Professional Documents
Culture Documents
Daftar Isi :
2. Editorial
4. English Summary
5. Mekanisme Proteksi Mukosa Saluran Cema – Amirmuslim Malik
9. Patogenesis Tukak Peptik – Julius
14. Diagnosis dan Pengobatan Tukak Peptik – Dwi Djuwantoro
Karya Sriwidodo
18. Hasil Pengobatan Gastritis dengan Traksat empat kali sehari Di-,
bandingkan dengan Traksat dua kali dua sehari – Sujono. Nadi
22. Proteksi Mukosa Lambung terhadap Obat-obat Antiinflamasi
Nonsteroid – Sayan Wongso, Asman Manaf, Julius
26. Gambaran Endoskopi Saluran Cema Bagian Atas di Bagian Pe-
nyakit Dalam RSU dr. M. Jamil, Padang – Nasrul Zubir, Julius
29. Farmakologi dan Penggunaan Terapi Obat-obat Sitoproteksi –
Arini Setiawati
36. Pemberian Dini Makanan lewat Pipa pada Pasien Postoperasi Bedah
Digestif – Misbah Jalinz
Redaksi
REDAKSI KEHORMATAN
KETUA PENGARAH
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. B. Chandra
Dr Oen L.H Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
KETUA PENYUNTING Jakarta. Surabaya.
Dr Budi Riyanto W – Prof. Dr. R.P. Sidabutar
PELAKSANA Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Sriwidodo WS Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Semarang.
TATA USAHA Jakarta.
Sigit Hardiantoro – Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo
Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi
– Drg. I. Sadrach
ALAMAT REDAKSI Lembaga Penelitian Universitas Trisakti,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Majalah Cermin Dunia Kedokteran Jakarta.
Jakarta
P.O. Box 3105 Jakarta 10002 – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
Telp. 4892808 darmo – DR. Arini Setiawati
Fax. 4893549, 4891502 Bagian Farmakologi
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,
NOMOR IJIN Jakarta,
Jakarta
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976
Tanggal 3 Juli 1976
PENERBIT REDAKSI KEHORMATAN
Grup PT Kalbe Farma
– DR. B. Setiawan – Drs. Victor S Ringoringo, SE, MSe.
PENCETAK – Drs. Oka Wangsaputra – Dr. P.J. Gunadi Budipranoto
PT Midas Surya Grafindo – DR. Ranti Atmodjo – DR. Susy Tejayadi
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted
dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge- to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174–9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ P.O. Box 3105
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih Jakarta 10002
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.
Mekanisme Proteksi
Mukosa Saluran Cerna
Amirmuslim Malik
Lab. Biokimia, Subdivisi Biokimia-Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas, Padang
PERANAN PROSTAGLANDIN
Prostaglandin barangkali mempunyai peranan penting
untuk mempertahankan mukosa saluran cerna terhadap penga-
ruh sekitarnya. Banyak zat iritan yang didapatkan pada mukosa
saluran cerna yang merusak epitel bila sekresi prostaglandin
terganggu(12).
Prostaglandin seri A dan E telah diketahui sejak 1967
menghambat sekresi asam lambung dan dapat mencegah tukak Gambar 6. Perubahan aliran darah setelah pemberian HCL isotonik dan
peptik(13); prostaglandin pada binatang dan manusia juga prostaglandin(16)
meningkatkan sekresi mukus. Prostaglandin telah diyakini
mempertahankan integritas saluran cema dengan cara regulasi Dari penelitian klinis dengan berbagai macam sitoprotektif
sekresi asam lambung, sekresi mukus, bikarbonat dan aliran terlihat bahwa prostaglandin E sangat berfaedah mencegah efek
darah mukosa. toksik obat antiinflamasi non-steroid (menghambat sintesa
prostaglandin) atau alkohol.
Mekanisme Anti Tukak Peptik Dari Prostaglandin Pada suatu penelitian didapatkan aktivitas sintesa
a. Sitoprotektif : prostaglandin pada mukosa bulbus duodenum selama puasa
− Sekresi mukus. lebih tinggi pada penderita tukak duodenum dari kontrol. Hasil
− Sekresi bikarbonat. rasio total prostaglandin setelah makan dan sebelum makan lebih
− Aliran darah lambung. rendah pada penderita tukak duodenum dari pada penderita
b. Inhibisi sekresi asam. normal (Gambar 7).
Pada penelitian ternyata sekresi bikarbonat meningkat se- Pada suatu penelitian penderita dengan tukak lambung dan
telah pemberian PGE2 (Gambar 5). orang normal kadar prostaglandin jaringan di daerah antrum dan
Prostaglandin E merupakan vasodilator yang poten (Gam- korpus lambung pada tukak lambung didapatkan lebih rendah
bar 6). dari orang normal (Gambar 8). Sedangkan pada tukak lambung
Selain mempunyai sifat sitoprotektif, PGE 1 dan PGE 2 yang menyembuh didapatkan kadar prostaglandin jaringan lebih
mempunyai efek menghambat sekresi lambung (Gambar 7). tinggi dari yang tidak sembuh(17).
KESIMPULAN
Pada pengelolaan tukak peptik secara rasional dan efektif
perlu dipahami patogenesis tukak peptik; antara lain :
1. Faktor agresif (asam dan pepsin).
2. Faktor defensif (pembentukan dan sekresi mulct's, sekresi
bikarbonat, aliran darah mukosa, pembatasan permeabilitas ion
hidrogen dan regenerasi epitel).
3. Faktor kontribusi/predisposisi (geografis, jenis kelamin,
Gambar 8. Kadar prostaglandin dart mukosa lambung(17)
psikosomatik, herediter, merokok, obat dan lainnya).
FAKTOR KONTRIBUSI/PREDISPOSISI
Faktor kontribusi/predisposisi antara lain letak geografis, KEPUSTAKAAN
jenis kelamin, faktor psikosomatik, herediter, merokok, obat
1. James E, Gigan MC. New developments in understanding peptic ulcer
dan faktor lainnya.
diseases Seale co. 1986.
Letak geografis mempengaruhi adanya tukak peptik dan 2. Kasugai, T. Endoscopic Diagnosis in Gastroenterology. Igaku Shoin.
mengenai jenis kelamin didapatkan pria lebih banyak pada tukak Tokyo. 1982.
