hari sudah terbiasa membicarakan pentingnya PAUD bagi masa depan putra – putrinya.

2.2 Definisi PAUD

PAUD adalah instrumen sistematis dan efektif dalam upaya mendidik anak,
sehingga mereka menemukan masa keemasan yang menentukan masa depannya kelak.
Beberapa tokoh pendidikan telah menjelaskan pentingnya tahap – tahap perkembangan
anak untuk digunakan sebagai momen yang tepat dalam mendidik anak.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan
emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku) bahasa dan
komunikasi sesuai dengan keunikan dan tahap – tahap perkembangan yang dilalui oleh
anak usia dini.

2.3 Tujuan & Landasan PAUD

Secara umum, tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai
potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup agar dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Tujuan kerangka dasar kurikulum pendidikan anak usia dini
adalah kerangka dasar yang dijadikan sebagai acuan bagi lembaga pendidikan anak usia
dini dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Sedangkan sasarannya
adalah lembaga – lembaga penyelenggara PAUD jalur pendidikan formal dan nonformal,
seperti taman kanak – kanak, raudhatul athfal, kelompok bermain, taman penitipan anak,
dan Satuan PAUD yang sejenis.

Page 4
Secara spesifik, ada dua tujuan utama dan tujuan penyerta. Pertama, tujuan utama
adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu, anak yang tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang
optimal di dalam memasuki pendidikan dasar dan dalam mengarungi kehidupan di masa
dewasa. Kedua, tujuan penyerta adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai
kesiapan belajar (akademik) di sekolah.

Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No. 20/2003 ayat 1 adalah
0 – 6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun kelimuan PAUD dan
penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0 – 8 tahun.

 Infant (0 – 1 tahun)
 Toddler (2 – 3 tahun)
 Preschool / Kindergarten Children (3 – 6 tahun)
 Early Primary School (6 – 8 tahun)

PAUD dibentuk dengan pemikiran yang matang. Landasan yang digunakan untuk
penyelenggaraan PAUD meliputi berbagai hal, yaitu:

a) Landasan Yuridis
 Dalam amandemen UUD 1945 pasal 28B ayat 2 dinyatakan, “Setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.”
 Dalam UU no. 23 tahun 2002 pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan,
“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya.”
 Dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab 1, pasal 1,
butir 14, dinyatakan , “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.” Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia
Dini dinyatakan: (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang
pendidikan dasar. (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur

Page 5
pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. (3) Pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal adalah TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat. (4) Pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan nonformal adalah KB, TPA, atau bentuk lain yang
sederajat. (5) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan informal adalah pendidikan
keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. (6) Ketentuan
mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

b) Landasan Filosofis
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya, melalui
proses pendidikan diharapkan terlahir manusia – manusia yang baik. Standar manusia
yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan
falsafah yang menjadi keyakinan masing – masing. Perbedaan falsafah yang dianut dari
suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan. Bangsa
indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia
pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan, yaitu menjadikan manusia Indonesia
seutuhnya. Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai
demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, (berbeda tetapi
satu). Dari semboyan tersebut, bangsa Indonesia juga sangat menjunjugn tinggi hak –
hak individu sebagai makhluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak
sebagai makhluk individu sangat berhak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Dengan pendidikan, diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang
dimilikinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang memiliki kapasitas
intelektual dan integritas kepribadian yang luhur. Melalui pendidikan yang dibangun atas
dasar falsafah Pancasila yang didasarkan pada semangat Bhinneka Tunggal Ika,
diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang tahu akan hak dan
kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, saling menolong dan menghargai dalam
sebuah harmoni bangsa yang bermartabat. Sehubungan dengan pandangan filosofis
tersebut, maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan,
pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses
pendidikan yang berlangsung.
c) Landasan Keilmuan

Page 6
Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dini
didasarkan kepada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan
struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983), ada tiga wilayah perkembangan otak yang
semakin meningkat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit, kompleksitas hubungan sinapsis,
dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah otak tersebut sangat penting untuk
pengembangan kapasitas berpikir manusia. Sejalan dengan itu, Teyler mengemukakan
bahwa pada saat lahir, otak manusia berisi sekitar 100 miliar hingga 200 miliar sel saraf.
Tiap sel sarad siap berkembang sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika
mendapat stimulasi yang sesuai dari lingkungan.
Jean Piaget berpendapat, “Anak belajar melalui interaksi dengan lingkungannya.
Anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa
menuntun anak – anak dengan menyediakan bahan – bahan yang tepat. Tetapi, yang
terpenting, agar anak dapat memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu
sendiri, dan menemukannya sendiri.”
Dengan demikian, perkembangan kemampuan berpikir manusia sangat berkaitan
dengan struktur otak, sedangkan struktur otak itu sendiri dipengaruhi oleh stimulasi,
kesehatan, dan gizi yang diberikan oleh lingkungan sehingga peran pendidikan yang
sesuai bagi anak usia dini sangat diperlukan.

