You are on page 1of 100

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN

HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI USIA 40 TAHUN KE ATAS DI BADAN RUMAH

SAKIT DAERAH CEPU

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Yuliana Suheni

NIM 6450402113

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

2007

i
ii

ABSTRAK
Yuliana Suheni. 2007. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian
Hipertensi pada Laki-laki Usia 40 Tahun ke Atas di Badan Rumah Sakit
Daerah Cepu. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dra. Henny
Setyawati, M.Si, Pembimbing II : dr. Arulita Ika Fibriana.
Kata Kunci : Kebiasaan Merokok (jumlah rokok, jenis rokok, lama merokok, cara
menghisap rokok), Hipertensi.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu adakah hubungan antara
kebiasaan merokok (jumlah rokok, jenis rokok, cara menghisap dan lama meokok)
dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit
Daerah Cepu dengan mempertimbangkan faktor keturunan, berat badan, aktivitas
olahraga, asupan garam dan stres pekerjaan Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui kebiasaan merokok (jumlah rokok, jenis rokok, cara menghisap dan lama
meokok) sebagai salah satu faktor resiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun
ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu disamping faktor keturunan, berat badan,
aktivitas olahraga, asupan garam dan stres perkerjaan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian case control yaitu penelitian survey analitik
yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan
restrospektive. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien laki-laki perokok
berusia 40 tahun di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu periode Januari-November 2006.
Sampel yang diambil sejumlah 30 orang kasus (mengalami hipertensi) dan 30 orang
kontrol (tidak mengalami hipertensi). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner. Data primer diperoleh melalui penyebaran angket dan wawancara
sedangkan data sekunder diambil dari bagian rekam medik Badan Rumah Sakit Daerah
Cepu. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan statistik uji
Chi- Square dengan derajat kemaknaan ( α) = 0,05
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian
hipertensi adalah jumlah rokok yang dihisap (p= 0.009, OR= 4.125), jenis rokok (p=
0.000, OR= 10.000), lama menghisap rokok (p= 0.000, OR= 21.000), keturunan (p=
0.018, OR= 3.596), asupan garam (p= 0.000, OR= 11.227), dan stres pekerjaan (p= 0.002,
OR= 9.333). Sedangkan dari analisis berstrata diperoleh hasil bahwa keturunan, berat
badan, aktivitas olahraga, asupan garam dan stres pekerjaan merupakan variabel perancu
dalam menilai besar risiko kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi di Badan
Rumah sakit Daerah Cepu.
Saran yang dapat penulis ajukan terkait dengan temuan dalam penelitian ini
antara lain : 1) Untuk mengurangi risiko hipertensi, hendaknya mengurangi konsumsi
rokok khususnya rokok-rokok yang non filter, meningkatkan aktifitas olahraga,
mengurangi asupan garam dan sesekali menyempatkan diri untuk melakukan refresing
disela-sela kesibukannya dalam bekerja, 2) Upaya sosialisasi kepada masyarakat, terkait
dengan faktor-faktor risiko hipertensi hendaknya dilakukan secara terus-menerus baik
oleh pemerintah maupun instansi terkait untuk menurunkan kejadian hipertensi yang
merupakan salah satu penyakit yang memiliki resiko kematian tinggi, 3) Untuk penelitian
selanjutnya, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dan diharapkan
mengambil populasi yang lebih spesifik untuk variabel cara merokok, aktivitas olahraga
dan berat badan sehingga diperoleh hasil yang lebih dapat menyelidiki kaitan variable-
variabel tersebut dengan kejadian hipertensi

ii
iii

ABSTRACT

Yuliana Suheni. 2007. The Relationship between Smoking Habit with Hypertension
of Mans in upper 40 years in Cepu Region Hospital Department. Final
Project. Public Health Science Department, Sport Science Faculty, Semarang
State University. Advisors: I. Dra. Henny Setyawati, M. Si, II. dr. Arulita Ika
Febriana.
Key Words: smoking habit (number of cigarette, kind of cigarette, the longer of smoking,
and the way of smoking), hypertension.

