You are on page 1of 7

Adab Ketika Sakit

Penulis : Al-Ustadz Abul 'Abbas Muhammad Ihsan

Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sifat hikmah dan keadilan-Nya menimpakan berbagai ujian dan
cobaan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman pada khususnya, dan seluruh makhluk pada
umumnya.
Di antara bentuk ujian dan cobaan itu adalah adanya berbagai jenis penyakit di zaman ini, karena
kemaksiatan dan kedurhakaan umat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
َ ‫ض الَّذِي َعمِلُوا لَ َعلَّ ُه ْم َيرْ ِجع‬
‫ُون‬ َ ْ‫اس لِ ُيذِي َق ُه ْم َبع‬ ِ ‫ت أَ ْيدِي ال َّن‬ ْ ‫َظ َه َر ْال َف َسا ُد فِي ْال َبرِّ َو ْال َبحْ ِر ِب َما َك َس َب‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar).” (Ar-Rum: 41)
Islam adalah agama yang sempurna, yang menuntut seorang muslim agar tetap menjaga
keimanannya dan status dirinya sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seorang muslim akan memandang berbagai penyakit itu sebagai:
1. Ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
‫الَّذِي َخلَقَ ْال َم ْوتَ َو ْال َح َيا َة لِ َيبْلُ َو ُك ْم أَ ُّي ُك ْم أَحْ َسنُ َع َماًل َوه َُو ْال َع ِزي ُز ْال َغفُو ُر‬
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al-Mulk: 2)
‫ُون‬َ ‫َو َن ْبلُو ُك ْم ِبال َّشرِّ َو ْال َخي ِْر فِ ْت َن ًة َوإِلَ ْي َنا ُترْ َجع‬
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-
benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata dalam tafsirnya tentang ayat ini: “Kami menguji kalian, terkadang
dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai kenikmatan. Maka Kami akan melihat
siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur (terhadap nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala), siapa yang
sabar dan siapa yang putus asa (dari rahmat-Nya). Sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalhah, dari
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma: ‘Kami akan menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan,
maksudnya yaitu dengan kesempitan dan kelapangan hidup, dengan kesehatan dan sakit, dengan
kekayaan dan kemiskinan, dengan halal dan haram, dengan ketaatan dan kemaksiatan, dengan
petunjuk dan kesesatan; kemudian Kami akan membalas amalan-amalan kalian’.”
Ujian dan cobaan akan datang silih berganti hingga datangnya kematian.
‫ﯔﯕﯖﯗﯘﯙﯚﯛﯜﯝﯞﯟ‬
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?” (Al-Baqarah: 214)
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “(Ujian yang akan datang adalah) berbagai penyakit, sakit,
musibah, dan cobaan-cobaan lainnya.”
Bila demikian, maka sikap seorang muslim tatkala menghadapi berbagai ujian dan cobaan adalah
senantiasa berusaha sabar, ikhlas, mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus-
menerus memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga tidak marah dan murka
terhadap taqdir yang menimpa dirinya, tidak pula putus asa dari rahmat-Nya.

2. Penghapus dosa.
Seandainya setiap dosa dan kesalahan yang kita lakukan mesti dibalas tanpa ada maghfirah
(ampunan)-Nya ataupun penghapus dosa yang lain, maka siapakah di antara kita yang selamat dari
kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Sehingga, termasuk hikmah dan keadilan Allah Subhanahu
wa Ta’ala bahwa Dia menjadikan berbagai ujian dan cobaan itu sebagai penghapus dosa-dosa kita.
ِ ‫ت ي ُْذ ِهب َْن ال َّس ِّي َئا‬
‫ت‬ ?ِ ‫إِنَّ ْال َح َس َنا‬
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk.” (Hud: 114)
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
ُ‫ب َوالَ َه ٍّم َوالَ ح ُْز ٍن َوالَ أَ ًذى َوالَ َغ ٍّم َح َّتى ال َّش ْو َك ِة ُي َشا ُك َها? إِالَّ َك َّف َر هللاُ ِب َها مِنْ َخ َطا َياه‬ َ ‫ب َوالَ َو‬
ٍ ‫ص‬ َ ‫َما يُصِ يبُ ْالمُسْ ل َم مِنْ َن‬
ٍ ‫ص‬
“Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka,
sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.”
(Muttafaqun alaih)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin (1/94): “Apabila
engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang
menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-
dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan
nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa
musibah itu:
a. mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu
menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).
b. lupa (akan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala), maka akan sesaklah dadanya sekaligus
menjadikannya lupa terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari penjelasan ini, ada dua pilihan bagi seseorang yang tertimpa musibah: beruntung dengan
mendapatkan penghapus dosa dan tambahan kebaikan, atau merugi, tidak mendapatkan kebaikan
bahkan mendapatkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala karena dia marah dan tidak sabar atas
taqdir tersebut.”