Page 7
BAB III
Perkembangan PAUD di Indonesia
Pada tahun 2005 UNESCO mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang
angka partisipasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terendah di ASEAN, baru sebesar
20%, ini masih lebih rendah dari Filipina (27%), bahkan negara yang baru saja merdeka
Vietnam (43%), Thailand (86%), dan Malaysia (89%). Kesemuanya ini semakin tampak
dengan Human Development Index (HDI) Indonesia yang juga lebih rendah di antara
negara – negara tersebut. ini membuktikan bahwa pembangunan dan perkembangan
PAUD berbanding lurus dengan mutu dari sebuah negara yang terdeskripsikan dalam
HDI.
Sedangkan Depdiknas dalam buku Pembangunan Pendidikan Nasional tahun 2007
menggambarkan bahwa Pemerintah telah berhasil meningkatkan angka partisipasi kasar
(APK) PAUD yang awalnya pada tahun 2004 adalah 39,09% maka pada tahun 2006
sudah mencapai 45,63% dengan target capaian pada tahun 2007 sebesar 48,07%, sudah
barang tentu ini merupakan sebuah hal yang menggembirakan bagi perkembangan
pendidikan anak usia dini. Kemudian disebutkan bahwa agenda – agenda yang akan
dicapai pada tahun 2009 seperti pencapaian APK PAUD usia 2 – 6 tahun sebesar
53,90%. Akan tetapi perlu dikritisi untuk pencapaian 53,90% atau sekitar 10,05 juta
orang kualitas dari layanan yang diberikan, bukan kepada kuantitas. Ini menjadi amat
penting karena begitu dasarnya PAUD itu bagi seorang manusia dalam kehidupannya
yang akan datang.
Pemerintah pada tahun 2001 telah mendirikan Direktorat khusus bagi PAUD yaitu
Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia dibawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan
Luar Sekolah (sekarang disebut Ditjen PNFI), Direktorat yang bertugas untuk melayani
PAUD pada jalur pendidikan formal dan informal. Ini disebabkan karena sebelumnya
untuk layanan yang diberikan kepada anak usia dini baru pada usia 4 – 6 tahun melalui
pendidikan formal yaitu TK, sedangkan melalui jalur pendidikan nonformal dan informal
masih belum ada. Pendidikan formal pada tahun 2000 hanya mampu menyerap 12,65%
dari total usia tersebut dengan guru TK hanya sebanyak 95.000 orang untuk memberikan
pelayanan 1,6 juta anak usia dini. Sedangkan untuk usia 0 – 4 tahun masih belum
terlayani, oleh karena itu maka pemerintah berinisiatif untuk mendirikan Direktorat
PADU (saat ini disebut Dit. PAUD) yang bertugas untuk melayani anak usia dini yang
berumur 0 – 4 tahun.

Page 8
Perlu diingat, setiap anak itu mempunyai potensi yang unik ketika ia lahir di muka
bumi ini, baik secara fisik (jasmani) maupun non fisik (akal, hati, dan lain sebagainya),
dan dari itu semua sesungguhnya kuncinya ketika anak tersebut berumur 0 – 6 tahun,
seperti yang tertuang dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas pada pasal 28.
Bahkan dalam pasal tersebut juga dijelaskan ada 4 unsur yang harus dipenuhi dalam
pengembangan anak usia dini, yaitu:
1. Pembinaan anak usia dini merupakan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun.
2. Pengembangan anak usia dini dilakukan melalui rangsangan pendidikan.
3. Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk dapat membantu pertumbuhan dan
pengembangan jasmani dan rohani (holistik).
4. Pengembangan dan pendidikan anak usia dini merupakan persiapan dalam
memasuki pandidikan lebih lanjut.

Untuk bidang SDM dalam pengembangan PAUD ini dijabarkan dalam PP Nomor
19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 29 yang menjelaskan bahwa standar
minimal bagi Pendidik PAUD adalah D-IV atau Sarjana dengan latar belakang
pendidikan PAUD, psikologi atau pendidikan lainnya yang telah bersertifikasi profesi
guru untuk PAUD. Kesemuanya merupakan bentuk perhatian Pemerintah betapa
pentingnya PAUD bagi bangsa ini.

Menjamurnya pendidikan anak usia dini melalui pendidikan nonformal,


mengakibatkan tidak terkontrolnya penanganan terhadao anak – anak usia dini dengan
baik. Padahal masa emas tersebut merupakan masa – masa yang teramat penting dan
tidak dapat datang untuk yang kedua kalinya dalam pembentukan otak, fisik, dan jiwa
seorang anak.

Hal ini menjadi semakin buruk lagi karena perubahan kebudayaan atau kebiasaan
hidup ketika zaman kakek – kakek kita dahulu yang lebih mementingkan kebersamaan
dalam sebuah komunitas, sehingga tumbuh kembang anak menjadi baik dengan
sendirinya oleh berbagai rangsangan ketika mereka berinteraksi dengan komunitasnya
untuk dapat memberikan rasa kasih sayang seutuhnya. Saat ini budaya kita lebih
cenderung menjadi individualistik, terbukti dengan banyaknya anak – anak kita yang
seolah – olah hanya dirangsang dengan “maaf” didikan seorang pembantu, sebagai
pengganti ibu – ibu yang bekerja membantu pencarian hidup keluarganya.

Page 9
Permasalahannya orang – orang tersebut atau pembantu belum mengerti betul tentang
tumbuh kembang anak bahkan mereka juga tidak mengandung selama 9 bulan sebagai
bentuk pembelajaran alam kepada seorang ibu, kasarnya tidak mempunyai hubungan
batin yang kuat yang bisa memberikan kasih sayang seutuhnya.

Akibat perubahan pola hidup ini mengakibatkan perubahan pertumbuhan anak usia
dini yang berdampak kepada semakin berkurangnya stimulasi – stimulasi awal yang
amat sangat dibutuhkan seorang anak pada masa emas tersebut. sesungguhnya masa
terpenting ini adalah merupakan tanggung jawab dari pendidikan keluarga bukan
nonformal maupun formal, dan ini pada dasarnya merupakan sebuah kebutuhan dasar
manusia. Akan tetapi dengan kenyataan tersebut diperlukan sebuah pendidikan awal
yang diberikan oleh pemerintah melalui pendidikan nonformal yang saat ini sudah
dilakukan atau paling tidak segera men-sosialisasi-kan dengan baik kepada masyarakat
tentang pentingnya PAUD tersebut serta hal yang harus dilakukan agar dapat
menyelamatkan generasi penerus bangsa ini sehingga mampu mempunyai daya saing
tinggi atau paling tidak mampu menghadapi kehidupannya kelak dengan sebaik –
baiknya dengan segala potensi yang telah terbangun dengan baik.

Saat ini perkembangan PAUD di Indonesia telah menimbulkan dilema, upaya untuk
dapat memberikan pelayanan PAUD kepada setiap anak yang ada di Indonesia, akan
tetapi banyak hal yang tidak dapat dipenuhi dengan semestinya. Ini bisa menyebabkan
perkembangan anak yang tidak optimal sesuai dengan keinginan yang dituju, malah akan
lebih membahayakan bila tidak ditangani secara cepat dan tepat karena semua ini
berhubungan persiapan segenap potensi yang ada guna dapat membangun seorang insan
manusia dalam mengarungi kehidupannya kelak.

Pertama, sesuai dengan PP 19 maka seluruh pendidik PAUD minimal adalah strata
satu. Permasalahannya bagaimana mungkin dapat membuat S1 semua pendidikan PAUD
sejumlah 359 ribu orang (sumber data dari Ditjen PMPTK) orang untuk dapat melayani
28 juta orang anak usia dini. Bahkan persoalan selanjutnya adalah bahwa ternyata hampir
sebagian besarnya merupakan lulusan SMP dan SMA, hanya sebagian kecil S1, atau
permasalahan selanjutnya adalah sedemikian pentingkah kualifikasi tersebut bagi
seorang Pendidik PAUD? Bahkan Prodi untuk khusus jurusan PAUD hanya sedikit di
Indonesia, bisa dihitung dengan jari, bagaimana mungkin dapat dikejar semuanya
mengingat masa – masa emas anak – anak tersebut tidak bisa dihentikan waktunya.

Page
10
Berbeda dengan perencanaan Pemerintah yang memberikan waktu 10 tahun untuk
mencapai PP tersebut. Sungguh ini amat berbahaya bila tidak secepatnya dicarikan upaya
bagi anak – anak yang kita cintai itu.

Kedua, pembangunan kompetensi SDM dari pendidik PAUD sebagai ujung tombak
pengajar bagi anak – anak kita. Ini juga tidak boleh dilakukan setengah – setengah
karena merekalah yang nanti akan membentuk anak – anak kita menjadi seperti apa
kelak. Bila diharapkan dapat meningkatkan kompetensi mereka melalui diklat – diklat,
maka pertanyaannya adalah seberapa baik kualitas dari diklat tersebut? seberapa banyak
pemerintah mampu melakukan diklat terhadap Pendidik PAUD? Bagaimana Pemerintah
mampu untuk dapat melakukan percepatan dalam meningkatkan kompetensi mereka saat
ini?

Ketiga, aspek keibuan secara mental seorang Pendidik PAUD, mereka pada
dasarnya belum mengerti aspek kejiwaan seorang anak secara kejiwaan karena mereka
tidak mengandung atau mengerti rasanya mempunyai seorang anak. Sedangkan dari
diklat mereka baru mengetahui tentang kemampuan membaca dan menulis atau
kemampuan motoriknya juga aspek kejiwaan dari seorang anak secara teoritis. Sebagai
ilustrasi seorang ibu yang diberikan hak asuh oleh Tuhan harus selama 9 bulan
mengandung anaknya, waktu tersebut paling tidak akan memberikan pembelajaran
kepada seorang wanita tentang arti mendidik seorang anak, seperti kesabaran, mengerti
anak, psikologi anak, dan lain sebagainya dengan secara naluriah. Dapat dibayangkan
ketika mengatakan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan masa – masa penting
dalam kehidupan seorang manusia baik untuk perkembangan otaknya, perkembangan
motoriknya, bahkan perkembangan mentalnya, kita malah tidak memperhatikan SDM
dari orang – orang yang mendidik anak – anak usia dini, apakah ini tidak membahayakan
tumbuh kembang anak kita? Sudahkah dalam diklat – diklat tersebut diberikan sentuhan
tentang arti sebagai ibu bagi Pendidik PAUD? Semua ini cukup membuat rasa khawatir
apabila tanpa ada perbaikan – perbaikan pendidikan anak usia dini diserahkan kepada
mereka.

Keempat, kecilnya insentif yang diberikan kepada Pendidik PAUD, bahkan


dibeberapa wilayah ada yang dibayar dengan menukarkan dengan beras, sayur mayur,
dan sebagainya. Pemerintah melalui Dit. PTK – PNF sampai saat ini baru bisa
memberikan insentif sebesar 600 ribu per tahun, itu pun tidak semua Pendidik PAUD,

Page
11
masih amat terbatas. Bagaimana mungkin mereka dapat mendidik anak – anak kita
dengan baik, para Pendidik PAUD sendiri sedang dalam kesulitan dalam hidupnya,
ironis bukan.

Kelima, saat ini Pemerintah sepertinya lebih mengutamakan untuk dapat melayani
anak usia dini sebanyak – banyaknya atau berdasarkan kuantitas bukan kepada kualitas.
Hal ini sesungguhnya sangat berbahaya karena pendidikan itu bukan sebuah
pembangunan insan secara utuh, jadi sesungguhnya kedua – duanya tidak dapat
dipisahkan. Jangan samakan pendidikan dengan kemiskinan, perbedaan keduanya amat
besar, Tuhan menciptakan manusia semuanya mempunyai akal karena inilah perbedaan
manusia dengan makhluk lainnya. Sedangkan kemiskinan merupakan sebuah skenario
Tuhan bagi hambanya untuk berkehidupan di bumi ini karena merupakan bagian dari
realita kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Ketika melakukan penanganan orang
– orang miskin dengan lebih memilih kuantitas daripada kualitas kehidupannya, ini sah –
sah saja dalam artian standar minimal kebutuhan seorang manusia untuk kehidupannya
secara fisik sudah dapat diukur dengan baik. Apakah hal ini juga yang ingin dilakukan
terhadap anak – anak usia dini? Padahal jelas bahwa setiap anak itu mempunyai
keunikan dan bakat tersendiri per individunya. Bila ini terus dilakukan maka yang akan
terjadi adalah sebuah pemasungan perkembangan insan seorang manusia yang telah
diberikan haknya oleh yang Maha Kuasa.

