You are on page 1of 32

N A S

N I
A

O
M

N
TA

A
L
R
G

E
U

N S
U U
N G L E
sekapur sirih
Salam Lestari...!

Ada yang pergi dari Leuser, ada yang datang ke Leuser. Yah...pergeseran, perpindahan, mutasi, atau apapun namanya itu
baru saja dirasakan Balai (Besar) Taman Nasional Gunung Leuser. Pak Wir yang salah satu bidan lahirnya Jejak Leuser juga
mendapatkan tugas baru sebagai Kasubdit Pemolaan dan Pengembangan, di Bogor. Dan sekarang, posisi tertinggi di
pengelola taman nasional paling barat di negeri tercinta ini dijabat oleh Pak Nurhadi Utomo. Terus, siapa saja yang lainnya?
Silahkan pembaca simak di halaman 12.

Redaksi JL mengucapkan terima kasih kepada Pak Wir, tanpa beliau mungkin JL tidak pernah ada. Redaksi sangat
menghargai, bahwa di saat-saat terakhirnya di TNGL Pak Wir masih menyempatkan diri menulis ‘dari kepala balai’ dan
bersama tim TNGL menulis untuk Laporan Utama.
Terima kasih Redaksi ucapkan kepada para penulis artikel di JL edisi ini; kepada Mr. Koen, Kang Suer, Mas Agus, Lely
yang sedang menjemput ilmu di Negeri Tulip, Bobby, Pak Harto, dan Noni atas puisi bagusnya.

Pemberdayaan resort menjadi topik utama dalam JL edisi ini, sebuah terobosan pengelolaan taman nasional dengan resort
sebagai ujung tombak utama. Di masa datang, diharapkan fungsi resort menjadi garda depan dalam usaha melestarikan
Leuser, baik fungsi ke dalam kawasan, maupun fungsi di luar kawasan...’berhubungan baik’ dengan masyarakat sekitar
kawasan, demi kesejahteraan mereka juga.

Pak Harto, dulu staf Balai TNGL sekaligus seorang peneliti yang produktif, ternyata di masa pensiunnya juga masih sudi
memberikan kontribusi kepada JL melalui tulisannya tentang laba-laba cantik, yang ternyata banyak ditemukan di kawasan
TNGL.
Mungkin dan semoga akan banyak hal baru bisa didapatkan di JL edisi ini.

Selamat Membaca.

b u l e t i n

Jejak Leuser
Pelindung
Kepala Balai TNGL

Pemimpin Redaksi Diterbitkan oleh:


Bisro Sya'bani Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser
Jl. Suka Cita 12 Kel. Suka Maju
Dewan Redaksi Medan Johor, Medan, Sumatera Utara
Ratna Hendratmoko Telp/ Fax. (061) 7879378
Rina Purwaningsih Email: jejakleuser@yahoo.co.id
Ujang Wisnu Barata
Bisro Sya'bani
Catatan Redaksi
Distribusi Redaksi Buletin “Jejak Leuser” menerima sumbangan
tulisan yang berkaitan dengan aspek konservasi. Tulisan
Isra Imran diketik dengan spasi tunggal, maksimal 5 halamam dan
Dumohar Tampubolon minimal 3 halaman A4 dengan font Times New Roman 11.
Naskah dikirim ke email : jejakleuser@yahoo.co.id dengan
disertai identitas diri (termasuk foto penulis), serta
Administrasi foto-foto dan/atau gambar-gambar yang dapat mendukung
tema tulisan. Naskah yang dikirimkan menjadi hak penuh
Immam Prabudi redaksi Buletin “Jejak Leuser” untuk dilakukan proses
editing seperlunya.
Umum
Rebowo Wasgito Cover depan : Gajah Tangkahan (foto: dokumentasi FFI-Medan)
Cover belakang : Leuser Demi Anak-anakku (foto: bisro sya’bani)
Design‘n Layout : Bisro Sya’bani
Mencari Format Pengelolaan
7 Taman Nasional Berbasis Resort

MENU
MENU HARI HARI
13

INI
16 Communities: Friends or Foes?

Mau Tahu Perkembangan Kasus Kayu?


18

INI
Tinggal Klik…

Pembayaran Jasa Lingkungan


21 dan Ketersediaan Air

26 Hilangnya Nilai Manfaat

4 DARI KEPALA BALAI


Jejak Leuser

27 SEPUTAR KITA

30 INTERMEZZO

31 WANASASTRA
Transisi Kepemimpinan

S etiap organisasi akan mengalami masa yang disebut sebagai


“masa transisi kepemimpin”. Pemimpin yang lama
digantikan dengan yang baru. Hal ini sebenarnya suatu tour
of duty yang biasa dalam tubuh suatu organisasi, tidak terkecuali
dengan Balai TN.Gunung Leuser (TNGL). Yang tidak biasa di
Strategis (Renstra) Balai TNGL untuk periode 2006-2010.
Penyusunan yang melibatkan para pihak melalui 2 kali dialog
formal ini masih akan diuji dan dipertajam di beberapa kabupaten,
untuk menambah keyakinan bahwa kami sedang membangun
sistem pengelolaan taman nasional dengan serius. Resort-resort
TNGL adalah bahwa perkembangan dan kinerja pengelolaan sebagai unit pengelolaan terkecil harus dibangun kembali, kantor-
TNGL dipantau oleh komunitas global. Hal ini karena label yang kantor resort direvonasi, dibangun, ditempati, dan komunikasi
ditetapkan pada TNGL sebagai Warisan Dunia, dengan nama mulai dari Kantor Resort, Kantor Seksi Pengelolaan Taman
“Tropical Rainforest Heritage of Sumatra”, bersama-sama dengan Nasional (SPTN), Kantor BPTN Kantor, hingga Balai Besar dapat
TN.Kerinci Seblat dan TN.Bukit Barisan Selatan. dilakukan. Dengan demikian perkembangan lapangan dapat
dipantau setiap saat. Kepala-kepala Taman Nasional di India telah
Sejak Pebruari 2007, Balai TNGL telah ditingkatkan statusnya lama melakukan mekanisme seperti ini. Prinsip yang
menjadi Balai Besar TNGL. Kepala Balai yang semula berstatus dikembangkan adalah : ”mencegah (perambahan, illegal logging,
Eselon IIIa ditingkatkan menjadi Eselon IIb. Hal ini merupakan perburuan satwa) lebih baik daripada mengobati-menegakkan
salah satu bukti komitmen Departemen Kehutanan untuk hukum, menyelesaian kasus-kasus”. Maka tawaran pengelolaan
meningkatkan manajemen TNGL ke depan. Struktur organisasi taman nasional berbasis Resort menjadi hal yang tidak dapat
TNGL diperkuat. Walaupun dalam konsep ditawar lagi: ”kembalikan staf taman nasional ke
dan teori pengembangan organisasi, lapangan; back to basic”. Ide ”Resort-Based
perbaikan atau peningkatan struktur suatu Management” ini menjadi tema sentral yang
organisasi hanya merupakan salah satu dari disiapkan oleh Tim TNGL dalam Jejak Leuser edisi
upaya perbaikan kinerja organisasi tersebut. kali ini.
Dua hal lain yang masih harus dibenahi
adalah peningkatan dan penguasaan Kekhawatiran banyak pihak yang menyatakan bahwa
teknologi, serta peningkatan kualitas dan atau pimpinan baru akan membelokkan atau merubah arah
kuantitas sumberdaya manusianya. Ketiga organisasi yang dibangun lebih dari 2,5 tahun ini tentu
hal tersebut sebenarnya merupakan satu sebagai hal yang wajar namun juga tidak perlu
kesatuan yang utuh dan padu. Apabila hal ini dibesar-besarkan. Renstra merupakan pegangan
terjadi, maka kita dapat berharap organisasi bersama, bukan saja oleh staf Balai TNGL tetapi juga
tersebut mampu mengemban mandatnya, merupakan pegangan bersama para mitra untuk
menuju tujuan atau visi yang telah ditetapkan. ”menagih” hal-hal yang sudah disepakati di dalam
dokumen Renstra tersebut. Oleh karena itu, dokumen
Organisasi Balai Besar TNGL segera Renstra merupakan salah satu tool bagi para pihak
mendapatkan seorang pemimpin baru. Di untuk memantau apakah arah investasi Balai Besar
wilayah, akan dikawal oleh 3 orang Kepala TNGL tetap sesuai dengan arah yang telah ditetapkan
Bidang Pengelolaan Taman Nasional (BPTN) yang akan sebelumnya. Pekerjaan rumah yang belum sempat diselesaikan
berkedudukan di Tapaktuan dengan wilayah kerja di Kab.Aceh antara lain sosialisasi Renstra kepada seluruh staf Balai TNGL.
Selatan dan Kab.Blang Pidie; di Kutacane dengan wilayah kerja di Kebiasaan yang terjadi, dokumen Renstra hanya menjadi sekedar
Kab.Aceh Tenggara dan Kab.Gayo Lues; di Stabat dengan wilayah ”proyek” membuat dokumen Renstra. Setelah dicetak tidak pernah
kerja Kabupaten Langkat. Kepala BPTN tersebut adalah pejabat dibaca. Sedangkan tujuan utama penyusunan Renstra adalah agar
setingkat Eselon IIIb. Di kantor Balai Besar, akan dipimpin seorang semua elemen organisasi berpedoman pada garis dan arah yang
Direktur (Eselon IIb), dibantu oleh seorang Kepala Bidang telah ditetapkan dalam dokumen Renstra tersebut. Bagi manajemen
Konservasi dan seorang Kepala Bagian Tata Usaha (Eselon IIIb). Di baru, dengan membaca Renstra akan mengetahui secara
masa lalu, seorang Kepala TNGL harus melakukan koordinasi menyeluruh situasi Lingkungan Internal-baik kondisi SDM,
keliling di seluruh kabupaten tersebut. Kini, peran itu diambil alih kawasan, upaya-upaya yang telah dan sedang dilakukan,
oleh Kepala BPTN yang akan menetap di ibukota kabupaten perkembangan Lingkungan Eksternal-dampak otonomi daerah,
sehingga intensitas koordinasi dan kerjasama akan semakin pilkada, lahirnya kabupaten-kabupaten baru, perubahan tata guna
meningkat kuantitas dan kualitasnya. Harapannya, kawasan lahan, dinamika kemitraan; taktik dan strategi organisasi Balai
TNGL, seluas 1.094.692 hektar dengan panjang batas luar 1.022 untuk mencapai tujuannya, dan sebagainya. Maka dokumen
Km itu akan lebih terjaga dan lebih intensif dikelola dengan Renstra sangat membantu dalam proses transisi kepemimpinan
melibatkan para pihak di berbagai lini dan tingkatan. yang baru. Tentu saja taktik dan style kepemimpinan tidak akan
sama bagi setiap orang. Strategi di tingkatan aksi (strategic action)
Pada periode 2005-pertengahan 2007, telah disusun Rencana sangat mungkin berbeda untuk setiap pemimpin. Yang terpenting

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


4
proses yang dilakukan oleh pimpinan baru akan membawa Datuk Sei Lepan-Oka Abdul Hamid, Sdr.Asril-Waspada
hasil kerja (output) dan dampak (outcome) yang mengarah Medan, dan teman-teman lainnya, yang selama ini dengan
untuk mencapai tujuan-tujuan strategis yang telah penuh semangat membangun komunikasi, koordinasi,
ditetapkan. kerjasama, dan sinergitas bersama Balai TNGL, selama
hampir 2,5 tahun secara konsisten, yang hanya mengemban
Hal-hal yang memang dikhawatirkan lebih kepada satu tujuan mulia : ingin menyaksikan Leuser yang lebih

DARI
pekerjaan-pekerjaan yang sedang berjalan, seperti baik dan terjaga. Konservasi ternyata bukan sekedar

DARI KEPALA
penegakan hukum kasus perambahan di SKW IV Besitang, ”pekerjaan”. Bagi mereka, dan bagi kami, konservasi adalah
yang memang harus segera ditindaklanjuti, agar panggilan hidup.Konservasi adalah tujuan kami bertahan
konsistensi penegakan hukum dapat dirasakan di tingkat dan bekerja sekuat tenaga. Kami mencoba memposisikan
lapangan; penyelesaian kasus pendudukan kawasan oleh diri untuk melihat dan mensikapi konservasi bukan sekedar
pengungsi asal Aceh di Besitang-yang perlu kooridinasi ”proyek”. Sikap mental dan moralitas ini patut dihargai.
intensif dengan Menko Kesra; penyelesaian perambahan Patut dilanjutkan.
sawit yang telah diujicoba untuk dimusnahkan; rehabilitasi
kawasan Besitang dengan melibatkan masyarakat, adalah Akhirnya, kami mengucapkan ”Selamat Bertugas” kepada

KEPALA
beberapa hal yang memang tidak bisa ditawar-tawar lagi Mas Nurhadi Utomo-kakak seperguruan di Fakultas
untuk tetap dilanjutkan dengan serius. Kehutanan UGM dan timnya. Diharapkan para mitra tetap
mendukung bekerja bahu membahu menyelesaikan ”sisa”

BALAI
TNGL sebagai Warisan Dunia terancam untuk dimasukkan pekerjaan rumah, membangun TNGL menuju pengelolaan
ke dalam list in danger. Setelah dilakukan evaluasi oleh yang lebih baik, seperti yang diamanatkan dalam Visi Balai
Tim IUCN dan UNESCO pada bulan Maret 2007, TNGL: ” Pengelolaan TNGL yang efektif, didukung dan
disimpulkan adanya kemajuan yang signifikan di TNGL, bermanfaat bagi para pihak”.
sehingga evaluasi baru akan dilakukan lagi pada tahun
2009. TNGL diwajibkan untuk menyelesaikan persoalan Dan kami memohon maaf kepada semua pihak-rekan,
laten kawasan, terutama perambahan dan illegal logging. sahabat, kolega, mitra, tokoh masyarakat, para staf Balai
Tentu bila hal ini terjadi akan memalukan Pemerintah TNGL yang bekerja di lapangan, atas kekhilafan dan
Indonesia di mata masyarakat internasional. Upaya kekurangan selama bertugas menjadi Kepala Balai TNGL
penegakan hukum yang konsisten sejak akhir 2005, sejak Januari 2005. Semoga semua kerja kolektif yang telah