3. Kesehatan adalah nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang banyak dilupakan.


Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِ ‫ان َم ْغبُونٌ فِي ِْه َما َكثِي ٌر م َِن ال َّن‬
‫اس‬ ِ ‫نِعْ َم َت‬
“Dua kenikmatan yang kebanyakan orang terlupa darinya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR.
Al-Bukhari)
Betapa banyak orang yang menyadari keberadaan nikmat kesehatan ini, setelah dia jatuh sakit.
Sehingga musibah sakit ini menjadi peringatan yang berharga baginya. Setelah itu dia banyak
bersyukur atas nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Itulah golongan yang beruntung.

Adab-adab Syar’i ketika Sakit


Di antara bukti kesempurnaan Islam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan adab-
adab yang baik ketika seorang hamba tertimpa sakit. Sehingga, dalam keadaan sakit sekalipun,
seorang muslim masih bisa mewujudkan penghambaan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di
antara adab-adab tersebut adalah:
1. Sabar dan ridha atas ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta berbaik sangka kepada-Nya.
Dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‫ص َب َر‬ َ َ‫ َوإِ َذا أ‬،ُ‫ان َخ ْي ٌر لَه‬
َ ‫صا َب ْت ُه‬
َ ‫ضرَّ ا ُء‬ َ ‫صا َب ْت ُه َسرَّ ا ُء َش َك َر َف َك‬ ِ ‫ك أِل َ َح ٍد إِالَّ ل ِْلم ُْؤم‬
َ َ‫ إِنْ أ‬،‫ِن‬ َ ‫ْس َذا‬ ِ ‫َع َجبًا أِل َمْ ِر ْالم ُْؤم‬
َ ‫ إِنَّ أَمْ َرهُ ُكلَّ ُه لَ ُه َخ ْي ٌر َولَي‬،‫ِن‬
‫ان َخ ْي ٌر َل ُه‬
َ ‫َف َك‬
“Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya baik baginya,
dan sikap ini tidak dimiliki kecuali oleh orang yang mukmin. Apabila kelapangan hidup dia dapatkan,
dia bersyukur, maka hal itu kebaikan baginya. Apabila kesempitan hidup menimpanya, dia bersabar,
maka hal itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫هلل َت َعالَى‬ َّ ُ‫الَ َيمُو َتنَّ أَ َح ُد ُك ْم إِالَّ َوه َُو يُحْ سِ ن‬
ِ ‫الظنَّ ِبا‬
“Janganlah salah seorang di antara kalian itu mati, kecuali dalam keadaan dia berbaik sangka kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

