You are on page 1of 27

PEMERIKSAAN FISIK PARU

ANATOMI JALAN NAFAS1,2,3 Dinding Dada Dinding dada dibentuk oleh 12 vertebra tor
akal, 12 pasang tulang rusuk (costa), sternum, dan kartilago costa. Pada rongga
dada posterior, costa berhubungan dengan korpus vertebra. Pada bagian anterior,
7 pasang iga tersambung dengan sternum melalui kartilago kosta dan disebut sebag
ai true ribs. Lima tulang rusuk yang lain false ribs karena tidak langsung tersa
mbung dengan sternum. Kartilago rusuk 8,9, dan 10 berhubungan dengan kartilago r
usuk di atasnya, sedangkan rusuk 11 dan 12 terletak bebas di bagian anterior ata
u disebut floating ribs. Struktur dinding dada seperti ini berguna untuk melindu
ngi organ vital yang ada di dalamnya, namun cukup fleksibel dan elastis untuk me
mungkinkan dada mengembang waktu bernafas. Kombinasi dari struktur dinding dada
memungkinkan ia bergerak ke arah anteroposterior dan lateral saat menarik nafas.
Gerakan dinding dada saat menarik nafas ini membuat diameter transversus bertam
bah, dan menambah volumenya. Memahami gerakan tulang rusuk sangat penting untuk
mengerti otot-otot pernafasan dapat mengembangkan dinding dada saat pernafasan.
Otot Pernafasan Otot pernafasan tersusun dari serat-serat otot yang berbentuk se
perti silinder yang memanjang. Ukurannya bervariasi mulai dari beberapa milimete
r sampai lebih dari 30 cm. Masing-masing serat dibungkus oleh pembungkus otot ya
ng disebut sarcolemma. Otot pernafasan dibagi menjadi otot inspirasi dan otot ek
spirasi. Otot inspirasi terdiri dari diafragma, m. intercostal externus, m. scal
eni, dan m. sternocleidomastoidesus. Diafragma merupakan otot inspirasi utama. O
tot inspirasi tambahan terdiri dari m.scaleni dan m.sternocleidomastoideus. Otot
inspirasi tambahan tidak berperan pada pernafasan biasa, namun pada saat aktivi
tas fisik berat dan adanya obstruksi pada paru (misalnya
€ 1
asma), ia akan bekerja. Otot tambahan lain adalah otot-otot kecil di alae nasi (
mengurangi resistensi nasal), di kepala dan leher (mengangkat iga pertama), dan
m. pectoralis mayor (menstabilkan rongga dada) Ekspirasi biasanya merupakan pros
es pasif, namun pada kondisi di mana kebutuhan ventilasi meningkat, ekpirasi mer
upakan proses aktif. Otot yang berperan adalah otot dinding abdomen depan (m. re
ctus abdominal, m.obliquus internal dan external, m transversus abdominal) dan m
. intercostal internus. Otot dinding abdomen mendorong diafragma ke superior dan
menambah ekspirasi. Mereka juga berperan dalam proses batuk, muntah, dan defeka
si.
Pleura Masing-masing paru ditutupi oleh membran serosa yang membentuk kantung te
rtutup yang disebut pleura. Bagian yang berhubungan dengan paru disebut pleura v
isceralis, sedangkan bagian yang berhubungan dengan mediastinum dan rongga dada
disebut pleura parietalis. Di antara dua lapis pleura ini terdapat ruang yang di
sebut ruang pleura (pleural space), tidak berisi udara, lebarnya 10-15 µm dan meng
andung cairan dalam jumlah sangat sedikit untuk memudahkan pengembangan paru. Si
stema limfatik berhubungan langsung dengan pleura parietal.
Paru Saluran nafas terdiri dari pipa-pipa bercabang yang mengecil, memendek, dan
semakin bercabang dari atas hingga ke bawah. Trachea bercabang menjadi bronkus
utama kanan dan kiri, yang masing-masing bercabang dan mengecil menjadi bronkus
lobaris, bronkus segmental, bronkus subsegmental, bronkioli, bronkiolus terminal
is, bronkiolus respiratorius, ductus alveoli, dan akhirnya alveolus. Saluran dar
i trakea hingga ke bronkiolus terminalis disebut saluran nafas penghubung (condu
cting airways), sedangkan dari bronkiolus respiratorius hingga alveoli disebut z
ona transisi dan zona respirasi atau disebut lobulus primarius (acinus). Pertuka
ran gas hanya terjadi dalam acinus, tidak dalam saluran nafas penghubung. Volume
udara dalam saluran nafas penghubung disebut rongga mati anatomis (anatomic dea
d space). Setiap paru mempunyai
€ 2
lebih kurang 300 juta alveolus dengan luas permukaan total seluas sebuah lapanga
n tenis. Luas sebesar ini diperlukan supaya pertukaran gasa dapat terjadi dengan
baik. Dengan demikian paru merupakan jaringan yang amat erogen sehingga terapun
g di atas air. Dinding bronkus terdiri atas 3 lapisan. Mukosa yang menghadap ke
lumen dilapisi oleh epitel kuboid yang mempunyai silia. Di antara sel silia ters
ebut terdapat sel goblet yang berfungsi memproduksi mukus. Silia berfungsi untuk
pembersihan sekret dan benda asing dengan gerakannya ke arah faring. Lapisan ke
dua adalah lapisan muskularis, yang terdiri dari otot polos, berfungsi untuk men
gatur ukuran lumen bronkus. Lapisan ketiga adalah tulang rawan (kartilago) yang
terdapat pada bronkus besar, makin ke distal semakin sedikit jumlahnya. Bronkiol
us terminalis tidak mempunyai tulang rawan lagi.
Gambar 1. Histologi saluran pernafasan
€
3
Jaringan paru mempunyai sangat banyak pembuluh darah kapiler, seluruh darah yang
kembali dari sirkulasi besar harus melewati sirkulasi paru guna pertukaran gas
sebelum kembali ke sirkulasi sistemik. Paru dibungkus oleh pleura visceralis yan
g menjadi satu dengan jaringan paru dan pleura parietalis yang melekat pada dind
ing dada.