BALAI
pembenahan sistem kerja, tim kerja, dan dukungan dari kita bangun bersama selama ini-walaupun hanya setitik,
jajaran penegak hukum, dan dukungan dari Ditjen PHKA akan membuahkan hasil yang baik dan bermanfaat untuk
dalam menyiapkan Emergency Action Plan, merupakan kemaslahatan masyarakat dan kelestarian hutan tropis di
hal-hal yang dapat melepaskan TNGL dari status Sumatera bagian Utara. Agar kita dapat mewariskan kepada
keterancaman tersebut. Namun harus diingat bahwa TNGL generasi mendatang, suatu sumberdaya hutan yang tidak
akan dievaluasi lagi oleh Tim yang sama pada tahun 2009 terlalu rusak. Sumberdaya hutan itu bukanlah ”milik” kita
yang merupakan evaluasi terakhir dan apabila tidak ada generasi saat ini. Kita sekedar diserahi tugas untuk
perubahan yang berarti di bidang perambahan, illegal menjaganya, sehingga kelak mereka-generasi yang belum
logging, dan pendudukan kawasan secara ilegal, dapat lahir itu-mendapatkan kesempatan yang sama untuk
dipastikan TNGL akan masuk ke dalam klasifikasi Warisan menikmatinya. Oleh karena itu, sebaiknya kita jauhi sikap
Dunia Terancam Punah. dan mentalitas antroposentrisme-suatu sikap yang selalu
ingin menaklukan dan menguasai alam untuk kepentingan
Hal-hal tersebut di atas merupakan tantangan bagi greedy-keserakahan sesaat manusia.
manajemen baru dan sekaligus juga peluang untuk lebih
bekerja keras dengan dukungan para mitra, seperti Tanggungjawab melindungi alam dari kepunahan yang
Pemerintah Spanyol melalui UNESCO, WHC, FFI, YLI, berskala lintas generasi ini tentu teramat berat, namun juga
SOCP, OIC, Walhi, Pemerintah Daerah, dan mitra-mitra merupakan tugas mulia. Tugas yang sesungguhnya adalah
lokal, seperti Konservasi Leuser (KONSER), Gepal, Opel, mandat yang diberikan Tuhan-Sang Pencipta Alam Semesta
dan Lembaga Pariwisata Tangkahan. Juga orang-orang ini, kepada para utusanNya. Tugas mulia untuk siapa?
biasa dari kalangan masyarakat dan staf TNGL yang Apakah hanya Departemen Kehutanan, atau Balai TNGL
menurut kami adalah tokoh-tokoh pendekar konservasi saja? Jawabannya adalah bukan. Mandat menyelamatkan
nyata di lapangan, antara lain Sdr.Yashut di Kutacane, lingkungan, dengan isu sentral yang paling hangat saat ini,
Jejak Leuser

Sdr.Saiful Bahri, Pak Okor-pencetus ide dan OC global warming, pemanasan global itu menjadi
Konferensi Rakyat Tangkahan, Sdr. Wahdi Azmi, Edy, tanggungjawab bersama. Di Indonesia, tanggungjawab
Diding, Selamat-FFI, Sdr. Panut-OIC, Sdr.Budiman- bersama ini dipelesetkan menjadi ”sama-sama tidak
Kepala Resort Sekoci, Sdr.Jokas-Kepala Resort Sei bertanggungjawab”. Untuk TNGL, tidak ada titik balik lagi
Betung, Sdr.Tagor Nainggolan-Kepala Resort Sei Lepan, kecuali kita harus bahu membahu menyelamatkan sisa hutan
Sdr.Maraenggan-Kepala Seksi Lembah Alas, Sdr. tropis ini dari kepunahan. Dan sebagian tanggungjawab itu
Gunawan Alza-Kepala Seksi Tapaktuan, Sdr.Olo dipikul oleh Balai TNGL yang kini telah menjadi Balai
Simbolon-Kepala Seksi Bukitlawang, Sdr.Subhan-Kepala Besar TNGL.***
Seksi Besitang, Sdr.Ujang Wishnu Barata-penggerak
Besitang, Pak Piyu, Pak Karman, Sdr.Samsul-Gepal, Wiratno
Sdr.Gandhi-Simphoni FM, Datuk Besitang-Oka Hamzah, inung_w2000@yahoo.com
Vol. 3 No. 7 Tahun 2007
5
yang datang dan yang pergi....

S elamat jalan Pak Wir, selamat bertanding di stadion baru. Terima


kasih atas pengabdian Bapak di Leuser selama dua setengah tahun
terakhir ini. Semoga visi misi konservasi yang selama ini Bapak
pegang teguh akan selalu kami lanjutkan, terutama di Bumi Leuser. Ya, Pak
Wir saat ini telah diserahi tugas baru sebagai Kepala Subdit Pemolaan dan
Penyidikan Wilayah II. Dan akhirnya pada tahun 2007, beliau diangkat
menjadi Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, menggantikan
Pak Wir.

Menurut ceritanya, ternyata Pak Nur bukan orang baru di TNGL ini. Beliau
Pengembangan, Direktorat Konservasi Kawasan-PHKA dan berkantor di sudah berulangkali datang ke Tanah Leuser ini. Kunjungan pertama adalah
Bogor. pada tahun 1982, yaitu saat mengikuti kunjungan Prince Bernard ke Gurah
dan Ketambe. Pada tahun itu juga, selama 3 bulan Pak Nur kembali lagi ke
Selamat datang Pak Nur... Selamat datang di bumi Leuser, mari kita Leuser untuk peninjauan tata batas dari daerah sekitar Besitang, Bohorok,
bersama-sama menciptakan Leuser yang lebih indah bagi dunia konservasi Dairi, Kutacane, Blangkejeren, Tapaktuan, sampai dengan daerah Kluet.
alam... Tahun 1988 Pak Nur kembali lagi ke TNGL, saat launching bantuan dari
Bank Dunia.
Yup..! Balai TNGL eh Balai Besar TNGL kini telah mempunyai wajah
pemimpin baru yaitu Bapak Ir Nurhadi Utomo, atau kita panggil saja Pak Berbicara tentang TNGL sekarang, Pak Nur mengungkapkan bahwa secara
Nur. Perubahan selalu ada, apapun itu dan dimanapun itu. Dan itu juga yang khusus yang menjadi perhatian selain daerah Langkat adalah Kutacane
terjadi di organisasi di dalam lingkup Departemen kehutanan, dan itu pula karena sekitar 80 persen hutan di Kutacane dan sekitarnya adalah kawasan
yang dialami organisasi pengelola Taman Nasional Gunung Leuser. Seiring TNGL, jadi pertimbangan kebutuhan kayu dan lahan di daerah perlu
dengan peningkatan status TNGL menjadi Balai Besar yang setara dengan mendapat perhatian lebih agar tidak merangsek ke kawasan taman nasional.
eselon IIb, terjadi pula pergeseran-pergeseran di struktur organisasi beserta Disamping hal-hal tersebut di atas, pengelola TNGL juga tidak akan
para punggawa-punggawanya. Sekarang, di TNGL setidaknya ada 5 pejabat melupakan pengembangan Bukitlawang, Tangkahan, Ketambe, Kluet, serta
baru setingkat eselon IIIb yang duduk di struktur Balai Besar Taman daerah potensi lain untuk kegiatan ekowisata dan penelitian.
Nasional Gunung Leuser (kemudian akan kita sebut BB TNGL), yaitu Ibu
Sri Andayani sebagai Kepala Bagian Tata Usaha, Pak Amon Zamora Pak Nur berharap tentang Leuser ke depan, “Kita ingin memajukan wilayah
sebagai Kepala BidangTeknik Konservasi, Pak Abubakar Cekmad sebagai Leuser dan sekelilingnya agar menjadi tempat yang lestari, layak untuk
Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Tapaktuan (BPTN kegiatan ekowisata dan penelitian, serta masyarakat sekeliling Leuser
I), Pak Zulkarnain sebagai Kepala BPTN II Kutacane, dan Pak Ari sejahtera. Di sisi lain, dalam pengelolaannya, Saya ingin TNGL menjadi
Subiantoro sebagai Kepala BPTN III Stabat. Selamat bekerja di ranah center of excellent, menjadi salah satu taman nasional yang mampu
Leuser Ibu dan Bapak-bapak.... menjawab semua tantangan dan pertanyaan. Semua pertanyaan tentang
taman nasional dengan segala potensi dan permasalahannya dapat dijawab
Tentang Pak Nur... di Leuser. Itu karena saat ini kita sudah punya semua, mulai dari fauna,
ekowisata sampai dengan perlindungan beserta dengan segala
Pak Nurhadi adalah seorang putra Ngawi yang dilahirkan pada tanggal 16 permasalahannya”. Lanjut Pak Nur, “Kita juga siap dikunjungi oleh semua
Mei 1952 dari keluarga forester Perhutani. Saat ditanyakan riwayat pihak, melalui penelitian dan natural tourism. Sambil jalan kita benahi
pendidikannya, suami dari Ibu Erna Sri Lestari Wijayanti ini bercerita; pelanggaran-pelanggaran yang selama ini terjadi di Leuser, tentu saja
memulai karir belajarnya di sebuah SD di Ngawi dan saat sang Bapak dengan dukungan semua pihak”.
pindah tugas ke Madiun, Nurhadi Kecil pindah juga sekolahnya ke SD
Bakti Madiun yang kemudian meluluskannya pada tahun 1966. Lulus SD, Selamat datang dan selamat berbakti di tanah konservasi Leuser Pak...
Pak Nur melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 3 Madiun, SMA Negeri 3
Madiun, dan akhirnya masuk Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta pada tahun 1972. Selama kuliah di Yogya, Pak Nur nyambi
kerja sebagai co ass dan sempat bekerja di PT Inhutani I Kalimantan Barat
di tahun 1976. “Saat itu memang baru rame-ramenya reboisasi”, kata Pak
Nur. Sambil menyelam minum air, selama bekerja itu Pak Nur sekalian
membuat sebuah penelitian untuk skripsi, dengan judul: Perbandingan
penggunaan mikorisa terhadap pertumbuhan Pinus merkusii.

Ketika ngobrol bareng JL, Bapak dari Widya Nurprajanti dan Ashrilia
Nurmasari ini juga sempat bercerita tentang pengalaman
kerjanya.Pengalaman kerja pertama beliau peroleh saat masih menjadi
mahasiswa, yaitu selama tahun 1976-1979 beliau bekerja di PT Inhutani I
Kalbar. Setelah itu kembali ke fakultas untuk menyelesaiakan kuliahnya.
Selepas mencapai gelar sarjana di UGM, pada tahun 1981 bekerja di PPA
(yang merupakan cikal bakal organisasi konservasi seperti TNGL). Tahun
1983 Pak Nur diangkat menjadi Kepala Seksi Pengusahaan Taman Nasional
yang kemudian berkembang menjadi Seksi Pengembangan Taman Nasional.
Tahun 1989-1993 ditugaskan menjadi kepala di Sub Balai KSDA Bali,
Denpasar. Selepas dari Denpasar, tahun 1993-1998 mendapat mandat
menjadi Kepala Balai TN Dumoga Bone yang kemudian dengan adanya
permintaan dari masyarakat berganti dengan TN Bogani Nani Wartabone.
Karir Pak Nur berkembang lagi saat pada tahun 1999 dipasrahi tugas
sebagai kepala Balai KSDA Jatim I, tahun 2005 menjadi Kepala Subdit Pak Wir dan Pak Nur, 5 Juni 2007 Foto: Bisro Sy

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


6
LAPORAN
LAPORAN UTAMAUTAMA
Mencari Format Pengelolaan
Taman Nasional Berbasis Resort
Oleh:
Tim TNGL

D alam Rapat Koordinasi Teknis Direktorat


Jenderal PHKA tanggal 16-19 Juli 2007 di
Bogor, Sekretaris Direktorat Jenderal PHKA
menyatakan dukungan terhadap upaya-upaya untuk
mengembalikan pengelolaan taman-taman nasional ke
”pemangkuan” kawasan hanya Ditjen PHKA. Ditjen BPK
tidak mengelola langsung hutan produksi, para pemegang
HPH, HTI, dan IPK lah yang melakukan intervensi
langsung di lapangan. Ditjen RLPS juga demikian,
bergerak di tataran hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan
tingkatan paling bawah, yaitu resort. Kita bersama tentu tidak melakukan pemangkuan langsung, tetapi hanya
mengetahui bahwa banyak resort-resort di lapangan melalui mekanisme kebijakan di lahan-lahan masyarakat.
yang tidak ada petugasnya. Kalaupun ada petugasnya,
mereka tidak memiliki kejelasan sistem kerja. Ditjen PHKA melalui UPT-nya, Balai Taman Nasional dan
Balai Konservasi Sumberdaya Alam, wajib melakukan
Tim di Balai Besar TN.Gunung Leuser menyadari pengelolaan di tingkat lapangan. Ini mandat yang
sepenuhnya makna dari pernyataan Sekditjen PHKA disebutkan dalam UU No.5 tahun 1990. Namun sampai
tersebut, mengingat TNGL juga mengalami situasi dengan saat ini, mandat tersebut belum diterjemahkan ke
yang serupa. Tim yakin bahwa hal-hal seperti ini juga dalam bahasa teknis pengelolaan, seperti halnya sistem
terjadi di taman-taman nasional di seluruh Indonesia Resort Polisi Hutan (RPH) dalam pengelaan hutan jati di
yang belum dikelola secara efektif. Efective Pulau Jawa. Satuan-satuan pengelolaan pun belum jelas.
management ini telah menjadi pemicu penting dan Yang lebih mengerikan lagi, banyak taman nasional yang
telah dijadikan salah satu kritikan pedas oleh berbagai tidak memiliki peta-peta dasar yang dijadikan acuan untuk
kalangan, terhadap performa pengelola taman-taman melakukan pengelolaan taman nasional berbasis kawasan,
nasional tersebut. Fenomena tidak hadirnya pengelola berbasis kewilayahan dan teritorial, dengan sistem zona-
di lapangan mengarah pada sinisme bahwa kita zona sebagai basis pengelolaan di wilayah tertentu sesuai
mengelola ”paper park”. Kritik seperti ini tidak perlu dengan zonasinya. Maka sangat wajar apabila di lapangan
ditanggapi dengan counter critic, tetapi justru banyak kawasan taman nasional dirambah, diduduki,
dijadikan titik balik untuk melakukan auto-critic. diklaim, diserobot, dan ditebangi oleh berbagai pihak yang
Siapkah birokrat pengelola taman-taman nasional tidak bertanggungjawab. Apalagi batas-batas kawasan
melakukan perubahan yang mendasar? Pertanyaan tidak jelas, hanya ada patok yang digambarkan di atas peta
Jejak Leuser

yang perlu dijawab dengan melakukan banyak saja. Hal-hal mendasar seperti inilah yang sebenarnya
perubahan-perubahan mendasar dari sistem perlu segera dibenahi.
pengelolaan taman-taman nasional. Perubahan yang
bersifat paradigmatik maupun sampai pada tataran Implikasi dari tidak hadirnya petugas di lapangan, di
strategis dan teknis. tingkat resort antara lain adalah:

Implikasi ”Paper Park” a. Perkembangan persoalan di tingkat lapangan tidak


pernah diketahui dengan pasti; berapa luas kawasan
Kita seringkali lupa bahwa dari jajaran Eselon I yang dirambah, siapa yang merambah atau membalak
Departemen Kehutanan, yang memiliki mandat kayu, siapa saja tokoh intelektualnya, jaringan

Vol. 3 No. 7 Tahun 2007


7
pemasarannya, dan seterusnya. Apabila kondisi akut bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Dukungan pasti
ini terjadi untuk waktu yang lama, maka dapat tidak akan pernah terjadi pada keadaan yang seperti ini.
dipastikan bahwa skala persoalan menjadi sedemikian d. Akumulasi dan resultante dari ketiga aspek tersebut di atas,
besar, sehingga kawasan akan dikuasai kelompok- maka kerusakan semakin meluas, sampai pada skala yang
kelompok terorganisir, dan petugas semakin tidak hampir mustahil untuk ditangani dalam beberapa tahun ke
berani memasuki kawasannya. Kasus kerusakan seluas depan. Apabila hal ini terjadi, maka kawasan taman
4.000 Ha (deforested) dan 17.000 Ha (degraded) di nasional akan mengarah pada situasi yang disebut sebagai
SKW IV Besitang, Kab.Langkat merupakan contoh ”open access”, yaitu situasi suatu sumberdaya yang tidak
proses ”pembiaran” yang terjadi 3-5 tahun berlalu. dimiliki oleh siapapun, tetapi sekaligus juga dimiliki setiap
”Pembiaran” ini merupakan istilah Menteri orang (yang kuat). Yang berlaku dalam kawasan seperti ini
Kehutanan, terhadap sikap mental pengelola yang adalah ”hukum rimba” : siapa yang kuat ia yang dapat dan
tidak pernah melaporkan kasus-kasus di wilayahnya. berkuasa. Negara (baca: pemerintah) tidak hadir pada
Perambahan di kawasan-kawasan konservasi yang situasi sumberdaya seperti ini. Dan ini merupakan awal
semakin tidak terkendali merupakan buah dari proses dari kehancuran hutan-hutan tropis kita menuju padang
pembiaran ini. alang-alang dan kerusakan sumberdaya hutan, tanah, dan
b. Di mata penegak hukum, polisi - jaksa - pengadilan, air yang berkepanjangan.
kita juga menjadi tidak punya harga diri. ”Salahnya
punya kawasan tidak dijaga, wajar bila diserobot”. Leuser Berbenah
Sindiran-sindiran seperti ini juga harus dilihat sebagai
auto-critic kepada pengelola untuk segera merubah Sejak tahun 2005, manajemen Balai TNGL (sekarang menjadi
sistem pengelolaan, agar tidak hanya sekedar di Balai Besar), telah memahami situasi di atas dengan baik. Oleh
belakang meja saja. Maka, komitmen jangka panjang karena itu, investasi harus diarahkan untuk kembali menata
dengan jajaran penegak hukum tersebut harus pola-pola pengelolaan dan arah pengelolaan yang fokus dan
dibangun agar hukum dapat ditegakkan di lapangan. ditetapkan skala prioritasnya.
Apabila di suatu wilayah, jika selama bertahun-tahun
tidak ada hukum yang mampu ditegakkan, maka Untuk kawasan taman nasional yang sangat luas seperti
kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab itu TNGL, lebih dari 1 juta hektar dan panjang batas luas 1.022
akan melenggang dengan santainya untuk melakukan Km, maka teknologi GIS dan remote sensing harus
perambahan secara terorganisir. Ini situasi yang sangat dipergunakan. Pada tahun 2006, Balai TNGL telah memiliki
membahayakan. Pada situasi seperti ini, hukum harus Laboratorium GIS dan expert GIS didukung oleh Pemerintah
ada, harus ada perambah atau penebang haram yang Spanyol melalui Program UNESCO. Sedangkan data yang
diproses hukum, sampai masuk ke dalam penjara. diperlukan didukung oleh berbagai mitra; Yayasan Leuser
c. Ketiadaan petugas di lapangan, juga mengakibatkan Internasional (YLI), Sumatran Orangután Conservation
batas taman nasional dan tujuan pengelolaan taman Programme (SOCP), Wildlife Conservation Society (WCS),
nasional tidak pernah difahami oleh masyarakat. Conservation International (CI), dan Orangután Conservation
Dengan demikian, maka jangan harap kita akan Service Programme (OCSP).
mendapatkan dukungan dari mereka. Sementara itu,
dengan keterbatasan dana, sarana prasarana, dan Dengan beroperasinya Lab. GIS tersebut, maka Balai TNGL
luasnya kawasan yang harus dikelola, maka hampir telah berhasil melakukan kajian spasial terhadap berbagai
mustahil mampu melakukan pengelolaan secara soliter faktor manajemen, antara lain:
tanpa dukungan dari masyarakat atau mitra lainnya.
Maka, lengkaplah sudah situasi dimana taman nasional 1. Pemetaan luas kawasan,
menjadi barang yang asing dan bahkan dipandang aneh 2. Usulan zonasi,
Dok. SKW IV Besitang

Staf-staf Resort Sekoci dan Resort Sei Betung, SKW Besitang dengan segala ‘kesibukannya’...
Vol. 3 No 7 Tahun 2007
8
3. Usulan Penataan Balai Pengelolaan Taman kegiatan setiap tahun untuk setiap resort akan sangat
Nasional (BPTN), Seksi Pengelolaan Taman tergantung kepada potensi dan problema yang dihadapi.
Nasional (SPTN), Resort, Perbedaan ini akan mendorong kompetisi antar resort,
4. Kajian luas perambahan per DAS, per Resort, sehingga dapat dikawal proses pembelajaran antar resort,
5. Prediksi panjang batas luar kawasan per Resort, dalam hal penyelesaian masalah maupun dalam
per SPTN, per BPTN, pengembangan potensi-potensi lokal yang bernilai

LAPORAN
LAPORAN UTAMAUTAMA
6. Kajian DAS, kerentanan lahan, potensi banjir, dsb. ekonomi dan dapat mendorong penciptaan lapangan kerja
berbasis kawasan taman nasional.
Pada saat ini, sedang disusun suatu database untuk
seluruh TNGL yang berbasis resort. Tujuan dari Profil Resort TNGL
pembangunan database ini tidak lain adalah untuk
membangun : ”Pola Pengelolaan Taman Nasional Berdasarkan kajian awal, diperoleh kondisi atau profil
Berbasis Resort”. Setiap resort akan dikaitkan ke resort-resort di wilayah TNGL seperti tergambar pada
dalam 2 (dua) hal. Pertama, secara intern akan dapat tabel dan grafik halaman 10 dan 11.
diakses semua tentang kawasan, misalnya panjang
batas, jumlah dan kondisi pal batas, persoalan di Data dari tabel tersebut menunjukkan bahwa beban
sepanjang batas ke dalam kawasan (perambahan, kerusakan berturut-turut terjadi pada BPTN II Kutacane
illegal logging, perburuan liar), peta pemain dan aktor (13.319 Ha) , BPTN III Stabat (4.879 Ha), BPTN I
intelektual, kondisi sarana dan prasarana kantor resort, Tapaktuan (1.571 Ha). Dengan demikian, fokus investasi
keadaan pegawai-polhut, PEH, non struktural, dsb. dalam bentuk penegakan hukum penyelesaian
Kedua, secara eksternal akan dikaitkan dengan desa- perambahan, illegal logging perlu disesuaikan dengan
desa yang berbatasan dengan Resort yang besaran kerusakan tersebut. Namun demikian, perlu
bersangkutan, yang meliputi profil desa, lembaga- digarisbawahi bahwa penanganan persoalan-persoalan
lembaga formal dan informal di setiap desa, tokoh kawasan tentu harus dipertimbangkan aspek sejarah
formal dan informal, potensi desa, keadaan tata guna kerusakan, sejarah penataan batas kawasan, konflik-
lahan, komoditas unggulan setempat, dan seterusnya. konflik eksternal antara masyarakat dengan pihak Balai
TNGL di masa lalu, kondisi dan situasi dinamika politik
Dari database tersebut dapat dilakukan kajian tentang lokal-misalnya untuk seluruh wilayah BPTN di Nanggroe
gap, antara besaran problem, potensi yang dapat Aceh Darussalam, adalah sangat nyata dan harus disikapi
dikembangkan, dengan kondisi kapasitas, motivasi dengan bijaksana.
kerja, dan sarana prasarana di tingkat resort. Dengan
mengetahui besarnya gap tersebut, maka dapat Kesimpulan Awal
diprediksi dua hal. Pertama, kebutuhan pelatihan dan
atau pendampingan bagi kepala resort dan stafnya. Berdasarkan kajian spasial yang telah dilakukan, kajian
Kedua, kebutuhan pelatihan dan pendampingan bagi yang dilakukan melalui penyusunan Rencana Strategis,
kelompok-kelompok masyarakat desa disekitar resort analisis data-data dari upaya penegakan hukum dan
tersebut agar dapat mengembangkan berbagai pemantauan kondisi lapangan yang didukung dengan
komoditas unggulan setempat, baik yang berasal dari Laboraturium GIS/ remote sensing, dapat diambil
lahan desa maupun dari dalam kawasan taman beberapa kesimpulan awal yang menarik, dengan uraian
nasional. sebagai berikut;
Kondisi profil desa-desa di setiap resort akan berbeda Luas setiap resort, besaran persoalan, panjang batas,
dengan resort lainnya. Dengan demikian, usulan aksesibilitas, keadaan tata guna lahan di sekitar resort, tipe
daerah penyangga, profil desa-desa di sekitar resort dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan :

l Jumlah dan kapasitas Kepala Resort dan stafnya;


l Usulan revisi zonasi di resort dengan
mempertimbangankan resort di sekitarnya;
Fokus dan prioritas investasi internal berupa
Jejak Leuser

l
peningkatan kapasitas staf, sarana prasarana;
l Usulan fokus dan prioritas kegiatan baik yang tahunan
maupun yang berjangka menengah-panjang, dan
l Identifikasi dan analisis kapasitas mitra di berbagai
tingkatan dan keahlian.

Ke depan, apabila kapasitas manajerial resort sudah cukup


mumpuni, maka resort-resort akan menjadi unit terkecil
yang mandiri. Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN)

Vol. 3 No. 7 Tahun 2007


9
Tabel 1. Profil Resort di Balai Besar TNGL
Luas Pj Bts Luas Kerusakan
No BPTN Wilayah SPTN Wilayah Resort
( Ha ) (Km) ( Ha ) (%)
1 I / TAPAKTUAN I (Blang Pidie) Babahrot 25.153 13 0 0
2 Alur Sungai Pinang 22.092 19 62 0,3
3 Tangan-tangan 23.973 18 5 0
Total Wilayah SPTN I / Blang Pidie 71.218 51 67 0,1

4 II (Kluet Utara) Krueng Baro 63.650 41 5 0


5 Menggamat 50.174 39 19 0
6 Kluet Selatan 23.592 49 395 1,7
7 Bakongan 38.168 84 1086 2,8
Total Wilayah SPTN II / Kluet Utara 175.584 212 1504 0,9
Total Wilayah BPTN I / TAPAKTUAN 246.802 263 1571 0,6

8 II / KUTACANE III (Blangkejeren) Tongra 6.691 26 0 0


9 Kedah 45.688 24 9 0
10 Agusan 27.093 14 215 0,8
11 Sangir 29.785 11 186 0,6
12 Pinding 35.501 33 112 0,3
13 Lesten 24.488 27 9 0
14 Jambur Gele 37.588 20 1353 3,6
15 Marpunge 40.839 21 1146 2,8
Total Wilayah SPTN III / Blangkejeren 247.673 176 3030 1,2

16 IV (Badar) Lawe Gurah 16.271 7 429 2,6


17 SP. Ketambe 46.375 3 106 0,2
18 Lawe Mengkudu 20.554 24 1111 5,4
19 Lawe Mamas 36.646 9 182 0,5
20 Pulo Gadung 45.604 8 491 1,1
21 Lawe Alas 55.577 17 330 0,6
22 Lawe Malum 45.048 23 418 0,9
23 Muara Situlen 98.810 61 6791 6,9
24 Mardingding 23.395 45 432 1,8
Total Wilayah SPTN IV / Blangkejeren 388.281 196 10289 2,6
Total Wilayah BPTN II / KUTACANE 635.954 372 13319 2,1

25 III / STABAT V (Bohorok) Bukit Lawang 27.604 9 8 0


26 Bohorok 31.629 123 515 1,6
27 Marike 12.880 70 251 1,9
28 Bekancan 13.994 79 212 1,5
Total Wilayah SPTN V / Bohorok 86.107 281 985 1,1

29 VI (Besitang) Trenggulun 7.659 26 666 8,7


30 Sei Betung 9.734 19 1114 11,4
31 Sekoci 21.995 12 1362 6,2
32 Sei Lepan 23.513 15 455 1,9
33 Cinta Raja 25.706 14 224 0,9
34 Tangkahan 37.222 20 74 0,2
Total Wilayah SPTN VI / Besitang 125.829 105 3894 3,1
Total Wilayah BPTN III / STABAT 211.936 386 4879 2,3
Total Wilayah BALAI BESAR TNGL 1.094.692 1022 19769 1,8

Sumber : Analisis Batas TNGL sesuai Keputusan Menhut No.276/kpts-II/1997 (Lab. GIS BTNGL, April 2007)
Luas lahan rusak/terbuka didasarkan perhitungan perubahan penutupan hutan 1990-2000 (WCS, 2007)

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


10
Grafik Luas Resort TNGL

Tangkahan
Cinta Raja
Sei Lepan
Sekoci

LAPORAN
Sei Betung

LAPORAN UTAMAUTAMA
Trenggulun
Bekancan
Marike
Bohorok
Bukit Lawang
Mardingding
Muara Situlen
Lawe Malum
Lawe Alas
Pulo Gadung

Lawe Mamas
Resort

Lawe Mengkudu
SP. Ketambe
Lawe Gurah
Marpunge
Jambur Gele
Lesten
Pinding
Sangir

Agusan
Kedah
Tongra
Bakongan
Kluet Selatan
Menggamat
Krueng Baro
Tangan-tangan
Babahrot
Alur Sungai Pinang

- 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000


Luas (Ha)

Grafik Panjang Batas Luar Resort TNGL

Tangkahan
Cinta Raja
Sei Lepan
Sekoci
Sei Betung
Trenggulun
Bekancan
Marike
Bohorok
Bukit Lawang
Mardingding

Muara Situlen
Lawe Malum
Lawe Alas
Pulo Gadung
Lawe Mamas
Resort

Lawe Mengkudu
SP. Ketambe
Lawe Gurah
Marpunge
Jambur Gele
Jejak Leuser

Lesten
Pinding

Sangir
Agusan
Kedah
Tongra
Bakongan
Kluet Selatan
Menggamat
Krueng Baro
Tangan-tangan
Babahrot
Alur Sungai Pinang

0 20 40 60 80 100 120 140


Panjang Batas Luar (Km)

Vol. 3 No. 7 Tahun 2007


11
bertugas mengkoordinasikan persoalan-persoalan atau perencanaan-perencanaan dari bawah tersebut, dengan
upaya-upaya pengembangan potensi yang lintas resort, agenda-agenda pembangunan di kabupaten, propinsi, dan
sehingga peningkatan kinerja resort tidak menimbulkan nasional. Kampanye program-program kerja pembangunan
pengkotak-kotakan atau menimbulkan kontra kerjasama TNGL di tingkat global, mengingat TNGL sebagai Warisan
antar resort, mengingat banyak persoalan yang dapat Dunia, juga sebaiknya dilakukan oleh direktur pada Balai
diselesaikan hanya apabila resort-resort bekerjasama Besar TNGL tersebut, agar mendapatkan dukungan pendanaan
secara sinergis. dan jaringan kerja global.

Koordinasi lintas SKW perlu dilakukan oleh BPTN Untuk mewujudkan manajemen yang efektif di tingkatan
khususnya yang menyangkut persoalan dan resort tersebut bukanlah hal yang mudah. Diperlukan 3 - 5
pengembangan potensi yang terjadi pada lintas SKW baik tahun upaya yang konsisten untuk mengawal proses
yang menyangkut aksesibilitas antar kabupaten maupun ke peningkatan kapasitas dan sistem kerja berbasis resort
propinsi. Pengembangan kemitraan di tingkat kabupaten tersebut. Hal ini perlu didukung oleh Ditjen PHKA dengan
dan lintas kabupaten, termasuk upaya-upaya kampanye pengawalan dan pemantauan perkembangan lapangan yang
dan komunikasi konservasi. tegas dan lugas, agar proses pembelajaran dapat
didokumentasi dan dapat ditularkan kepada UPT Taman
Tugas pokok Kepala Balai Besar yang setingkat direktur Nasional lainnya di seluruh tanah air.***
atau Eselon IIb lebih kepada upaya-upaya mensinergikan

Selamat Datang, Selamat Jalan....


Ir. Wiratno, M.Sc Ir. Amon Zamora,M.Sc
Jabatan Lama: Kepala Balai Taman Jabatan Lama: Kepala SKW III Painan
Nasional Gunung Leuser pada Balai Taman Nasional Kerinci Seblat
Jabatan Baru: Kepala Subdit Pemolaan Jabatan Baru: Kepala Bidang Teknik
dan Pengembangan, Direktorat Konservasi Konservasi pada Balai Besar TNGL
Kawasan, Ditjen PHKA

Imelda Kamayanti Hrp,SH Ir. Abubakar Cekmad


Jabatan Lama: Kepala Sub Bagian Tata Jabatan Lama: Kepala SKW I Sabang pada
Usaha Balai TNGL Balai KSDA NAD
Jabatan Baru: Kepala Seksi Pemanfaatan Jabatan Baru: Kepala BPTN I Tapak Tuan
dan Pelayanan pada Bidang Teknis KSDA
Balai Besar KSDA Sumut

Olo Simbolon Drh. Zulkarnaen


Jabatan Lama: Kepala Seksi Konservasi Jabatan Lama: Kepala Sub Bagian Tata
Wilayah III Bukit lawang, Balai TNGL Usaha pada Balai KSDA NAD
Jabatan Baru: Kepala Seksi Perlindungan, Jabatan Baru: Kepala BPTN II Kutacane
Pengawetan, dan Perpetaan pada Bidang
Teknis KSDA Balai besar KSDA Sumut.

Ir. Nurhadi Utomo Ir. Ari Subiantoro


Jabatan Lama: Kepala Subdit Penyidikan Jabatan Lama: Kepala Seksi Pelayanan
Wilayah II, Departemen Kehutanan Sarana dan Prasarana pada balai Litbang
Jabatan Baru: Kepala Balai Besar Taman Kehutanan Banjarbaru
Nasional Gunung Leuser Jabatan Baru: Kepala BPTN III Stabat

Ir. Sri Andayani,M.Si Hendra Wijaya,S.Hut


Jabatan Lama: Kepala Seksi Cagar Alam Jabatan Lama: Staf pada Balai Taman
pada Subdit Kawasan Suaka Alam dan Nasional Gunung halimun Salak di
Hutan Lindung Direktorat KK, Ditjen Sukabumi
PHKA Jabatan Baru: Kepala SPTN Bukit Lawang,
Jabatan Baru: Kepala Bagian Tata Usaha BPTN III Stabat
pada Balai Besar TNGL

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


12
K
K EE
H AH
TI A T I
Oleh:
Suharto Dj*)

C
antik...! Itulah kesan pertama ketika melihat ukuran 8 - 10 mm sedangkan yang jantan hanya ± 3 mm.
laba-laba yang bersenjata duri tajam di bagian
atas perutnya ini. Makhluk ini termasuk ke Jenis Gasteracantha sturi memiliki ukuran tubuh dan
dalam hewan tidak bertulang belakang dan tubuh yang panjang duri yang kurang lebih sama dengan jenis G.
beruas-ruas. Makhluk ini dibedakan dari serangga doriae. Pada kedua jenis ini, corak bangunan pada
karena: 1) memiliki 4 pasang kaki, 2) memiliki tiga
pasang mata, 3) tubuhnya terdiri dari : cephalo-thorax bagian atas (dorsal) dari perut bukan berupa bercak
dan abdomen, 4) perut (abdomen) tidak beruas-ruas, melainkan lebih kepada bangunan garis yang tebal.
dan 5) mampu memproduksi benang sutera. Yang membedakan diantara kedua jenis ini adalah
apabila pada G. Sturi corak warna
Yang membedakan laba-laba berduri yang berada di atas warna dasar
dengan laba-laba jenis lain ialah hitam adalah berupa garis putih,
tubuhnya yang keras, rata dan terdapat 3 maka pada G. doriae garis tersebut
(tiga) pasang duri sebagai senjata yang berwarna kuning. Bagian perut
terletak di bagian atas (dorsal) dari bawah (ventral) dan cephalo-thorax
perutnya. Senjata berupa duri ini kedua jenis laba-laba ini sama-sama
menjadi panjang menyerupai tanduk berwarna hitam.
pada jenis Gasteracantha arcuata, yaitu
pada baris duri kedua, melebihi dari Jenis Gasteracantha kuhlii ditandai
panjang tubuhnya. Seperti umumya dengan corak dan warna badan yang
laba-laba, betina ukurannya lebih besar khas, dimana pada bagian atas perut
adalah berwarna dasar putih dengan
Jejak Leuser

dari pada yang jantan, dimana betina


jenis ini berukuran 10 - 12 mm, bercak hitam dan kecoklatan yang
sedangkan jantan kurang lebih hanya 3 tak beraturan. G. kuhlii betina
mm. G as ter acantha arcuata panjangnya 5 - 8 mm sedangkan yang
mempunyai corak khas pada bagian atas jantan ± 4 mm.
perut yang berwarna kemerahan dengan
titik-titik hitam. Jenis G. hasseltii Jenis Gasteracantha mammosa
memiliki corak tubuh yang mirip dengan G. arcuata, ditandai dengan corak dan warna yang mirip dengan G.
tetapi ukuran durinya jauh lebih pendek meskipun duri kuhlii, tetapi warna hitam yang selalu muncul pada
baris kedua tetap lebih panjang daripada pasangan setiap pangkal duri G. Kuhlii, pada G. mammosa
pertama dan ketiga. G. hasseltii betina berukuran berwarna coklat. Warna perut bagian bawahnya

Vol. 3 No. 7 Tahun 2007


13
spinneret sesuai dengan
letaknya, yang masing-masing
mengeluarkan kelenjar yang
berbeda. Spinneret depan
mengeluarkan kelenjar
piriformis dan kelenjar
ampullaceal yang meghasilkan
benang untuk kerangka dalam
pintalan. Spinneret tengah
mengeluarkan kelenjar
aciniformes yang menghasilkan
sutera pipih dan kelenjar
tubiliformes yang menghasilkan
sutera pembungkus. Dan
spinneret belakang
mengeluarkan kelenjar
Desmier/ Suharto

aggregates yang menghasilkan


perekat pintalan dan spiral
halus, serta kelenjar
flagelliformes yang
menghasilkan poros sutera.
Hanya laba-laba betina yang
mengeluarkan kelenjar
tubuliformes. Pada laba-laba
Gasretacantha sturi betina jenis Araneus selama hidupnya
dapat menghasilkan benang
seluruhnya hitam dengan duri yang jauh lebih pendek sampai sepanjang 80 km.
daripada duri pada G. kuhlii. Betina G. mammosa
berukuran 6 10 mm, jantan ± 3 mm.
Aktivitas
Jenis Gasteracantha buttons berukuran paling kecil Binatang ini menunggu mangsa berupa serangga dan
dibandingkan dengan jenis lain, warnanya coklat binatang ukuran kecil pada malam hari. Hanya
kehitaman dengan duri-duri yang relatif sama panjangnya Gasteracanta arcuata yang aktif pada malam dan siang
dan tajam. Makhluk betina berukuran 4-5 mm, sedangkan hari. Dalam menangkap mangsa, mereka bisa bergerak
yang jantan ± 2 mm. vertikal dan biasanya dengan memanjat dahan pohon atau
melaui suteranya, mereka juga sering berayun dengan
Duri pada Gasteracantha sebenarnya bukan untuk benang suteranya, dengan memanfaatka angin. Mereka
melemahkan atau membunuh mangsanya tetapi lebih juga amat pandai menyeberangi jembatan benang sutera
untuk melindungi diri dari ancaman predatornya. Predator yang dibuatnya sendiri.
Gasteracantha antara lain: seperti lebah (jenis Pepsis Pakannya di antaranya adalah capung (Anax junius Dru.),
marginata dan Scaliphron caementarium Drury), lebah capung jarum (Lestes uncata Kirb.), nyamuk, lalat,
tanah (Vespula vulgaris), bunglon (Calotes sp), tarsier jangkrik, dan serangga terbang lain yang terperangkap di
(Tarsius bancanus) dan kukang (Nycticebus coucang). jaringnya. Gasteracantha doriae, G. hasseltii, G. sturi, G
mammosa dan G. buttons, pada siang hari lebih sering
Penyebaran . dijumpai beristirahat di bawah lembaran daun di hutan, dan
Laba-laba Gateracantha dijumpai di banyak negara di Asia, Gasteracantha arcuata lebih sering dijumpai di pinggiran
dari India, Srilangka, Malaysia, Singapura, Burma, jaringnya.
Kamboja, Thailand, Philipina, Vietnam, Hongkong dan
Jepang dan China. Fauna ini banyak dijumpai di hutan
primer, sekunder dan perkebunan bekas hutan primer. Moulting
Proses pendewasaan pada semua laba-laba selalu
Produsen “Benang Sutera” mengalami pergantian kulit (Moulting), setidaknya untuk 5
Semua jenis laba-laba memproduksi benang mirip sutera sampai 10 kali selama hidupnya. Ada tiga hal penting pada
yang dikeluarkan oleh kelenjar spinalis. Semua 'sutera' proses ganti kulit ini, yaitu: 1) mengangkat kulit atas
yang diproduksi laba-laba adalah mengandung protein dan cephalothorax, 2) mengelupaskan kulit abdomen, dan 3)
masuk ke dalam kelompok fibroin. Benang yang mengelupaskan kulit kaki-kakinya.
diproduksi laba-laba lebih elastis bila dibandingkan
dengan benang nilon. Apabila elastisitas benang nilon Awal moulting ditandai dengan meningkatnya denyut
jantung dan banyak haemolymph dipompa ke prosoma
adalah 16% maka benang laba-laba adalah 31%. Kelenjar (kepala dan dada). Pada kandisi itu berat cephalothorax
'sutera' terletak di dalam perut laba-laba. Bagian tubuh naik sampai 80%; sementara abdomen mengkerut dan
yang mengeluarkan kelenjar disebut spinneret. Ada 3 buah