PENDAHULUAN kan aliran darah dari mukosa, serta memperbaharui sel epitel
Setiap hari sering kita temukan penderita yang datang ber- yang rusak. Pada dosis terapeutik yang diberikan akan me-
obat dengan keluhan di saluran makan bagian atas; misalnya ngurangi sekresi lambung baik basal maupun setelah mendapat
rasa pedih, panas di daerah epigastrium, mual, kadang-kadang rangsangan. Efek samping dari obat ini yaitu sekitar 10% timbul
disertai muntah, rasa panas di perut, rasa kembung, perasaan diare. Mengingat bahwa golongan obat ini juga mempengaruhi
lekas kenyang. Semua keluhan tersebut sering menyatakan kontraksi uterus, maka merupakan kontraindikasi pada wanita
adanya penyakit di lambung. Kadang-kadang keluhan yang hamil(1,2).
diajukan penderita tersebut ringan dan dapat diatasi dengan
Golongan Protektif Lokal
mengatur makanan, tetapi kadang-kadang dirasakan berat, se-
Obat golongan ini, selain mempunyai sifat sitoprotektif
hingga ia terpaksa meminta pertolongan pada dokter bahkan
juga mampu membentuk rintangan mekanik, melindungi
sampai terpaksa diberi perawatan khusus.
mukosa terhadap asam dan pepsin. Mekanisme sitoprotektif
Penyakit lambung yang banyak ditemukan di Indonesia,
meliputi ; membentuk rintangan pada lapisan mukosa, me-
ialah gastritis. Sedangkan tukak lambung jarang ditemukan,
rangsang sekresi bikarbonat oleh epitel, meningkatkan aliran
hanya di beberapa daerah saja misalnya di Sumatra Utara dan
darah (mikro-sirkulasi) yang adekuat, dan mempercepat ter-
Sulawesi Utara. Hal ini mungkin akibat kebiasaan hidup ma-
jadinya regenerasi sel yang rusak. Dengan meningkatnya me-
syarakat setempat. Telah banyak obat yang beredar guna
kanisme sitoprotektif tersebut maka kerusakan mukosa dapat
mengobati kedua penyakit tersebut. Obat yang terkenal sejak
diperbaiki(3).
bertahun-tahun adalah golongan antasida dengan berbagai
Beberapa macam obat sering disebut-sebut dapat merusak
macam komposisi. Di samping itu kepada penderita tetap di-
mukosa gastroduodenal, di antaranya ; aspirin, obat golongan
anjurkan mengatur diitnya. Banyak penderita yang dapat di-
anti-inflamasi non steroid, etanol, dan lain-lainnya. Obat-obat
sembuhkan dengan pengobatan tersebut di atas, tetapi banyak
tersebut sering. dipergunakan untuk penelitian pada binatang
pula yang sukar disembuhkan; hal itu mendorong para peneliti
percobaan.
untuk menemukan obat golongan baru, di antaranya obat go-
Aspirin akan diabsorpsi oleh lambung, bila pH intragastrik
longan sitoprotektif.
kurang dari 3,5 sehingga akan merusak mukosa lambung.
Dikenal dua golongan obat sitoprotektif, yaitu(1) :
Dengan diberikan prostaglandin E (PGE2) yang mempunyai
1. Golongan prostaglandin E, yang mempunyai sifat selain
sifat sitoprotektif dan anti-sekresi, maka kerusakan tersebut
sitoprotektif juga anti-sekretorik.
dapat dicegah atau dihilangkan(1).
2. Golongan protektif lokal, yang mempunyai sifat selain
Pada binatang percobaan yang diberi aspirin atau indo-
sitoprotektif juga mampu membentuk rintangan mekanik,
metasin terjadi kerusakan mukosa Iambung disertai berkurang-
sehingga akan melindungi mukosa dari asam dan pepsin.
nya glikoprotein mukus, dan hipersekresi lambung. Terjadinya
Golongan Prostaglandin E hipersekresi getah lambung dan pepsin atau berkurangnya mikro-
Prostaglandin akan merangsang sekresi bikarbonat, dan sirkulasi dari lambung menjadi penyebab utama timbulnya lesi
memproduksi lendir dari mukosa gastroduodenal, meningkat- mukosa. Dengan pemberian obat setraksat maka kerusakan atau
Jumlah
No Indikasl 1990 1991 Pada penelitian ini golongan umur 50–59 merupakan tahun
n %
terbanyak menjalani pemeriksaan endoskopi. Hal ini dapat di-
1. Perdarahan SEBA 22 38 60 7,42 terangkan karena kelompok umur ini teftttama adalah penderita
2. Sirosis Had 130 169 299 36,92
3. Sirosis Had +
Sirosis had dan kelompok umur terbanyak lainnya adalah antara
Perdarahan SEBA 12 36 48 5,93 30-39 tahun yang terutama ditempai penderita gastritis; hal ini
4. Dispepsia 10 46 56 6,92 sesuai dengan laporan beberapa peneliti lain(5,6).
5. Gastritis 140 147 314 38,77 Pemeriksaan endoskopi terutama dilakukan pada penderita
6. Ulkus peptikum 6 12 18 2,22
7. Akhalasia 2 6 8 0,98
yang bekerja sebagai pegawai negeri (31,26%), hal ini dise-
8. Tumor Lambung 4 1 5 0,86 babkan relatif masih tingginya biaya pemeriksaan endoskopi,
sehingga hanya dapat dicapai oleh penderita yang mampu atau
Jumlah 326 484 810 100,00 peserta asuransi kesehatan, seperti peserta PHB dan lain-lain.
Indikasi endoskopi terutama pada penderita gastritis (38,77%)
Indikasi terbanyak untuk endoskopi adalah kemungkinan dan selanjutnya penderita sirosis hati (31,92%) sedangkan
Gastritis 314 orang (38,77%) disusul dengan Sirosis Hati 299 penderita perdarahan SEBA, dilakukan pemeriksaan setelah
(36,92%) dan selanjutnya perdarahan SEBA 60 penderita (7,2%). perdarahan berhenti; tidak dilakukan pemeriksaan endoskopi
Hasil endoskopi SEBA dari 810 penderita dapat dilihat emerjensi.
pada tabel 4. Kalau dibandingkan dengan jumlah pemeriksaan endoskopi
Kelainan endoskopi SEBA terbanyak adalah varises eso- pada tahun 1990, ternyata terdapat peningkatan frekuensi pe-
fagus 196 penderita (23,17%), disusul "bile reflux gastritis" 143 meriksaan pada tahun 1991 (tabel 3).
penderita (16,90%) dan kemudian gastritis kronis 133 penderita Jenis kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan endoskopi
(15,72%). Sedangkan gambaran endoskopi normal ditemukan yang terbanyak adalah varises esofagus - 196 penderita (23,17%),
pada 39 penderita (4,60%). gastritis refluks menempati urutan tertinggi diantara gastritis
lainnya (41,21%). Jumlah tukak lambung dan tukak duodenum
pada penelitian ini hampir sebanding (1,04 : 1), berbeda dengan
laporan beberapa peneliti lain dimana tukak lambung lebih
PEMBAHASAN sering ditemukan dibanding tukak duodenum(7,8).