FISIOLOGI PERNAFASAN Paru dan dinding dada membentuk alat ventilasi dengan fungs
i mirip sebuah pompa. Tekanan pleura berubah-ubah pada waktu bernafas. Pada akhi
r ekspirasi biasa, paru mengempis kembali ke arah dalam setelah teregang dan din
ding dada mengerut ke arah luar. Kekuatan yang saling berlawanan ini menyebabkan
tekanan subasmoferik sekitar 5 cmH2O dengan besar yang berubah-ubah setiap sikl
us pernafasan. Pada waktu istirahat, bila tidak terdapat aliran udara ke dalam a
tau luar paru, tahanan pada jalan nafas tidak ada, dan tekanan sepanjang jalan n
afas dari mulut sampai alveoli hampir sama dengan tekanan atmosfir.2 Pada waktu
inspirasi, diafragma berkontraksi dan paru mengembang karena tekanan rongga pleu
ra subatmosferik.Perbedaan tekanan antara mulut dan alveoli menyebabkan udara at
mosfer mengisi paru. Pada akhir inspirasi biasa, volume udara dalam paru bertamb
ah dan menyebabkan tekanan pleura dan tekanan alveolar menyerupai tekanan atmosf
er dan aliran udara dalam paru terhenti.3 Pada ekspirasi, karena otot inspirasi
relaksasi dan paru mengempis, tekanan alveolar melebihi tekanan dalam mulut. Per
bedaan tekanan menyebabkan udara mengalir keluar dari paru. Kerja pompa yang tim
bul karena tekanan pleura yang berubah-ubah menghasilkan ventilasi paru yang pen
ting untuk kehidupan. Volume udara pada waktu inspirasi dan ekspirasi biasa dise
but volume tidal. Pada akhir ekspirasi biasa, masih terdapat udara sisa dalam pa
ru yang disebut kapasitas residu fungsional. Dengan ekspirasi sekuat-kuatnya, ma
sih ada udara sisa di paru (terdapat dalam bronkus dan alveoli yang tidak kolaps
sama sekali) yang disebut volume residual. Kapasitas residu
fungsional terdiri dari volume residu dan volume cadangan ekspirasi. Dari posisi
ekspirasi maksimal sampai seseorang menarik nafas sekuatnya disebut kapasitas v
ital.
€ 4
Gambar 2. Fraksi udara pernafasan
Fraksi-fraksi udara ini mempunyai arti penting untuk menilai fungsi paru. Pada k
elainan paru restriktif maupun obstruktif, volume tidal menurun. Perbedaannya ad
alah bahwa kapasitas residu fungsional meningkat pada kelainan paru obstruktif,
sedangkan pada kelainan restriktif volumenya masih normal.
€
5
PEMERIKSAAN FISIK PARU Pengantar Pemeriksaan fisik paru merupakan pemeriksaan ya
ng sangat penting pada pemeriksaan fisik anak. Secara umum, pemeriksaan fisik pa
ru pada anak sama dengan pada dewasa. Namun karena umurnya yang belum kooperatif
, pendekatan yang dilakukan seorang dokter pada saat melakukan pemeriksaan berbe
da dengan pendekatan pada orang dewasa. Ekspresi wajah yang menenangkan, sentuha
n, kata-kata dan mainan merupakan hal-hal yang bisa dilakukan untuk memulai sebu
ah pemeriksaan. 1,2 Pemeriksaan fisik dimulai dengan memperkenalkan diri pada or
ang tua anak dan si anak. Langkah awal ini adalah langkah penting untuk memperol
eh kepercayaan dari pasien guna mendapatkan informasi yang akurat. Pasien ditemp
atkan pada posisi yang nyaman, namun memudahkan pemeriksa untuk melakukan pemeri
ksaan. Baju pasien harus dibuka untuk mendapatkan pandangan yang menyeluruh terh
adap leher, dinding dada, dan abdomen. Namun pada anak yang lebih kecil atau pad
a anak pre-pubertas, penutup yang tipis mungkin akan membuat pasien lebih nyaman
.4 Sebelum melakukan pemeriksaan paru, lakukan anamnesis yang lengkap mengenai k
eluhan dan perjalanan penyakit pasien. Pada sebuah penelitian, anamnesis yang ba
ik dan lengkap dapat lebih berguna dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit par
u dibandingkan pemeriksaan fisik paru. Pemeriksa harus membersihkan tangan sebel
um melakukan pemeriksaan dengan air bersih dan sabun. Pemeriksaan harus dilakuka
n pada ruangan yang tenang, bersih, hangat, terang, dan memberikan privasi.5
Inspeksi William Osler, seorang dokter berpengaruh di AS, pernah mengatakan,” Jang
an sentuh pasienmu, catatlah dahulu apa yang kamu lihat!”. Inspeksi merupakan peme
riksaan yang sangat penting, berhentilah dan lihatlah keadaan pasien sebelum men
yentuhnya.3 Sebelum menyentuh pasien, lakukan inspeksi dengan mendalam. Inspeksi
merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting pada pemeriksaan fisik par
u. Pertama, amati apakah
€ 6
si anak terlihat sakit atau tidak. Amati keadaan sekeliling tempat tidur adakah
alat inhalasi terletak di sana dan apakah pasien menggunakan oksigenasi atau tid
ak (apa jenisnya). Amati morfologi tubuhnya: adakah tanda-tanda gagal tumbuh, at
au dismorfologi wajah atau ekstremitas. Penilaian terakhir adalah melihat apakah
anak dalam keadaan sesak nafas atau tidak. Penilaian obyektif sesak nafas dapat
dilihat dari kerja nafasnya, apakah anak bernafas cepat dan adakah tarikan dind
ing dada. Posisi tripod (posisi agak membungkuk dengan kedua tangan bertopang di
tepi tempat tidur) menandakan adanya sesak nafas pada penyakit paru obstruktif
kronik. Inspeksi pada ekstremitas memberikan informasi yang mungkin berguna. Jar
i tabuh (clubbing finger) ditemui pada penyakit paru obstruktif kronik, menandak
an adanya hipoksia kronik. Tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit jantung b
awaan sianotik. Pemeriksaan untuk jari tabuh menggunakan perasat tanda Shamroth