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


14
berkurang beratnya sampai 30% serta tekanan
haemolymph meningkat duakali lipat. Pada saat yang
bersamaan lapisan kutikula pada cephalothorax
kehilangan kekerasannya sampai 2/3 dari keadaan
sebelumnya, karena pada saat itu sebagian besar
endocuticle telah diserap dari dalam. Bagian paling
awal yang mengelupas adalah pada samping depan

K
K EE
prosoma, kemudian carapace terangkat dan
terkelupas.
Proses pengelupasan selanjutnya, bagian prosoma

H AH
Desmier/ Suharto
melebar ke bagian opisthosoma (bagian belakang =
abdomen = perut). Lapisan kutikula kulit abdomen
tua ketika itu mengkerut karena volume abdomen
yang menurun. Sebelum abdomen benar-benar

TI A T I
mengelupas, spinnerets (bagian dimana benang sutera
dikeluarkan) berperan memutus benang yang
menghubungkan bagian dalam dengan kulit luar.
Gasteracantha hasseltii betina
Kurang lebih bersamaan ketika abdomen telah bebas
mengelupas, kaki-kakinya ditarik ke luar dari kulit
lama. Proses pengelupasan bagian kaki merupakan
bagian paling sulit dan bisa berakibat fatal pada laba-
laba banyak di antara mereka yang harus putus paha
(femur) dan kehilangan kaki. Kaki yang hilang pada
proses ganti kulit dapat tumbuh kembali bagi laba-laba
yang masih berusia muda (juvenile). Proses ganti kulit
pada Gasteracantha sp. berlangsung antara 10 15
menit.
Desmier/ Suharto

Siklus Hidup
Musim kawin biasanya berlangsung dari Agustus
Oktober. Bila pada betina laba-laba Pholcidae selalu
membawa kumpulan telur terbungkus benang
(cocoon) ke manapun pergi sampai menetas, hal ini
tidak terjadi pada Gasteracantha. Mereka meletakkan Gasteracantha doriae betina
telurnya di serasah di tanah. Telur yang terkumpul
dalam satu coccon jumlahnya mencapai ratusan, tetapi
yang menetas dan mencapai usia desawa kurang dari
10%. Sejak telur-telur menetas, untuk mencapai usia
dewasa memakan waktu lebih dari 200 hari. Kematian
terjadi karena predasi dan dalam proses ganti kulit.
Mereka dapat bertahan hidup 1 2 tahun, tetapi satwa
jantan umurnya lebih pendek karena mereka akan mati
segera setelah kopulasi usai. Laba-laba Atipus sp
betina dapat hidup selama 7 tahun.***
Desmier/ Suharto

(Dari berbagai sumber)

*) Peneliti dan mantan staf Balai Taman Nasional


Jejak Leuser

Gunung Leuser
Gasteracantha arcuata betina

Lebih baik menjaga mulut anda tetap tertutup dan membiarkan orang lain menganggap anda
bodoh, daripada membuka mulut anda dan menegaskan semua anggapan mereka.
-Mark Twain-

Vol. 3 No. 7 Tahun 2007


15
Communities: Friends or Foes?
Oleh:
Koen Meyers*)

Pengelolaan berbasis resort yang makin mendekatkan taman nasional dengan masyarakat dan pemda di sekitar taman
merupakan pola yang akan dikembangkan di TNGL. Hal itu diharapkan dapat mengurangi ancaman terhadap kawasan
sekaligus meningkatkan dukungan terhadap TNGL sebagaimana konsep yang disampaikan David Hales. Angin perubahan
yang telah berhembus diharapkan dapat dipertahankan dan ditingkatkan seiring dengan perubahan status TNGL menjadi
Balai Besar untuk mencapai tujuan taman nasional yang memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan ekologi.

O ver the last few decades, the role of community


participation in protected area management has
been heavily debated amongst conservationists.
Unfortunately, the debate has often resulted in a stand-off
with conservationists divided over which approach to
consultation. In addition, the lack of tangible returns from
GLNP towards local communities has weakened
community support for the park. Furthermore limited
opportunities as well as low capacities to participate in the
management of GLNP have often led to a negative local
support, i.e. more rigid protection or more participation. perception regarding the park. In certain villages a latent
The debate is far from finished and like a pendulum, conflict has emerged, in which the communities reject the
conservation policies have followed the outcomes of the existing boundary and zonation system, and demand the
debate resulting sometimes in a call for removal of the GLNP boundaries. E.g.
more participation and at other times, Lumban Tua Village in South-east
for stricter law enforcement. Aceh District and PIR ADB village in
Amongst the management staff of Langkat District
Gunung Leuser National Park
(GLNP), which is also internationally Though the conflicts between
recognized both as a UNESCO communities and GLNP may be
Biosphere Reserve and World Heritage caused by several factors, they are
Site (Tropical Rainforest Heritage of mainly the result of a lack of pro-active
Sumatra), the debate has been no less management of GLNP authorities
vigorous. Past examples in the during the past. Dissemination of
management of GLNP have show that information, strategic communication
centrally developed policies and and stakeholder engagement have
management schemes related to the unfortunately never been high on the
role of the community are often agenda of GLNP authorities. In
unsuitable for local conditions and addition there have been other problems such as the low
increase the potential for conflicts with local communities. and ad-hoc attendance in the field of forest rangers. Most of
The Gunung Leuser National Park covers an area of the problems are related to organizational capacities, which
1.094.692 ha (sixteen times the size of Singapore ) and the are insufficient to cope with the increasing pressures within
total length of its boundary is 1021 km. In and adjacent to and outside the National Park. Moreover the increasing
the park, there are 118 villages that have a direct interaction pressure on GLNP has given rise to a siege mentality
with the park. The relationship between these communities amongst park staff, whereby non-action is often preferred
and the park is not always cordial. Local communities often above managing the existing conflicts. The above
perceive the park as an alien concept, imposing a conditions are deplorable as GLNP, more than ever, needs
management system over resources and land without prior the assistance of the local communities to cope with its
Vol. 3 No 7 Tahun 2007
16
KHASANAH
KHASANAH
current transboundary problems, such as illegal After two years as the head of GLNP, Wiratno will be
logging and encroachment. transferred to a new position in the Directorate General
However, a wind of change blew through GLNP when of Forest Protection and Nature Conservation,
two years ago a new park manager, Wiratno, was Ministry of Forestry. Hales states that the success in
appointed. Wiratno has from the early days of his defending park values depends on the courage and
appointment tried to adopt a new paradigm based on competence with which those who support these
the concept of “Beyond Park Boundaries”. According values unite and support those forces in society which
[1]
to David Hales , there are two ways to consider the will make walls and buffering unnecessary. Wiratno is
relationship between parks and surrounding areas. One one of these forces.
is to consider whether the values for which parks were The new GLNP strategic plan, which has been
created must have some direct physical or biological developed using participatory methods,
link with the surrounding land uses. The other is to ask accommodates Hales concept by focusing on a resort
whether public and political support for park values based management approach. This new approach,
will continue if parks are not managed in ways that are supported by UNESCO and the Spanish Government,
demonstrably beneficial to other land uses and thus to will help to resolve the problems of staff presence in the
people outside the park. field as well as provide a framework for involving local
In line with Hales thinking, Wiratno developed a strong communities and partners in park management.
human-centred approach in GLNP, where the focus of With the new strategic plan and changes in the status of
the National Park laid not only inside the National GLNP management, i.e. upgrade to Balai Besar, there
Park. He believes that in order to support a wise is a new opportunity for this wind of change to continue
human-wildlife cohabitation, there is a need to develop blowing, and for the GLNP to achieve sustainable
innovative management approaches and methods that support from local communities and partners.
secure wildlife protection while providing Selamat Jalan Pak Wiratno, Selamat Datang Pak
simultaneously room for human development. Under Nurhadi Utomo
his authority and with the assistance of many
stakeholders, he was able to develop a new park
Jejak Leuser

strategy, based on a pro-active approach outward from *) Technical Adviser for Environmental Sciences
the border, which aims to reduce conflicts inside the UNESCO Office, Jakarta
park. Realizing the limited capacity of GLNP Regional Science Bureau for Asia and the Pacific
managment in coping with transboundary issues, Tel: +62-(0)21-7399818 ext. 814
Wiratno recognizes that the future of GLNP depends Mobile: +62-(0)816 351153
on a wide range of stakeholders, including local Fax: +62-(0)21-72796489
communities. His policies during the last two years UNESCO House
have reached out to communities and partners, and Jl. Galuh (II) No. 5
invited them to help the GLNP authorities to protect the Kebayoran Baru
park. Jakarta 12110, INDONESIA
www.unesco.or.id

Vol. 3 No. 7 Tahun 2007


17
Mau Tahu Perkembangan Kasus Kayu?
Tinggal Klik…
Oleh:
Suer Suryadi *)
Agustinust Wijayanto **)

P enebangan liar (illegal logging) dalam berbagai


skala dan perdagangan gelap hidupan liar
merupakan masalah besar dalam upaya konservasi
hutan dan keanekaragaman hayati di Indonesia. Secara
ekonomi, kedua tindak pidana itu merugikan negara dalam
Pengadilan. Sejauh ini, data tahun 1999-2005 telah
dimasukkan ke dalam database dan masih terus di up date
hingga kini.

Kesulitan terbesar dalam pengumpulan data adalah tidak


bentuk pemasukan keuangan. Dari penebangan liar, terpusatnya data mengenai tindak pidana kehutanan,
kerugian negara diperkirakan sebesar US$ 3,4-3,9 miliar pengarsipan yang tidak sistematis, data yang tidak
per tahun, sedangkan dari diperbarui, kurangnya
perdagangan gelap hidupan liar pemantauan terhadap
sebesar US$ 600 juta per tahun. perkembangan kasus, alur
Dari sisi ekologi, kerusakan hutan laporan yang tidak jelas, tidak
dan isinya memberikan dampak adanya laporan tahunan
pada keseimbangan di alam berupa mengenai fluktuasi tindak
dampak primer dan sekunder yang pidana kehutanan dan data yang
mendorong perubahan lingkungan sudah disimplifikasi sehingga
dan sosial di masyarakat. menghilangkan kelengkapan
Seringkali masalah itu bermuara data. Tidak tersedianya data
pada kesimpulan lemahnya terpadu mengenai berbagai
penegakan hukum dan aspek yang kasus tindak pidana kehutanan,
mengelilinginya. mengakibatkan sulitnya
lembaga penegak hukum dan masyarakat untuk memantau
Dalam program Enforcement Economic, dimana kami saat kinerja pelaksanaan penegakan hukum dari tindak pidana
itu bekerja untuk program Center for Conservation on kehutanan.
Governance-Conservation International, telah
mengumpulkan data kuantitatif tindak pidana bidang Sistem Penelusuran Kasus
kehutanan (penebangan liar dan perdagangan hidupan liar)
di 5 kabupaten (Sorong, Jayapura, Manokwari, Biak, dan Pengumpulan dan pengarsipan data selama ini dilakukan
Merauke). Data tersebut diperoleh dengan cara investigasi secara manual. Hal ini menyulitkan pencarian data yang
langsung dan data resmi dari lembaga terkait, seperti dibutuhkan karena terselip di antara ribuan dokumen.
BKSDA, Dinas Kehutanan, Kepolisian, Kejaksaan, dan Resiko hilangnya data sangat besar. Bahkan terbakarnya
Vol. 3 No 7 Tahun 2007
18
KHASANAH
KHASANAH
data,seperti yang pernah terjadi di daerah Merauke.
Berbeda dengan data digital (computerized) yang
memungkinkan data disimpan untuk jangka waktu Menu Utama dan Bagian-bagian Database
lama, mudah dicari, dan dapat disimpan di beberapa
tempat tanpa banyak memakan ruangan. Database ini dikembangkan untuk mempermudah
pemantauan perkembangan kasus sehingga pihak yang
Pengembangan database tindak pidana kehutanan ini memerlukan informasi dapat sesegera mungkin
bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh informasi memperbaharui data, melacak data, dan menganalisa
penanganan perkara, mulai dari deteksi tindak pidana data. Database ini memerlukan berbagai informasi
hingga penyelesaian kasusnya di Pengadilan. Dengan mulai dari deteksi, penangkapan, penyidikan,
demikian, program database ini akan memberikan penuntutan, hingga persidangan di tingkat kasasi sesuai
sejumlah informasi yang dapat digunakan untuk urutan dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum
mengevaluasi program pengamanan, mengetahui Acara Pidana).
kinerja petugas, memantau kasus, data yang akurat dan
up to date, dan menyajikan sejumlah grafik atau tabel Program ini terdiri dari MEMASUKAN DATA
yang dapat digunakan untuk membuat laporan atau (termasuk untuk edit), TAMPILAN GRAFIK (hasil
statistik tahunan mengenai pidana di bidang kehutanan dalam bentuk grafik sesuai pilihan) dan LAPORAN
dan konservasi. Informasi dari database ini juga dapat (hasil dalam bentuk tabel sesuai pilihan). Hasil analisa
digunakan sebagai bahan untuk menyusun program dalam bentuk tabel dan grafik juga dapat dilakukan
pengamanan kehutanan dalam rangka pemberian sendiri sesuai kebutuhan. Untuk itu, pengguna harus
penghargaan terhadap dedikasi petugas/lembaga yang menentukan lebih dahulu, informasi apa yang ingin
menangani kasus dengan tuntas. diperoleh untuk dibuat querynya.
Untuk dapat menggunakan database yang diberi nama Database Sistem Penelusuran Kasus ini dibuat untuk
Jejak Leuser

Sistem Penelusuran Kasus (Case Tracking System) ini, kasus-kasus Penebangan liar dan perdagangan gelap
diperlukan computer dengan kapasitas harddisk masih hidupan liar. Namun untuk tulisan ini, penjelasan lebih
tersisa 5 Megabytes. Komputer sudah memiliki difokuskan pada kasus-kasus penebangan liar:
minimal sistem Windows 97 dan Microsoft Access dari
Office 2000 atau Office XP 1. Memasukan Data, terdiri dari:
n Data illegal Logging (informasi umum; pelaku;
Untuk mempermudah pengguna, database ini juga daftar sitaan; barang bukti; penanganan pelaku;
dilengkapi dengan manualnya untuk instalasi,
proses hukum; vonis; entri/edit; keterangan)
pengisian data, pencarian data, hingga analisa data.
Untuk memahami program ini, cukup diperlukan n Daftar Kayu Komersil (tipe kayu; family; nama
waktu paling banyak 2 jam saja. ilmiah; nama lokal; nama dagang)

Vol. 3 No. 7 Tahun 2007


19
Dok. SKW IV Besitang

Berbagai ‘kasus kayu’ yang sempat merebak di TNGL. Ke depan...tinggal klik .