Pemeriksaan endoskopi merupakan pemeriksaan penunjang
dengan ketepatan yang tinggi kalau dilakukan oleh tenaga yang KESIMPULAN
terlatih, terampil dan berpengalaman('1. Pemeriksaan foto ba- Telah dikemukakan gambaran endoskopi saluran cerna
rium lambung-duodenum akan saling menunjang bila dilakukan bagian yang terutama dilakukan pada golongan umur dekade IV
bersamaan dengan endoskopi(3). Dengan pemeriksaan endoskopi dan VI (22,24% dan 20,62%), pegawai negeri (31,36%), dengan
hampir 100% tukak peptik dapat dideteksi(4). indikasi tersering adalah gastritis (38,77%) dan sirosis hati
PENDAHULUAN
Ketidakseimbangan antara faktor-faktor agresif(asam dan lumen (pH 2) ke permukaan sel epitel (pH 7-8). Lapisan mukus
pepsin) dan faktor-faktor defensif (resistensi mukosa) pada dengan bikarbonat ini disebut sawar mukus bikarbonat.
mukosa lambung-duodenum menyebabkan terjadinya gastritis, Sawar mukosa terdiri dari membran apikal sel-sel epitel
duodenitis, ulkus lambung dan ulkus duodenum(1). Asam lam- permukaan dan right-junction antar sel, yang ditutup dengar
bung yang bersifat korosif dan pepsin yang bersifat proteolitik lapisan fosfolipid yang hidrofobik, sehingga merupakan sawar
merupakan dua faktor terpenting dalam menimbulkan kerusakan yang tidak dapat ditembus oleh ion hidrogen dari lumen. Tetapi
mukosa lambung-duodenum(2). Faktor-faktor agresif lainnya sawar ini bisa dirusak oleh berbagai zat seperti garam-garam
adalah garam empedu, obat-obat ulserogenik (aspirin dan anti- empedu, obat-obat ulserogenik, alkohol dan lain-lain sehingga
inflamasi nonsteroid lainnya, kortikosteroid dosis tinggi), me- ion hidrogen dapat berdifusi balik dari lumen ke jaringan
rokok, etanol, bakteria, leukotrien B4 dan lain-lain(1,3,4). mukosa dan menyebabkan kerusakan mukosa. Regenerasi
Faktor-faktor yang merupakan mekanisme proteksi mukosa mukosa dimulai dari prolifersi sel di zone proliferatif yang
lambung-duodenum adalah sawar mukus•bikarbonat, sawar kemudian bermigrasi ke permukaan untuk menggantikan sel-sel
mukosa, aliran darah mukosa dan regenerasi mukosa. Me- epitel permukaan yang rusak. Proses reepitelisasi ini berjalar
kanisme proteksi mukosa lambung-duodenum terhadap ke- dengan cepat asal terlindung dari suasana asam yang merusak
rusakan oleh faktor-faktor agresif ini disebut dengan istilah sel-sel tersebut.
sitoproteksi. Meskipun mekanisme sitoproteksi ini belum Aliran darah mukosa, memegang peranan vital dalam
diketahui secara pasti, ada bukti bahwa prostaglandin endogen proteksi mukosa karena fungsinya membawa oksigen, zat-zat
memegang peranan penting(1–5). makanan dan bikarbonat ke epitel permukaan dan menyingkir-
Mukus, yang disekresi oleh sel-sel goblet dan kelenjar kan ion hidrogen yang menembus sawar mukus bikarbonat dan
Brunner, berupa gel kental yang lengket dan tidak larut dalam air, sawar mukosa. Aliran darah mukosa yang kurang telah terbukti
yang melapisi seluruh permukaan mukosa lambung-duodenum merupakan faktor yang penting dalam menyebabkan kerusakan
secara merata dengan ketebalan 5–10 kali tinggi sel mukosa. mukosa. Dalam hal ini, kurangnya oksigen dan zat-zat makanan
Fungsinya untuk memberikan perlindungan mekanis pada epitel yang dibawa ke epitel permukaan menyebabkan terganggunya
lambung-duodenum, untuk mengurangi difusi ion hidrogen dan berbagai mekanisme sitoproteksi (produksi mukus dan bikar-
pepsin dari lumen. Mukus merupakan polimer yang mengan- bonat, sawar mukosa yang utuh, regenerasi mukosa yang cepat).
dung 4 sub-unit glikoprotein. Degradasi mukus oleh pepsin atau Di samping itu, kurangnya ion bikarbonat hidrogen yang di-
zat mukolitik menyebabkan lapisan mukus berkurang tebalnya. bawa dan ion hidrogen yang disingkirkan dari epitel permukaan
Sebaliknya, prostaglandin menambah tebal mukus. Ion bikar- memudahkan terjadinyakerusakan mukosa. Mukosa duodenum
bonat disekresi oleh sel-sel epitel permukaan lambung dan duo- lebih peka terhadap kurangnya aliran darah dibanding mukosa
denum proksimal, berdifusi melalui lapisan gel mukus ke arah lambung. Sebaliknya, peningkatan aliran darah mukosa telah
lumen. Fungsinya untuk menetralkan asam lambung yang ber- terbukti dapat melindungi mukosa dari kerusakan zat-zat perusak
difusi masuk dari lumen. Akibatnya terdapat gradien pH dari seperti garam empedu dan aspirin(2,3).