(Shamroth’s sign), yaitu hilangnya sudut antara kuku dan bantalannya. Jari tabuh t
erjadi bila sudut antara kuku dan bantalannya hilang, bertambahnya fluktuasi ban
talan kuku, dan bertambahnya jaringan ikat lunak pada ujung jari, dan akhirnya m
enghasilkan peningkatan kurvatura kuku.3,5
Gambar 3. Tanda Shamroth untuk menilai adanya jari tabuh
€
7
Selanjutnya pemeriksa mencermati adakah tanda sianosis pada ujung jari. Sianosis
terjadi bila kadar hemoglobin yang tidak mengangkut oksigen (tidak tersaturasi)
sama dengan atau di atas 5 g/dL. Sianosis adalah tanda yang lanjut dari adanya
hipoksemia, biasanya saturasi oksigen darah di bawah 90%. Sianosis lebih mudah t
ampak pada anak dengan polisitemia. Pada anak yang anemia, sianosis merupakan ta
nda sangat lanjut dari hipoksemia. Penghitungan laju nafas harus dilakukan saat
anak tenang, tidak menangis, dan tidak sadar kalau nafasnya dihitung. Adanya tak
ipneu merupakan tanda sensitif dari adanya gangguan sistem nafas, meskipun tidak
spesifik. Keadaan lain yang menyebabkan takipneu adalah demam, asidosis metabol
ik, aktivitas, menangis, dan psikologis. Frekuensi nafas yang sangat lambat (bra
dipneu) terjadi pada keadaaan depresi sistem saraf pusat, misalnya pada infeksi
intrakranial.1,3
Kriteria€nafas€cepat€pada€anak€ Neonatus€ :€≥€60x/menit€
2€bln‐1€tahun€ :€≥€50x/menit€ 1€thn‐5€thn€ Di€atas€5€thn€ :€≥€40x/menit€ :€≥€30x/menit€
Tabel 1. Kriteria nafas cepat pada anak
Tabel 1. Kriteria nafas cepat pada anak
Karakteristik nafas anak mengandung banyak informasi. Pusat nafas diatur oleh pu
sat respirasi di batang otak. Perubahan dalam pola nafas mungkin disebabkan oleh
respon terhadap oksigenasi, asidosis, alkalosis, atau menunjukkan adanya ganggu
an di pusat nafas itu sendiri. Anak dengan penyakit paru restriktif mempunyai ti
pe nafas yang cepat dan dangkal. Pola nafas cepat dan dalam dapat disebabkan ole
h keadaan hipoksia dan asidosis metabolik. Alkalosis menyebabkan nafas yang lamb
at dan dangkal. Nafas Biot, pola nafas yang ireguler, dengan periode takipneu da
n apneu, dapat terjadi pada meningitis, ensefalitis, atau tumor otak. Nafas Chey
ne-Stokes adalah tipe pernafasan dengan amplitudo pernafasan kecil kemudian maki
n bertambah hingga maksimal, kemudian apneu, terdapat pada keadaan koma.4
€ 8
Normal
Kussmaul
Biot
Cheyne-Stokes
Gambar 4. Berbagai macam tipe pernafasan
Tanda depresi sternum saat bernafas merupakan tanda yang penting, terutama pada
bayi di mana tulang sternum masih berbentuk kartilago yang fleksibel). Pada sesa
k nafas berat, otototot tambahan inspirasi (misalnya m. sternocleidomastoideus,
m. alae nasi, m. scaleni) akan bekerja. Lihat adakah tanda sianosis perifer dan
sentral, atau gunakan alat monitor saturasi oksigen. Dengarkan adakah stridor at
au wheezing. Stridor dapat dibagi menjadi stridor inspirasi, yang menandakan ada
nya obstruksi pada laring atau supralaring. Sedangkan stridor inspirasi dan eksp
irasi (bifasik) merupakan tanda adanya obstruksi pada trakeal. Pada bayi baru la
hir dengan sindrom distress respirasi (biasanya pada bayi prematur), akan didapa
tkan nafas grunting. Nafas grunting adalah bunyi nafas saat ekspirasi, terjadi a
kibat
€ 9
penutupan rima glotis akibat dari kolapsnya alveoli saat ekspirasi akibat defisi
ensi surfaktan. Nafas grunting adalah usaha sendiri dari pasien untuk menaikkan
tekanan akhir ekspirasi (PEEP=peak expiratory end pressure). Bila dilakukan pema
sangan ventilator, kita harus memberikan PEEP ventilator yang adekuat untuk menc
egah timbulnya gagal nafas. Bila anak batuk, perhatikan karakteristik batuknya,
apakah bersifat kering, berdahak, menyalak (misalnya pada sindroma Croup atau pe
rtusis). Batuk merupakan mekanisme untuk mengeluarkan sesuatu yang mengganggu di
saluran nafas. Batuk timbul bila kalau reseptor dari arkus reflek batuk terangs
ang. Impuls dikirim melalui serabut aferen ke pusat batuk. Pusat batuk akan bere
aksi dengan mengirimkan impuls balik melalui serabut eferen ke efektor (otot per
nafasan). Mekanisme batuk dimulai dengan inspirasi pendek (biasanya cukup dalam)
, kemudian diikuti dengan penutupan glotis. Selanjutnya terjadi ekspirasi kuat d
engan peninggian mendadak tekanan intratorakal dan pembukaan glotis sehingga tim
bul ledakan batuk. Periksalah denyut jantung pada a.radialis (pada anak besar) d
an a.brachialis (pada bayi). Hitunglah frekuensi nadi, kekuatan, dan keteraturan
nadi selama 1 menit. Takikardi adalah tanda penting, namun kurang spesifik, did
apatkan pada hipoksia, penggunaan beta-2-agonis, dan demam. Pulsus paradoxus mer
upakan salah satu indikator beratnya serangan asma atau pada perikarditis.5 Nafa
s cuping hidung menandakan adanya kerja nafas yang meningkat. Resistensi udara u
mumnya terjadi 50% di hidung dan 50% di saluran nafas bawah. Bila terjadi kelain
an obstruktif atau restriktif di saluran nafas distal, maka tubuh akan melakukan
kompensasi dengan menurunkan resistensi udara di hidung, dengan manifestasi kli
nisnya berupa nafas cuping hidung. Discar nasal mungkin didapatkan. Garis merah
di atas pangkal hidung didapatkan pada mereka yang mengalami rhinitis episodik.