Berfungsinya staf yang terlatih dan program database itu
2. Tampilan Grafik, terdiri atas : masih tergantung pada satu faktor terpenting, yaitu
n Grafik Illegal Logging (jumlah kasus; jumlah jenis kemauan (political will) dari pengambil keputusan.
kayu, status hukum pelaku; penanganan tindak pidana) Rasanya tidak memerlukan dana (kalaupun ada, mungkin
kecil saja) untuk menetapkan satu atau dua orang staf
3. Laporan, terdiri dari: sebagai “kuncen” atau juru kunci untuk mencari data,
n Laporan Illegal Logging (jumlah sitaan illegal logging memasukkan data, dan menganalisa data. Data dan
berdasarkan tempat dan kubikasinya) informasi ini akan menjadi kekuatan untuk menentukan
prioritas dalam menangani masalah illegal logging,
mengukur kinerja lembaga dan personilnya sehingga
apresiasi dapat diberikan sesuai kinerjanya.
In house training
Kemauan pengambil kebijakan memerlukan dukungan
dari semua pihak, dan Itu semua memerlukan proses. Kita
Program database ini akan menjadi benda mati tak berguna, tidak lagi bicara bisa atau tidak bisa, tetapi mau atau tidak
jika tidak digunakan sebagaimana mestinya. Untuk mau. Waktu yang akan membuktikan…***
menghindari hal itu, maka telah dilakukan pelatihan
informal (In-house training) untuk staf-staf yang
ditugaskan oleh lembaganya menangani data. Hingga saat
*) Suer Suryadi, saat ini bekerja untuk UNESCO Office,
ini, program ini telah diberikan dan di install di Dinas
Jakarta
Kehutanan Provinsi Papua, Balai KSDA Papua I-Jayapura,
Balai KSDA Papua II-Sorong, Dinas Kehutanan Sorong,
*) Agustinus Wijayanto, saat ini bekerja untuk
dan Balai TN Wasur Merauke. Total staf kehutanan yang
Conservation International-Indonesia
telah dilatih sebanyak 20 orang. Program ini juga sudah
diperkenalkan dan di install di Direktorat Perlindungan
Hutan, Departemen Kehutanan (sekarang bernama
Direktorat Penyidikan dan Perlindungan Hutan).

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


20
DINAMIKA
DINAMIKA
Pembayaran Jasa Lingkungan
dan Ketersediaan Air
Oleh:
Lelyana Midora*)

K ekayaan sumber daya alam Indonesia yang


telah tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia telah mengalami
penyusutan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas dari masa ke masa.
Kelangkaan sumber daya alam tersebut tentu saja
dikarenakan oleh kerusakannya yang sudah dalam
taraf mengkuatirkan. Sebagai contoh
sumber daya hutan yang menyimpan
Penyusutan ini disebabkan adanya banyak sumber kehidupan dewasa ini
faktor laju pertambahan populasi mengalami penurunan kualitas dan
penduduk yang tidak terkontrol dan kuantitas secara drastis. Berdasarkan
semakin besarnya aktifitas exploitative informasi terkini laju kerusakan hutan di
sumber daya alam yang sarat Indonesia telah mencapai 1,6 juta hektar
kepentingan ekonomi yang ditandai per tahun pada tahun 1985-1997 dan
semakin tingginya konsumsi bahan diperkirakan sebesar 3,8 juta hektar setiap
baku alam yang tersimpan dalam tahunnya pada kurun waktu 1997-2000
bentuk sumberdaya hutan dengan (Purnama, 2004) Hutan sebagai sistem
segala isi dan fungsinya. penyangga kehidupan memberikan
dampak berganda terhadap sumber-
Di masa lampau kekayaan sumber daya sumber daya alam yang lainnya. Siklus air
alam relatif bebas dimanfaatkan dan yang dikontrol oleh vegetasi hutan juga
tidak mengikat secara regulasi, yang ikut terkena dampaknya akibat adanya
Jejak Leuser

menggambarkan hubungan supply- penyusutan hutan/kerusakan hutan.


demand yang masih berimbang bahkan supply yang Akibatnya adalah bahwa sumber daya airpun
tersedia di alam masih berlebihan karena pada masa itu mengalami penurunan kualitas terutama kuantitas.
penduduk Indonesia belum sepadat masa sekarang dan
kepentingan serta tuntutan kebutuhan teknologi juga Pemanfaatan Sumber Daya Air
belum begitu tinggi. Namun sekarang keberadaan
sumber daya alam semakin hari semakin menipis, Sementara itu kita tahu bahwa sumber daya air adalah
sehingga menjadikan barang bebas ini menjadi barang kebutuhan manusia yang sangat vital dan hampir
langka yang pemanfaatannya harus diatur oleh seluruh sektor pembangunan di dunia ini
undang-undang dan berbagai aturan atau kesepakatan membutuhkan sumber daya ini sebagai bahan baku.
yang mengikat untuk menjaga kelestariannya. Sebagai contoh pemanfaatan air untuk irigasi

Vol. 3 No. 7 Tahun 2007


21
pertanian, perikanan, air minum, pembangkit listrik, Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air
pembangkit energi panas bumi, pembuatan semen bahan
bangunan, bahan baku industri, dsb. Diantara pemanfaatan Isu kelangkangan sumber daya air telah menyita perhatian
tersebut diatas pemanfaatan/konsumsi air untuk keperluan masyarakat luas. Diskusi, inisiasi, kesepahaman telah
pertanian menduduki peringkat pertama. Berdasarkan dirancang untuk menghadapi kelangkaannya di masa yang
presentase perhitungan yang dilakukan oleh Lubis (1998) akan datang. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan
pembagian prosentase konsumsi air dunia adalah: 93,4% Air muncul sebagai salah satu solusi untuk melestarikan
untuk pertanian, 3,8% untuk Industri dan 2,7% untuk sumber daya air. Walaupun dalam pelaksanaannya masih
perkotaan. mengalami banyak perdebatan, namun inisiasi
pembayaran jasa lingkungan air ini merupakan ide inovatif
yang harus kita akui bersama sebagai wujud penghargaan
dan upaya pelestarian kita terhadap sumber daya alam
perkotaan, yang diharapkan dapat menjaga ekosistem daerah
2.70% tangkapan air yang ada di atas (hulu) serta mampu
meningkatkan taraf hidup masyarakat hulu yang ikut andil
industry, dalam upaya konservasi alam di kawasan tersebut. Konsep
3.80% Pembayaran Jasa Lingkungan Air ini dibangun dengan
kerangka pikir hulu dan hilir. Sebagaimana kita ketahui
bahwa air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang
rendah. Keberadaan air di dataran rendah dalam hal ini hilir
atau perkotaan sangat tergantung dari ketersediaan air
yang ada di kawasan atas atau hulu. Kerusakan lingkungan
yang terjadi di daerah hulu akan menimbulkan dampak
kerugian di daerah yang ada dibawahnya. Adanya siklus
saling ketergantungan tersebut menciptakan adanya suatu
ide reward atau penghargaan yang diberikan kepada
pertanian,
masyarakat hulu terhadap berbagai upaya kegiatan yang
93.40% dilakukan dalam rangka mengkonservasi kawasan yang
selanjutnya diwujudkan dalam kerangka pembayaran jasa
Persentase konsumsi air dunia (Lubis, A. R, 1998) lingkungan. Berdasarkan hasil diskusi bersama
pembayaran ini sebaiknya tidak bersifat paksaan,
mekanismenya harus berdasarkan situasi dan kondisi
setempat, dan tidak selalu berbentuk cash atau uang.
Sumber Daya Air Inspirasi Upaya Konservasi Alam
Pembayaran jasa lingkungan dengan mendukung progam
kegiatan konservasi di daerah hulu itupun sudah
Sumber daya air banyak dijadikan alasan utama ataupun
merupakan salah satu bentuk pembayaran yang real.
dasar pertimbangan dalam upaya konservasi atau
pelestarian alam. Misalnya pengusulan
Dengan mekanisme berbagi tanggung jawab bersama
pegunungan/ekosistem Mueller sebagai World Heritage
hulu-hilir diharapkan ikut membantu dalam rangka
Site didasarkan karena ekosistem tersebut merupakan
pelestarian sumber daya air dan membantu masyarakat
menara air (TROPIKA Vol.9 No.1 hal 45 'Ekspedisi
hulu di sekitar mata air dalam meningkatkan taraf hidup
Mueller'). Taman Nasional Gunung Gede Pangrango juga
mereka serta menjaga sumber daya alam untuk
merupakan salah satu kawasan konservasi yang dicetuskan
keberlanjutan anak cucu kita (WWF, 2004). Oleh sebab itu
guna melindungi daerah tangkapan air untuk menyuplai air
kesepahaman bersama untuk melestarikan sumber daya
ke setiap penduduk di Jakarta, Bogor, Puncak, Sukabumi
alam melalui pembayaran jasa lingkungan air ini
dan Cianjur.. Sumber Daya Air juga telah memberikan
merupakan bentuk tanggung jawab dan penghargaan kita
inspirasi pemerintah daerah Kabupaten Mandailing Natal
serta upaya pelestarian alam yang hendaknya perlu kita
untuk menyelamatkan hutannya dengan mencetuskan
dukung bersama.
berdirinya Taman Nasional Batang Gadis yang
didalamnya mengalir Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang
Sejauh ini mekanisme pembayaran jasa lingkungan air
Gadis yang merupakan sumber kehidupan ekonomi utama
masih mandeg sebatas wacana walaupun pemerintah
bagi masyarakat disana dimana mata pencaharian
khususnya Departemen Kehutanan sebagai regulator
utamanya adalah bertani, dan beberapa kawasan
kawasan konservasi telah membentuk Direktorat
konservasi lainnya yang juga telah dicetuskan dalam
Pemanfaatan Jasa Lingkungan sebagai indikasi keseriusan
rangka upaya perlindungan ekosistem dan pelestarian
untuk menangani hal ini. Di pihak lain pemerintah daerah
sumber daya air. Beberapa kawasan konservasi di
terkait yang menyadari pentingnya melindungi kawasan
Indonesia yang berfungsi melindungi sumber daya air dan
penyedia air telah menerapkan regulasi pajak bagi para
memberikan jasa lingkungan airnya adalah seperti pada
pengusaha yang memanfaatkan air untuk tujuan komersial.
tabel 1.
Namun demikian apakah besarnya pungutan tersebut telah
sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya dan apakah

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


22
Tabel 1. Beberapa kawasan konservasi di Indonesia yang berfungsi melindungi sumber daya air da
memberikan jasa lingkungan airnya
No Lokasi Tipe Pemanfaatan Konsumen
1 Taman Nasional Gunung Regulasi/pengaturan Air Masyarakat Bogor, Sukabumi,
Halimun Salak dan Supply air Lebak, dan Jakarta

DINAMIKA
DINAMIKA
2 Taman Nasional Gunung Supply Air PDAM, masyarakat, dan
Gede Pangrango swasta
3 Taman Nasional Ciremai Regulasi Air untuk PDAM, masyarakat dan
pertanian, perikanan, air swasta
minum, dan industri
4 Taman Nasional Bromo Supply air untuk Masyarakat, PDAM, hotel
Tengger Semeru dam/reservoir untuk air
minum
5 Taman Nasional Baluran Regulasi Air Perusahaan botol air minum,
hotel, masyarakat
6 Taman Nasional Gunung Regulasi Air masyarakat
Leuser
7 Taman Nasional Danau Regulasi Air masyarakat
Sentarum
8 Taman Nasional Rinjani Regulasi Air masyarakat
9 Taman Nasional Bukit Tiga Regulasi Air masyarakat
Puluh
10 Taman Nasional Bukit Baka Regulasi Air masyarakat
Bukit Raya
Sumber: Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Ekowisata, (2005), Midora, L & Anggraeni, D (2006)

pungutan tersebut telah digunakan sebagai mekanisme


insentif bagi perlindungan hulu? Ini masih menjadi http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO
bahan penelitian lebih lanjut. Bahkan telah dikenalkan -ENGLISH/tn_index.htm
istilah perhitungan PDRB Hijau yang merupakan
terobosan baru sebagai penyedia insentif bagi Lubis, A. R, 1998, Waterwatch: A Community Action
pemerintah daerah yang secara serius melindungi Guide, Penang, Malaysia
kawasan resapan airnya. Beberapa perusahaan besar
telah menganut dan melaksanakan sistem CSR Midora, L & Anggraeni, D, 2006.”Economic Valuation
(Corporate Social Responsibility) sebagai upaya of Watershed Services, Batang Gadis National Park,
memberikan perhatian kepada masyarakat dan Mandailing Natal, North Sumatra, Indonesia, CII
lingkungan dimana mereka bekerja memanfaatkan
sumberdaya alam untuk kepentingan produksi. Namun Purnama, Boen (2004). Arah dan skenario
demikian kembali kita kepada pertanyaan apakah hal pembangunan sektor kehutanan. Paper disampaikan
ini tidak sekedar memenuhi tuntutan green-image atau dalam acara diskusi: Menuju RPJP Kehutanan yang
sekedar meredam kecemburuan sosial yang kerap menjamin arah terwujudnya SFM dan masyarakat
timbul di masyarakat kiat dewasa ini. sejahtera. Departemen Kehutanan, BadanPlanologi
Kehutanan. Jakarta, 2005.
*) Ex. Sumatra Junior Resource Economist NSC
Program Conservation International Indonesia Services in Batang Gadis Watershed, Batang Gadis
National Park”. Conservation International Indonesia,
Jejak Leuser

Sumber Bacaan Jakarta.

Departemen Kehutanan R.I, 45 Taman Nasional di WWF, 2004, Payment for Environmental Services in
Indonesia, 17 February 2007 Lombok, Mataram, Indonesia.

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan; jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan;
tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran.
- James Thurber -
Vol. 3 No. 7 Tahun 2007
23
Hilangnya Nilai Manfaat
Oleh:
Bobby Nopandry*)

F akta di lapangan, dari kasus-kasus perambahan dan


pembalakan liar yang terjadi di banyak kawasan
hutan Indonesia banyak nilai manfaat hilang dari
genggaman masyarakat. Nilai yang hilang ini meliputi
berbagai manfaat hutan dari berbagai 'dimensi'. Berupa
bidang konservasi maupun kelompok-kelompok
mahasiswa pecinta lingkungan.

Selain itu, (sebenarnya) terdapat sebuah nilai manfaat yang


hilang sebagai dampak perambahan dan pembalakan liar
nilai terhitung (tangible value) dan tak dari kawasan hutan. Sebuah manfaat yang
terhitung (intangible value) yang (mungkin/relatif) tidak besar nilainya secara
diperoleh secara langsung (direct ekonomis, tetapi memiliki arti yang sangat
value) sampai yang tidak langsung besar bagi masyarakat dan penghidupan
(indirect value). Termasuk dalam nilai mereka jika nilai ini eksis. Nilai ini adalah
yang hilang ini nilai kesempatan pemanfaatan hasil hutan non kayu seperti
pemanfaatan sumberdaya yang legal rotan, bambu, medang, damar, buah-buahan
dimanfaatkan dari sebuah kawasan seperti durian, manggis, petai, asam, langsat
hutan, terutama kawasan konservasi, dan lain-lain. Termasuk dalam nilai ini
sesuai paradigma pengelolaan hutan potensi ekowisata yang seharusnya tersedia
saat ini. dalam dimensi yang beragam pada ekosistem
hutan yang lestari.
Berbagai kerugian hilangnya nilai-
nilai intangible hutan cukup banyak Menggembar-gemborkan nilai manfaat ini
dibahas dalam ruang pengembangan kepada para penggiat kehutanan dan
wacana permasalahan perambahan konservasi mungkin tidak terlalu menarik.
dan pembalakan liar. Terutama dalam Apalah arti harga durian jika dibandingkan
forum-forum yang muncul pasca dengan hilangnya nilai rosot karbon, plasma
bencana alam seperti banjir bandang nutfah, perubahan sistem hidrologi atau
dan longsor. Mengaitkan bencana-bencana ini dengan perubahan iklim lokal akibat perambahan. Hal-hal terakhir
kerusakan hutan tentu sangat relevan. Fakta dan kajian inilah tentunya yang lebih cocok untuk menggambarkan
bahwa hutan merupakan hal penting dalam siklus hidrologi 'bencana' yang akan terjadi akibat kerusakan hutan. Namun
serta berpengaruh terhadap kestabilan tanah dan kondisi di tingkat masyarakat, durian dan manggis ternyata lebih
iklim mikro memang penting dipahami untuk dijadikan menarik dan bernilai dibanding plasma nutfah yang akan
faktor pembatas dan pertimbangan pengelolaan sumber hilang akibat perambahan. Seperti di SM Dolok Surungan,
daya alam. Oleh karena itu, materi ini kerap menjadi bahan tempat saya bertugas sebagai pengelola/staf resort.
utama sosialisasi pentingnya hutan oleh dan untuk
masyarakat serta lembaga-lembaga yang bergerak di Wacana kehilangan kesempatan pemanfaatan durian dan

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


24
hasil lainnya terbukti lebih efektif dalam proses dijadikan komoditi ekonomi. Dengan pengandaian
penanaman kesadaran masyarakat bahwa rusaknya hasil tersebut masih tersedia sekarang, apa yang dulu
kawasan konservasi di sekitar mereka ini sangat tersedia di dalam kawasan ini merupakan potensi yang
merugikan mereka di samping isu bencana. Berbeda sangat memadai untuk peningkatan kesejahteraan
dengan penyebarluasan isu perubahan iklim dan hutan masyarakat.
sebagai paru-paru dunia yang memang cukup membuat

W
masyarakat manggut-manggut mendengar penjelasan Di Dusun Salipotpot, salah satu dusun di sekitar

WAC
ini, tetapi (saya yakin) tidak cukup menyentuh hati kawasan konservasi ini, harga durian saat ini mencapai
mereka. Rp 4.000,- - Rp 5.000,- per butir, hampir sama dengan
harga di Medan. Coba bayangkan berapa hasil yang
Durian dan petai merupakan nilai langsung yang bisa dihasilkan dari ratusan pohon durian itu saat ini.

AA NCA A N A
seketika dapat dikenali oleh masyarakat. Memberi Misalkan saja di sekitar dusun ini berdiri 100 pohon
lukisan betapa mereka telah kehilangan kesempatan durian saja (ini merupakan pengandaian minimum).
untuk memanfaatkan komoditi-komoditi ini telah Dengan asumsi setiap pohon menghasilkan 5 buah saja
memberi gambaran langsung kepada masyarakat per hari pada musim panen berarti tak kurang dari 500
betapa mereka telah dirugikan oleh perambahan. butir buah bisa dinikmati warga per harinya. Dengan
Durian dan petai merupakan bahan konsumsi yang harga di atas, hasil ini mencapai nilai Rp 2.500.000,-
akrab di masyarakat. Selain itu, kedua hasil ini per hari ! Untuk musim panen dengan jangka waktu
merupakan komoditi yang bernilai dalam skala sekurang-kurangya satu bulan maka nilai durian (saja)
ekonomi rumah tangga atau kampung. Demikian juga tak kurang dari Rp 75.000.000,- untuk pemasukan bagi
komoditi lain seperti langsat, manggis, asam, dan dusun dan warga Salipotpot. Jumlah nominal ini sangat
beragam jenis lain yang banyak terdapat di dalam memadai untuk masyarakat, baik dengan sistem
kawasan-kawasan konservasi. pembagian rata ke setiap kepala keluarga atau untuk
Contohnya di SM Dolok Surungan (lagi). Dulu, pada kas kolektif kampung. Dengan sistem kas kolektif,
tahun 1980-an, sebelum terjadi perambahan kawasan hasil yang diperoleh bisa digunakan untuk keperluan
ini memberikan hasil durian dan petai dalam jumlah pembangunan sarana dan prasarana kampung seperti
yang melimpah. Ratusan pohon durian menjadi incaran rumah ibadah, jalan, jembatan dan acara-acara desa.
warga yang tinggal di sekitarnya setiap musim Sebuah bayangan yang 'menggairahkan' untuk
berbuah. Demikian juga dengan petai yang hasilnya, diciptakan kembali. Apalagi rincian tadi masih bisa
diceritakan oleh warga, bisa mencapai jumlah dua truk ditambahkan lagi dengan hitung-hitungan komoditi
colt diesel (skala pengangkutan yang umum sekarang) petai yang kabarnya bisa laku seharga Rp 1.500,- per
pada puncak musim untuk sekali panen. Belum lagi 'papan' di rumah-rumah makan, langsat, asam gelugur,
hasil-hasil lain seperti asam gelugur, langsat, manggis, rotan dan manggis hutan. Semua komoditi ini kita
dan rotan yang juga tersedia di dalam kawasan. kenali sebagai barang yang laku dipasaran, bisa
disediakan hutan, dan oleh peraturan tidak haram
Namun, cerita yang digali dari ingatan masyarakat ini dimanfaatkan. Lagipula potensi ini dapat dinikmati di
juga menyebutkan bahwa pada masa itu prasarana jalan hampir seluruh perkampungan di sekitar kawasan.
dan kendaraan masih belum begitu memadai. Oleh
karena itu hasil-hasil ini hanya bisa dimanfaatkan Paradigma pengelolaan hutan secara partisipatif
sebatas kemampuan konsumsi masyarakat, belum bisa merupakan hal yang utama dalam pengelolaan hutan,
Subhan

Jejak Leuser

Kawasan gundul, adakah nilai manfaatmu...?


Vol. 3 No. 7 Tahun 2007
25
terutama kawasan konservasi, saat ini. Dengan pola ini, tentu bisa dipertentangkan. Soalnya, analisa kerugian
arah pengelolaan kawasan konservasi (TN dan SM) masyarakat pembukaan kawasan hutan terutama kawasan
berupaya mengakomodasi kepentingan (hak dan konservasi nyatanya sering muncul dalam pembicaraan-
kewajiban) masyarakat terhadap sumberdaya hutan. pembicaraan mendalam di warung-warung kopi atau di
Berkaitan dengan ini, memang terdapat batasan-batasan obrolan menjelang sholat isya di masjid/surau. Tetapi tetap
tertentu untuk menjamin keberlangsungan pengelolaan saja, bagi masyarakat, perambahan dan illegal logging di
tersebut. Akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan sekeliling mereka tidak merugikan secara langsung. Hal ini
yang pada masa dahulu benar-benar tertutup saat ini mulai terjadi karena masyarakat sering tidak merasa sebagai
terbuka. Akses ini meliputi akses fisik lestari terhadap pemangku tanggung jawab aktif pengelolaan hutan.
sumberdaya non kayu pada zona-zona tertentu dan akses Meskipun mereka tidak memungkiri posisi mereka sebagai
pemikiran untuk ikut serta mengelola kawasan, hal yang pemangku kepentingan.
hampir mustahil terjadi pada era pengelolaan yang lalu.
Hal ini didasari fakta bahwa potensi dan hak masyarakat Buktinya, jarang sekali muncul masyarakat yang marah
terhadap kawasan hutan sangat besar. Selama ini, wacana bila kawasan hutan di sebelah ladang mereka dibuka oleh
hutan untuk masyarakat selalu menjadi slogan namun masyarakat lain atau pengusaha. Berbeda sekali dengan
berwujud semu pada tatanan praktik di tengah masyarakat, reaksi spontan yang mereka lakukan bila, misalnya, satu
terutama masyarakat desa hutan. Kemiskinan dan meter ladang mereka direbut oleh tetangga sebelah atau
marginalisasi akibat matinya akses terhadap sumberdaya wilayah kampungnya dicaplok oleh kampung sebelah. Toh
hutan selalu dan jamak diketahui mewarnai kehidupan yang diperbuat masyarakat biasanya hanya sebatas
masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. memunculkan pertanyaan-pertanyaan seperti “Apa saja
kerja petugas kehutanan?”, “Koq dibiarkan saja?”, “Tapi
Untuk itu, pemerintah dalam hal ini Departemen katanya hutan negara?”, kepada petugas kehutanan di
Kehutanan dengan disokong pertumbuhan ide dan wacana lingkungan mereka atau sekedar dalam pergunjingan. Lalu,
oleh analyze stake holder lain (LSM dan Perguruan Tinggi) keesokan harinya kembali bekerja di ladang atau sawah
kemudian melahirkan beberapa instrumen kebijakan untuk seperti biasa.
mengakomodir akses dan peran masyarakat dalam
mengelola dan memanfaatkan hasil hutan. Pengelolaan Apalagi dengan perambahan dan pembalakan liar yang
partisipatif akhirnya menjadi semacam dambaan para bersembunyi di belakang kepentingan masyarakat.
penggiat kehutanan. Karena, konsep ini dianggap mampu Perkebunan swasta di lahan illegal yang mempekerjakan
mewujudkan dua pilar penting visi pembangunan masyarakat sekitar sebagai buruh, penebangan liar dengan
kehutanan Indonesia : kelestarian sumberdaya hutan dan tenaga pembalak masyarakat, dan pembukaan jalan illegal
peningkatan kemakmuran rakyat. di kawasan konservasi yang sebenarnya mencuri kayu.
Seakan-akan pada kondisi ini masyarakat memperoleh
Meningkatnya peran masyarakat dalam mengelola dan manfaat, padahal tanpa sadar telah kehilangan manfaat
mengambil manfaat dari keberadaan hutan secara lestari yang lebih besar.
tentu juga akan melahirkan apa yang kita sebut sebagai rasa
memiliki (sense of belonging). Masyarakat yang Kerusakan dan perusakan hutan, tidak bisa tidak
diberdayakan secara aktif, tidak sekedar menjadi stake merupakan hal yang sangat merugikan masyarakat.
holder pasif dengan konotasi 'diperdaya' lagi, tentu akan Memberi gambaran kerugian dengan ilustrasi nilai
memiliki pandangan dan wawasan yang berbeda dalam kehilangan durian (dan HHNK lainnya) merupakan jalan
memandang sumberdaya hutan. Bahwa hak dan yang sesuai dengan pola pikir masyarakat. Durian, petai,
keberadaan mereka sebagai pemangku kepentingan langsat, rotan, manggis dan asam berbeda dengan plasma
terhadap hutan dihargai, akan memberikan spirit tersendiri nutfah, iklim, karbon dan biodiversiti jenis. Bukan
bagi masyarakat. Namun tentu saja hal ini akan terwujud bermaksud mengecilkan nilai-nilai ekologis hutan, tetapi
dengan proses fasilitasi yang baik. buah dan hasil non kayu ini memang lebih dekat dengan
kantong dan perut masyarakat, sehingga membuatnya
Menumbuhkan rasa memiliki terhadap kawasan (dengan lebih berpengaruh terhadap pikiran dan hati mereka. Itu
terminologi kata memiliki yang benar) merupakan hal yang saja.***
penting. Rasa memiliki biasanya akan memunculkan
tanggung jawab. Sebab, bagi masyarakat sekitar hutan *) Staf Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam
sendiri, terutama kawasan konservasi, seringkali kasus- Sumatera Utara.
kasus perambahan dan pembalakan liar tidak dirasakan Eks peserta magang CPNS di BalaiTNGL
menjadi hal yang merugikan bagi mereka. Pernyataan ini

Kerendahan hati menuntun pada kekuatan, bukan kelemahan. Mengakui kesalahan dan melakukan
perubahan atas kesalahan adalah bentuk tertinggi dari penghormatan pada diri sendiri.