PENDAHULUAN pasien gawat dan sangat gawat yang akan atau sudah melaku-
Kekurangan gizi pada pasien rawat nginap merupakan kan tindakan bedah; di samping itu mereka menyarankan juga
masalah yang sulit ditanggulangi. Masalah ini ditemui baik di penekanan peranan ilmu gizi klinik dan metabolisme pada
rumah sakit besar ataupun kecil, baik di negara maju maupun kurikulum Fakultas Kedokteran.
negara sedang berkembang. Untuk meningkatkan status gizi pasien yang memerlukan
Perbaikan status gizi pada pasien yang memerlukan tindak- tindakan bedah digestif, dilakukan penelitian pemberian ma-
an bedah, sangat penting untuk mempercepat penyembuhan luka kanan dini lewat pipa, atau dengan mulut sesuai dengan ke-
operasi dan penyakit dasarnya sendiri(1). mampuan penerimaan pasien paska bedah digestif.
Bristian dick. melaporkan bahwa 50% pasien bedah yang
dirawat di suatu rumah sakit di Boston, Amerika Serikat, men- METODA PENELITIAN
derita kurang gizi sedang sampai berat, sedangkan di bagian Penelitian ini merupakan penelitian prospektif untuk mem-
penyakit dalamnya 44% kurang gizi. Peneliti ini berkesimpulan bandingkan keefektifan pemberian makanan lewat pipa yang
bahwa pelayanan gizi di rumah sakit besar ini masih belum diberikan secara dini, setelah peristaltik usus terdengar dengan
memadai(2.3). baik dan jelas pada pasien pasca bedah digestif, ini disebut
Hill dick, (1977), melaporkan lebih dari 50% pasien yang sebagai grup Sampel. Sebagai pembanding, pada grup yang lain
dirawat lebih dari seminggu di laboratorium Bedah, di sebuah pemberian makanan disesuaikan dengan prosedur standar pe-
rumah sakit besar, Leeds, England, menderita anemia, malnu- rawatan gizi pasca bedah di Lab. Bedah RSUP DR. M. Djamil
trisi ataupun defisiensi vitamin@>. Padang, yang pada azasnya pemberian makanan per oral ber-
Tanphaichitr dkk, (1985), dari rumah sakit Rammathibodi pedoman pada terdengarnya atau adanya flatus atau sudah ada
di Bangkok, melaporkan angka yang lebih tinggi. Di bagian buang air besar setelah operasi bedah digestif; ini disebut grup
penyakit dalamnya 73% dan di bagian bedahnya 79% menderita Kontrol. Tiga puluh orang pasien yang memerlukan tindakan
kekurangan gizi sedang sampai berat berdasarkan standar berat digestif dibagi dalam 2 grup berdasarkan waktu masuknya ke
badan dan tinggi badan(5). Pasien rawat dengan kurang gizi berat rumah sakit, yang dipilih secara bergantian untuk Sampel pe-
sampai sedang di rumah-rumah sakit besar di Indonesia di- nelitian (Sampel) atau untuk pembanding (Kontrol).
perkirakan tak banyak berbeda dengan yang di Bangkok, Thai- Perawatan postoperatifpasca bedah, baik pada grup Sampel
land. maupun pada grup Kontrol, seluruhnya mengikuti prosedur
Hill dkk, (1977), menyimpulkan bahwa tingginya angka standar yang berlaku di Lab. Bedah RSUP DR. M. Djamil
kurang gizi pada pasien yang dirawat di bagian bedah adalah Padang, kecuali pada pasien Sampel diberikan makanan tam-
karma kurangnya perhatian terhadap status gizi pasien yang bahan sedini mungkin segera setelah peristaltik usus terdengar
memerlukan tindakan bedah; mereka mendapatkan sepsis sering dengan baik, melalui pipa lambung yang telah terpasang segera
terjadi setelah seminggu perawatan, dan sangat susah ditang- setelah pembedahan dilakukan.
gulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian. Mereka Pasien yang dipakai adalah pasien yang telah berumur 20
menyarankan supaya lebih memperhatikan status gizi pada tahun atau lebih, laki-laki atau perempuan.
DISKUSI
Untuk peningkatan status gizi pasien rawat nginap, pem-
berian makanan lewat mulut ataupun penggunaan lewat pipa,
sejauh memungkinkan dan tidak ada kontraindikasi akan lebih
baik dari pemberian lewat vena perifer ataupun lewat vena
sentral karena relatif mudah, murah dan komplikasinya mudah
diketahui dan ditanggulangi dengan cara yang relatif sederhana.
Pemakaian teknik makanan lewat pipa (MLP) makin di-
kembangkan bersamaan dengan berkembangnya teknologi ma-
kanan lewat pipa dan tersedianya berbagai ukuran pipa dan
pompa khusus(6). Telah dilaporkan bahwa pemberian makanan
lewat pipa pada pasien gawat dan sangat gawat ditinjau dari
segi teknis, biaya dan keberhasilannya untuk berbagai keadaan
lebih baik dari cara paranteral terutama untuk berbagai keadaan
termasuk kelainan neurologis pada usia lanjut(7), tumor daerah
leher, kepala dan saluran pencernaan bagian atas(8), tumor lam-
bung(9), gagal jantung khronik(10); pada operasi bedah digestif
yang memanipulasi saluran cerna, pemberian makanan lewat
mulut atau menggunakan pipa lambung jauh lebih penting ka-
rena perbaikan sel mukosa usus yang rusak akibat penyakitnya
sendiri ataupun karena luka operasi hanya akan berkembang
baik bila tersedia zat gizi yang cukup. Dan rangsangan untuk
peristaltik usus, enzim-enzim dan hormon pencernaan makanan,
sangat tergantung dari tersedianya makanan dalam saluran cerna
sendiri(12). Pemberian makanan sedini mungkin lewat saluran
pencernaan sangat penting, terutama pada kasus-kasus bedah
digestif, guna perbaikan sel-sel mukosa usus yang rusak akibat
operasi, sehingga fungsi saluran pencernaan dapat pulih dengan
baik.