Pada bayi dengan riwayat sianosis setelah netek dan hilang dengan menangis harus
lah dicurigai adanya atresia choanae. Adanya atresia choanae dapat dikonfirmasi
dengan memasukkan pipa nasogastrik ke dalam rongga hidung. Pada pemeriksaan lehe
r, perhatikan adakah deviasi trakea dengan melakukan palpasi yang lembut pada fo
ssa suprasternal. Lakukan juga perabaan untuk melihat adanya pembesaran limfonod
i. Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi di belakang pasien. Lakukan palpasi d
engan lembut, dengan menggunakan bagian distal dari jari kedua dan ketiga kedua
tangan. Mulailah dengan mencoba meraba limfonodi submental, bergerak ke posterio
r ke arah limfonodi
€ 10
submandibula, ke kranial meraba glandula parotis, limfonodi pre dan post aurikul
er, dan limfonodi occipitalis. Setelah itu, bergeraklah ke arah regio sternoclei
domastoideus. Palpasi diakhiri pada daerah fossa supraclavicula. Bila teraba lim
fonodi, sebutkan limfonodi mana yang membesar, berapa jumlah dan ukurannya, apak
ah tunggal atau multipel, konsistensinya, saling melekat atau tidak, dan apakah
disertai nyeri tekan atau tidak. Amati juga adanya perubahan warna kulit sekitar
leher. Vena jugularis biasanya sulit diukur pada bayi dan anak kecil, sehingga
pemeriksaan ini biasanya tidak dilakukan. Setelah melakukan pemeriksaan leher, p
emeriksaan dilakukan pada dada. Amati adakah tanda bekas luka seperti riwayat th
orakostomi atau pemasangan pipa pleura. Perhatikan adakah tanda depresi sternum,
dan tanda peningkatan kerja nafas seperti adanya retraksi. Retraksi dapat terja
di pada fossa suprasternal, subkostal, maupun interkostal. Kelainan anatomi bawa
an dapat didapati berupa pectus carinatus atau pectus excavatum. Rabalah iktus j
antung untuk menentukan bagian apex jantung dengan tepat. Pergeseran apex jantun
g dapat terjadi sebagai akibat pergeseran mediastium karena kelainan paru (misal
nya pneumothorax,
pneumomediastinum, effusi pleura). Amati juga gerakan dinding dada dan adakah as
imetri dari dinding dada. Pemeriksa dapat menempatkan telapak tangannya di atas
dada si anak untuk melihat gerakan dinding dadanya. Penyebab asimetri dinding da
da dapat disebabkan oleh pneumothorax, pneumonia, effusi pleura, atelektasis, at
au nyeri.6 Palpasi1,2,3,4 Palpasi adalah teknik pemeriksaan dengan menggunakan t
elapak dan jari tangan sebagai indra peraba. Pemeriksa menempatkan diri di depan
pasien dengan pasien telentang atau duduk. Tangan kanan pemeriksa diletakkan pa
da dinding dada kiri pasien dan tangan kiri pada posisi sebaliknya. Pertama, ras
akan dan bandingkan apakah gerakan dinding dada kanan dan kiri sama dan sinkron
atau tidak. Setelah itu, rabalah daerah fossa suprasternal untuk menentukan apak
ah terdapat deviasi trakea (misalnya pada pneumothorax atau atelektasis). Kemudi
an, palpasi dilakukan pada sela iga apakah normal atau ada pencembungan atau cek
ungan. Bila pada palpasi didapatkan dada mencembung simetris (terdapat penambaha
n diameter antero-posterior) berarti terdapat toraks emfisematosa. Bentuk dada i
ni terdapat pada penyakit paru obstruktif kronik seperti asma, bronkitis kronis,
atau emfisema. Bila pencembungannya
€ 11
hanya pada satu sisi saja (asimetris) mungkin terdapat pneumothorax, pleuritis,
efusi pleura, hematothorax atau kardiomegali. Ketinggalan gerak waktu inspirasi
didapatkan pada fungsi paru yang berkurang (misalnya pada fibrosis pulmonum, sch
warte, atelektasis, pneumothorax, efusi pleura, pleuritis, atau pneumonia), rang
sang nyeri, atau kelumpuhan otot pernafasan. Fremitus adalah pemeriksaan untuk m
engetahui getaran suara dari saluran nafas. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan
dengan cara palpasi taktil atau dengan stetoskop. Pemeriksaan fremitus secara ta
ktil pada anak seringkali kurang memberikan informasi yang berguna (lain dibandi
ngkan dewasa). Pemeriksaan fremitus (resonansi vokal) pada anak lebih baik dilak
ukan dengan stetoskop. Resonansi vokal terjadi sebagai akibat getaran fonasi yan
g berjalan sepanjang cabang trakeobronkial melalui parenkim paru. Paru normal ya
ng terisi udara akan meneruskan bunyi dengan frekuensi rendah dan menyaring buny
i dengan frekuensi tinggi. Peningkatan resonansi vokal disebut bronkofoni. Suara
yang didengar lebih jelas dan lebih keras pada daerah yang mengalami kelainan.
Ini terjadi pada peningkatan densitas paru, seperti pada konsolidasi paru karena
pneumonia atau atelektasis. Resonansi vokal menurun pada berkurangnya densitas
paru (karena bunyi akan lebih tersaring), seperti pada keadaan asma, emfisema, p
enumothorak, atau efusi pleura. Egofoni terjadi bila resonansi vokal meningkat d
engan kualitas sengau, terjadi pada pneumonia lobaris. Bila ada egofoni, penderi
ta yang mengucapakan “i-i-i” akan terdengar “e-e-e”.
Perkusi 1,2,4,5 Perkusi pertama kali dilakukan oleh Auenbruger tahun 1761, diilh
ami oleh kebiasaan bapaknya melakukan ketukan pada tong anggur untuk mengetahui
apakah isi tong masih penuh atau tidak. Suara paru normal seperti udara dalam to
ng anggur. Harus diperhatikan bahwa perkusi biasanya kurang memberikan informasi
yang akurat pada bayi dan lebih mungkin dilakukan pada anak yang lebih besar. P
erkusi merupakan pemeriksaan yang berguna untuk menentukan lokasi patologis dari
kelainan paru dan penting untuk dilakukan dengan teknik yang benar. Perkusi dil
akukan dengan memukulkan jari ketiga di atas jari ketiga tangan sebelahnya (yang
diposisikan hiperekstensi) di sela iga rongga dada. Lakukan ketukan beberapa ka
li untuk menimbulkan kesimpulan suara yang
€ 12
didengar pemeriksa. Pertama lakukanlah perkusi di atas kedua clavicula, kemudian
bergerak ke bawah dan ke lateral pada kanan dan kiri. Pada tiap ketinggian, sel
alu bandingkan antara perkusi dada kanan dan kiri. Suara perkusi paru yang sehat
adalah sonor. Hipersonor dijumpai ada keadaan pneumothorax, emfisema, asma, dan
kaverna. Perkusi yang redup dijumpai pada hati, jantung, konsolidasi, atelektas
is, efusi pleura, inflitrat, pleuritis, dan tumor paru. Pada dinding dada yang t
ipis seperti pada bayi, paru normal juga akan terdengar hipersonor. Pada infiltr
at masif (pneumonia lobaris atau tumor), lumen bronkus masih menimbulkan gema pe
rkusi sehingga suara yang timbul adalah redup timpani. Pada infiltrat tersebar (
misalnya bronkopneumonia, tuberculosis milier), yang terperkusi adalah jaringan
paru, mungkin infiltrat sedikit saja terperkusi sehingga perkusinya masih sonor.