2. Berobat dengan cara-cara yang sunnah atau mubah dan tidak bertentangan dengan syariat.
Diriwayatkan dari Abud Darda` radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:
‫هللا َخلَقَ الدَّا َء َوالد ََّوا َء َف َت َد َاو ْوا َوالَ َت َد َاو ْوا ِب َح َر ٍام‬
َ َّ‫إِن‬
“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah kalian, dan jangan
berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR. Ad-Daulabi. Asy-Syaikh Al-Albani menyatakan sanad
hadits ini hasan. Lihat Ash-Shahihah no. 1633)
Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‫ َعلِ َم ُه َمنْ َعلِ َم ُه َو َج ِهلَ ُه َمنْ َج ِهلَ ُه‬،ً‫َما أَ ْن َز َل هللاُ مِنْ َدا ٍء إِالَّ أَ ْن َز َل لَ ُه شِ َفاء‬
“Tidaklah Allah menurunkan satu penyakit pun melainkan Allah turunkan pula obat baginya. Telah
mengetahui orang-orang yang tahu, dan orang yang tidak tahu tidak akan mengetahuinya.” (HR. Al-
Bukhari. Diriwayatkan juga oleh Al-Imam Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)
Di antara bentuk pengobatan yang sunnah adalah:
a. Madu dan berbekam
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‫ َوالَ أُحِبُّ أَنْ أَ ْك َت ِوي‬:‫ َوأَ َنا أَ ْن َهى َع ِن ْال َكيِّ – َوفِي ِر َوا َي ٍة‬،‫ار‬ ٍ ‫ َو َك َّي ِة َن‬،‫ َوشِ رْ َط ِة م َُحجِّ ٍم‬،‫شرْ َب ِة َع َس ٍل‬
ُ :‫ال ِّش َفا ُء فِي ثَاَل َث ٍة‬
“Obat itu ada pada tiga hal: minum madu, goresan bekam, dan kay1 dengan api, namun aku
melarang kay.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam riwayat lain: “Aku tidak senang berobat dengan kay.”
b. Al-Habbatus sauda` (jintan hitam)
Dari Usamah bin Syarik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‫ْال َح َّب ُة الس َّْو َدا ُء شِ َفا ٌء مِنْ ُك ِّل َدا ٍء إِالَ السَّا َم‬
“Al-Habbatus Sauda` (jintan hitam) adalah obat untuk segala penyakit, kecuali kematian.” (HR. Ath-
Thabarani. Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu bahwa sanadnya hasan, dan hadits ini
punya banyak syawahid/pendukung)
c. Kurma ‘ajwah
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
‫س شِ َفا ٌء مِنْ ُك ِّل سِ حْ ٍر أَ ْو ُس ٍّم‬ ِ ‫ْق ال َّن َف‬
ِ ‫لى ِري‬ َ ‫فِي َعجْ َو ِة ْال َعالِ َي ِة أَوَّ ُل ْال ُب ْك َر ِة َع‬
“Pada kurma ‘ajwah ‘Aliyah yang dimakan pada awal pagi (sebelum makan yang lain) adalah obat
bagi semua sihir atau racun.” (HR. Ahmad. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menyatakan hadits ini
sanadnya jayyid (bagus). Lihat Ash-Shahihah no. 2000)
d. Ruqyah
Yaitu membacakan surat atau ayat-ayat Al-Qur’an atau doa-doa yang tidak mengandung kesyirikan,
kepada orang yang sakit. Bisa dilakukan sendiri maupun oleh orang lain.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ ‫ان َما ه َُو شِ َفا ٌء َو َرحْ َم ٌة ل ِْلم ُْؤ ِمن‬
‫ِين‬ ِ ‫َو ُن َن ِّز ُل م َِن ْالقُرْ َء‬
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (Al-Isra`: 82)
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu dalam tafsirnya berkata: “Al-Qur`an itu mengandung syifa` (obat)
dan rahmat. Namun kandungan tersebut tidak berlaku untuk setiap orang, hanya bagi orang yang
beriman dengannya, yang membenarkan ayat-ayat-Nya, dan mengilmuinya. Adapun orang-orang
yang zalim, yang tidak membenarkannya atau tidak beramal dengannya, maka Al-Qur`an tidak akan
menambahkan kepada mereka kecuali kerugian. Dan dengan Al-Qur`an berarti telah tegak hujjah
atas mereka.”
Obat (syifa`) yang terkandung dalam Al-Qur`an bersifat umum. Bagi hati/ jiwa, Al-Qur`an adalah obat
dari penyakit syubhat, kejahilan, pemikiran yang rusak, penyimpangan, dan niat yang jelek.
Sedangkan bagi jasmani, dia merupakan obat dari berbagai sakit dan penyakit.
Dari Abu Abdillah Utsman bin Abil ‘Ash radhiyallahu ‘anhu:
