You are on page 1of 11

Pengaruh Penambahan Gum Arab dan Dekstrin Terhadap Pengikatan Protein yang

Terlarut dari Ekstrak Kepala Udang Vanname (Litopenaeus vannamei)

Arif Rahman Hakim* dan Anies Chamidah**

Abstrak
Hasil samping berupa kepala udang dalam proses pembekuan mencapai 30-40%, sehingga perlu
dilakukan pengolahan untuk memanfaatkannya. Pemanfaatan selama ini belum bisa meningkatkan nilai
ekonomisnya, padahal komposisi asam amino dari ekstrak kepala udang cukup lengkap. Penelitian ini
dilakukan untuk memproduksi bubuk protein terlarut dari ekstrak kepala udang vannamei (Litopenaeus
vannamei) dengan bahan pengikat gum arab dan dekstrin sebagai bahan dasar pembuatan food
supplement. Penelitian ini disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) sederhana terdiri dari
satu faktor yaitu penambahan gum arab dekstrin sebanyak 8% dengan empat perlakuan perbandingan
proporsi yang berbeda yaitu 1:0.5 , 1:1.75 , 1:3 dan 1:4.25 yang kemudian diulang sebanyak tiga kali.
Pengamatan dilakukan terhadap kadar nitrogen terlarut, kadar nitrogen amino, kadar nonprotein nitrogen,
kadar protein kasar, kadar air, aW, kelarutan dan waktu rehidrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan gum arab dekstrin berpengaruh nyata terhadap kadar nitrogen terlarut, kadar nitrogen
amino, kadar nonprotein nitrogen, kadar protein kasar, kadar air dan waktu rehidrasi. Perlakuan terbaik
diperoleh dari perlakuan penambahan gum arab dekstrin 1:0.5 dengan kadar nitrogen terlarut 0,560%,
kadar nitrogen amino 2,332%, kadar nonprotein nitrogen 2,643%, kadar protein kasar 33,041%, kadar air
5,78%, rendemen 5,04%

Kata Kunci : kepala udang (Litopenaeus vannamei), gum arab, dekstrin, protein terlarut.

*) Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi, Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan
**) Dosen Teknologi Hasil Perikanan Universitas Brawijaya.
Pendahuluan
Udang merupakan komoditas perikanan yang diandalkan pemerintah untuk
menghasilkan devisa negara. Udang beku adalah salah satu jenis pengolahan udang untuk
tujuan ekspor. Proses pembekuan sebagian besar udang dalam bentuk tanpa kepala dan kulit,
sehingga pemotongan kepala ini akan mengakibatkan jumlah hasil samping (bagian yang
terbuang) cukup besar. Menurut Ilyas (1985), hasil samping dari pengolahan udang beku yang
tidak digunakan mencapai 30-40%. Sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk
memanfaatkannya. Berbagai macam pemanfaatan kepala udang tersebut telah banyak
dilakukan antara lain pakan ternak, petis dan terasi, namun cara-cara tersebut belum bisa
meningkatkan nilai ekonomisnya (Saleh et al, 1996).
Kepala udang kaya akan protein termasuk didalamnya asam-asam amino essensial
yang dapat digunakan sebagai bahan fortifikan pada makanan dan minuman (Giyatmi, 2001).
Untuk meningkatkan konsumsi asam amino essensial dalam bahan pangan dilakukan
pendekatan dan pengkayaan atau suplementasi. Hal ini karena kebanyakan protein bahan
pangan tidak mengandung asam amino essensial dalam jumlah dan proporsi yang dibutuhkan
oleh manusia. Sehingga penggunaannya cenderung tidak efisien, terutama penggunaan protein
bahan pangan nabati (Harris and Karmas, 1989).
Protein yang terdapat dalam filtrat kepala udang merupakan asam-asam amino yang
terlarut dalam air selama proses ekstraksi. Diantaranya adalah lisin, leusin, isoleusin, treonin,
metionin, valin, fenilalanin dan triptofan yang tergolong asam-asam amino essensial (Saleh et
al, 1996). Asam amino, peptide dan protein menurut Goldberg (1994) bisa dimanfaatkan
sebagai therapeutic agent (zat terapi) pada saat kondisi tubuh melemah karena sakit. Sebagai
contoh jenis asam amio lisin bisa berfungsi menghambat pertumbuhan virus, bersama vitamin
C, A dan seng membantu mencegah infeksi sedangkan treonin bermanfaat mencegah dan
mengobati penyakit gangguan mental dengan membantu pengembangan fungsi otak (Olivia et
al, 2004).
Pemanfaatan supernatant dari filtrate kepala udang untuk suplementasi protein akan
lebih mudah jika dalam bentuk bubuk, karena mempunyai banyak kemudahan antara lain
memudahkan penyimpanan, kadar air rendah sehingga tidak mudah terkotori dan terjangkit
penyakit (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Pengeringan yang bertujuan untuk mendapatkan
bentuk bubuk yang tanpa pengayakan serta dapat mempertahankan nilai gizi dibutuhkan alat
pengering yang sesuai yaitu dengan spray dryer (Nurika, 2000).
Pengeringan ekstrak akan dipermudah dengan adanya bahan pengisi yang berfungsi
sebagai binding agent. Penggunaan bahan pengisi yang sesuai akan menghasilkan bubuk
instan yang baik. Menurut Krochta et al (1994), gum arab dapat diaplikasikan sebagai binding
agent bahan pangan (fiksasi flavor) maupun bahan non pangan (tablet obat). Dekstrin juga
dapat digunakan pada proses enkapsulasi, untuk melindungi senyawa volatile, melindungi
senyawa yang peka terhadap oksidasi atau panas, karena molekul dari dekstrin stabil terhadap
panas dan oksidasi (Goldberg dan Williams, 1995).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur ekstraksi yang bisa mengasilkan
protein terlarut tertinggi dari kepala udang. Serta jenis-jenis asam amino yang terdapat
didalamnya. Dan untuk mendapatkan proporsi terbaik dari penambahan gum arab dan dekstrin
terhadap pengikatan protein terlarut kepala udang.

BAHAN DAN METODE


Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepala udang vanname
(Litopenaeus vannamei) yang diperoleh dari hasil samping proses pembekuan udang PT.Bumi
Menara Internusa di Dampit Kabupaten Malang. Bahan pengikat berupa gum arab dan dekstrin
diperoleh dari toko kimia Panadia Malang. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah timbangan, waterbath, kain blacu, homogenizer ultraturrax T50, sentrifuse dan amino
acid analyzer.

Penelitian Tahap I
Penelitian tahap pertama yaitu untuk menentukan proses ekstraksi yang dapat
menghasilkan rendemen protein terlarut terbanyak yang akan digunakan pada penelitian tahap
II. Rancangan percobaan dengan 2 perlakuan yaitu dengan perebusan (A) dan tanpa
perebusan (B).
Prosedur penelitian tahap I adalah sebagai berikut :
1. Perlakuan A : kepala udang setelah perlakuan (pencucian, pembuangan cangkang,
penghancuran) dipanaskan pada suhu 70 0C selama 30 menit kemudian dilakukan
penyaringan dengan kain blacu untuk mendapatkan filtrat. Filtrat tersebut kemudian
dimurnikan lagi menggunakan sentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit.
2. Perlakuan B : kepala udang setelah perlakuan (pencucian, pembuangan cangkang,
penghancuran) tanpa direbus dilakukan penyaringan dengan kain blacu untuk
mendapatkan filtrat. Filtrat tersebut kemudian dimurnikan lagi menggunakan sentrifuse
dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit.
Parameter yang diamati adalah profil dan konsentrasi asam amino yang terdapat dalam
filtrate hasil sentrifuse. Perlakuan yang menghasilkan asam amino yang lebih tinggi akan
digunakan pada penelitian berikutnya.