Dengan pemeriksaan perkusi kita juga bisa menentukan batas pengembangan paru da
n besar hepar.
Auskultasi1,2,3,4,5,6 Auskultasi merupakan bagian dari pemeriksaan fisik paru de
ngan tujuan untuk mendengarkan suara paru, sehingga secara tidak langsung mengga
mbarkan keadaan saluran nafas. Orang yang pertama kali melakukan auskultasi dada
adalah Hippocrates, dengan menempelkan telinga langsung pada dada penderita. Pe
meriksaan dengan cara ini dilakukan hingga tahun 1800-an, walaupun dirasakan tid
ak nyaman terutama apabila pasiennya wanita. Tahun 1816, Rene Laennec melihat 2
anak saling berbicara melalui rongga kayu besar, menimbulkan ide tentang alat au
skultasi, yang disebut stetoskop. Laennec menggunakan corong terbuat dari kayu y
ang ditempelkan pada dada penderita untuk mendengarkan suara dan bising paru. Be
ntuk stetoskop semakin disempurnakan sehingga sekarang kita bisa menggunakan ste
toskop, dengan dua bagiannya: membran dan corong. Membran stetoskop digunakan un
tuk menyaring suara dengan frekuensi rendah (digunakan untuk auskultasi paru, me
nyaring suara jantung), sedangkan corong digunakan untuk menyaring suara dengan
frekuensi tinggi (untuk auskultasi jantung, menyaring suara paru). Pemeriksa men
ggunakan bagian membran dengan ditempelkan dengan agak keras ke dinding dada, se
baliknya bagian corong digunakan dengan menempelkannya dengan ringan saja ke din
ding dada.
€
13
Pertama kali pemeriksa melakukan auskultasi, ia harus menempatkan bagian diafrag
ma stetoskop pada fossa supraclavicula, kemudian mulai bergerak ke bawah dan ke
lateral (seperti yang sudah didiskusikan pada bagian pemeriksaan perkusi). Bandi
ngkan lebih dahulu antaradada kanan dan kiri. Bila ada perbedaan suara nafas, pa
stilah salah satu tidak normal. Pada anak yang lebih besar atau remaja yang koop
eratif, mintalah ia untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi sesuai kehendak kita
dan lebih lambat, sehingga kita mendapatkan data yang lebih akurat. Setelah mel
akukan pemeriksaan pada bagian dada anterior, pemeriksa melakukan pemeriksaan pa
da dada bagian posterior. Pada anak besar, pemeriksa dapat menyuruh si anak untu
k duduk. Pada anak yang lebih kecil atau bayi, kita meminta ibu untuk menggendon
g anaknya dan menempatkan pada posisi di mana kita bisa memeriksa bagian belakan
g rongga dada. Lakukan auskultasi seperti pada pemeriksaan dada depan, mulai di
bawah bahu, bergerak ke bawah dan lateral. Bandingkan auskultasi bagian kanan da
n kiri. Jangan lupakan melakukan auskultasi pada bagian axilla untuk melihat ada
nya kelainan pada paru kanan lobus medius. Kesalahan yang sering dilakukan adala
h tidak melakukan auskultasi pada daerah-daerah inferior.
Suara dasar paru Suara dasar paru secara tradisional digolongkan menjadi 4 yaitu
suara trakeal, bronkial, bronkovesikuler, dan vesikuler. Suara trakheal mempuny
ai ciri suara dengan frekuensi tinggi, kasar, disertai dengan masa istirahat (pa
use) antara fase inspirasi dan ekspirasi, dengan komponen ekspirasi terdengar se
dikit lebih lama. Suara nafas trakeal dapat ditemukan dengan menempelkan membran
diafragma pada bagian lateral leher atau pada fossa suprasternal. Sumber bunyin
ya adalah turbulensi aliran cepat pintu glottis. Suara nafas bronkial mempunyai
bunyi yang juga sama kasar, frekuensi tinggi, dengan fase inspirasi sama dengan
fase ekspirasi. Suara ini terdapat pada saluran nafas dengan diameter 4 mm atau
lebih, misalnya pada bronkus utama. Suara nafas bronkial dapat didengarkan pada
daerah antara kedua scapula. Karena karakteristik suara trakeal dan bronkial ham
pir sama, beberapa penulis menggolongkannya menjadi satu terminologi, yaitu suar
a trakeobronkial.
€
14
Trakeal
Bronkovesikuler
Vesikuler
Gambar 4. Karakteristik suara dasar paru
Suara nafas bronkovesikuler sedikit berbeda dari suara trakeobronkial, terdengar
lebih distal dari jalan nafas. Bunyinya kurang keras, lebih halus, frekuensi le
bih rendah dibanding suara bronkial, tetapi dengan komponen inspirasi dan ekspir
asi yang masih sama panjang. Bunyi nafas ini pada orang normal dapat didengar pa
da segitiga auskultasi (area di bagian posterior rongga dada yang dibatasi oleh
m. trapezius, m. latissimus dorsi, dan m. rhomboideus mayor) dan lobus otot kana
n paru). lebih distal, dengan karakteristiknya halus, lemah, dengan fase inspira
si merupakan bagian yang dominan, sedangkan fase ekspirasi hanya terdengar seper
tiganya. Suara vesikuler berasal dari jalan nafas lobar dan segmental, ditransmi
sikan
melalui parenkim paru normal. Bila terdapat konsolidasi atau atelektasis pada sa
luran nafas distal, maka suara yang normalnya vesikuler, akan menjadi suara bron
kovesikuler atau trakeobronkial. Ini terjadi karena penghantaran udara yang bert
ambah karena adanya pemadatan pada jaringan paru. Ada pula yang berpendapat hal
ini terjadi karena suara vesikuler yang menurun pada daerah auskultasi, sehingga
yang masih terdengar adalah suara dari bronkus (suara bronkial).1
€ 15
Suara vesikuler yang diperlemah didapatkan pada keadaan fungsi paru yang menurun
(misalnya Schwarte, fibrosis pulmonum, emfisema) atau pada gangguan penghantara
n suara karena adanya cairan (efusi pleura) atau udara di pleura (pneumothorax).