ْ‫لى الَّذِي َيأْلَ ُم مِن‬ َ ‫ك َع‬ َ ‫ضعْ َي َد‬ َ :‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫ َف َقا َل لَ ُه َرسُو ُل‬،ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َجعًا َي ِج ُد فِي َج َس ِده‬
َ ‫هللا‬ َ ‫هللا‬
ِ ‫ُول‬ِ ‫أَ َّن ُه َش َكا إِلَى َرس‬
‫هللا َوقُ ْد َر ِت ِه مِنْ َشرِّ َما أَ ِج ُد َوأ ُ َحا ِذ ُر‬ ُ ‫ أَع‬:‫ت‬
ِ ‫ُوذ ِبع َِّز ِة‬ ٍ ‫؛ َوقُ ْل َسب َْع مَرَّ ا‬-‫ثَاَل ًثا‬- ‫هللا‬ِ ‫ ِبسْ ِم‬:‫ك َوقُ ْل‬ َ ‫َج َس ِد‬
Dia mengadukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rasa sakit yang ada pada
dirinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Letakkanlah tanganmu di atas
tempat yang sakit dari tubuhmu, lalu bacalah: ‫هللا‬ ِ ‫( ِبسْ ِم‬tiga kali), kemudian bacalah tujuh kali:
ُ َ َ
‫هللا َوقد َر ِت ِه مِنْ شرِّ َما أ ِج ُد َوأ َحا ِذ ُر‬ْ ُ َّ ُ
ِ ‫أعُوذ ِبعِز ِة‬ َ
‘Aku berlindung dengan keperkasaan Allah dan kekuasaan-Nya, dari kejelekan yang aku rasakan dan
yang aku khawatirkan’.” (HR. Muslim)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk sebagian
keluarganya (yang sakit) lalu beliau mengusap dengan tangan kanannya sambil membaca:
‫ شِ َفا ًء الَ ُيغَا ِد ُر َس َقمًا‬،‫ك‬ َ ‫ أَ ْنتَ ال َّشافِي الَ شِ َفا َء إِالَّ شِ َفا ُء‬، ِ‫ ا ْشف‬،‫س‬ َ ْ‫ب ْال َبأ‬
ِ ‫اس أَ ْذ ِه‬ِ ‫اللَّ ُه َّم َربَّ ال َّن‬
“Ya Allah, Rabb seluruh manusia, hilangkanlah penyakit ini. Sembuhkanlah, Engkau adalah Dzat yang
Maha Menyembuhkan. (Maka) tidak ada obat (yang menyembuhkan) kecuali obatmu, kesembuhan
yang tidak meninggalkan penyakit.” (Muttafaqun ‘alaih)
Atau berobat dengan cara-cara yang mubah, misalkan berobat ke dokter atau orang lain yang
memiliki keahlian dalam pengobatan seperti ramuan, refleksi, akupunktur, dan sebagainya.
Adapun berobat kepada tukang sihir atau dukun, atau dengan cara-cara perdukunan semacam
mantera yang mengandung unsur syirik, atau rajah-rajah yang tidak diketahui maknanya, maka
haram hukumnya, dan bisa menyebabkan seseorang keluar (murtad) dari Islam. Dari Mu’awiyah
ibnul Hakam radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku berkata:
‫ َفالَ َتأْت ِِه ْم‬:‫ َقا َل‬.‫َّان‬
َ ‫ون ْال ُكه‬ َ ‫ِيث َع ْه ٍد ِب ْال َجا ِهلِ َّي ِة َو َق ْد َجا َء هللاُ َت َعالَى ِباإْل ِسْ الَ ِم َو ِم َّنا ِر َجااًل َيأْ ُت‬
ُ ‫ إِ ِّني َحد‬،ِ‫َيا َرسُو َل هللا‬
“Wahai Rasulullah, aku baru saja meninggalkan masa jahiliah. Dan sungguh Allah telah
mendatangkan Islam. Di antara kami ada orang-orang yang mendatangi para dukun.” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah engkau mendatangi mereka (para dukun).” (HR.
Muslim)
Dari Shafiyyah bintu Abi ‘Ubaid, dari sebagian istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ِين َي ْومًا‬ َ ‫صالَةٌ أَرْ َبع‬ َ ‫َمنْ أَ َتى َعرَّ ا ًفا َف َسأَلَ ُه َعنْ َشيْ ٍء َف‬
َ ‫ص َّد َق ُ?ه لَ ْم ُت ْق َب ْل لَ ُه‬
“Barangsiapa mendatangi peramal, kemudian dia bertanya kepadanya tentang sesuatu lalu dia
membenarkannya, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim)
3. Bila sakitnya bertambah parah atau tidak kunjung sembuh, tidak diperbolehkan mengharapkan
kematian.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ت ْال َو َفاةُ َخيْراً لِي‬
ِ ‫ت ْال َح َياةُ َخيْرً ا لِي َو َت َو َّفنِي إِ َذا َكا َن‬ِ ‫ اللَّ ُه َّم أَحْ ِينِي َما َكا َن‬:‫ان الَ ُب َّد َفاعِ اًل َف ْل َيقُ ْل‬ َ َ‫الَ َي َت َم َّنيَنَّ أَ َح ُد ُك ْم ْال َم ْوتَ لِضُرٍّ أ‬
َ ‫ َفإِنْ َك‬،ُ‫صا َبه‬
“Janganlah salah seorang kalian mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya.
Apabila memang harus melakukannya, maka hendaknya dia berdoa:
‫ت ْال َو َفاةُ َخيْراً لِي‬ِ ‫ت ْال َح َياةُ َخيْرً ا لِي َو َت َو َّفنِي إِ َذا َكا َن‬ِ ‫اللَّ ُه َّم أَحْ ِينِي َما َكا َن‬
‘Ya Allah, hidupkanlah aku bila kehidupan itu adalah kebaikan bagiku dan wafatkanlah aku bila
kematian itu adalah kebaikan bagiku’.” (Muttafaqun ‘alaih)