The problem that had been investigated in this research is whether there is any
relationship between smoking habit (number of cigarette, kind of cigarette, the way of
smoking, and the longer of smoking) with hypertension of man upper 40 years in Cepu
Region Hospital Department with considering the offspring factor, the weight of body,
sport activity, salt adding and stress of work. The purpose of this research is to know the
smoking habit (number of cigarette, kind of cigarette, the way of smoking, and the longer
of smoking) as one of risk factors hypertension of mans in upper 40 years in Cepu Region
Hospital Department beside offspring factor, the weight of body, sport activity, salt
adding and stress of work.
It is case control research that is analytical survey research about how risk factor is
studied using retrospective approach. Population of this research is all smoker man
patients in the age upper 40 years in Cepu Region Hospital Department in January-
November 2006 periods. Sample that is taken is 30 case people (having hypertension) and
30 control people (not having hypertension). The instrument that is used in this research
is questionnaire. Primer data token from medic record department of Cepu Region
Hospital Department. The data obtained in this research calculate using Chi-Square test
statistic with meaningful degree (α) = 0, 05
The research result shows that the factor that relate with hypertension is the number
of cigarette is being sucked (p= 0,009, OR= 4, 125), kind of cigarette (p= 0,000, OR=
10,000), and the longer to suck the cigarette (p= 0,000, OR= 11,227), and stress of work
(p= 0,002, OR= 9,333). While from level analysis obtained result that offspring, the
weight of body, sport activity, salt adding and stress of work are confuse factor smoking
habit to hypertension in the man with age upper 40 years in Cepu Region Hospital
Department.
The writer’s suggestions relate to the finding of this research are: 1) to decrease
risk of hypertension, people should decrease cigarette consume especially non-filter
cigarettes, increase sport activity, decrease salt adding and sometimes provide a time to
do refreshing in the intend work time, 2) socialization effort to the society, relate with
hypertension risk factors should be done continually either from the government or relate
instance to decrease hypertension that is one of diseases that has high risk die, and 3) for
the next researchers, the result of the research can be a reference and hopefully they can
take a specific population to the way of smoking, sport activity and the weight of body
variables, so it can get more investigating result of the relation of those variables with
hypertension.

iii
iv

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipertahankan dalam sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Ilmu


Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
pada :
Hari : …Senin……………
Tanggal : …26 Februari 2007…

Panitia Ujian

Ketua Panitia Sekretaris,

Drs. Sutardji, M.S Drs. Herry Koesyanto,


M.S
NIP. 130523506 NIP. 132296577

Dewan Penguji

1. dr. Hj. Oktia Woro KH., M.Kes ( Ketua)


NIP. 131695159

2. Dra. Henny Setyawati, M.Si (Anggota)


NIP. 132003071

3. dr.Hj. Arulita Ika Fibriana (Anggota)


NIP. 132296577

iv
v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :
• Carilah Kebahagiaan Dengan Membahagiakan Orang Lain, Carilah
Kesenangan Dengan Menyenangkan Orang Lain (Masrukhul, Amri, 2004:34)

• Keunggulan Dalam Berkata-kata Menciptakan Kepercayaan Diri, Keunggulan


Dalam Berfikir Menciptakan Sesuatu Yang Sangat Besar, Keunggulan Dalam
Memberi Menciptakan Cinta (Laotse)

Persembahan :
Karya kecilku ini aku persembahkan untuk Bapak dan Ibu tercinta. Terima kasih
atas doa dan pengorbanannya sehingga ananda dapat menyelesaikan studi ini.

v
vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Hubungan antara

kebiasaan merokok dengan kejadian ipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas

di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu”, disusun untuk melengkapi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak, dengan

rendah hati disampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Drs.

Sutardji, M.S, atas ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Ibu dr. Hj Oktia Woro KH,

M.Kes, atas ijin penelitian.

3. Dosen pembimbing I, Ibu Dra. Henny Setyawati, M. Si, atas bimibingan,

kritik, dan saran dalam penyelesaian skripsi.