Keadaan ini juga bisa didapati pada anak yang gemuk atau atlet yang mempunyai l
apisan otot yang tebal. Fase ekspirium suara vesikuler juga bisa diperpanjang pa
da keadaan di mana terdapat kesulitan mengelurkan udara waktu ekspirasi, seperti
pada keadaan asma bronkiale atau bronkiolitis. Kesulitan ini disebabkan oleh ba
nyaknya sekret, edema mukosa bronkus, dan konstriksi dari saluran nafas bawah. E
kspirasi yang memanjang sangat berhubungan dengan bunyi tambahan paru yaitu whee
zing, dan dapat didengarkan dengan telinga telanjang.
Suara tambahan paru Terminologi suara tambahan paru merupakan hal yang kontrover
sial, menjadi perdebatan mulai dari pertama ditemukannya stetoskop oleh Laennec
hingga sekarang. Laennec, seorang dokter Prancis, menggunakan istilah “rale” untuk s
emua bunyi abnormal paru, dengan klasifikasi: lembab (moist), mukus (mucous), so
nor (sonorous), dan mencicit (sibilant). Pada prakteknya masa itu, karena pasien
merasa tidak nyaman dengan miripnya istilah rale dengan death rattle, maka Laen
nec menggunakan istilah pengganti yaitu “rhoncus”. Tahun 1821, seorang dokter Inggri
s bernama John Forbes, menerjemahkan karya Laennec ke bahasa Inggris. Istilah ra
le dan rhoncus diterjemahkan menjadi 2 hal berbeda oleh Forbes, sehingga menjadi
awal terjadinya perbedaan hingga sekarang. Salah satu rekomendasi berasal dari
pertemua International Symposium on Lung Sounds (Tokyo, 1985) dengan konsensus t
erminologi bunyi tambahan paru yang membagi bunyi ini menjadi: 1. Bising tidak k
ontinyu (kurang dari 250 ms/2.5 detik) a. Halus: frekuensi tinggi, amplitudo ren
dah, durasi pendek (fine crackles) b. Kasar: frekuensi rendah, amplitudo tinggi,
durasi panjang (coarse crackles) 2. Bising kontinyu (lebih dari 250 ms/2.5 deti
k) a. Nada tinggi (wheezing) b. Nada rendah (rhoncus)
€
16
Selain bising kontinyu dan tidak kontinyu, dikenal juga suara tambahan paru yang
lain yaitu stridor dan bunyi gesekan pleura (pleural friction rub).
Bising tidak kontinyu Crackles (bunyi gemereletak) halus atau ronki basah halus,
disebabkan oleh terbukanya alveoli yang tertutup waktu ekspirasi sebelumnya sec
ara tiba-tiba, mungkin disebabkan tekanan antara jalan nafas yang terbuka dengan
yang menutup dengan cepat menjadi sama sehingga jalan nafas perifer mendadak te
rbuka. Bunyi ini terjadi saat inspirasi, yang dapat terjadi saat jalan nafas per
ifer mendadak terbuka pada waktu daerah-daerah kolaps (atelektasis) terinflasi.
Bising ini terjadi pada kelainan paru restriktif dan atau menunjukkan berkurangn
ya volume paru, seperti pada pneumonia, bronkitis, atau atelektasis. Bising ini
juga dapat terdengar pada bronkiolitis dan asma bronkiale. Ronki basah halus yan
g terdengar pada daerah basal paru menunjukkan adanya edema paru. Pada pneumonia
lebih spesifik bila bunyi gemereletak ini didapatkan pada akhir inspirasi (atau
yang disebut krepitasi). Crackles kasar atau ronki basah kasar, dihasilkan oleh
gerakan udara melalui sekret tipis di bronkus atau bronkiolus. Terjadi pada awa
l inspirasi dan kadang waktu ekspirasi, bisa menghilang dengan perubahan posisi
atau setelah batuk. Bunyi ini dapat dijumpai pada kelainan paru dengan sekresi l
endir yang banyak, misalnya pada bronkitis kronis, bronkitis akut, bronkiektasi,
atau fibrosis kistik.
€
17
Karakteristik akustik Diskontinyu, seperti suara ledakan, durasi kurang dari 10
ms, halus, frekuensi tinggi, amplitudo rendah Diskontinyu, seperti suara ledakan
, durasi sedikit lebih lama dari crackle halus, frekuensi rendah, amplitudo ting
gi Kontinyu, durasi lebih dari 250 ms, frekuensi tinggi, musikalis Kontinyu, dur
asi lebih dari 250 ms, frekuensi rendah, seperti suara dengkur
Inggris Fine Crackles
Indonesia Ronki basah halus
Terminologi lain Fine Crepitation
Klinis Pneumonia, edem paru, asma bronkiale Bronkitis akut/kronis, bronkiektasi
Coarse Crackles
Ronki basah kasar
Coarse Crepitation
Wheezing Ronki
Wheezing Ronki kering
Sonorous Rales Sibilant Rales
Asma bronkiale Produksi sputum meningkat (misalnya bronkitis kronis)
Tabel 2. Karakteristik suara tambahan pada auskultasi paru
Bising kontinyu Bunyi tambahan kontinyu akibat dari aliran udara yang cepat yang
melewati jalan nafas yang mengalami obstruksi. Aliran udara yang lebih cepat ak
an menurunkan tekanan dinding lateral jalan nafas, dan menyebabkan dinding-dindi
ng yang berhadapan terdorong saling merapat dan bersentuhan untuk waktu singkat.
Akibatnya, aliran terganggu untuk waktu singkat dan tekanan jalan nafas meningk
at. Jalan nafas kemudian kembali terbuka memungkinkan aliran udara kembali. Sikl
us ini berulang dengan cepat menyebabkan getaran dinding jalan nafas. Tinggi nad
a pada bunyi tambahan kontinyu ditentukan oleh hubungan antara kecepatan aliran
dan derajat obstruksi. Lebih cepat aliran atau lebih rapat obstruksi menyebabkan
bunyi dengan nada tinggi (disebut wheezing atau mengi). Bila aliran atau obstru
ksi kurang, maka terjadi bunyi dengan nada lebih rendah (disebut ronki atau ronk
i kering). Wheezing ditemui pada asma, emfisema dan bronkitis kronik, dan kadang
ditemui pada edem paru. Ronki kering dijumpai pada bronkitis akut atau kronik d
an bronkiektasis.