4. Apabila dirinya mempunyai kewajiban (seperti hutang, pinjaman, dll), atau amanah yang belum
dia tunaikan, atau kezaliman terhadap hak orang lain yang dia lakukan, hendaknya dia bersegera
menyelesaikannya dengan yang bersangkutan, bila memungkinkan.
Bila tidak memungkinkan, karena jauh tempatnya, atau belum ada kemampuan, atau sebab lainnya,
hendaknya dia berwasiat (kepada ahli warisnya) dalam perkara tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
‫ُون‬َ ‫ِين ُه ْم أِل َ َما َنات ِِه ْم َو َع ْه ِد ِه ْم َراع‬ َ ‫َوالَّذ‬
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al-Mu`minun:
8)
Dari Abu Huraiah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
‫صا ِل ٌح أ ُ ِخ َذ ِم ْن ُه‬
َ ‫ان لَ ُه َع َم ٌل‬ َ ‫ إِنْ َك‬،‫ون ِد ْي َنا ٌر َودِرْ َه ٌم‬َ ‫ت عِ ْندَ هُ َم ْظلَ َم ٌة أِل َ ِخ ْي ِه مِنْ عِ رْ ضِ ِه أَ ْو مِنْ َشيْ ٍء َف ْل َي َت َحلَّ ْل ُه ِم ْن ُه ْال َي ْو َم َق ْب َل أَنْ الَ َي ُك‬ْ ‫َمنْ َكا َن‬
‫صاح ِِب ِه َف ُح ِم َل َعلَ ْي ِه‬ َ ‫ت‬ ُ
ِ ‫ات أ ِخ َذ مِنْ َس ِّي َئا‬ ْ
?ٌ ‫ َوإِنْ لَ ْم َي ُكنْ لَ ُه َح َس َن‬،ِ‫ِب َق ْد ِر َمظلَ َم ِته‬
“Barangsiapa berbuat kezaliman terhadap saudaranya, baik pada harga dirinya atau sesuatu yang
lain, hendaknya dia minta agar saudaranya itu menghalalkannya (memaafkannya) pada hari ini,
sebelum (datangnya hari) yang tidak ada dinar maupun dirham. Apabila dia memiliki amal shalih,
akan diambil darinya sesuai kadar kezalimannya (lalu diberikan kepada yang dizaliminya). Apabila dia
tidak memiliki kebaikan-kebaikan, akan diambil dari kejelekan orang yang dizalimi lalu dipikulkan
kepadanya.” (HR. Al-Bukhari)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
‫ك‬ ُ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوإِ ِّني الَ أَ ْت ُر‬ َ ِّ‫ب ال َّن ِبي‬ ِ ‫ ما َ أ ُ َرانِي إِالَّ َم ْق ُتوالً فِي أَوَّ ِل َمنْ ُي ْق َت ُل مِنْ أَصْ َحا‬:‫ض َر أ ُ ُح ٌد دَ َعانِي أَ ِبي م َِن اللَّي ِْل َف َقا َل‬ َ ‫لَمَّا َح‬
ٍ ‫ان أَ َّو َل َقت‬
‫ِيل‬ َ ‫ َفأَصْ َبحْ َنا َف َك‬.‫ك َخيْرً ا‬ َ ‫ص ِبإِ ْخ َو ِت‬ ِ ‫ض َواسْ َت ْو‬ ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوإِنَّ َعلَيَّ دَ ْي ًنا َفا ْق‬ َ ‫هللا‬ِ ‫ُول‬ ِ ‫س َرس‬ ِ ‫ك غَ ي َْر َن ْف‬ َ ‫َبعْ دِي أَ َع َّز َعلَيَّ ِم ْن‬
“Sebelum terjadi perang Uhud, ayahku memanggilku pada malam harinya. Dia berkata: ‘Tidak aku
kira kecuali aku akan terbunuh pada golongan yang pertama terbunuh di antara para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sesungguhnya aku tidak meninggalkan setelahku orang
yang lebih mulia darimu, kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya aku
mempunyai hutang maka tunaikanlah. Nasihatilah saudara-saudaramu dengan baik.’ Tatkala masuk
pagi hari, dia termasuk orang yang pertama terbunuh.” (HR. Al-Bukhari)