-John McCloy-

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


26
SEPUTAR
SEPUTAR KITA
Tree Planting for Leuser
MIS - TNGL

KITA
Foto: Bisro Sy.

H ari Senin, tanggal 28 Mei 2008 Besitang kembali ‘punya gawe’ lagi, penghijauan kecil-kecilan. Inti dari
acara ini adalah dilaksanakannya acara penanaman Pohon Sungkai oleh siswa Medan International School
(MIS) di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Kegiatan yang bertema 'Tree Planting for Leuser" ini
dilakukan di lahan eks. PT Putri Hijau di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Resort Sei Betung, Seksi
Konservasi Wilayah IV Besitang, pada titik GPS N 04 02' 58" E 98 03' 50".
Jejak Leuser

Acara ini merupakan kelanjutan dari kegiatan di MIS medio bulan Maret 2007, yaitu pengenalan hutan, konservasi
serta TNGL kepada siswa di sekolah tersebut. Antusiame yang tinggi untuk peduli lingkungan dapat terlihat pada
sesi tanya jawab, dimana hampir semua siswa bertanya tentang Leuser.
Tujuan utama dilaksanakannya acara ini adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan kepedulian serta rasa cinta
anak-anak terhadap ‘kesehatan’ alam, lingkungan, hutan, dan khususnya terhadap Taman Nasional Gunung Leuser.
Jokkas Simandalahi, Kepala Resort Sei Betung, berharap agar acara semacam ini sering dilaksanakan oleh
manajemen TNGL demi masa depan Leuser. Suatu hal yang selanjutnya diamini oleh Kepala Seksi Besitang,
Subhan,S.Hut, “ini merupakan tonggak awal untuk menerjemahkan wacana Sahabat Leuser”. Setuju Pak...
--Bis-

Vol. 3 No. 7 Tahun 2007


27
Melihat datangnya Pak Menteri Nonton bareng film konservasi ‘Panas’ di kelompok kecil

Sebuah persembahan Ceria sebelum debat

“Hotel” peserta konferensi

Foto: Bisro Sy.


Arahan Pak Menteri

Tampilan sama, semangat sama-Lindungi Leuser Sekedar refreshing Sapaan sejuk untuk rakyat

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


28
KonfeTrensi Rakyat Pedesaan Leuser

SEPUTAR
SEPUTAR KITA
anggal 20-23 Juni 2007 TNGL bersama Lembaga Pariwisata Tangkahn(LPT) dan Fauna
& Flora International (FFI) mempunyai hajatan besar, Konferensi Rakyat Pedesaaan
Leuser. Menurut ketua panitia, Syamsul Bahri, tujuan dilaksanakannya kegiatan ini
adalah untuk membangun gelombang bagi lahirnya gerakan ekologis nasional melalui
solidaritas horizontal seluruh penduduk desa yang berbatasan dengan sumberdaya alam (baca:
Taman Nasional Gunung Leuser). Sedangkan tujuan khususnya adalah dalam rangka
meratifikasi berbagai konvensi internasional tentang lingkungan hidup ke seluruh penduduk di
dusun-dusun pada setiap desa yang berbatasan dengan sumberdaya alam secara langsung, serta
merevitalisasi sektor - sektor produksi di pedesaan yang berbatas dengan sumberdaya alam
untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan berkelanjutan.
Acara ini diikuti tidak kurang dari 60 utusan desa sekitar TN Gunung Leuser dari Kabupaten
Karo, Kabupaten Langkat, dan Kabupaten Deli Serdang. Kegiatan yang dilaksanakan di Buluh
Regent Land, Kawasan Ekowisata Tangkahan-TNGL ini dibuka oleh Kepala Pusat
Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I, Ir. Sriyono,MM. Pada hari terakhir,
kegiatan ini mendapat kehormatan besar dikunjungi Menteri Kehutanan yang didampingi oleh
Direktur Jenderal PHKA, dan Direktur Penyidikan dan Perlindungan Hutan.

Dalam acara diskusi yang sangat meriah ini, dibentuk beberapa kelompok kecil yang mewakili

KITA
cluster-cluster yang telah dirancang sebelumnya. Kelompok Cluster I (Socioforestry)
membahas permasalahan Besitang dan diikuti oleh delegasi desa-desa dari Kecamatan Besitang
dan Sei Lepan, Kabupaten Langkat. Di kelompok ini, pembahasan permasalahan Besitang
terbagi atas 3 (tiga) komisi, yaitu: Komisi I : Pokja Penyelesaian Permasalahan Perambahan,
Komisi II : Pokja Penyelesaian Permasalahan Pengungsi Aceh di Kawasan TNGL, serta Komisi
III : Pokja Rehabilitasi Kawasan TNGL di Wilayah Besitang - Sei Lepan.
Cluster II (Ecotourism) membahas ekowisata, terutama wacana pengembangan ekowisata
Tangkahan-Bukitlawang. Pembahasan cluster ini diikuti oleh perwakilan dari desa-desa di
Kecamatan Batang Serangan dan Bohorok. Sedangkan pembahasan Cluster III (Agropolitan-
Agrotourism) diikuti oleh desa-desa dari Kec. Salapian dan Kec Sei Bingai, Kab. Langkat, serta
perwakilan dari Kabupaten Karo dan Deli Serdang.

Beberapa rekomendasi diperoleh dari pembahasan-pembahasan di setiap kelompok cluster, dan


melalui perwakilan peserta, hasil-hasil kesepakatan tersebut diserahkan kepada Menteri
Kehutatan untuk menjadi bahan pertimbangan tindak lanjut. Rekomendasi-rekomendasi
konferensi tersebut antara lain: untuk masalah pengungsi; mencari kawasan yang layak untuk
translokasi pengungsi dan dibentuknya badan atau lembaga pekerja penuntasan permasalahan
pengungsi dengan anggota yang multi stakeholder. Untuk permasalahan perambahan Besitang,
diperoleh rekomendasi antara lain: peserta konferensi mendukung legalitas kesepakatan desa
(dalam bentuk Perdes) yang mengatur anggota masyarakat dalam mengelola kawasan yang
memuat: terbentuknya kelompok masyarakat yang membantu pengamanan hutan, peningkatan
pendapatan masyarakat (intesifikasi lahan masyarakat), refitalisasi kearifan lokal yang
mendukung TNGL,sistem hutan kerakyatan. Sedangkan untuk rehabilitasi lahan, diperoleh
rekomendasi konferensi: peningkatan kesadaran masyarakat untuk berperan serta dalam
rehabilitasi upaya reboisasi, serta masyarakat terlibat langsung dalam perencanaan dan
Jejak Leuser

pelaksanaan pemeliharaan serta pengelolaan reboisasi (misalnya: GERHAN) yang dimuat


dengan Perdes.

Menurut ketua panitia, Saiful Bahri, Konferensi Rakyat Pedesaan Leuser ini menurut rencana
akan diselenggarakan dengan melibatkan seluruh desa di sekeliling batas TNGL di Provinsi
NAD dan Sumut, dan muaranya adalah dengan diselenggarakan Kongres Bumi se-Sumatera
pada tahun 2009. Sip! “Semoga Suucchheeesss...!”, kata Pak Karman.

-Bis-

Vol. 3 No. 7 Tahun 2007


29
Filosofi Angsa

INTERMEZZO
INTERMEZZO
S ebuah renungan bagi kita semua.... Kalau kita tinggal di negara empat musim, maka pada musim gugur akan
terlihat rombongan angsa terbang ke arah selatan untuk menghindari musim dingin. Angsa-angsa tersebut terbang
dengan formasi berbentuk huruf "V". Kita akan melihat beberapa fakta ilmiah tentang mengapa rombongan
angsa tersebut terbang dengan formasi "V".

Fakta:
Saat setiap burung mengepakkan sayapnya, hal itu memberikan "daya dukung” bagi burung yang terbang
tepat di belakangnya. Ini terjadi karena burung yang terbang di belakang tidak perlu bersusah-payah untuk

n 1 menembus dinding udara' di depannya. Dengan terbang dalam formasi "V", seluruh kawanan dapat
menempuh jarak terbang 71% lebih jauh daripada kalau setiap burung terbang sendirian.
s o Pelajaran:
s
Le
Orang-orang yang bergerak dalam arah dan tujuan yang sama serta saling membagi dalam komunitas
mereka, dapat mencapai tujuan mereka dengan lebih cepat dan lebih mudah. Ini terjadi karena mereka
menjalaninya dengan saling mendorong dan mendukung satu dengan yang lain.

Fakta:
Kalau seekor angsa terbang keluar dari formasi rombongan, ia akan merasa berat dan sulit untuk terbang

n 2 sendirian. Dengan cepat ia akan kembali ke dalam formasi untuk mengambil keuntungan dari daya dukung
yang diberikan burung di depannya.
o
ss
Pelajaran:
Kalau kita memiliki cukup logika umum seperti seekor angsa, kita akan tinggal dalam formasi dengan
L e mereka yang berjalan di depan. Kita akan mau menerima bantuan dan memberikan bantuan kepada yang
lainnya. Lebih sulit untuk melakukan sesuatu seorang diri daripada melakukannya bersama-sama

Fakta:

n 3 Ketika angsa pemimpin yang terbang di depan menjadi lelah, ia terbang memutar ke belakang formasi, dan
angsa lain akan terbang menggantikan posisinya.
o Pelajaran:
ss Adalah masuk akal untuk melakukan tugas-tugas yang sulit dan penuh tuntutan secara bergantian dan
Le memimpin secara bersama. Seperti halnya angsa, manusia saling bergantung satu dengan lainnya dalam hal
kemampuan, kapasitas dan memiliki keunikan dalam karunia, talenta atau sumber daya lainnya.

Fakta:
Angsa-angsa yang terbang dalam formasi ini mengeluarkan suara riuh rendah dari belakang untuk
memberikan semangat kepada angsa yang terbang di depan sehingga kecepatan terbang dapat dijaga.

n 4 Pelajaran:

s o Kita harus memastikan bahwa suara kita akan memberikan kekuatan. Dalam kelompok yang saling
s menguatkan, hasil yang dicapai menjadi lebih besar. Kekuatan yang mendukung (berdiri dalam satu hati

Le atau nilai-nilai utama dan saling menguatkan) adalah kualitas suara yang kita cari.
Kita harus memastikan bahwa suara kita akan menguatkan dan bukan melemahkan.
Jejak Leuser

Fakta:
Ketika seekor angsa menjadi sakit, terluka, atau ditembak jatuh, dua angsa lain akan ikut keluar dari
formasi bersama angsa tersebut dan mengikutinya terbang turun untuk membantu dan melindungi. Mereka
n 5 tinggal dengan angsa yang jatuh itu sampai ia mati atau dapat terbang lagi. Setelah itu mereka akan terbang
o dengan kekuatan mereka sendiri atau dengan membentuk formasilain untuk mengejar rombongan mereka.
ss Pelajaran:
Le Kalau kita punya perasaan, setidaknya seperti seekor angsa, kita akan tinggal bersama sahabat dan sesama
kita dalam saat-saat sulit mereka, sama seperti ketika segalanya baik.

Vol. 3 No 7 Tahun 2007


30
SIAPA PEDULI?

WANASASTRA
WANASASTRA
Bertumpuk gelondong di tepian
Mengapung-apung berakit-rakit
Diam membisu menghitung untung
Gemerincing
Tak bergeming
Siapa peduli air bah
Toh air akan mengering
Siapa peduli kekeringan
Toh hujan akan datang
Siapa peduli hidup atau mati
Toh itu alamiah
Siapa peduli?
Mati sajalah
Bertumpuk berkas gelondong di meja hijau
Mengapung-apung tak berujung
Diam membisu tiada untung
Bergerincing
Tak memicing
Siapa peduli hukum
Toh palu ada di tangan
Siapa peduli teriakan
Toh suara akan hilang
Jejak Leuser

Siapa peduli kematian


Toh itu alamiah
Siapa peduli?
Mati sajalah.

- noni eko rahayu -


Vol. 3 No. 7 Tahun 2007
31
O NIO MUN
IM D
TR
IA
PA

UNESCO
O N D IA L
W O R LD H

EM

United Nations
ER

TA
OI
N
I

GE Educational, Scientific and


PATRIM Cultural Organization

Penerbitan ini didukung oleh


Departemen Lingkungan Hidup Spanyol dan
Badan Kerjasama Internasional Spanyol (AECI)

You might also like