4. Dosen pembimbing II, Ibu dr.Hj Arulita Ika Fibriana, atas bimibingan, kritik,

dan saran dalam penyelesaian skripsi.

5. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat, atas bekal pengetahuan

yang diberikan.

6. Direktur Badan Rumah Sakit Daerah Cepu, Bapak dr. Gunawan

Djohadiputro, MKes atas ijin penelitian.

7. Kepala bidang pelayanan Badan Rumah Sakit Daerah Cepu, Bapak dr.Sri

Hartanto, MM atas bantuan dalam pelaksanaan penelitian

vi
vii

8. Kasubbid pelayanan medik dan rekam medik Baan Rumah Sakit Daerah

Cepu, Bapak Drg. Thoni Waluyo atas bantuan dalam pengambilan data

9. Pasien BRSD Cepu yang telah bersidia sebagai rsponden dalam penelitian ini.

10. Teman-temanku : Rani, Etik, Ning Demak, dan teman-teman IKM angkatan

tahun 2002, dan teman-teman kos Wisma Melati, atas motivasi dan bantuan

dalam penelitian.

11. Buat seseorang yang telah memberiku semangat dan motivasi, terima kasih.

12. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu, atas bantuan dan

kerjasama yang diberikan dalam penelitian.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan

saran demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Februari 2007

Penulis

vii
viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
ABSTRAC ....................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. … xii
DAFTAR LAMPIRAN………….…………………………………………… xiii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………. ..……… 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 7
1.2.1 Permasalahan umum………………………………………… 7
1.2.2 Permasalahan Khusus ............................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 8
1.3.1 Tujuan Umum……………………………………………… .. 8
1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………………… . 8
1.4 Manfaat Hasil Penelitian .......................................................... 9
1.5 Keaslian Hasil Penelitian.......................................................... 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 13
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 14
2.1 Hipertensi................................................................................... 14
2.1.1 Pengetian Hipertensi.............................................................. 14
2.1.2 Kriteria Dan Klasifikasi Hipertensi ........................................ 15
2.1.3 Patogenesis .............................................................................. 18
2.1.4 Faktor-faktor Risiko yang mempengaruhi Hipertensi ............ 19
2.1.5 Komplikasi hipertensi.............................................................. 25

viii
ix

2.1.6 Pengukuran tekanan Darah ...................................................... 26


2.2 Kebiasaan Merokok .................................................................. 28
2.2.1 Kategori Perokok ..................................................................... 29
2.2.2 Jumlah Rokok Yang Dihisap ................................................... 30
2.2.3 Lama Menghisap Rokok.......................................................... 31
2.2.4 Cara menghisap Rokok............................................................ 32
2.2.5 Jenis Rokok yang dihisap ........................................................ 32
2.2.6 Bahan-bahan yang terkandung dalam rokok ........................... 34
2.3 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Hipertensi ………….. 38
2.4 Kerangka Teori ........................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 41
3.1 Kerangka Konsep ..................................................................... 42
3.2 Hipotesis Penelitian .................................................................. 42
3.2.1 Hipotesis Minor……………………………………………… 42
3.2.2 Hipotesis Minor……………………………………………… 42
3.3 Definisi operasional Dan Skala Pengukuran………………… 43
3.4 Jenis rancangan Penelitian ………………………………….. 47
3.5 Populasi Dan Sampel Penelitian …………………………….. 48
3.5.1 Populasi Penelitian ................................................................. 48
3.5.2 Sampel Penelitian...................................................................... 50
3.5.3. Cara Pemilihan Sampel ............................................................ 52
3.6 Instrumen Penelitian ................................................................. 52
3.6.1 Kuesioner .................................................................................. 52
3.6.2 Timbangan Injak atau Seca…………………………………… 52
3.6.3 Microtise …………………………………………………….. 53
3.6.4 Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen .................................. 53
3.6.5 Dokumentasi ………………………………………………… 53
3.7 Teknik Pengambilan Data…………………………………….. 54
3.8 Teknik Analisis data ………………………………………….. 54
3.8.1 Analisis Univariate ………………………………………….. 54
3.8.2 Analisi Bivariate………………………………………………54