5. Disyariatkan segera menulis wasiat dengan saksi dua orang lelaki muslim yang adil. Bila tidak
didapatkan karena safar, boleh dengan saksi dua orang ahli kitab yang adil.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‫ض َر ْب ُت ْم فِي‬َ ‫ان مِنْ َغي ِْر ُك ْم إِنْ أَ ْن ُت ْم‬ َ ‫ان َذ َوا َع ْد ٍل ِم ْن ُك ْم أَ ْو َء‬
ِ ‫اخ َر‬ ِ ‫ِين ْال َوصِ َّي ِة ْاث َن‬
َ ‫تح‬ُ ‫ض َر أَ َحدَ ُك ُم ْال َم ْو‬ َ ‫َياأَ ُّي َها الَّذ‬
َ ‫ِين َءا َم ُنوا َش َهادَ ةُ َب ْي ِن ُك ْم إِ َذا َح‬
ِ ‫صا َب ْت ُك ْم مُصِ ي َب ُة ْال َم ْو‬
‫ت‬ َ َ ‫ض َفأ‬ ِ ْ‫اأْل َر‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan
berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua
orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu
ditimpa bahaya kematian.” (Al-Ma`idah: 106)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata:
َّ‫ت َعلَي‬ ْ َّ‫ َما مَر‬:‫ َو َقا َل ابْنُ ُع َم َر َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه َما‬.‫ص ْي ُت ُه عِ ْندَ َر ْأسِ ِه‬
َّ ‫ْن َولَ ُه َشيْ ٌء ي ُِري ُد أَنْ يُوصِ َي فِي ِه إِالَّ َو َو‬
ِ ‫ْت لَ ْيلَ َتي‬
ُ ‫َما َح َّق امْ رُؤٌ مُسْ لِ ٌم َي ِبي‬
‫ك إِالَّ َوعِ ْندِي َوصِ َّيتِي‬ َ ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َقا َل َذل‬
َ ‫هللا‬
ِ ‫ت َرسُو َل‬ ُ
?ُ ْ‫لَ ْيلَ ٌة ُم ْنذ َسمِع‬
“Tidak berhak seorang muslim melalui dua malam dalam keadaan dia memiliki sesuatu yang ingin
dia wasiatkan kecuali wasiatnya berada di sisinya.”
Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Tidaklah berlalu atasku satu malam pun semenjak
aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata demikian, kecuali di sisiku ada
wasiatku.” (Muttafaqun ‘alaih)
Ibnu Abdil Bar rahimahullahu berkata (At-Tamhid, 14/292): “Para ulama bersepakat bahwa wasiat
itu bukan wajib, kecuali bagi orang yang memiliki tanggungan-tanggungan yang tanpa bukti, atau dia
memiliki amanah yang tanpa saksi. Apabila demikian, dia wajib berwasiat. Tidak boleh dia melalui
dua malam pun kecuali sungguh telah mempersaksikan hal itu.
Diperbolehkan baginya mewasiatkan sebagian harta yang ditinggalkan, maksimal sepertiganya. Tidak
boleh lebih dari itu. Bahkan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Aku senang bahwa orang
mengurangi dari jumlah 1/3 menjadi ¼ dalam hal wasiat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Sepertiga itu banyak’.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan Al-Baihaqi)
Wasiat tersebut tidak boleh untuk ahli waris yang berhak mendapatkan warisan, kecuali dengan
kerelaan dari seluruh ahli waris lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ
‫ث‬ ٍ ‫ار‬ ِ ‫إِنَّ هللاَ َق ْد أعْ َطى ُك َّل ذِي َح ٍّق َح َّق ُه َفالَ َوصِ َّي َة ل َِو‬
“Sesungguhnya Allah telah memberi setiap yang memiliki hak akan haknya, maka tidak ada wasiat
untuk ahli waris.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dihasankan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa`)
Ibnu Mundzir rahimahullahu berkata (Al-Ijma’ hal. 100): “Para ulama sepakat bahwa tidak ada wasiat
untuk ahli waris kecuali para ahli waris (yang lain) memperbolehkannya.”
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 1/471): “Ketika wasiat itu adalah
rekayasa dan jalan untuk memberi tambahan kepada sebagian ahli waris, serta mengurangi dari
