You are on page 1of 6

Buta Warna Organik dan Fungsional

Alat dan bahan:

• benang-benang wol Holmgren

• Buku pseudoisokromatik Ishihara

• Plastik warna warni

Cara Kerja:

ORGANIK
1. Suruh OP mengumpulkan benang-benang wol Holmgren yang sewarna dalam
kelompok-kelompok.
2. Catat kesalahan-kesalahan yang dibuat
3. Suruh OP mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku
pseudoisokromatik Ishihara.
4. Catat hasil pemeriksaan saudara dalam formulir yang tersedia.

B. FUNGSIONAL
1. Suruh OP melihat melalui kaca merah atau hijau untuk beberapa waktu ke arah suatu
bidang yang terang (awan putih)
2. Segera setelah itu, periksa keadaan buta warna yang terjadi dengan menggunakan
buku pseudoisokromatik Ishihara.
3. Catat hasil pemeriksaan saudara pada formulir yang tersedia

Landasan Teori
Buta warna sebenarnya adalah ketidakmampuan seseorang untuk membedakan warna tertentu.
Orang tersebut biasanya tidak buta semua warna melainkan warna-warna tertentu saja. Meskipun
demikian ada juga orang yang sama sekali tidak bisa melihat warna jadi hanya tampak sebagai
hitam, putih dan abu abu saja (kasus seperti ini sangat jarang terjadi). Normalnya, sel kerucut
(cone) di retina mata mempunyai spektrum terhadap tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan
biru. Pada orang yang mempunyai sel-sel kerucut yang sensitif untuk tiga jenis warna ini, maka
ia dikatakan normal.

Normalnya, sel kerucut (cone) di retina mata mempunyai spektrum terhadap tiga warna dasar,
yaitu merah, hijau dan biru. Pada orang yang mempunyai sel-sel kerucut yang sensitif untuk tiga
jenis warna ini, maka ia dikatakan normal. Pada orang tertentu, mungkin hanya ada dua atau
bahkan satu atau tidak ada sel kerucut yang sensitif terhadap warna-warna tersebut. Pada kasus
ini orang disebut buta warna. Jadi buta warna biasanya menyangkut warna merah, biru atau
hijau.

Buta warna umumnya diturunkan. Ada juga yang didapat misalnya pada penyakit di retina atau
akibat keracunan. Sifat penurunannya bersifat X linked recessive. Ini berarti, diturunkan lewat
kromosom X. Pada laki laki, karena kromosom X nya cuma satu, maka kelainan pada satu
kromosom X ini sudah dapat mengakibatkan buta warna. Sebaliknya pada perempuan, karena
mempunyai 2 kromosom X, maka untuk dapat timbul buta warna harus ada kelainan pada kedua
kromosom X, yaitu dari kedua orangtuanya. Hal ini menjelaskan bahwa buta warna hampir
selalu ditemukan pada laki-laki, sedangkan perempuan berfungsi sebagai karier (pembawa sifat,
tapi tidak terkena).

Pada retina manusia normal terdapat dua jenis sel yang sensitif terhadap cahaya. Ada sel batang
(rod cell) yang aktif pada cahaya rendah, kemudian ada sel kerucut (cone cell) yang aktif pada
cahaya yang intensitasnya tinggi (terang). Singkat kata, sel kerucut inilah yang membuat kita
dapat melihat warna-warna, membedakan warna. Menurut sumber dari wikipedia, penyakit buta
warna ada yang didapat karena faktor keturunan, atau karena memang kita mengalami kelainan
pada retina, saraf2 optik dan mungkin ada gangguan pada otak. Persepsi yang salah pada
masyarakat mengenai penyakit buta warna adalah, bahwa buta warna sama sekali tidak bisa
melihat warna, yang ada hanyalah warna hitam putih. Persepsi ini tidak benar karena tipe buta
warna yang hanya dapat melihat warna hitam dan putih adalah satu tipe dari buta warna, masih
ada tipe penyakit buta warna lainnya. Seperti penyakit buta warna yang hanya dapat melihat
varian warna dari percampuran Merah dan Kuning saja (dichromatic), ada yang tidak dapat
membedakan warna ketika banyak warna dicampurkan, ada yang tidak dapat membedakan
gradasi warna. Dampak buruk dari penyakit buta warna ini kebanyakan dirasakan saat akan
melamar kerja, masuk ke suatu program studi yang memang intensif dengan warna seperti
:bidang kimia, teknik, angkatan bersenjata, dokter, arsitektur.

