Professional Documents
Culture Documents
FRAKTUR MANDIBULA
Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah.
Tanda dan gejala yang mengarahkan pada diagnosa fraktur mandibula termasuk
(Sjamsuhidrajat, 1997; Munir, 2002):
Pembengkakan, ekimosis ataupun laserasi kulit mandibula
Nyeri atau anestesi oleh karena kerusakan nervus alveolaris inferior
Nyeri saat mengunyah
Maloklusi geligi
Gangguan mobilitas atau adanya krepitasi
Malfungsi berupa trismus, nyeri saat mengunyah
Gangguan jalan nafas
Deformitas tulang
Asimetris
palpasi teraba garis fraktur
mati rasa bibir bawah akibat kerusakan pada n. mandibularis
Umumnya pasien dapat menyatakan dengan tepat apakah rangkaian gigi atas dan
bawah dapat mengatup dengan pas atau tidak. Pemeriksaan intraoral dapat
memperlihatkan laserasi di atas mendibula atau mungkin deformitas mandibula yang
jelas terlihat atau dapat diraba. Bagian mandibula yang paling sering fraktur adalah
kondilus dan angulus mandibula. (Wilson,1997; Munir, 2002)
Frekuensi (emedicine,2011)
Secara umum, paling sering terjadi pada korpus mandibula, angulus dan kondilus,
sedangkan pada ramus dan prosesus koronoideus lebih jarang terjadi. Berdasarkan
penelitian, dapat diurutkan seperti berikut
a. Korpus 29 %
b. Kondilus 26%
c. Angulus 25%
d. Simfisis 17%
e. Ramus 4%
f. Proc.Koronoid 1%
Etiologi (emedicine,2011)
Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah
pengendara sepeda motor. Sebab lain yang umum adalah trauma pada muka akibat
kekerasan, olahraga. Berdasarkan penelitian didapatkan data penyebab tersering fraktur
mandibula adalah :
- Kecelakaan berkendara 43%
- Kekerasan 34%
- Kecelakaan kerja 7%
- Jatuh 7%
- Olahraga 4%
- Sebab lain 5%
Fraktur mandibula dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan sistemik yang
dapat menyebabkan terjadinya fraktur patologis seperti pada pasien dengan osteoporosis
imperfekta.
Patofisiologi (emedicine,2011)
Derajat keparahan fraktur sangat bergantung pada kekuatan trauma. Karena itu
fraktur kominutiva dapat dipastikan terjadi karena adanya kekuatan energi yang besar
yang menyebabkan trauma. Berdasarkan penelitian pada 3002 pasien dengan fraktur
mandibula, diketahui bahwa adanya gigi molar 3 bawah meningkatkan resiko terjadinya
fraktur angulus mandibula sampai 2 kali lipat.
j. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi di bawah
nervus alveolaris.
Diagnosis (emedicine,2011)
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan
pertama – tama melakukan inspeksi menyeluruh untuk melihat adanya deformitas pada
muka, memar dan pembengkakan. Langkah berikut yang dilakukan adalah dengan
mencoba merasakan tulang rahang dengan palpasi pada pasien. Setelah itu lakukan
pemeriksaan gerakan mandibula. Setelah itu dilanjutkan dengan memeriksa bagian dalam
mulut. Pasien dapat diminta untuk menggigit untuk melihat apakah ada maloklusi atau
tidak. Setelah itu dapat dilakukan pemeriksaan satbilitas tulang mandibula dengan
meletakkan spatel lidah diantara gigi dan lihat apakah pasien dapat menahan spatel lidah
tersebut. Untuk pemeriksaan penunjang, yang paling penting untuk dilakukan adalah
adalah rontgen panoramik, sebab dengan foto panoramik kita dapat melihat keseluruhan
tulang mandibula dalam satu foto. Namun pemeriksaan ini memberikan gambaran yang
kurang detil untuk melihat temporo-mandibular joint, regio simfisis dan alevolar.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan foto rontgen polos. Dapat
dilakukan untuk melihat posisi oblik-lateral, oklusal, posteoanterior dan periapikal. Foto
oblik-lateral dapat membantu mendiagnosa fraktur ramus, angulus dan korpus posterior.
Namun regio kondilus, bikuspid dan simfisis seringkali tidak jelas. Foto oklusal
mandibula dapat memperlihatkan adanya diskrepansi pada sisi medial dan lateral fraktur
korpus mandibula. Posisi posteroanterior Caldwell dapat memperlihatkan adanya
dislokasi medial atau lateral dari fraktur ramus, angulus, korpus maupun simfisis.
Pemeriksaan CT-scan juga dapat digunakan untuk membantu diagnosa fraktur
mandibula.CT-scan dapat membantu untuk melihat adanya fraktur lain pada daerah
wajah termasuk os.frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbital dan seluruh pilar
penopang kraniofasial baik horizontal maupun vertikal. CT-scan juga ideal untuk melihat
adanya fraktur kondilus.
Penatalaksanaan (emedicine,2011)
Penatalaksanaan pada fraktur mandibula mengikuti standar penatalaksanaan
fraktur pada umumnya. Pertama periksalah A(airway), B(Breathing) dan C(circulation).
Bila pada ketiga topik ini tidak ditemukan kelainan pada pasien, lakukan penanganan
terhadap fraktur mandibula pasien. Bila pada pasien terdapat perdarahan aktif,
hentikanlah dulu perdarahannya. Bila pasien mengeluh nyeri maka dapat diberi analgetik
untuk membantu menghilangkan nyeri. Setelah itu cobalah ketahui mekanisme cedera
dan jenis fraktur pada pasien berdasarkan klasifikasi oleh Dingman dan Natvig.
Bila fraktur pada pasien adalah fraktur tertutup dan tidak disertai adanya dislokasi
atau ada dislokasi kondilus yang minimal, maka dapat ditangani dengan pemberian
analgetik, diet cair dan pengawasan ketat. Pasien dengan fraktur prosesus koronoid dapat
ditangani dengan cara yang sama. Pada pasien ini juga perlu diberikan latihan mandibula
untuk mencegah terjadinya trismus.
Kunci utama untuk penanganan fraktur mandibula adalah reduksi dan stabilisasi.
Pada pasien dengan fraktur stabil cukup dengan melakukan wiring untuk menyatukan
gigi atas dan bawah. Untuk metode ini dapat dilakukan berbagai tindakan. Yang paling
banyak dilakukan adalah dengan menggunakan wire dengan Ivy loops dan dilakukan
MMF (maxillomandibular fixation)
Komplikasi (emedicine,2011)
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya
jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah
infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan
komplikasi lainnya.
Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan
penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union. Ada beberapa faktor risiko
yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk
menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar
adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen
fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur.
Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga
disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan
perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya
komplikasi antara lain sepsis oral, adanya gigi pada garis fraktur, penyalahgunaan
alkohol dan penyakit kronis, waktu mendapatkan perawatan yang lama, kurang patuhnya
pasien dan adanya dislokasi segmen fraktur.