Penelitian Tahap II
Penelitian tahap kedua adalah untuk menentukan pengaruh jenis bahan pengikat
(dekstrin dan gum arab) terhadap pengikatan protein terlarut untuk menjadi bentuk bubuk,
dengan beberapa tingkat perbandingan Gum arab:dekstrin sebagai berikut :
- B1 = penambahan gum arab (5,33%) : dekstrin (2,67%), 1:0,5
- B2 = penambahan gum arab (2,91%) : dekstrin (5,09%), 1:1,75
- B3 = penambahan gum arab (2,00%) : dekstrin (6,00%), 1:3
- B4 = penambahan gum arab (1,52%) : dekstrin (6,48%), 1:4,25

Proses pembuatan bubuk protein terlarut ini meliputi : sortasi, pembuangan cangkang,
pencucian, penghancuran bahan baku, ekstraksi panas, filtrasi, sentrifuse, pemisahan
supernatan dan residu, penambahan bahan pengikat, homogenasi larutan, pengeringan dengan
spray dryer.
Pembuatan bubuk ini pertama dilakukan sortasi atau pemilihan bahan baku yang masih
segar dan tidak berbau busuk, kemudian dilakukan pembuangan cangkang untuk mengurangi
kadar mineral pada bahan. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air bersih dengan tujuan
untuk menghilangkan kotoran-kotoran, lender, darah yang menempel pada kepala udang.
Selanjutnya sample ditimbang sebanyak 5 Kg.
Dilanjutkan proses penghancuran bahan. Penghancuran ini dilakukan dengan
menggunakan blender basah selama 5 menit. Untuk memudahkan penghancuran bahan
ditambah air sebanyak 2 kali berat bahan yaitu 10 liter. Bahan yang telah dihancurkan
kemudian direbus pada suhu 70 0C dalam waterbath selama 30 menit. Dengan tujuan
memudahkan pemecahan sel agar protein pada bahan terlepas sehingga mudah larut dalam
air. Perlakuan ini dibandingkan dengan perlakuan ekstraksi tanpa perebusan setelah
penghancuran.
Tahap selanjutnya, bahan yang telah direbus didiamkan beberapa saat kemudian
setelah cukup dingin dilakukan penyaringan menggunakan kain blacu. Dari hasil filtrasi
diperoleh dua hasil filtrate dan padatan.
Selanjutnya filtrate tersebut disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit.
Kemudian dilakukan pemisahan supernatant dan residu. Selanjutnya cairan (supernatan)
tersebut dilakukan uji profil asam aminonya untuk mengetahui pengaruh metode ekstraksi.
Supernatan yang mengandung rendemen protein terlarut tertinggi selanjutnya ditambahkan
bahan pengikat yaitu gum arab dan dekstrin (b/v) selanjutnya dihomogenkan.
Sampel yang telah dihomogenkan dimasukkan botol tertutup dimasukkan dalam
pendingin untuk penyimpanan sementara sebelum dikeringkan. Pengeringan dilakukan
menggunakan spray dryer dengan suhu inlet 165 0C dan suhu outlet 78-80 0C. Hasil dari
pengeringan dengan spray dryer berbentuk bubuk dengan diameter 50-100 mikron.
Parameter yang Diamati
Parameter uji yang diamati meliputi nitrogen total atau protein kasar dengan metode
Kjeldahl AOAC (1990), kadar nitrogen terlarut (Sudarmadji et al, 1984), kadar nitrogen amino
(Anonim, 1987), kadar non protein nitrogen (Anonim, 1987), kadar air dengan metode
thermogravimetri (Sudarmadji et al, 1997), profil asam amino dengan Amino Acid Analyzer
Model 835 dan rendemen.