Pada bagian tengah retina, terdapat photoreceptor atau cone (seperti kantung) yang
memungkinkan kita untuk bisa membedakan warna. Photoreceptor ini terdiri dari tiga pigmen
warna ; yaitu merah, hijau dan biru. Gangguan persepsi terhadap warna terjadi apabila satu atau
lebih dari pigmen tersebut tidak ada atau sangat kurang. Mereka dengan persepsi warna normal
disebut Trichromats. Mereka yang mengalami defisiensi salah satu pigmen warna disebut dengan
Anomalous Trichromats. Type ini adalah yang paling sering ditemukan. Sedangkan mereka yang
sama sekali tidak memiliki salah satu dari pigmen warna itu disebut drichromat.

Tanda seorang mengalami buta warna tergandung pada beberapa factor; apakah kondisinya
disebabkan factor genetik, penyakit, dan tingkat buta warnanya; sebagian atau total. Gejala
umumnya adalah kesulitan membedakan warna merah dan hijau (yang paling sering terjadi), atau
kesulitan membedakan warna biru dan hijau (jarang ditemukan).Gejala untuk kasus yang lebih
serius berupa; objek terlihat dalam bentuk bayangan abu-abu (kondisi ini sangat jarang
ditemukan), dan penglihatan berkurang.

Klasifikasi buta warna :

1. Trikromasi

Yaitu mata mengalami perubahan tingkat sensitivitas warna dari satu atau lebih sel kerucut pada
retina. Jenis buta warna inilah yang sering dialami oleh orang-orang. Ada tiga klasifikasi turunan
pada trikomasi:
• Protanomali, seorang buta warna lemah mengenal merah
• Deuteromali, warna hijau akan sulit dikenali oleh penderita
• Trinomali (low blue), kondisi di mana warna biru sulit dikenali penderita.

2. Dikromasi

Yaitu keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Ada tiga klasifikasi turunan:
Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna merah atau
perpaduannya kurang

• Deuteranopia, retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap warna hijau
• Tritanopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan.

3. Monokromasi

Monokromasi sebenarnya sering dianggap sebagai buta warna oleh orang umum. Kondisi ini
ditandai dengan retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Hanya warna
hitam dan putih yang mampu diterima retina.

Gangguan persepsi warna dapat dideteksi dengan menggunakan table warna khusus yang disebut
dengan Ishuhara Test Plate. Pada setiap gambar terdapat angka yang dibentuk dari titik-titik
berwarna. Gambar digantung di bawah pencahayaan yang baik dan pasien diminta untuk
mengidentifikasi angka yang ada pada gambar tersebut. Ketika pada tahap ini ditemukan adanya
kelainan, test yang lebih detail laggi akan diberikan.

Tes Ishihara adalah tes buta warna yang dikembangkan oleh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini
pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang. Sejak saat itu, tes ini terus digunakan di
seluruh dunia, sampai sekarang.

Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan
berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran.
Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan
warna seperti yang dilihat orang normal (pseudo-isochromaticism).
Pada orang normal, di dalam lingkaran akan tampak angka atau garis tertentu. Tetapi pada orang
buta warna, yang tampak pada lingkaran akan berbeda seperti yang dilihat oleh orang normal.

Tes Ishihara biasanya dilengkapi oleh kunci jawaban untuk setiap lembarnya. Hasil tes seseorang
akan dibandingkan dengan kunci jawaban tersebut. Dari sini dapat ditentukan apakah seseorang
normal atau buta warna.

Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati masalah gangguan
persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar mengasosiasikan warna
dengan objek tertentu.

Hasil pada praktikum :

Organik

Ketika OP diberikan kumpulan benang-benang wol warna-warni dan setiap warna dicocokan
dengan warna yang lain, hasilnya adalah OP dapat mencocokan semua warna yang sesuai. hal ini
menandakan bahwa sel-sel kerucut yang dimiliki OP masih berfungsi dengan baik sehingga
dapat disimpulkan bahwa OP tidak mengalami buta warna.
Fungsional

Ketika OP diberikan kertas/plastik warna-warni untuk melihatnya dan setelah itu OP diberikan
buku Ishihara untuk membacanya, ternyata OP mampu membacanya dengan baik yang
menandakan sel-sel kerucut dan sel-sel batang OP masih berfungsi dengan baik, dan dapat
disimpulkan bahwa OP tidak mengalami buta warna, walaupun ada beberapa bacaan yang salah,
tetapi tidak begitu berarti dalam menentukan hasil.

Dapus:

• Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sistem ke Sel. Jakarta:EGC; 2001.

• http://www.medlineplus/colorblindness.html

• http://www.mitranetra.or.id/

You might also like