sebagian mereka, maka wasiat itu haram hukumnya, berdasarkan ijma’ dan dengan Al-Qur`an:
‫هللا َوهللاُ َعلِي ٌم َحلِي ٌم‬ِ ‫َغي َْر ُمضَارٍّ َوصِ ي ًَّة م َِن‬
“(Wasiat itu) tidak memberi mudarat (kepada sebagian pihak). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
(An-Nisa`: 12)
Adapun wasiat yang bertentangan dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka wasiat tersebut batil dan
tidak boleh dilaksanakan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
‫ْس ِم ْن ُه َفه َُو َر ٌّد‬َ ‫َث فِي أَ ْم ِر َنا َه َذا َما لَي‬ َ ‫َمنْ أَحْ د‬
“Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru pada urusan (agama) ku ini apa yang tidak berasal
darinya, maka hal itu tertolak.” (Muttafaqun ‘alaih)
6. Berwasiat agar jenazahnya diurus dan dikuburkan sesuai As-Sunnah
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata (Ahkamul Jana`iz, hal. 17-18): “Ketika adat kebiasaan
yang dilakukan mayoritas kaum muslimin pada masa ini adalah bid’ah dalam urusan agama, lebih-
lebih dalam masalah jenazah, maka termasuk perkara yang wajib adalah seorang muslim berwasiat
(kepada ahli warisnya) agar jenazahnya diurus dan dikuburkan sesuai As-Sunnah, untuk
mengamalkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
‫ِين َءا َم ُنوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَهْ لِي ُك ْم َنارً ا‬
َ ‫َياأَ ُّي َها الَّذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”2
Oleh karena itulah, para sahabat radhiyallahu ‘anhum mewasiatkan hal tersebut. Atsar-atsar dari
mereka (dalam hal ini) banyak sekali. Di antaranya:
a. Dari Amir bin Sa’d bin Abi Waqqash, bahwa ayahnya (yakni Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu
‘anhu) berkata ketika sakit yang mengantarkan kepada wafatnya:
‫هللا‬
ِ ‫ُول‬ ِ ‫صن َِع ِب َرس‬ ُ ‫ أَ ْل ِحدُوا لِي لَحْ ًدا َوا ْنصِ بُوا َعلَيَّ َنصْ بًا اللَّ ِب َن َك َما‬n
“Buatlah liang lahat untukku, dan tegakkanlah atasku bata sebagaimana dilakukan demikian kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
b. Dari Abu Burdah dia berkata: Abu Musa radhiyallahu ‘anhu mewasiatkan ketika hendak
meninggal: “Apabila kalian berangkat membawa jenazahku maka cepatlah dalam berjalan. Jangan
mengikutkan (jenazahku) dengan bara api. Sungguh jangan kalian membuat sesuatu yang akan
menghalangiku dengan tanah. Janganlah membuat bangunan di atas kuburku. Aku mempersaksikan
kepada kalian dari al-haliqah (wanita yang mencukur gundul rambutnya karena tertimpa musibah),
as-saliqah (wanita yang menjerit karena tertimpa musibah), dan al-khariqah (wanita yang merobek-
robek pakaiannya karena tertimpa musibah).” Mereka bertanya: “Apakah engkau mendengar
sesuatu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu?” Dia menjawab: “Ya, dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh Ahmad 4/397, Al-Baihaqi 3/395, dan Ibnu Majah,
sanadnya hasan)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata dalam Al-Adzkar: “Disunnahkan baginya dengan kuat
untuk mewasiatkan kepada mereka (ahli waris) untuk menjauhi adat kebiasaan yang berupa bid’ah
dalam pengurusan jenazah. Dan dikuatkan perkara tersebut (dengan wasiat).”
Wallahu a’lam bish-shawab.

1 Besi dibakar, lalu ditempelkan pada urat yang sakit.


2 At-Tahrim: 6. –pen

You might also like