HASIL DAN BAHASAN


Penelitian Tahap I
Penelitian tahap pertama yaitu membandingkan antara bahan yang diekstraksi dengan
pemanasan suhu 70 0C dan bahan yang diekstraksi tanpa pemanasan. Dari hasil analisa profil
asam amino diperoleh masing-masing perlakuan 16 jenis asam amino, namun tiga jenis asam
amino tidak terdeteksi yaitu metionin, sistein dan triptopan. Menurut Suyatmiatun (1992),
menyebutkan bahwa pada kondisi yang berlaku pada hidrolisis asam selama 24 jam, 110 0C,
hamper semua sistein dan triptopan rusak demikian pula metionin. Deteksi profil asam amino
dari perlakuan tanpa pemanasan (A) dan dengan perebusan (B) dapat dilihat pada tabel 1.
Berikut :
Tabel 1. Hasil analisis profil dan kadar asam amino (mg/100g)
No Jenis asam amino Tanpa pemanasan Dengan pemanasan
1 Aspartat 166 197
2 Treonin 71 80
3 Serin 58 86
4 Glutamat 225 371
5 Glisin 115 149
6 Alanin 154 172
7 Sistein - -
8 Valin 80 87
9 Metionin - -
10 Isoleusin 75 78
11 Leusin 116 136
12 Tirosin 21 40
13 Fenilalanin 66 58
14 Lisin 114 140
15 NH3 53 59
16 Histidin 38 38
17 Arginin 103 156
18 Prolin 91 116
Jumlah 1575 1965

Dari hasil analisa terlihat bahwa perlakuan B menghasilkan jumlah asam amino yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A. Hal tersebut dikarenakan pada suhu 70 0C saat
ekstraksi, protein yang terlepas dari dinding sel semakin banyak. Menurut Lestari (1991) suhu
yang semakin tinggi sampai batas tertentu kekuatan ekstraksinya semakin besar karena suhu
yang makin tinggi dinding sel jaringan lebih mudah rusak, sehingga protein lebih mudah larut
dalam larutan pengekstrak. Data pada tabel 1. Juga menunjukkan bahwa jenis asam amino
antara perlakuan A dan B tidak berbeda, hal ini dikarenakan pada perlakuan B, suhu
pemanasan 70 0C selama 30 menit tidak memutuskan ikatan peptida dan ikatan sulfida yang
menghubungkan antar jenis-jenis asam amino sehingga macam jenisnya tidak berubah.
Menurut Hawab (2003), menyebutkan bahwa untuk memutuskan ikatan-ikatan kuat (peptide
dan disulfide) antar asam amino tanpa bantuan asam, basa atau enzim dibutuhkan suhu 200
0
C.

Penelitian Tahap II
Kadar nitrogen terlarut.
Nitrogen terlarut adalah hasil pemecahan protein menjadi bentuk sederhana antara lain
peptide, oligopeptida hingga terbentuk asam-asam amino bebas yang terlarut dalam air.
Sedangkan protein terlarut adalah konsentrasi nitrogen protein yang larut dalam air dan tidak
mengendap bila dikenai gaya sentrifugal sedang yaitu 3000-5000 rpm (Zayas, 1997).

Gambar 1. Hasil Uji Kadar Nitrogen Terlarut

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan gum arab dan
dekstrin dengan perbandingan berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar N-terlarut dari bubuk
protein terlarut yang dihasilkan. Kadar N-terlarut tertinggi adalah 0,5603% pada perlakuan B1
yaitu penambahan gum arab : dekstrin (5,33% : 2,67%) dan terendah pada perlakuan B4 yaitu
penambahan gum arab : dekstrin (1,52% : 6,48%) sebesar 0,4441%. Semakin kecil gum arab
dan semakin besar dekstrin yang ditambahkan maka kadar N-terlarut pada produk akan
semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh komposisi yang berbeda antara gum arab dan dekstrin,
gum arab terdiri dari arabinogalactan (AG), arabinogalactan protein (AGP) dan glycoprotein
(GP). AGP dan GP inilah yang berperan dalam pengikatan protein oleh gum arab karena
adanya sejumlah polipeptida yang membentuknya sehingga makin banyak nitrogen yang terikat
pada AGP dan GP melalui ikatan kovalen maupun nonkovalen. Menurut Gaonkar (1995) dalam
gum arab terdiri dari arabinogalactan (AG), arabinogalactan protein (AGP) dan glycoprotein
(GP), dari ketiga bagian tersebut AGP mempunyai kandungan protein paling tinggi.

Kadar nitrogen amino


Kadar nitrogen amino adalah nitrogen dalam bahan yang dianggap sebagai asam amino
bebas. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan gum arab dan
dekstrin dengan perbandingan berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kadar nitrogen
amino.
Gambar 2. Rata-rata Kadar Nitrogen Amino

Pada gambar 2. terlihat bahwa kadar nitrogen amino cenderung menurun dengan
meningkatnya proporsi dekstrin yang ditambahkan dan sebaliknya jika penambahan gum arab
meningkat. Kadar nitrogen amino tertinggi ialah 2,3322% pada perlakuan penambahan gum
arab : dekstrin (5,33% : 2,67%), dan terendah pada perlakuan penambahan gum arab : dekstrin
(1,52% : 6,48%) yaitu 1,5480%. Hal ini diduga karena komponen AGP (arabinogalactan protein)
dan GP (glikoprotein) dalam gum arab yang mengandung sejumlah protein sehingga akan
memudahkan gum arab untuk mengikat nitrogen amino dalam filtrate kepala udang
dibandingkan dengan dekstrin. Dengan demikian pada penambahan proporsi gum arab
meningkat maka jumlah AGP dan GP juga meningkat yang menyebabkan besar protein terlarut
yang diikat juga semakin besar sehingga nitrogen aminonya akan meningkat.

Kadar Non protein Nitrogen (NPN)


Non protein nitrogen merupakan nitrogen dalam suatu bahan yang tidak membentuk
protein, terdiri dari asam-asam amino bebas, senyawa volatile nitrogen (TMAO), serta keratin
(Pudjirahayu et al, 1992). Analisis sidik ragam menunjukkan memberikan pengaruh sangat
nyata terhadap kadar NPN. Pada gambar 3. Dapat dilihat bahwa kadar rata-rata NPN berkisar
antara 2,192 – 2,748 %. Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher perlakuan B1 dan B2 adalah sama,
perlakuan B3 dan B4 sama tetapi berbeda nyata dengan perlakuan B1 dan B2. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada perlakuan B1 dan B2 lebih tinggi kadar NPN-nya dibandingkan
perlakuan B3 dan B4. Kadar NPN cenderung menurun dengan menurunnnya jumlah gum arab
yang ditambahkan. Hal ini diduga karena gum arab mempunyai rantai cabang asam uronat
yang akan berikatan dengan NH3OH- (ammonia dalam air). Menurut Winarno (1997) bahwa
gum arab merupakan polimer heterosakarida dengan rantai utama terdiri dari (1,3)-galaktosa
dengan rantai cabang asam uronat. Sedangkan NH3OH- berasal dari NH3 (ammonia) termasuk
komponen NPN, yang berikatan dengan H2O. McDonald (1981) menyatakan bahwa
perombakan senyawa NPN menjadi NH3 yang kemudian berikatan dengan H2O akan
menghasilkan NH3OH- dan H+. Dengan demikian semakin menurunnya jumlah gum arab yang
ditambahkan berarti semakin sedikit senyawa NPN yang terikat.

Gambar 3. Rata-rata Kadar Non Protein Nitrogen

Kadar Protein Kasar


Pada gambar 4. terlihat bahwa kadar protein tertinggi diperoleh dengan perlakuan B1
penambahan gum arab : dekstrin (5,33% : 2,67%) sebesar 33,0414% sedangkan kadar protein
terendah yaitu 27,0348% pada perlakuan B4 ; perlakuan penambahan gum arab : dekstrin
(1,52% : 6,48%). Kadar protein yang dihasilkan pada perlakuan B1 lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya dan semakin kecil bagian gum arab yang ditambahkan semakin kecil
pula kadar protein yang dihasilkan. Hal ini karena dalam gum arab yang ditambahkan sebagai
bahan pengikat protein terlarut mengandung sejumlah protein. Menurut Sanderson (1996)
larutan gum arab sering dipakai sebagai emulsifier, kemampuan emulsifier karena adanya
protein yang terikat pada rantai polisakarida. Sedangkan pada penambahan dekstrin yang
semakin meningkat tidak menunjukkan peningkatan terhadap pengikatan protein. Hal ini karena
dekstrin merupakan polisakarida yang tanpa ada protein didalamnya sehingga pengikatan
dalam protein terlarut, adalah hasil dari ikatan polisakarida dengan protein melalui ikatan
elektrostatik. Menurut Damodaran&Paraf (1997), interaksi antara protein dan polisakarida
dalam larutan akan terbentuk melalui ikatan elektrostatik dimana pada pH biologis gugus
protein akan bertindak sebagai polikation dan gugus karboksil polisakarida bertindak sebagai
polianion.