Keenam, keberhasilan yang dilakukan dengan PAUD Pendidikan Non Formal


tersebut ternyata berdampak dengan adanya sebutan “saling berebut lahan”, demikian
sebutannya ketika adanya kecemburuan antara penanganan PAUD melalui formal,
melalui TK, dengan penanganan PAUD melalui pendidikan nonformal seperti Kelompok
Bermain, Tempat Penitipan Anak, dan sebagainya. Salah satu penyebabnya adalah
karena program PAUD yang dilaksanakan oleh Dit. PAUD biayanya tidak mahal
dibandingkan dengan program PAUD pada pendidikan formal bahkan sering kali gratis.
Ini tidak terlepas dari curahan anggaran yang diberikan kepada PAUD NonFormal yang
demikian luas tersebar dan cukup besar jumlahny, walau tidak memperhatikan standar –
standar yang harus dipenuhi seperti jalur formal. Faktor yang lain adalah bahwa sifat dari
pendidikan nonformal ini menyebabkan setiap lapisan masyarakat yang peduli dan
simpati dengan PAUD akan berlomba – lomba untuk dapat melaksanakannya, bahkan
sebagian karena perhatian mereka terhadap komunitas mereka, demi masa depan anak
cucu mereka.

Page
12
Inilah yang dinamakan dengan dilema, dimana kita sangat mengetahui bahwa PAUD
itu teramat penting dan paling berharga dalam kehidupan seorang manusia sehingga
sesungguhnya amatlah riskan apabila tidak ditangani oleh orang – orang yang
profesional dan betul – betul mengetahui ilmu tumbuh kembang anak. Namun bila ini
harus dipenuhi maka semakin tidak terlayani pendidikan anak usia dini yang ada di
Indonesia karen keterbatasan SDM bahkan mungkin juga sarana dan prasarana atau
anggaran. Sungguh sebuah permasalahan yang benar – benar harus segera ditangani
dengan cepat dan tepat berkenaan dengan dampaknya bagi penerus bangsa yang kita
cintai ini dalam kehidupannya di masa yang akan datang.

Page
13
BAB IV
Simpulan

Tantangan Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia sampai saat ini masih ada
beberapa masalah yang dapat menghambat perluasan kesempatan dan pemerataan akses
mengikuti PAUD serta peningkatan mutu PAUD di Indonesia, namun semua itu kita
anggap sebagai tantangan yang menarik sehingga untuk mengatasinya diperlukan
kreativitas dan inovasi yang berkelanjutan.

Keadaan PAUD di Indonesia antara lain:

1. Jumlah anak yang belum mengikuti PAUD masih cukup besar

2. Sarana dan prasarana belajar secara kuantitatif maupun kualitatif masih terbatas, hal
ini disebabkan oleh terbatasnya kreativitas guru PAUD untuk menciptakan dan
mengembangkan metode pembelajaran dan sumber belajar dengan memanfaatkan
potensi budaya dan alam sekitar

3. Kompetensi sebagian besar guru PAUD masih belum memadai karena sebagian besar
dari mereka belum memperoleh pelatihan yang berkaitan dengan konsep dan ilmu
praktis tentang PAUD

4. Perbedaan angka partisipasi kasar (APK) peserta PAUD di daerah perkotaan dan
perdesaan masih sangat besar.

Page
14
Daftar Pustaka

Asmani JM. 2009. Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini. DIVA Press.
Jogjakarta

http://paud-darma.blogspot.com/2010/11/sejarah-paud-di-indonesia.html

Sulaiman, Abu Amr Ahmad. 2008. Metode Pendidikan Anak Muslim Usia Prasekolah.
Jakarta: Darul Haq

Sulistyaningsih, Wiwik. 2008. Full Day School dan Optimalisasai Perkembangan Anak.
Tanpa Kota: Paradigma Indonesia.

Page
15

You might also like