€
18
Stridor Stridor adalah bunyi kontinyu yang dihasilkan oleh getaran jalan nafas e
kstratoraks yang menyempit, dengan nada konstan. Hal ini terjadi karena karena t
ekanan jalan nafas distal dari obstruksi berkurang secara bermakna dalam hubunga
n dengan tekanan atmosfer di luar jalan nafas pada waktu inspirasi. Pada waktu e
kspirasi, peningkatan tekanan jalan nafas menyebabkan gradien tekanan positif da
ri dalam ke luar jalan nafas dan obstruksi berkurang. Bila obstruksi menetap, st
ridor akan terdengar waktu inspirasi maupun ekspirasi. Penyebab stridor adalah s
umbatan laring atau trakea, seperti pada keadaan epiglotitis, laringotrakeobronk
itis akut (sindrom Croup), aspirasi benda asing, tumor, atau edema laring setela
h ekstubasi.
Bunyi gesekan pleura Bunyi ini berasal dari regangan mekanik pleura yang menyeba
bkan vibrasi dinding dada dan parenkim paru. Pada keadaan normal, lapisan pleura
yang halus dan lembab yang bergesekan pada waktu bernafas tidak mengeluarkan su
ara. Bising ini bersifat non-musikal, mempunyai nada rendah, dan terdengar saat
inspirasi dan ekspirasi. Bunyi ini terjadi pada pleuritis atau Schwarte. Setelah
melakukan pemeriksaan, pemeriksa dapat mengambil kesimpulan apakah ada kelainan
pada paru atau tidak. Sampaikan hasil pemeriksaan anda pada orang tua. Terakhir
kali, ucapkan salam dan terima kasih pada orang tua dan pasien. Pemeriksa harus
meyakinkan dirinya bahwa ia meninggalkan pasien dalam keadaan nyaman.
€
19
PEMERIKSAAN FISIK PADA BERMACAM KELAINAN PARU1,2,4,5
Bronkitis Bronkitis adalah peradangan atau inflamasi pada mukosa bronkus. Parenk
im paru normal atau tidak terinfeksi. Manifestasi klinik yang tampak berasal dar
i hipersekresi dan terjadinya eksudat. Dahak yang terbentuk mula-mula kental, se
telah beberapa hari berubah menjadi agak encer. Etiologi bronkitis dapat dibagi
menjadi: 1. Fisik: udara dingin/panas, asap, debu 2. Bahan kimia 3. Alergi 4. In
feksi: paling sering adalah virus, penyebab yang lain adalah bakteri, jamur, par
asit Melihat etiologi di atas dapat dimengerti bahwa demam tidaklah selalu menye
rtai bronkitis. Bronkitis biasanya tidak menimbulkan gejala klinis yang berat, d
an biasanya tidak disertai sesak nafas maupun sianosis. Pada pemeriksaan paru, b
iasanya hanya didapatkan ronki basah kasar tanpa perubahan suara dasar nafas ves
ikuler. Pada perkusi maupun palpasi tidak didapatkan kelainan.
Asma Bronkiale Asma merupakan penyakit paru obstruktif kronik episodik yang dita
ndai oleh hiperreaktivitas bronkus (menyebabkan bronkokonstriksi) dan inflamasi
saluran nafas. Pada asma terjadi kesulitan bernafas terutama saat ekspirasi. Pas
ien lebih nyaman dalam keadaan tiduran setengah duduk atau bila serangan berat p
enderita akan menempatkan diri pada posisi tripod (kedua tangan berpegangan pada
tepi tempat tidur supaya otot-otot pernafasan aksila bisa membantu pernafasan).
Perabaan nadi pada serangan asma berat dapat didapatkan pulsus paradoksus. Pada
inspeksi tampak penderita menggunakan otot-otot bantuan nafas, mungkin dengan p
osisi tripod. Bila berat dapat didapatkan sianosis dan nafas cuping hidung. Pada
dada terdapat retraksi, dada berbentuk emfisematosa (penambahan diameter antero
-posterior). Hipersonor didapatkan pada perkusi. Pada auskultasi didapatkan suar
a vesikuler dengan ekspirasi diperpanjang, ronki basah kasar, wheezing, dan ronk
i kering. Kadang-kadang juga didapatkan ronki basah halus dan krepitasi. Pada se
rangan berat wheezing tidak terdengar karena penyempitan bronkus yang hebat.
€ 20
Pneumonia Pneumonia adalah inflamasi atau peradangan yang terjadi pada parenkim
paru atau alveoli. Pneumonia biasanya diawali dengan infeksi saluran nafas atas
yang menimbulkan komplikasi. Sebab lain adalah tirah baring lama, sepsis, atau a
spirasi. Perjalanannya tidak berlangsung tibatiba. Sarang-sarang radang merupaka
n infiltrat kecil-kecil di parenkim paru, lebih kurang mengikuti percabangan bro
nkus. Infiltrat-infiltrat ini dapat membentuk konsolidasi. Pneumonia lobaris ter
jadi bila radang paru mengenai satu lobus paru tertentu. Pneumonia merupakan seb
ab kematian tersering pada anak di negara berkembang selain diare. Pada pemeriks
aan didapatkan sesak nafas, yang ditandai dengan adanya nafas cepat dan atau ret
raksi. Retraksi subkostal lebih spesifik untuk penanda pneumonia. Bila berat dap
at dijumpai sianosis. Palpasi taktil meningkat, demikian juga resonansi vokal me
ningkat (bronkofoni atau egofoni) karena adanya infiltrat dan konsolidasi yang m
eningkatkan penghantaran suara. Perkusi akan terdengar redup. Pada auskultasi di
dapatkan suara bronkial pada daerah paru yang terkena, karena adanya konsolidasi
. Suara tambahan yang didapatkan adalah ronki basah halus yang timbul saat akhir
inspirasi (krepitasi).