Gambar 4.rata-rata kadar protein kasar


Kadar Air
Rata-rata kadar air yang dihasilkan berkisar antara 5,16–9,63% (Gb.5). Berdasarkan
hasil analisis uji lanjut dapat diketahui bahwa kadar air terendah diperoleh pada perlakuan B1
yang sama dengan perlakuan B2, sedangkan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan B3
yang sama dengan perlakuan B4. Gambar 5. Juga menunjukkan bahwa kadar air cenderung
meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin yang ditambahkan. Hal ini diduga
pengaruh dari jenis bahan pengikat yang ditambahkan pada perlakuan. Parta et al (2003)
menyebutkan bahwa perbedaan kadar air bahan disebabkan karena kemampuan bahan-bahan
pengikat tersebut dalam mengikat air berbeda-beda, berturut-turut kemampuan mengikat air
tertinggi adalah CMC>dekstrin>gum arab.

Gambar 5. Rata-rata kadar air

Rendemen
Rendemen pada penelitian ini (Gb.6) adalah rendemen yang dihasilkan dalam proses
pengeringan yaitu membandingkan volume supernatan yang telah ditambahkan bahan pengikat
sebelum dikeringkan dengan berat bubuk yang dihasilkan setelah pengeringan dengan spray
dryer. Analisis sidik ragam kadar rendemen menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bahan
pengikat dengan proporsi gum arab dan dekstrin yang berbeda tidak berpengaruh terhadap
kadar rendemen. Hal ini dikarenakan jumlah bahan pengikat yang ditambahkan sama yaitu 8%,
sehingga bubuk yang dihasilkan setelah pengeringan tidak berbeda nyata beratnya. Menurut
Nurika (2000), bahwa rendemen sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pengikat yang
ditambahkan dalam larutan sebelum dikeringkan, bila bahan pengikat semakin besar jumlah
rendemen yang dihasilkan akan semakin besar pula dan tidak dipengaruhi oleh jenis dari bahan
pengikat tersebut.
Gambar 6. Rata-rata Rendemen

Pemilihan Perlakuan terbaik


Pemilihan perlakuan terbaik dilakukan dengan membandingkan nilai produk setiap
perlakuan. Perhitungan dilakukan dengan metode pembobotan yang dilakukan berdasarkan
pengukuran parameter-parameter sebagai data parametrik menggunakan metode de Garmo.
Berdasarkan perhitungan dari data berbagai parameter diketahui bahwa perlakuan terbaik
adalah pada penambahan gum arab (5,33%) dan dekstrin (2,67%) atau dengan perbandingan
1:0,5.

KESIMPULAN
1. Prosedur ekstraksi dengan pemanasan 700C selama 30 menit akan menghasilkan
jumlah asam amino yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemanasan.
2. Jenis-jenis asam amino dari filtrate kepala udang antara lain adalah aspartat, treonin,
serin, glutamate, glisin, alanin, valin, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin,lisin, histidin,
arginin dan prolin
3. Perlakuan terbaik didapatkan pada perlakuan penambahan gum arab:dekstrin (5,33 :
2,67%) atau perlakuan B1 dengan kadar nitrogen terlarut 0,560%, kadar nitrogen amino
2,332%, kadar nonprotein nitrogen 2,643%, kadar protein kasar 33,041%, kadar air
5,78% dan rendemen 5,04%.

You might also like