ix
x

3.8.3 Analisis Berstrata (Stratifikasi) ………………………………. 56


BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 57
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................... 57
4.1.1 Karakteristik Responden.......................................................... 57
4.1.2 Analisis Univariate .................................................................. 59
4.1.3 Analisis Bivariate..................................................................... 69
4.1.4 Analisis Berstrata..................................................................... 70
4.2 Pembahasan................................................................................ 72
4.2.1 Variabel yang berhubungan dengan hipertensi........................ 72
4.2.2 Variabel yang Tidak Berhubugan dengan Hipertensi.............. 79
4.2.3 Variabel Perancu …………………………………………… 83
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 84
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 85
5.2 Saran .......................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................... 83

x
xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Keaslian Penelitian..................................................................................... 10
2. Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH ................................................ 15
3. Klasifikasi pengukuran tekanan darah orang dewasa(18 tahun)............... 16
4. Kategori ambang batas IMT....................................................................... 21
5. Daftar bahan kimia yang terdapat dalam asap rokok ................................. 35
6. Besar sampel minimal berdasarkan nilai OR dan proporsi kontrol
penelitian terdahulu................................................................................... 52
7. Distribusi responden menurut umur........................................................... 57
8. Distribusi responden menurut pekerjaan.................................................... 58
9. Distribusi responden menurut jumlah rokok yang dihisap ....................... 60
10. Distribusi responden menurut jenis rokok yang dihisap ............................ 61
11. Distribusi responden menurut lama menghisap rokok............................... 62
12. Distribusi responden menurut cara menghisap rokok................................ 63
13. Distribusi responden menurut keturunan ................................................... 64
14. Distribusi responden menurut berat badan................................................. 65
15. Distribusi responden menurut aktivitas olahraga ...................................... 66
16. Distribusi responden menurut asupan garam ............................................. 67
17. Distribusi responden menurut stes pekerjaan ............................................ 68
18. Rangkuman hasil analisis bivariate ........................................................... 69
19. Rangkuman analisis berstrata beberapa variable pada besar risiko jumlah
rokok yang dihisap terhadap kejadian hipertensi ....................................... 70
20. Rangkuman analisis berstrata beberapa variable pada besar risiko jenis
rokok yang dihisap terhadap hipertensi ..................................................... 71
21. Rangkuman analisis berstrata beberapa variable pada besar risiko lama
merokok dengan kejadian hipertensi ........................................................ 72

xi
xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Kerangka Teori ....................................................................................... 41
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 42
3.2 Rancangan Penelitian Case Control....................................................... 49
3.3 Distribusi responden menurut umur ..................................................... 58
3.4 Distribusi responden menurut pekerjaan .............................................. 59
3.5 Distribusi responden menurut jumlah rokok ......................................... 60
3.6 Distribusi responden menurut jenis rokok ............................................. 61
3.7 Distribusi responden menurut lama merokok ........................................ 62
3.8 Distribusi responden menurut cara menghisap rokok ........................... 63
3.9 Distribusi responden menurut keturunen ............................................... 64
3.10 Distribusi responden menurut berat badan ............................................ 66
3.11 Distribusi responden menurut aktivitas lahraga .................................... 67
3.12 Distribusi responden menurut asupan garam ......................................... 68
3.13 Distribusi responden menurut stres pekerjaan ....................................... 69

xii
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Surat Tugas Pembimbing ......................................................................... 86
2. Surat Ijin Observasi dari BRSD Cepu ..................................................... 87
3. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ............................................................ 88
4. Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA ........................................................ 93
5. Surat Keterangan Pelaksanan Penelitian dari BRSD Cepu ...................... 94
6. Daftar Pasien Yang Digunakan Sampel Penelitian .................................. 95
7. Hasil Uji Coba Kuesioner Penelitian ....................................................... 99
8. Kuesioner Penelitia .................................................................................. 102
9. Tabulasi Data Penelitia ............................................................................. 105
10. Karakteristik Rsponden ............................................................................ 107
11. Analisi Bivariat ........................................................................................ 109
12. Analisis Berstrata ..................................................................................... 118
13. Kalibrasi Alat Ukur .................................................................................. 148
14. Dokumentasi ............................................................................................ 152
15. Persetujuan Pembimbing .......................................................................... 154
16. Surat Tugas Penguji Skripsi ..................................................................... 155

