You are on page 1of 16

KEBUTUHAN ELIMINASI

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Eliminasi materi smpah merupakan salah satu dari proses metabolic tubuh. Produk sampah
dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer
mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada
jaringan. Hamper semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh system vena dan
diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium / keringat. Ginjal
merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan kelebihan cairan tubuh,
elektrolit, ion-ion hydrogen, dan asam. Eliminasi urin secara normal bergantung pada
pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah ; jika salah satunya menurun, pengeluaran urin
akan menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang
mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin.
Usus mengeluarkan produk sampah yang padat dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran
sampah yang padat melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30
sampai 36 bulan.

Tujuan :
 Untuk mengetahui konsep eliminasi sampah dan metabolisme tubu
 Untuk mengetahui fisiologi proses eliminasi dalam tubuh
 Untuk mengetahui gangguan eliminasi urine dalam tubuh
 Untuk mengetahui masalah dalam eliminasi fecal
 Untuk mangetahui proses keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan pada
proses eliminasi.

Faktor yg Mempengaruhi Eliminasi Urine

Faktor yg Mempengaruhi Eliminasi Urine


1.Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah
urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga dapat
meningkatkan pembentukan urine.

2.Respons Keinginan Awal untuk Berkemih


Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak
tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.

3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya
terhadap tersedianva fasilitas toilet.

4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih. Hal
ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang
diproduksi.
5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter.
Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih
menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.

6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. hal
tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang
airkecil

7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.

8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur
pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.

9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih dengan
melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.

10. Tonus Otot


Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi
pengontirolan pengeluaran urine.

11. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan penurunan pemberian obat anestesi menurunkan
filtrasi glomerulus yang dapat jumlah produksi urine karena dampak dari

12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau
penurunan -proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan jumlah
urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan
retensi urine.

13. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya
prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti
IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi
produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra
yang dapat mengganggu pengeluaran urine.

BAB I
KONSEP ELIMINASI SAMPAH DAN METABOLISME TUBUH
I. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urine.

a. Miksi (berkemih)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini
terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai
ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua Timbul refleks saraf yang disebut
refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini
gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun
refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau
ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.

b. Refleks Berkemih
Kita dapat mengetahui selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi
berkemih mulai tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang tajam dengan garis putus
putus. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor regang
sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra posterior ketika
daerah ini mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik
dari reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui
nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat
saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan
berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan turun
kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi
bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat. Sekali refleks
berkemih mulai timbul, refleks ini akan “ menghilang sendiri. “ Artinya, kontraksi awal
kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan
peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang
menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini
berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian,
setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai
melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih
berelaksasi.
Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari :
Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif Periode tekanan dipertahankan dan
Kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih. Sekali refleks berkemih terjadi tetapi
tidak berhasil mengosongkan kandung kemih, elemen saraf dari refleks ini biasanya tetap
dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks
berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks berkemih
menjadi semakin sering dan semakin kuat.
Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang
berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi
ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih
pun akan terjadi. Jika tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan
refleks berkemih menjadi makin kuat.

II. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi fecal


Susunan feses terdiri dari :
 Bakteri yang umumnya sudah mati
 Lepasan epitelium dari usuS
 Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus)
 Garam terutama kalsium fosfat
 Sedikit zat besi dari selulosa
 Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)

Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi fecal


 Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, control
 Diet
 Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
 Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat.
 Faktor psikologik
 Kebiasaan
 Posisi
 Nyeri
 Kehamilan : menekan rectum
 Operasi & anestesi
 Obat-obatan
 Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
 Kondisi patologis
 Iritan

BAB II
FISIOLOGI PROSES ELIMINASI DALAM TUBUH
Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih
 Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat
agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebra posterior terhadap
peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari
vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3.
Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan karena
posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki
berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak dikutub superior setiap ginjal,
tetapi tidak berhubungan langsung dengan proses eliminasi urine. Setiap ginjal di
lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak.
 Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama
pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang memiliki panjang 25-30
cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi
retroperitonium untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis)
pada sambungan ureter ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter kekandung
kemih umumnya steril. 
 Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian
besar :
Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul
dan, leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan
secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan
dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra
posterior karena hubungannya dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala
arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih
menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah
langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot
detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah
dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke
seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga
terjadikontraksi seluruh kandung kemih dengan segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks
trigonum adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk
kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut
tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih
bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada
saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor dan
kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih sebelum
mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan dindingnya terdiri
dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada
daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan
leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu,
mencegah pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung
kemih meningkat di atas ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang
mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini
merupakan otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang
hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem
saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila
kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
 Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus
uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat urin
bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi
lendir kedalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk
plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal
mengelilingi uretra. 
 Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan
medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula
spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf
sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada
dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat
kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan
pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat
ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih. Saraf psot
ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi
kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus
pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik
yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Juga, kandung kemih
menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus,
terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini
mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi
kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan
mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan,
rasa nyeri.
Transpor Urin dari Ginjal melalui Ureter dan masuk ke dalam Kandung Kemih
Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama
dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang berarti
pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai
kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks
renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi
peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter,
dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding
ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis
seperi juga neuron-neuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas
diseluruh panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada
ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan
simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum
kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm
menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding
kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik
urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama
berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik
yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga
bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan
urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih kurang
dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak selalu
menimbulkan penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam
kandung kemih terdorong kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks
vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika
parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula
renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.

Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.


Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat
(contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan
rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis kembali
ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian
menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan
bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan kedalam pelvis ginjal
yang ureternya tersumbat.
Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan
Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika padat)
didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis, dari
esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus kecil
walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon.

Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :


 Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada
permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan
makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas
dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
 Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah
terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin.
Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid
yang berguna untuk perlindungan.
 Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari
saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus
dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan
relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan
dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah
spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat.
Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme.
Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata
waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan
adalah 2 sampai 6 jam.
 Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
 Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
 Jejenum atau bagian tengah dan
 Ileum
 Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdir
dari :
 Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
 Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
 Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam
pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum,
maka semua zat makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair
(disebut chyme). Selama perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam)
isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rektum
feses bersifat padat – lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah : Menerima chyme dari
lambung dan mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya untuk
mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan
garam empedu.
Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan
melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang
dihasilkan feses.
Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.
 Anus / anal / orifisium eksternal
Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu
internal (involunter) dan eksternal (volunter)

Fisiologi Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses
kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang
dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
• Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi
suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam
rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang
peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila
spingter eksternal tenang maka feses keluar.

• Refleks defekasi parasimpatis


Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord
(sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan
rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik,
melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi
instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus
eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang
akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator
ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan
tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah
kearah rektum.
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja
dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak
untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk
menampung kumpulan feses

 
BAB III
GANGGUAN ELIMINASI URINE

Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara umum.
Salah satu yang tersering ialah gangguan urine.
Gangguan eliminasi urine kemungkinan disebabkan : (Supratman. 2003)
 Inkopenten outlet kandung kemih;
 Penurunan kapasitas kandung kemih;
 Penurunan tonus otot kandung kemih;
 Kelemahan otot dasar panggul.
Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
 Retensi
Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih dan
ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.
Kemungkinan penyebabnya :
Operasi pada daerah abdomen bawah.
Kerusakan ateren
Penyumbatan spinkter.

Tanda-tanda retensi urine :


Ketidak nyamanan daerah pubis.
Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
Meningkatnya keinginan berkemih.
Enuresis

 Tinusis
Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya
malam hari.
Kemungkinan peyebabnya :
Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.
Kandung kemih yang irritable
Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan
ISK atau perubahan fisik atau revolusi.
 Inkontinensis
Inkontinesia Urine ialah bak yang tidak terkontrol.
Jenis inkotinensis
 Inkontinensis Fungsional/urge
Inkotinensis Fungsional ialah keadaan dimana individu mengalami
inkontine karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan
untuk mencapai toilet sebelum berkemih.
Faktor Penyebab:
Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.
Penurunan tonur kandung kemih
Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
Lingkungan
Lanjut usia.

 Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami
pengeluaran urine segera pada peningkatan dalam tekanan intra
abdomen.
Faktor Penyebab:
Inkomplet outlet kandung kemih
Tingginya tekanan infra abdomen
Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga
Lanjut usia.

 Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami
kehilangan urine terus menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab:
Penurunan Kapasitas kandung kemih.
Penurunan isyarat kandung kemih
Efek pembedahan spinkter kandung kemih
Penurunan tonus kandung kemih
Kelemahan otot dasar panggul.
Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih
Perubahan pola
Frekuensi
Meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan.
Urgency
Perasaan seseorang harus berkemih.
Disaria, Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
Urinari Suprei, Keadaan yang mendesak dimana produksi urine
sangat kurang

BAB IV
MASALAH ELIMINASI FECAL

Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai
dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat
menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama,
sehingga banyak air diserap.
Penyebabnya :
• Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-lain
• Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi, makanan lemak
dan cairan kurang
• Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
• Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat pencahar/laksatif
menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB hilang.
• Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan
konstipasi.
• Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor. 
• Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang
keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon
sigmoid.
Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan
pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.

Diare
Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya
feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan buang air besar
(BAB).

Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan
jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu
secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan
dasar pasien tergantung pada perawat.

Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended,
merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus
(flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh
bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang kol.

Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini
terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun.
Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi
infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB
dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami
konstipasi.

BAB V
PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG MENGALAMI GANGGUAN
ELIMINASI

Pengkajian
1. Pola berkemih
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual
2. Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-orang
berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak
memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya berkemih :
pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
3. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
4. Usia Jumlah / hari
• Hari pertama & kedua dari kehidupan 15–60 ml
• Hari ketiga–kesepuluh dari kehidupan 100–300 ml
• Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250–400 ml
• Dua bulan–1 tahun kehidupan 400–500 ml
• 1–3 tahun 500–600 ml
• 3–5 tahun 600–700 ml
• 5–8 tahun 700–1000 ml
• 8–14 tahun 800–1400 ml
• 14 tahun-dewasa 1500 ml
• Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa,
maka perlu lapor.

Pengkajian fisik
Pengkajian fisik memungkinkan perawat memperoleh data untuk menentukan keberadaan
dan tingkat keparahan masalah eliminasi urin. Organ utama yang ditinjau kembali meliputi
kulit, ginjal, kandung kemih dan uretra

Diagnosa Keperawatan
• Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontinensi dan
enuresis
• Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
• Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria
• Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
• Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
• Isolasi sosial berhubungan dengan inkontensi
• Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
• Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran urinary akibat
proses penyakit
• Gangguan body image berhubungan dengan pemasangan urinary diversi ostomy
• Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterampilan pemasangan diversi urinary ostomy
Perencanaan & Intervensi

Tujuan :
• Memberikan intake cairan secara tepat
Intake cairan secara tepat, pasien dengan masalah perkemihan yang sering intake jumlah
cairan setiap hari ditentukan dokter. Pasien dengan infeksi perkemihan, cairannya sering
ditingkatkan. Pasien dengan edema cairannya dibatasi.
• Memastikan keseimbangan intake dan output cairan
Mengukur intake dan output cairan. Jumlah caiaran yang masuk dan keluar dalam setiap hari
harus diukur, untuk mengetahui kesimbangan cairan.
• Mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
• Membantu mempertahankan secara normal berkemih.
• Mencegah kerusakan kulit
• Membantu pasien mempertahankan posisi normal untuk berkemih
• Memberikan kebebasan untuk pasien
• Mencegah infeksi saluran kemih
• Memberikan bantuan pada saat pasien pertama kali merasa ingin buang air kecil Jika
menggunakan bedpan atau urinal yakin itu dalam keadaan hangat.
• Memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional
• Bila pasien menggunakan bedpan, tinggikan bagian kepala tempat tidur dengan posisi
fowler dan letakkan bantal kecil dibawah leher untuk meningkatkan support dan kenyamanan
fisik (prosedur membantu memberi pispot/urinal)
• Untuk anak kecil meningkatkan kontrol berkemih dan self esteem.

Tindakan secara umum


• Tuangkan air hangat dalam perineum
• Mengalirkan air keran dalam jarak yang kedengaran pasien
• Memberikan obat-obatan yang diperlukan untuk mengurangi nyeri dan membantu relaks
otot
• Letakkan secara hati-hati tekan kebawah diatas kandung kemih pada waktu berkemih
• Menenangkan pasien dan menghilangkan sesuatu yang dapat menimbulkan kecemasan.

Tindakan hygienis
• Untuk mempertahankan kebersihan di daerah genital Tujuannya untuk memberikan rasa
nyaman dan mencegah infeksi

Tindakan spesifik masalah-masalah perkemihan


• Retensi urin
Membantu dalam mempertahankan pola berkemih secara normal
Jika tejadi pada post operasi —- berikan analgetik
Kateterisasi urin

Inkontinensi
• Menetapkan rencana berkemih secara teratur dan menolong pasien mempertahankan itu
• Mengatur intake cairan, khususnya sebelum pasien istirahat, mengurangi kebutuhan
berkemih
• Meningkatkan aktifitas fisik untuk meningkatkan tonus otot dan sirkulasi darah, selanjutnya
menolong pasien mengontrol berkemih
• Merasa yakin bahwa toilet dan bedpan dalam jangkauannya
• Tindakan melindungi dengan menggunakan alas untuk mempertahankan laken agar tetap
kering
• Untuk pasien yang mengalami kelemahan kandung kemih pengeluaran
• manual dengan tekanan kandung kemih diperlukan untuk mengeluarkan urine
• Untuk pasien pria yang dapat berjalan/berbaring ditempat tidur, inkontinensi tidak dikontrol
dapat menggunakan kondom atau kateter penis.

Enuresis
Untuk enuresis yang kompleks, maka perlu dikaji komprehensif riwayat fisik dan psikologi,
selain itu juga urinalisis (fisik, kimia atau pemeriksaan mikroskopis) untuk mengetahui
penyebabnya. Mencegah agar tidak terjadi konflik kedua orang tua dan anak-anaknya
Membatasi cairan sebelum tidur dan mengosongkan kandung kemih sebelum tidur / secara
teratur.

Implementasi
1. Peningkatan kesehatan
• Penyuluhan klien tentang masalah eliminasi urin
• Meningkatkan perkemihan nirmal
• Meningkatkan pengosongan kandung kemih secara lengkap
• Pencegahan infeksi

2. Perawatan akut
• Mempertahankan kebiasaan eliminasi 
• Obat-obatan
• Kateterisasi
• Pencegahan infeksi

3. Perawatan restorasi
• Menguatkan otot dasar panggul
• Bladder retraining
• Melatih kebiasaan
• Kateterisasi mandiri
• Mempertahankan integritas kulit
• Peningkatan rasa nyaman

Evaluasi
Untuk mengevaluasi hasil akhir dan respon klien terhadap asuhan keperawatan, perawat
mengukur keefektifan semua intervensi. Tujuan optimal dari intervensi keperawatan yang
dilakukan ialah kemampuan klien untuk berkemih secara volumter tanpa mengalami gejala-
gejala ( misalnya urgensi, disuria, atau sering berkemih). Urin yang keluar harus berwarna
kekuningan, jernih, tidak mengandung unsure-unsur yang abnormal, dan memiliki ph serta
berat jenis dalam rentang nilai yang normal. Klien harus mampu mengidentifikasi factor-
faktor yang dapat mempengaruhi perkemihan normal. Perawat juga mengevaluasi intervensi
khusus, yang dirancang untuk meningkatkan fungsi berkemih normal dan mencegah
terjadinya komplikasi akibat perubahan pada system perkemihan.

KESIMPULAN
1. Konsep Eliminasi Sampah Dan Metabolisme Tubuh
• Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urine :
Miksi (berkemih)
Refleks berkemih
• Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi fecal
• Susunan feses terdiri dari :
1. Bakteri yang umumnya sudah mati
2. Lepasan epitelium dari usus
3. Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus)
4. Garam terutama kalsium fosfat
5. Sedikit zat besi dari selulosa
6. Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)
• Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi fecal
1. Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, control Diet
2. Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
3. Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat.
4. Faktor psikologik
5. Kebiasaan
6. Posisi
7. Nyeri
8. Kehamilan : menekan rectum
9. Operasi & anestesi
10. Obat-obatan
11. Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
12. Kondisi patologis
13. Iritan

2. Fisiologi Proses Eliminasi Dalam Tubuh


1. Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih
Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan :
Mulut
Esofagus
Lambung
Usus kecil
Usus besar (kolon)
Anus / anal / orifisium eksternal
2. Anatomi Fisiologi Defekasi :
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
Refleks defekasi instrinsik
Refleks defekasi parasimpatis

3. Gangguan Eliminasi Urine


Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
Retensi
Enuresis
Inkontinensis
Perubahan pola
4. Masalah Eliminasi Fecal
Konstipasi
Diare
Inkontinensia fecal
Flatulens
Hemoroid
5. Proses keperawatan pada gangguan eliminasi
Pengkajian :
Pola berkemih
Frekuensi
Volume
Diagnosa Keperawatan :
Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontinensi dan
enuresis
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria
Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
Isolasi sosial berhubungan dengan inkontensi
Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran urinary akibat
proses penyakit
Gangguan body image berhubungan dengan pemasangan urinary diversi ostomy 
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterampilan pemasangan diversi urinary
ostomy

Perencanaan & Intervensi


Tujuan :
Memberikan intake cairan secara tepat
Memastikan keseimbangan intake dan output cairan.
Mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Mencegah kerusakan kulit
Mencegah infeksi saluran kemih
Memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional
Untuk anak kecil meningkatkan kontrol berkemih dan self esteem.
Tindakan secara umum :
Tuangkan air hangat dalam perineum
Tindakan hygienis
Tindakan spesifik masalah-masalah perkemihan :
Implementasi
Peningkatan kesehatan
Perawatan akut
Perawatan restorasi
Evaluasi
Untuk mengevaluasi hasil akhir dan respon klien terhadap asuhan keperawatan, perawat
mengukur keefektifan semua intervensi. Tujuan optimal dari intervensi keperawatan yang
dilakukan ialah kemampuan klien untuk berkemih secara volumter tanpa mengalami gejala-
gejala ( misalnya urgensi, disuria, atau sering berkemih). Urin yang keluar harus berwarna
kekuningan, jernih, tidak mengandung unsure-unsur yang abnormal, dan memiliki ph serta
berat jenis dalam rentang nilai yang normal.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.proses_pencernaan_makanan.html
http://www.siklus_alami_tubuh_dalam_proses_pencernaan_makanan.html
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC

You might also like