Bronkiolitis Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus, ditandai dengan ada
nya penyempitan jalan nafas sekunder karena penumpukan sel-sel radang. Bronkioli
tis merupakan penyakit paru yang hanya diderita anak umur kurang dari 2 tahun (t
ersering adalah 6 bulan-2 tahun), karena diameter bronkiolus yang relatif masih
kecil, sehingga peradangan sedikit saja dapat menimbulkan sesak nafas. Penyebab
utamanya adalah infeksi oleh RSV (Respiratory Syncitial Virus). Pemeriksaan fisi
k pada bronkiolitis serupa pada asma bronkiale, karena patofisiologinya hampir m
irip, yaitu adanya penyempitan saluran nafas. Bedanya dengan asma adalah bahwa b
ronkiolitis tidak berespon terhadap pemberian inhalasi beta agonis atau adrenali
n.
Emfisema Pada emfisema pulmonum, alveoli amat melebar. Jaringan intraalveolar ti
pis atau malahan ada yang hilang. Jadi paru berbentuk lebih gembung dan lebih ba
nyak mengandung udara, tetapi luas
€
21
permukaan alveoli sangat berkurang. Ini menyebabkan pengembangan paru terbatas,
sehingga terjadi sesak nafas. Pada inspeksi didapatkan bentuk dada emfisematosa,
berbentuk tong, dengan ukuran lebar relatif lebih besar dibanding panjangnya, d
engan posisi kosta mendatar. Pada perkusi didapatkan hipersonor, batas jantung s
ukar ditentukan. Pada auskultasi didapatkan vesikuler diperlemah.
Pneumothorax Pneumothorax berarti ada udara di rongga pleura. Dalam keadaan norm
al, rongga pleura hampa udara, hanya terdapat sedikit sekali cairan di dalamnya.
Pneumothorax dapat terjadi pada asma berat, emfisema, trauma dinding dada, atau
efek samping dari ventilator. Pada umumnya pneumothorax bersifat akut dan unila
teral. Penderita lebih senang berbaring pada sisi yang sakit karena paru yang se
hat akan lebih mengembang sehingga dapat mengkompensasi paru sakit. Pada inspeks
i didapatkan sela iga mencembung dan ada ketinggalan gerak. Pada palpasi leher d
idapatkan trakea bergeser ke arah yang sehat. Perkusi paru sakit didapatkan hipe
rsonor. Pada auskultasi didapatkan vesikuler diperlemah.
Fibrosis pulmonum Pada fibrosis pulmonum, jaringan paru sehat diagnti oleh jarin
gan ikat. Biasanya terjadi pada proses kronik seperti pada tuberkulosis post pri
mer dan pneumonia yang berlangsung lama. Adanya jaringan ikat pada paru akan mem
batasi pengembangan paru. Pada inspeksi didapatkan retraksi pada paru yang sakit
dan ketinggalan gerak. Sela iga mencekung dan menyempit. Pada paru yang fibrosi
s didapatkan perkusi yang redup, dengan batas jantung bergeser ke arah paru yang
sakit. Pada auskultasi didapatkan vekikuler yang melemah.
Pleuritis eksudativa dan Schwarte Pleuritis adalah peradangan pada pleura, dapat
berlangsung akut maupun kronis. Pada inspeksi didapatkan penderita tampak nyeri
, mungkin didapatkan ketinggalan gerak, redup absolut didapatkan pada perkusi. D
ari auskultasi didapatkan vesikuler melemah.
€ 22
Schwarte adalah penebalan jaringan pleura karena terbentuknya jaringan ikat, mer
upakan akibat dari pleuritis eksudativa, atau bila ada pyothorax dan hematothora
x. Pada Schwarte pleura menebal dan mengkerut, karena itu waktu diam saja sudah
nampak sebagai retraksi. Pleura yang kaku akan menahan pengembangan paru sehingg
a waktu inspirasi tampak retraksi dan ketinggalan gerak. Pada pemeriksaan auskul
tasi didapatkan vesikuler melemah.
Edema paru Edema paru merupakan timbunan cairan dalam alveoli, terjadi pada kead
aan gagal jantung, overhidrasi, dan pneumonia. Gejala yang muncul adalah sesak n
afas dan batuk. Pada pemeriksaan fisik khas didapatkan ronki basah halus di bagi
an basal paru dengan suara vesikuler diperlemah.
Atelektasis Atelektasis berarti kolapsnya alveoli paru sebagai akibat dari adany
a cairan di rongga pleura yang banyak atau adanya sumbatan pada bronkus (misalny
a pada sekresi lendir yang kental yang menyumbat bronkus). Pada pemeriksaan fisi
k didapatkan trakea bergeser ke arah paru yang sakit, ada ketinggalan gerak, per
kusi redup, dan vesikuler diperlemah.
Penyakit Paru Pneumonia Asma Atelektasis Bronkitis Pneumothorak Efusi pleura Ede
ma paru Bronkiolitis
Bunyi Nafas Trakeobronkial Vesikuler menurun Trakeobronkial Vesikuler Vesikuler
hilang Vesikuler melemah Vesikuler melemah Vesikuler
Bunyi paru tambahan Krepitasi Wheezing Ronki Basah Halus Ronki Basah Kasar Tidak
ada Tidak ada Ronki basah halus basal Wheezing, ekspirasi diperpanjang
Resonansi Bronkofoni, egofoni Hilang Bronkofoni Normal Hilang Hilang menurun nor
mal atau hilang
Perkusi Redup Hipersonor Redup Normal Hipersonor Redup Hipersonor Hipersonor
Tabel 4. Karakteristik penyakit paru dari pemeriksaan fisik€
€ 23
DAFTAR€PUSTAKA€
1. Sunarto. Kuliah Paru. Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak RS Sarjito. 2. Pasterk
amp H, Kraman SS, Wodicka GR. 1997. Respiratory Sounds. American Journal of Resp
iratory and Critical Medicine 3. Taussig LM, Landau LI. 2000. Pediatric Respirat
ory Medicine. Mosby 4. Andrews JL, Badger TL. 1979. Lung Sounds through Ages. JA
MA. 5. Cumming G, Semple SJ. 1973. Disorders of the Respiratory System. Blackwel
l Scientific Publication. 6. Forgacs P. 1978. The Functional Basis of Pulmonary
Sounds. Journal of Circulation, Respiration, and Related System 7. Sly PD, Hayde
n MJ. 1992. Applied Clinical Respiratory Physiology.
€
24
REFERAT PULMONOLOGI
PEMERIKSAAN FISIK PARU
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat stase Pulmonologi
Diajukan oleh: Kornelius Dandung Bawono Stase Pulmonologi bulan Januari 2008
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakart
a 2008
€
25
€
26

You might also like