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka

kesakitan yang tinggi. Menurut Adnil Basha (2004: 1) hipertensi adalah suatu

keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal

yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka kematian atau

mortalitas. Sedangkan menurut Lanny Sustrani, dkk (2004: 12) hipertensi atau

penyakit darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan

suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan

tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi akan memberi gejala yang berlanjut

untuk suatu target organ seperti otak (stroke), pembuluh darah jantung (penyakit

jantung koroner), otot jantung (left ventricle hypertrophy) (Bustan, 2000: 31).

Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer) karena

termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu

sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani (2004:12). Hipertensi adalah

faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan gangguan

pembuluh darah otak yang dikenal dengan stroke. Bila tekanan darah semakin

tinggi maka harapan hidup semakin turun (Wardoyo, 1996: 26).

Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg

tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan

mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg. Sedangkan menurut

1
2

JNC VII 2003 tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun

diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140 –

159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 – 99 mmHg. Diklasifikasikan menderita

hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan

diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila

tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116

mmHg (Lanny Sustrani, 2004: 15).

Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15-20%.

Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya pada golongan umur

55-64 tahun. Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun

1997, hipertensi dijumpai pada 4.400 per 10.000 penduduk. Hasil Survey

Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, prevalensi hipertensi di Indonesia cukup

tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga, pada tahun 2000 sekitar 15-20%

masyarakat Indonesia menderita hipertensi (Departemen Kesehatan RI:2003).

Menurut Darmojo Boedhi (1993), bahwa 50% orang yang diketahui hipertensi

pada negara berkembang hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan 12,5% yang

diobati secara baik. Prevalensi hipertensi di Indonesia mengalami kenaikan dari

tahun 1988–1993. Prevalensi hipertensi pada laki-laki dari 134 (13,6%) naik

menjadi 165 (16,5%), hipertensi pada perempuan dari 174 (16,0%) naik menjadi

176 (17,6%). Penelitian yang membandingkan hipertensi pada wanita dan pria

oleh Sugiri di daerah kota Semarang diperoleh prevalensi hipertensi 7,5% pada

pria dan 10,9% pada wanita, sedangkan di daerah kota Jakarta didapatkan
3

prevalensi hipertensi 14,6% pada pria dan 13,7% pada wanita (Arjatmo T, Hendra

U, 2001:455).

Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor

risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat

dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti

keturunan, jenis kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor risiko yang dapat

dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol,

stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan pil kontrasepsi

(Asep Pajario, 2002). Faktor–faktor risiko di atas akan dikendalikan dalam

penelitian ini melalui analisis stratifikasi.

Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat

mempengaruhi tekanan darah. Pada keadaan merokok pembuluh darah dibeberapa

bagian tubuh akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan

tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan

jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga

tekanan pada pembuluh darah meningkat (Wardoyo, 1996: 28).

Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan

pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok

sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan

menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Mangku Sitepoe, 1997:29).

Dengan menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap

kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam
4

asap rokok. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya

beracun, antara lain Karbon Monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok dan

dapat menyebabkan pembuluh darah kramp, sehingga tekanan darah naik,

dinding pembuluh darah dapat robek (Suparto, 2000:74). Gas CO dapat pula

menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen

untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat

oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat

aterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Nikotin

juga merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit

dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dinding pembuluh

darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding

pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh darah), mempermudah pengumpalan

darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer (G.Sianturi, 2003:12).