Operasi bedah digestif menimbulkan berbagai tingkat stres
yang tergantung dari berbagai faktor, termasuk jenis penyakit
yang diderita, lamanya, status gizi sebelum operasi dan penyakit-
penyakit penyertanya; stres akan meningkatkan katabolisme
tubuh dengan cara glikogenolisis dan glukoneogenesis, sedang-
kan lipolisis ditekan, sehingga sebagian besan menggunakan
sumber protein tubuh untuk energi. Pemberian protein secara
dini pada tindakan bedah akan mengurangi katabolisme protein
tubuh yang dapat dipantau secara sederhana melalui berku-
rangnya penurunan berat badan, berkurangnya ekskresi urea
dalam urin, dan cepat tercapainya keseimbangan nitrogen po-
sitif. Pada sires hebat seperti pada luka bakar telah dilaporkan
keberhasilan pemberian dini makanan yang mengandung tinggi
protein, sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas:
Pemberian dini zat gizi yang cukup kalori dan tinggi protein
Rata-rata grup Sampel telah mencapai keseimbangan nitro- sesuai dengan toleransi penerimaan pasien akan mencegah
gen positif pada hari ke 5 dan ke 6, sedangkan keseimbangan penghancuran protein tubuh yang berlebihan akibat stres luka
nitrogen positif pada grup Kontrol belum dicapai sampai hari ke bakar sendiri, mengurangi penurunan berat badan yang berle-
6 pasca bedah. Ini berarti sampai hari ke 6, secara rata-rata protein bihan dan merupakan manajemen yang rasional sebelum pasien
yang masuk dan yang diekskresikan dalam bentuk nitrogen jatuh dalam sepsis, yang sampai saat ini tingkat kematiannya
belum seimbang atau belum berlebih, akibatnya sampai hari ke sangat tinggi(13). Chiarelli dkk melaporkan bahwa pemberian
6 masih terjadi katabolisme protein tubuh dengan penurunan sangat dini makanan lewat pipa, rata-rata 4 jam setelah pasien
RINGKASAN
Table 1. Prevalence Rate (‰) of Post Polio Paralysis by Age Group & Area (Post Polio Paralysis Prevalence Survey on Children in the Community
Aged 0 - 14 Years, Indonesia, 1977 - 1980)
Source : Subdirectorate for Epidemiological Surveillance Directorate General for CDC Ministry of Health Republic of Indonesia.
Gambar 1. Hubungan antara kasus polio akut dan besarnya persentase Cakupan Imunisasi Polio-3 di berbagai propinsi di Indonesia tahun 1988 –
1989
Penelitian Entomologi – 1
Harijani A.M *, Sahat Ompusunggu*, Suyitno**, Mursiatno*
* Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
** Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
ABSTRAK
ABSTRAK
Telah dilakukan tes Indirect Fluorescent Antibody (1FA) terhadap 170 anak
0–9 tahun dan 23 penderita demam, 11 di antaranya penderita malaria : 8 kasus
P. falciparum, 2 kasus P. vivax, dan 1 kasus campuran (Pf dan Pv). Tes IFA dilakukan
untuk mendeteksi dan mengukur titer antibodi terhadap P. falciparum.
Serum berasal dari darah yang diambil sebanyak 100 ul dengan tabung mikro-
kapiler yang mengandung heparin. Antigen P. falciparum didapat dari hasil biakan
strain Flores, dengan menggunakan stadium sison pada sediaan tetes tebal. Konyugat
dengan fluorescein isothiosianat yang dipakai merupakan antibodi dan globulin ter-
hadap human Ig (IgG+IgA+IgM) dari kambing, produksi Pasteur.
Pada semua anak ternyata tidak terdeteksi antibodi, yang menunjukkan bahwa
anak-anak tersebut tidak terinfeksi malaria. Dari 23 penderita demam, 5 (4 Pf dan 1
PfPv) mempunyai antibodi terhadap Pf dengan titer 1:200 pada 2 orang; 1:3.200 pada
1 orang; 1:12.800 pada 1 orang; dan 1:25.600 pada 1 orang.
Ternyata tes IFA bersifat cukup spesifik dan tak ditemukan reaksi silang dengan
Plasmodium jenis lain. Empat kasus Pf lain (44%) tidak menunjukkan fluorescein
positip, mungkin disebabkan antibodinya rendah karena baru terinfeksi malaria, atau
karena pengobatan yang baik.
PENDAHULUAN (IFA). IFA merupakan salah satu teknik terbaik dan banyak
Selama ini diagnosis penyakit malaria berdasarkan atas dipakai untuk mendeteksi dan mengukur titer antibodi ma-
diketemukannya parasit malaria dalam darah yang diperiksa laria(2,3). Dengan tes IFA kemungkinan sedang atau sebelumnya
melalui sediaan yang dipulas. Perkembangan imunologi mem- pernah menderita infeksi malaria dapat diketahui(4).
bantu diagnosis penyakit malaria dengan mendeteksi antibodi Kekurangan dari tes IFA adalah hasilnya subjektif, sedangkan
terhadap parasit malaria dalam'eritrosit. kelebihannya adalah memakai antigen yang bentuknya di-
Antibodi dapat dideteksi setelah beberapa hari darah ter- kenal, mudah didapat dan disiapkan, dapat disimpan pada
infeksi, kemudian meningkat sangat cepat, menetap untuk –70°C untuk waktu yang lama(5).
beberapa waktu, dan menurun secara perlahan-lahan. Hal ini Adapun tujuan penelitian ini adalah melakukan uji coba
sangat tergantung dari jenis parasit malaria dan pengalaman tes IFA untuk mendeteksi dan mengukur titer antibodi ter-
terinfeksi terdahulu dari hospes. Sgtelah sembuh dari infeksi hadap P. falciparum dari serum anak-anak 0–9 tahun dan pen-
atau selama pengobatan, antibodi dapat menurun agak cepat derita demam. Sehubungan dengan kesulitan mendapatkan
dan dapat tidak terdeteksi. Pada reinfeksi, antibodi akan me- antigen, maka hanya dilakukan terhadap infeksi malaria P.
ningkat hebat dan lebih tinggi dari antibodi pada infeksi per- falciparu m .
tama(1).
Antibodi malaria dapat dideteksi dengan beberapa cara tes BAHAN DAN CARA
imunologi antara lain : tes Indirect Fluorescent Antibody Tes IFA dilakukan terhadap serum anak-anak 0–9 tahun
Disajikan pada Kongres Nasional Biologi ke IX, Padang, 10–12 Juli
1989.
50 Cermin Dunia Kedokteran No. 79, 1992
dan penderita demam dari Kepulauan Seribu, tahun 1988. 0–9' tahun dan 23 dari penderita demam (usia > 9 tahun).
Tes dilakukan sesuai petunjuk Voller dan Neill (1971)(6), dan Ternyata 11 dari 23 penderita demam menderita malaria :
WHO(5). 8 malaria falsiparum, 2 malaria vivax, dan 1 malaria campuran
falsiparum dan vivax (Tabel 1).
