Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN KASUS
Kasus:
Ruang kresna adalah salah satu ruangan di RS Perawatan Psikiatri. Berdasarkan
hasil pengkajian didapatkan data dari hasil kuesioner 70% perawat mengetakan perlu
diadakan pendokumentasian asuhan keperawatan setiap hari, hasil observasi didapatkan
data: pendokumentasian catatan perkembangan sudah dilakukan satu hari sekali,
penulisan data subyektif dan obyektif pada kolom evaluasi belum sesuai dengan kriteria
evaluasi yang terdapat pada rencana keperawatan, penulisan hasil implementasi tidak
berkesinambungan antara rencana keperawatan yang dibuat, format catatan
perkembangan tersedia di ruangan dalam jumlah yang memadai sehingga perawat
sering malas untuk mencatat implementasi perawatan yang sudah dilaksanakan.
Hasil wawancara dengan perawat ruangan kelompok mendapatkan data sebagai
berikut: perawat ruangan mengatakan tidak seimbangnya jumlah perawat ruangan
dengan jumlah pasien mengakibatkan pendokumentasian belum berjalan lancar dan
terarah. Jumlah sumber daya manusia di ruang kresna sebanyak 25 orang terdiri dari
kepala ruangan 1 orang, ketua tim 3 orang, perawat pelaksana 15 orang, pekerja sosial
(social worker) 1 orang, dan pramu husada 5 orang. Tingkat pendidikan masing-masing
perawat yang ada adalah 3 orang berpendidikan S1 keperawatan, 13 orang
berpendidikan DIII keperawatan dan 3 orang berpendidikan SPK.
Kepala ruangan yang memimpin ruangan Kresna selalu melakukan diskusi
untuk melaksanakan perbaikan di ruangan. Saat ini metode penugasan yang digunakan
di ruang Kresna adalah metode penugasan tim. Perawat pelaksana yang berdinas setiap
shiftnya kurang lebih 3 orang dengan jumlah pasien rata-rata 35 orang. Ruang Kresna
merupakan ruang akut pasien psikiatri dengan fluktuasi pasien setiap harinya berubah-
rubah. Kondisi pasien rata-rata masih dalam keadaan bingung dan kacau, sehingga rata-
rata tingkat ketergantungan pasien berada pada tingkat ketergantungan total dan partial
care. Karena jumlah pasien yang banyak dan perawat yang dirasa sedikit membuat
konflik pada perawat. Banyak perawat yang cenderung apatis ketika pasien
membutuhkan perawat.
3
4
tersebut belum dilakukan suatu upaya untuk melakukan pengembangan staf yang
dapat dilihat dari tidak adanya suatu proses training atau pelatihan kepada
perawat, sehingga banyak perawat yang tidak menjalankan fungsinya dengan
baik.
dipecah dalam level kinerja yang berbeda; (3) arti dimensi dan tingkat
evaluasi jelas bagi penilai dan mudah memberikan umpan balik.
Diharapkan dengan adanya evaluasi kinerja staf perawat ini, akan dapat
membantu kepala ruangan untuk melakukan pengoptimalan terhadap kinerja
perawat dengan melakukan berbagai usaha yang dapat meningkatkan
kemampuan yang dimiliki oleh perawat, misalnya dengan melakukan pelatihan
keterampilan.
keperawatan. Setelah proses audit maka akan ditentukan hasil dari intervensi
keperawatan yang diberikan perawat kepada klien.
Selain itu, untuk mencapai pelayanan keperawatan yang maksimal di
ruangan Kresna, manajer keperawatan ataupun kepala ruangan juga harus
menjalankan fungsi pengarahan ataupun melakukan supervisi di ruangan tersebut.
Supervisi diarahkan pada kegiatan mengorientasikan, melatih staf dalam
pelaksanaan pelayanan keperawatan, memberikan arahan dalam pelaksanaan
kegiatan kepada staf perawat, sehingga perawat sadar akan peran dan fungsi yang
dimilikinya sebagai staf. Kemudian supervise juga difokuskan kepada kemampuan
staf dan pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan.