Professional Documents
Culture Documents
Kabupaten PAMEKASAN lahir dari proses sejarah yang cukup panjang. Istilah
Pamekasan sendiri baru dikenal pada sepertiga abad ke-16, ketika Ronggosukowati
mulai memindahkan pusat pemerintahan dari Kraton Labangan Daja ke Kraton
Mandilaras.
Memang belum cukup bukti tertulis yang menyebutkan proses perpindahan pusat
pemerintahan sehingga terjadi perubahan nama wilayah ini. Begitu juga munculnya
sejarah pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis
apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya
Jika pemerintahan lokal Pamekasan lahir pada abad 15, tidak dapat disangkal bahwa
kabupaten ini lahir pada jaman kegelapan Majapahit yaitu pada saat daerah-daerah
pesisir di wilayah kekuasaan Majapahit mulai merintis berdirinya pemerintahan
sendiri.
Berkaitan dengan sejarah kegelapan Majapahit tentu tidak bisa dipungkiri tentang
kemiskinan data sejarah karena di Majapahit sendiri telah sibuk dengan upaya
mempertahankan bekas wilayah pemerintahannya yang sangat besar, apalagi saat
itu sastrawan-sastrawan terkenal setingkat Mpu Prapanca dan Mpu Tantular tidak
banyak menghasilkan karya sastra. Sedangkan pada kehidupan masyarakat Madura
sendiri, nampaknya lebih berkembang sastra lisan dibandingkan dengan sastra tulis
Graaf (2001) menulis bahwa orang Madura tidak mempunyai sejarah tertulis dalam
bahasa sendiri mengenai raja-raja pribumi pada zaman pra-islam.
Tulisan-tulisan yang kemudian mulai diperkenalkan sejarah pemerintahan
Pamekasan ini pada awalnya lebih banyak ditulis oleh penulis Belanda sehingga
banyak menggunakan Bahasa Belanda dan kemudian mulai diterjemahkan atau
ditulis kembali oleh sejarawan Madura, seperti Zainal Fatah ataupun Abdurrahman.
Memang masih ada bukti-bukti tertulis lainnya yang berkembang di masyarakat,
seperti tulisan pada daun lontar atau Layang Madura, namun demikian tulisan pada
layang inipun lebih banyak menceritakan sejarah kehidupan para Nabi (Rasul) dan
sahabatnya, termasuk juga ajaran-ajaran agama sebagai salah satu sumber
pelajaran agama bagi masyarakat luas.
Masa pencerahan sejarah lokal Pamekasan mulai terungkap sekitar paruh kedua
abad ke-16, ketika pengaruh Mataram mulai masuk di Madura, terlebih lagi ketika
Ronggosukowati mulai mereformasi pemerintahan dan pembangunan di
wilayahnya. Bahkan, raja ini disebut-sebut sebagai raja Pertama di Pamekasan yang
secara terang-terangan mulai mengembangkan Agama Islam di kraton dan
rakyatnya.
Hal ini diperkuat dengan pembuatan jalan Se Jimat, yaitu jalan-jalan di Alun-alun
kota Pamekasan dan mendirikan Masjid Jamik Pamekasan. Namun demikian,
sampai saat ini masih belum bisa diketemukan adanya inskripsi ataupun prasasti
pada beberapa situs peninggalannya untuk menentukan kepastian tanggal dan bulan
pada saat pertama kali ia memerintah Pamekasan.
Masa-masa berikutnya yaitu masa-masa yang lebih cerah sebab telah banyak tulisan
berupa hasil penelitian yang didasarkan pada tulisan-tulisan sejarah Madura
termasuk Pamekasan dari segi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan agama,
mulai dari masuknya pengaruh Mataram khususnya dalam pemerintahan Madura
Barat (Bangkalan dan Pamekasan), masa campur tangan pemerintahan Belanda
yang sempat menimbulkan pro dan kontra bagi para Penguasa Madura, dan
menimbulkan peperangan Pangeran Trunojoyo dan Ke’ Lesap, dan terakhir pada
saat terjadinya pemerintahan kolonial Belanda di Madura
Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda inilah, nampaknya Pamekasan untuk
perkembangan politik nasional tidak menguntungkan, tetapi di sisi lain, para
penguasa Pamekasan seperti diibaratkan pada pepatah Buppa’, Babu’, Guru, Rato
telah banyak dimanfaatkan oleh pemerintahan Kolonial untuk kerentanan politiknya.
Hal ini terbukti dengan banyaknya penguasa Madura yang dimanfaatkan oleh
Belanda untuk memadamkan beberapa pemberontakan di nusantara yang dianggap
merugikan pemerintahan kolonial dan penggunaan tenaga kerja Madura untuk
kepentingan perkembangan ekonomi Kolonial pada beberapa perusahaan Barat yang
ada didaerah Jawa, khususnya Jawa Timur bagian timur (Karisidenan Basuki).
Melihat dari sedikitnya, bahkan hampir tidak ada sama sekali prasasti maupun
inskripsi sebagai sumber penulisan ini, maka data ataupun fakta yang digunakan
untuk menganalisis peristiwa yang terjadi tetap diupayakan menggunakan data
sekunder berupa buku-buku sejarah ataupun Layang Madura yang diperkirakan
memiliki kaitan peristiwa dengan kejadian sejarah yang ada. Selain itu diupayakan
menggunakan data primer dari beberapa informan kunci yaitu para sesepuh
Pamekasan.
sumber : www.pamekasan.go.id
(foto2 koleksi pribadi)
Budaya Batik
Kata “batik” berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: “amba”, yang bermakna
“menggambar/menulis” dan “titik” yang bermakna “titik”. Jadi batik merupakan kegiatan
melukis dengan menggunakan bantuan dari beberapa titik yang kemudian apabila titik tersebut
dugabungakan satu sama lainnya akan membentuh sebuah gambar yang mempunyai nilai seni
yang sangat berharga.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya
Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau
menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa
lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik
Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian
bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada
corak “Mega Mendung”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim
bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala
suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat
menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya
dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada.
Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu
memakai batik pada Konferensi PBB.
Mengenai baju batik di Indonesia pada awalnya baju batik kerap dikenakan pada acara acara
resmi untuk menggantikan jas. Tetapi dalam perkembangannya pada masa Orde Baru baju batik
juga dipakai sebagai pakaian resmi siswa sekolah dan pegawai negeri (Batik Korpri) yang
menggunakan seragam batik pada hari Jumat. Perkembangan selanjutnya batik mulai bergeser
menjadi pakaian sehari-hari terutama digunakan oleh kaum wanita. Pegawai swasta biasanya
memakai batik pada hari kamis atau jumat.
Sebagai sebuah bentuk karya seni budaya, batik Madura banyak diminati dan digemari oleh
konsumen lokal dan interlokal. Dengan bentuk dan motif yang khas batik Madura mempunyai
keunikan tersendiri bagi para konsumen. Corak dan ragamnya yang unik dan bebas, sifat
produksinya yang personal (dikerjakan secara satuan), masih mempertahankan cara-cara
tradisional (ditulis dan diproses dengan cara-cara tradisional) dan senantiasa menggunakan bahan
pewarna alami yang ramah dengan lingkungan. Sejarah mencatat Madura adalah produsen batik
dan jamu yang cukup terkenal. Yang membuatnya menjadi seperti itu, barangkali karena kedua
komoditas itu menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi masyarakatnya sendiri.
Industri kecilyang menjadi kebanggaan daerah ini memang batik. Bagi Madura, batik bukan
hanya sehelai kain, namun telah menjadi ikon budaya dan sering menjadi objek penelitian
banyak institusi. Di berbagai buku batik terbitan luar negeri, batik Madura menjadi perhatian
khusus. Motif dan warna yang tertuang di dalam kain panjang itu, merefleksikan karakter
masyarakatnya. Khususnya batik buatan Tanjung Bumi di Kabupaten Bangkalan.Tidak hanya di
Tanjung Bumi saja, batik telah menjadi nilai seni budaya Indonesia di mata asing. Bahkan
pakaian atau baju batik menjadi bagian dari pakaian resmi di Indonesia. Tidak jarang kita
menemukan atau bahkan sering, para undangan, pejabat mengenakan pakaian batik pada acara
resmi keluarga, negara dan lain sebagainya.
Intinya, Batik dengan bentuk dan corak yang berbeda, baik itu batik Madura, batik pekalongan,
batik jawa, batik jogja, batik solo dan batik-batik daerah lain adalah karya seni budaya tinggi
yang perlu untuk dipertahankan, dilestarikan, dikembangkan sehingga menjadi asset berharga
bangsa ini dimata internasional.
Coba kita bayangkan bagaimana seandainya pakaian jas yang kini menjadi pakaian resmi
kenegaraan di penjuru dunia, diganti dengan pakaian batik Madura atau batik Indonesia ?
sungguh ini adalah suatu hal yang mungkin akan terjadi jika kita bisa mengembangkan batik
Madura atau batik Indonesia secara professional.
Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah
satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak
abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk
membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T’ang
(618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti
batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. di
Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer
akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai
awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.
Walaupun kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah
tercatat. Tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6
atau ke-7 (G.P. Rouffaer. 2000). Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A.
Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja,
Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang
dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuno membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri,
Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan
menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa
sekitar itu.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang
Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140
lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu
memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam
dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang
Sultan kecewa.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java
(London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di
Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van
Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke
Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa
keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik
Indonesia memukau publik dan seniman.
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis
baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang
diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis.
Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik
bersama mereka.
Cara pembuatan
Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan
kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan
bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang
dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan
lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan
warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian
dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses
pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu
kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas
dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh
karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh
mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan
selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi
waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian
menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
Batik bukan lagi menjadi pakaian yang digemari oleh raja-raja dan pengikutnya
(pembantu-pembantu kraton), tetapi juga oleh masyarakat umum. Sehingga banyak
peminat atau ketertarikannya pada batik dan menjadikan sebagai pakaian dalam
acara-acara resmi seperti acara hajatan, atau acara kenegaraan atau
kepemerintahan.
Batik sudah lama dikenal oleh masyarakt Indonesia bahkan masyarakat dunia
sehingga menjadikan salah satu ikon atau identitas budaya Indonesia. Sekarang ini
kata batik sudah banyak dikenal di luar negeri. Baik wanita maupun pria Indonesia
dari berbagai suku gemar memakai bahan pakaian yang dihiasi pola batik ataupun
kain batiknya sendiri, yang dibuat dan digunting menurut selera masing-masing.
Para turis asing ataupun pejabat-pejabat asing yang tinggal di Indonesia sangat
gemar akan batik dan sering membawanya pulang sebagai oleh-oleh.
Setelah terjadinya gonjang-ganjing mengenai status batik yang sempat diklaim oleh
Malaysia bahwa batik merupakan ciri khas atau sebagai identitas dari budaya
mereka. Dengan adanya pengakuan tersebut masyarakat Indonesia, terutama bagi
para pencinta batik Indonesia, merasa gerah dan terganggu dengan adanya kasus
tersebut. Sehingga masyarakat Indonesia melalui pemerintahannya mengajukan ke
PBB untuk urusn kebudayaan (UNESCO) untuk menetapkan bahwa batik adalah
salah satu warisan budaya dunia yang sah milik Indonesia.
Keputusan UNESCO yang sudah lama dinanti-nanti bangsa Indonesia itu disambut
meriah dan berbagai kalangan pada tanggal tersebut menggunakan batik, baik
untuk bekerja, bersekolah, kuliah, serta kegiatan lainnya.
Keputusan badan dunia itu diharapkan akan menggairahkan para pengusaha serta
perajin batik untuk meningkatkan kualitas mereka, baik mutu, desain maupun
jumlahnya. Sehingga bisa membuktikan kepada bangsa-bangsa lain serta UNESCO
sendiri bahwa keputusan itu akan ditindaklanjuti oleh bangsa ini.
Penetapan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda merupakan pengakuan
dunia terhadap batik sebagai ciri khas budaya bangsa dan milik Indonesia. Semua
pihak perlu mendukung pengakuan dunia terhadap peninggalan nenek moyang
bangsa. Sultan berharap semua pihak dapat bekerjasama dalam melestarikan batik
secara berkesinambungan agar batik semakin dikenal masyarakat dunia.
Antusiasme masyarakat atas penetapan batik oleh UNESCO sebagai salah satu
warisan budaya dunia dan milik Indonesia disambut di berbagai daerah dengan
mengenakan baju batik pada hari itu dan diadakan berbagai acara dan cara. Seperti
salah satunya yang dilakukan oleh ratusan masyarakat batik Pekalongan yang
menggelar tasyakura. Menurut H. Ahmad Failasuf, sebagai koordinator Kampung
Batik Wiradesa, mengatakan bahwa world heritage perlu disyukuri bahwa diakuinya
batik sebagai warisan budaya Indonesia, memanfaatkan peluang zaman keemasan
batik. Sebab seluruh bangsa sudah mengakui batik, serta melestarikan dan
mengembangkan batik dengan lebih baik.
Tidak ketinggalan juga bagi masyarakat Indonesia yang ada di luar negeri. Seperti
halnya di kawasan kota tua Nurnberg, Jerman, untuk menyambut ditetapkan batik
oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009, sekitar 60 orang dewasa dan anak-anak
berkumpul di depan gereja Lorenz Kirche kemudian berfoto bersama, sambil
membentangkan spanduk yang bertuliskan Herzlichen Glueckwunsch BATIK zur
Anerkennung am 2.10.2009 als indonesisches Welt-Kulturerbe von der UNESCO
(Selamat atas dikukuhkanya Batik indonesia sebagai warisan dunia oleh UNESCO).
Kegiatan dilanjutkan dengan berpawai ke tiga titik utama kawasan kota tua itu
sambil menggelar spanduk. Aksi ini, tentunya menarik perhatian warga yang lalu-
lalang di pusat kota tua Nurnberg.
Diceritakan bahwa dalam aksi polisinil yang dilancarkan oleh Majapahit, Adipati
Kalang tewas dalam pertempuran yang konon di sekitar desa yang sekarang
bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluarga
kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal di wilayah Bonorowo atau yang
sekarang bernama Tulung Agung juga membawa kesenian membuat batik asli.
Obat-obatan luar negeri baru dikenal sesudah Perang Dunia I yang dijual oleh
pedagang-pedagang Cina di Mojokerto. Batik cap dikenal bersamaan dengan
masuknya obat-obat batik dari luar negeri. Cap dibuat di Bangil dan pengusaha-
pengusaha batik Mojokerto dapat membelinya di pasar Porong Sidoarjo. Pasar
Porong ini sebelum krisis ekonomi dunia dikenal sebagai pasar yang ramai, di mana
hasil-hasil produksi batik kedung cangkring dan jetis sidoarjo banyak dijual. Waktu
krisis ekonomi, pengusaha batik Mojokerto lumpuh karena pengusaha-pengusaha
kebanyakan kecil usahanya. Sesudah krisis kegiatan pembatikan timbul kembali
sampai Jepang masuk ke Indonesia, dan waktu pendudukan Jepang kegiatan
pembatikan lumpuh lagi. Kegiatan pembatikan sesudah revolusi di mana Mojokerto
sudah menjadi daerah pendudukan.
Ciri khas dari batik Kalangbret dari Mojokerto adalah hampir sama dengan batik-
batik Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya cokelat muda dan biru
tua. Yang dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu tempat pembatikan di Desa
Majan dan Simo. Desa ini juga mempunyai riwayat sebagai peninggalan dari zaman
peperangan Pangeran Diponegoro 1825-1830.
Warna babaran batik Majan dan Simo adalah unik karena babarannya merah
menyala (dari kulit mengkudu) dan warna lainnya dari tom. Sebagai batik sentra
sejak dahulu kala terkenal juga di daerah Desa Sambung, yang para pengusaha
batik kebanyakan berasal dari Solo yang datang di Tulung Agung pada akhir abad
ke-19. Hanya sekarang masih terdapat beberapa keluarga pembatikan Solo yang
menetap di daerah Sumbung. Selain dari tempat-tempat tersebut, ada juga daerah
pembatikan di Trenggalek dan beberapa di Kediri. Tetapi sifat pembatikan sebagian
kerajinan rumah tangga dan babarannya batik tulis.
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua
hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah
pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist
dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk
penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan
teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah
ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of
the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.
Kata “batik” berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: “amba”, yang bermakna “menulis”
dan “titik” yang bermakna “titik”
Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah
satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak
abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk
membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T’ang
(618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti
batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di
Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer
akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai
awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.
Walaupun kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah
tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari
India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda)
dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti
Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang
dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri,
Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan
menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa
sekitar itu.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang
Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140
lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu
memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam
dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang
Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java
(London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di
Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van
Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke
Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa
keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik
Indonesia memukau publik dan seniman.
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis
baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang
diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis.
Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik
bersama mereka.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya
Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau
menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa
lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik
Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian
bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada
corak “Mega Mendung”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim
bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala
suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat
menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya
dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada.
Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu
memakai batik pada Konferensi PBB. (wikipedia)