Persiapan
Semua sera anak-anak (079 tahun) dengan tes WA me-
Antigen P. falciparum didapat dari hasil ,biakan in-vitro
nunjukkan hasil negatif, dan hanya 5 dari 23 penderita demam
strain Flores, dan hanya parasit stadium sison yang dipakai
yang terdeteksi antibodinya (Tabel 2).
sebagai antigen. Antigen dibuat dengan tetes darah tebal yang
Kelima penderita demam tersebut adalah 4 penderita ma-
berdiameter kurang lebih 3 mm, berisi 6–12 pada 1 slide.
laria falsiparum, 1 penderita malaria campuran vivax dan
Sebelum dibuat antigen, darah yang mengandung sison malaria
falsiparum, dengan titer yang dapat dilihat pada Tabel 3.
P. falciparum dengan kepadatan 1–5%, dicuci 3 kali dengan
larutan PBS (Phospkate .Buffer Saline) pH 7,2. Antigen yang Tabel 1. Hasil pemeriksaan parasitologis darah anak-anak 0–9 tahun
telah dibuat untuk sementara disimpan pada pendingin -70°C dan penderita demam (usia > 9 tahun) dari Kepulauan Se-
sampai digunakan. ribu, tahun P988.
Serum didapat dari darah yang diambil melalui tusuk jari,
Jumlah positif
sebanyak 100 ul dari tabung mikrokapiler yang mengandung Gol umur Jumlah darah
heparin, dan sementara disimpan pada pendingin –20°C sampai (tahun) yang diperiksa P. falciparum P. vivax P. f dan P.v
saat pemeriksaan. . 0– 170 0 0 0
Konyugat yang dipakai adalah fluorescein-labelled antisera 10– 23 8 2 1
(fluorescein isothiosianat), merupakan antibodi dan globulin
Jumlah 193 8 2 1
terhadap human Ig (IgG+IgM+IgA) dari kambing, produksi
Pasteur.
Tabel 2. Titer antibodi terhadap P. falciparum dan anak-anak 0–9
Pelaksanaan tahun dan penderita demam (> 9 tahun) Kepulauan Seribu
Antigen dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan dibiar- dengan tes IFA, tahun 1988.
kan beberapa saat di suhu kamar. Setelah itu dihemolisa dengan Titer antibodi
Gol umur Jumlah sera
akuades selama 10 menit, dicuci, kemudian dikeringkan pada (tahun) yang diperiksa 1:200 1:3.200 1.12.800 1.25.600
suhu kamar. Setelah kering difiksasi dengan aseton –20°C,
selama 30 menit, kemudian dikeringkan kembali di suhu udara. 0– 170 0 0 0 0
10– 23* 2 1 1 1
Untuk sementara antigen yang sudah kering disimpan pada
tempat yang lembab sampai pengenceran sera yang akan Jumlah 193 2 1 1 1
dipakai telah disiapkan. * penderita demam, 11 di antaranya menderita malaria.
Sera yang akan diperiksa dibuat seri pengenceran mulai
dari 1:10, 1:20, 1:50, 1:100 dan seterusnya, pada micro plate Tabel 3. Titer antibodi terhadap P. falciparum dari penderita malaria
dengan larutan PBS. Pada micro plate juga diletakkan larutan Kepulauan Seribu, berdasarkan jenis malarianya, tahun 1988.
PBS, sera kontrol positif dari penderita malaria falsiparum, dan
Titer antibodi
sera kontrol negatif dari balita yang lahir dan tingg~l di Jakarta. Jenis malaria Jumlah
Kemudian seri sera, PBS, dan grup kontrol diletakkan pada 1:200 1:3.200 1:12.800 1:25.600
antigen, masing-masing sebanyak 10 ul. Setelah itu dalam P. falciparum 2 1 0 1 4
ruang lembab diinkubasi pada 37°C, selama 30 menit, kemudi- P. vivax 0 0 0 0 0
an dicuci dengan PBS selama 5 menit, 3 kali.'Setelah dikering- P. mix 0 0 1 0 1
kan pada suhu kamar, untuk sementara disimpan di tempat Jumlah 2 1 1 1 5
yang lembab sampai konyugat selesai disiapkan.
Konyugat ditambahkan dengan Evans blue 0,1% dengan
jumlah sama dan diencerkan dengan PBS sehingga menjadi PEMBAHASAN
larutan 1:32. Larutan tersebut kemudian diletakkan pada Ternyata semua sera anak menunjukkan hasil fluorescen
antigen, masing-masing 5 ul. Dalam ruang lembab diinkubasi negatif. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan parasitologis
pada 37°C, selama 30 menit, lalu dicuci dengan PBS selama 5 yaitu semua tak mengandung parasit malaria. Berarti anak-
menit, 3 kali. Kemudian dikeringkan di udara atau suhu kamar anak bebas dari infeksi malaria falsiparum, dan ini sesuai
dan diperiksa di bawah mikroskop fluoresen dengan dengan dugaan bahwa malaria di Kepulauan Seribu kemung-
menggunakan kaca penutup dan gliserol buffer. kinan besar merupakan kasus "import". Semua penderita
Pemeriksaan hanya dilakukan oleh 1 orang untuk mendapat malaria tersebut adalah laki-laki yang pekerjaannya menangkap
kesamaan interpretasi. Hasil positif dilihat dari sison yang ber- ikan di luar Kepulauan Seribu dan tidak diderita oleh wanita
fluorescen. maupun anak-anak(7).
Dari 23 penderita demam, 9 yang mempunyai P. falcipa-
HASIL rum, dan hanya 5 (56%) yang menunjukkan fluorescen positif
Dari 193 sera yang terkumpul, 170 berasal dari anak-anak dengan titer antibodi yang berbeda dan cukup tinggi. Perbedaan
ini dapat disebabkan oleh lama penyakit yang tidak sama,
pengobatan yang sudah dilakukan, dan penderita sebelumnya
pernah menderita malaria sehingga infeksi malaria -tersebut
merupakan booster untuk pembentukan antibodi yang lebih KEPUSTAKAAN
tinggi. 1. Voller A, Draper CC. Immunodiagnosis and seroepidemiology of malaria.
Keempat penderita P. falciparum lain (44%) ternyata Brit Med Bull 1982; 38 (2) : 173-7.
menghasilkan tes fluorescen negatif. Hal ini dapat disebabkan 2. Collins WE, Skinner JC. The indirect fluorescent antibody test for malaria.
belum terbentuknya antibodi pada saat pengambilan darah, atau Am J Trop Med Hyg 1972; 21 : 690–5.
3. Draper CC. Immunodiagnostic technique in malaria : Some epide-
rendahnya antibodi yang dipunyai penderita, walaupun di miological uses of immunodiagnostic tests in malaria. Transactions of
dalam darah tepi penderita tersebut terdapat. P. falciparum. third Meeting of the Scientific Working Group on the Immunology of
Collins WE dkk (1969) juga mendapatkan adanya variasi Malaria, Panama, June, 1979 : 155-62.
waktu terjadinya fluorescen positif dari penderita-penderita 4. Bruce-Chwatt LI, Draper CC, Dodge IS, Topley E, Voller A. Sero-
epidemiological studies on population groups previously exposed to
malaria falsiparum, yaitu pada ambang mikroskop hari ke malaria. Lancet (March 4) 1972 : 512-5.
2–8(8). Penderita malaria falsiparum yang tak terdeteksi anti- 5. WHO. Serological testing in malaria. Bull WHO 1974; 50 : 527-35.
bodinya pada penelitian ini, dapat pula disebabkan oleh peng- 6. Voller A, Neill PO. Immunofluorescence method suitable for large-scale
obatan yang baik(1). Diharapkan dengan tes IFA dapat dijaring application to malaria. Bull WHO 1971; 45 : 524–9..
7. Tjitra E. Malaria di Kepulauan Seribu dalam kaitannya dengan turisme.
kasus demam yang belum atau tidak menunjukkan para- Laporan proyek rutin Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian
sitemia(5), tetapi ternyata tak ditemukan. Hal ini mungkin dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1989.
disebabkan karena tidak semua penderita demam tersebut
disebabkan oleh malaria falsiparum. Penderita dengan malaria
vivax (2 orang) tak menunjukkan reaksi silang positif dengan
tes 1FA. Hal ini menunjukkan bahwa tes IFA cukup spesifik.
Dalam penelitian ini jumlah sampel sera positif malaria
yang diperiksa terlalu sedikit, sehingga sulit untuk menentukan
spesifisitas dan sensitifitas tes IFA. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian dengan jumlah sampel sera penderita malaria yang
lebih besar, lebih bervariasi jenis Plasmodiumnya, juga dilaku-
kan tes IFA untuk P. vivax, P. malariae selain terhadap P.
falciparum.
KESIMPULAN
1. Semua sera Kepulauan Seribu dari darah yang negatif ma-
laria secara parasitologis, juga menunjukkan tes IFA negatif.
2. Tidak semua penderita malaria falsiparum (parasitologis) UCAPAN TERIMA KASIH
akan terdeteksi antibodinya dengan tes IFA dalam waktu Ucapan terima kasih ditujukan kepada :
yang bersamaan. Hanya 5 dari 9 penderita malaria falsipa- 1. Bapak Dr. Suriadi Gunawan DPH, yang telah memungkinkan dan
rum (56%) yang mempunyai antibodi dengan titer 1:200 – mengijinkan makalah ini dapat disajikan.
2. Ibu Dra. Hariyani AM dan Dr. Liliana K MSc, yang banyak memberi
1:25.600. saran-saran dan petunjuk dalam penelitian Mi.
3. Dua penderita malaria vivax (100%) tidak menunjukkan 3. Dr. Rusli M dan Dr. Lisawati dan FKUI, Dra. Sutanti dan Drs.
reaksi silang pada tes IFA terhadap P. falciparum. Budhi dari NAMR U Jakarta, yang membantu proses tes IFA.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih besar jumlah sampelnya, 4. Semua teman-feman yang tak dapat kami sebutkan satu persatu
yang telah membantu penelitian ini sehingga makalah ini dapat
variasi spesies, dan tidak hanya dilakukan tes terhadap P. dibuat.
falciparum.
Keterangan :
1 Hewan disuntik antigen (dibooster) secara intravena.
2. Pengaktifan limfosit B pada limpa, mencapai puncaknya setelah 3 -4 hari
dibooster.
3. Limfosit B (L) diambil dengan cara mengambil limpa lalu disuspensi.
4. Difusikan dengan sel mieloma (M) dihasilkan sel :
hornokaryon
heterokaryon
homokaryon
KEPUSTAKAAN
PENDAHULUAN sesuai sejumlah yang mencukupi dari sistem molekul akan ter-
Kata Laser berasal dari kata Light Amplification by Stimu- stimulasi. Radiasi yang dihasilkan akan direfleksikan bolak-
lated Radiation (Penguatan sinar oleh radiasi yang distimulasi). balik antara dua cermin resonator sepanjang garis sumbu yang
Sinar Laser ditemukan pada tahun 1960 oleh Theodore Maiman; tetap sampai memperkuat energinya sendiri dengan memadai,
satu tahun kemudian Leon Goldman mulai memakainya untuk dan kemudian menembus melalui cermin resonator yang hanya
pengobatan. Pada saat ini penggunaan Laser telah meluas dalam merefleksikan sebagian saja.
berbagai bidang kedokteran. Sinar yang dihasilkan oleh proses di atas mempunyai tiga
Pada mulanya yang digunakan adalah sinar Laser berenergi sifat khas yaitu :
tinggi sebagai alai pembedahan, misalnya untuk koagulasi, pe- 1. Monokromatis
motongan dan penguapan jaringan. Khasiat Laser energi rendah Hanya satu panjang gelombang tertentu yang diperkuat
dilaporkan pertama kalinya oleh Prof. Endre Mester pada tahun atau diamplifikasi.
1967 dalam penelitiannya tentang efek karsinogenik Laser ter- 2. Koheren
hadap jaringan tikus percobaan yang sudah dicabuti bulunya. Karena adanya efek amplifikasi maka terdapat hubungan
Dan ternyata setelah penyinaran ditemukan pertumbuhan bulu fase yang tetap di antara berbagai bagian dari sinar Laser, dan
pada tikus percobaan lebih cepat dibanding kelompok tikus yang karena itu sangat tahan terhadap gangguan (interferensi); dengan
tidak disinari Laser. Laser energi rendah telah dipergunakan da- kata lain semua gelombang dalam sinar Laser berosilasi secara
lam berbagai bidang kedokteran seperti : ortopedi, akupunktur, seragam.
neurologi, rematologi, rehabilitasi medik, dermatologi dan lain- 3. Penyebaran yang minimal
lain. Karena sinar yang diperkuat hanyalah sinar yang berada di
dekat sumbu cermin resonator, sinar yang dipancarkan sebagian
SIFAT-SIFAT SINAR LASER besarparalel. Dan dengan demikian dapatdimungkinkan dengan
Laser merupakan realisasi efek yang telah diantisipasi oleh bantuan lensa atau cermin untuk memfokuskannya pada titik
Einstein. Partikel atom atau molekul yang dapat bergerak ber- fokus yang sangat kecil (diameter dari 3–10 panjang gelom-
gelombang dapat distimulasi oleh suatu sumber energi. Keadaan bang).
demikian dalam beberapa kasus dapat berlangsung lebih lama
daripada normal (10–8 detik). Apabila suatu gelombang sinar EFEK SINAR LASER PADA JARINGAN
dengan panjang gelombang tertentu bertemu dengan atom atau
1. Efek fisiomaterialis
molekul dalam keadaan terstimulasi sistem itu akan kembali
kepada keadaan asal, dan radiasi tersebut akan memperkuat a. Absorpsi
gelombang sinar. Maka dengan memasukkan suatu medium Sinar Laser diabsorpsi dalam berbagai derajat oleh berbagai
Laser (padat, cair, atau gas) kepada energi dari sumber yang jenis jaringan yang hidup, sesuai dengan komposisi jaringan,
Disampaikan pada Simposium Akupunktur di Bandung, tanggal 28 September
1991
KELUHAN PASIEN
Sebagai tenaga medis di perifer, betul-betul harus mempunyai kesabaran tingkat
tinggi atau memiliki dada "lapang", betapa tidak. Sebagai contoh, sebagian besar
penderita sakit yang datang, berkata : "Dok, saya minta disuntik !". Karena menurut
pendapat mereka, berobat identik dengan suntik dan apabila dokter hanya memberi obat
minum apalagi cuma resep, mereka akan kecewa. Percuma berobat ke dokter, lebih
baik ke mantri, pasti disuntik. Bahkan, karena fanatiknya suntik, kadang-kadang pen-
derita menawar untuk disuntik lagi alias kanan kiri.
Ada lagi penderita sakit kepala yang diperiksa tekanan darahnya, berkata : "Dok,
yang sakit kepalanya, bukan lengannya !". Sedangkan penderita lain, berkata : "Dokter,
kenapa koreng saya ini tidak sembuh-sembuh, padahal sudah diobati dengan bubuk
kapsul tetra !" sambil memperlihatkan boroknya yang bernanah.
Yang ini lain lagi. Seorang penderita yang sedang berlibur di kampung, datang ke
tempat praktek : "Dokter, apakah saya boleh minta tolong ?". Saya mohon cuti dokter,
karena besok harus masuk kerja lagi, padahal masih ada pertemuan keluarga". Tetapi
pasien yangagakpinterkeluhannya lain : "Dokter,kepala sayakokpusing sekali". Setelah
diperiksa lengkap secara lege artis, temyata semua dalam batas normal. Dokternya malah
pusing sendiri dan akhirnya berkata :"Nanti kan sembuh sendiri". Ternyata penderita
merasa pusing karena memikirkan alasan apa yang dipakai untuk memperpanjang
cutinya, katanya : "Apakah dokter dapat menolong saya ?".
Peristiwa lain, seorang bapak " "Dokter, saya disuruh bapak Kepala Sekolah
tempat anak saya belajar, untuk keterangan sakit dari dokter", katanya memelas;
"Kemarin anak saya sakit perut jadi tidak masuk sekolah, padahal hari itu ada ujian". Saya
tanya : "Lha, kemarin berobat, di mana ?". Katanya lagi : "Hanya minum obat toko,
sudah sembuh".
Pada suatu malam, datang utusan dari seorang "tokoh", katanya : "Pak dokter, saya
disuruh pak "X" menjemput bapak, karena istri beliau sedang saki' keras, tidak dapat
datang sendiri kemari, minta maaf, katanya takut". Sesampainya dirumah sang "tokoh",
saya bertanya : "Bagaimana pak, istri bapak sakit apa?". Dengan tenang menjawab : "Anu
dok, cuma sakit gigi !.
Dr. Primiharto
Banyumas
1. Yang tidak termasuk dalam faktor agresif terhadap mukosa 6. Obat yang bersifat bakterisid terhadap C. pylori :
lambung : a) Sukralfat
a) Etanol b) Aluminium hidroksida gel
b) Prostaglandin c) Bismuth koloidal
c) Kortikosteroid d) Misoprostol
d) Rokok e) Omeprazol
e) Aspirin 7. Yang menyebabkan vasokonstriksi :
2. Yang tidak termasuk dalam faktor defensif mukosa lam- a) PGI
bung : b) PGE 1
a) Mukus c) PGE2
b) Sirkulasi darah mukosa d) PGF2
c) Epitel e) Semua salah
d) Pepsin 8. Obat yang dapat menyebabkan ensefalopati :
e) Bikarbonat a) Bismuth koloidal
3. Obat-obat di bawah ini berkhasiat mengurangi sekresi b) Aluminium hidroksida gel
asam lambung, kecuali : c) Magnesium sulfat
a) Ranitidin d) Misoprostol
b) Famotidin e) Omeprazol
c) Setraksat 9. Mukus di perrnukaan lambung berguna untuk hal sebagai
d) Pirenzepin berikut, kecuali :
e) Omeprazol a) Pelindung terhadap asam
4. Yang tidak termasuk dalam kelompok 112 bloker : b) Pelindung terhadap pepsin
a) Simetidiq c) Pelumas
b) Ranitidin d) Pertahanan terhadap patogen
c) Pirenzepin e) Tanpa kecuali
d) Famotidin 10. Asam lambung diproduksi oleh :
e) Semua termasuk a) Sel goblet
5. Yang tidak mempunyai efek proteksi lokal mukosa lam- b) Sel parietal
bung : c) Sel zimogen
a) Bismuth d) Sel epitel
b) Karbenoksolon e) Sel mukus
c) Pirenzepin
d) Sukralfat
e) Setraksat