Dampak rokok akan terasa setelah 10–20 tahun pasca digunakan. Dampak

asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif (Active smoker), tetapi juga bagi

perokok pasif (Pasive smoker). Orang yang tidak merokok atau perokok pasif,

tetapi terpapar asap rokok akan menghirup 2 kali lipat racun yang dihembuskan

oleh perokok aktif (Ruli A. Mustafa, 2005: 3). Bila sebatang rokok dihabiskan

dalam sepuluh kali isapan maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20

batang (1 bungkus) per hari akan mengalami 70.000 kali isapan asap rokok.

Beberapa zat kimia dalam rokok bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis

racunnya akan mencapai titik toksis sehingga mulai kelihatan gejala yang

ditimbulkannya (Mangku Sitepoe, 1997: 19).


5

Menurut penelitian di Lombok dan Jakarta memperlihatkan 75% dan 61%

pria dewasa (715) dan kurang dari 5% wanita dewasa mempunyai kebiasaan

merokok menghabiskan rokok lebih dari 20 batang per hari. Hubungan merokok

dengan kesehatan juga dapat dibuktikan oleh SKRT Depkes 1972, 1980, 1986 dan

1992 dimana terlihat jelas peningkatan proporsi kematian akibat penyakit

kardiovaskuler yaitu tahun 1972 sebesar 51% tahun 1980 sebesar 9,9%, tahun

1986 sebesar 9.7% dan tahun 1992 sebesar 16,4 % (Aulia Sani:2004)

Menurut Departemen Kesehatan melalui pusat promosi kesehatan

menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok tertinggi. Berdasarkan data dari

WHO tahun 2002 Indonesia menduduki urutan ke 5 terbanyak dalam konsumsi

rokok di dunia dan setiap tahunnya mengkonsumsi 2,5 miliar batang rokok.

Angka kekerapan merokok di Indonesia yaitu 60%-70% pada laki-laki di

perkotaan dan 80% - 90% (Vivi, Juanita, 2003: 1).

Dari hasil Sussenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2001 menyatakan

bahwa 54% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2% perempuan

yang merokok. Menurut Edward D Frohlich, seorang pria dewasa akan

mempunyai peluang lebih besar yakni satu diantara lima untuk mengidap

hipertensi (Lanny Sustrani, 2004:25).

Berdasarkan data dari dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah daerah

kabupaten Blora mengalami kenaikan angka kejadian hipertensi dari tahun 2001

sampai 2004. Dari tahun 2001 yaitu 399 kasus (13,6%), 2002 sebesar 1999 kasus

(16,5%), 2003 sebesar 2371 kasus (16,0%) dan tahun 2004 sebesar 5697 kasus
6

(17,0%). Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Blora tahun 2005 hipertensi di

BRSD Cepu termasuk dalam 10 besar penyakit tidak menular, untuk rawat inap

penderita hipertensi sebesar 73 kasus (7,31%) sedangkan untuk rawat jalan

penderita hipertensi 681 kasus (9,96%). Dari data yang diperoleh dari bagian

rekam medik BRSD Cepu pasien hipertensi usia 40 tahun ke atas sebanyak 159

(39.75%) pasien dari periode Januari – November 2006.

Dalam penelitian ini faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi pada

laki-laki usia 40 tahun ke atas yang akan diteliti adalah kebiasaan merokok yang

pada umumnya terdapat pada laki-laki. Pada penelitian ini responden yang di

ambil sebagai sampel adalah aki-laki usia 40 tahun ke atas perokok sehingga

dapat diperoleh perbedaan yang jelas mengenai perilaku merokok menurut jenis,

jumlah, lama, dan cara merokok. Responden yang tidak merokok dan mengalami

hipertensi tidak dijadikan sampel, karena kemungkinan hipertensi disebabkan

karena faktor lain, sehingga tidak diperoleh indikator perilaku merokok yang

dapat menyebabkan hipertensi. Pada penelitian ini diambil untuk pasien rawat

jalan karena alasan kesehatan pasien, dimana penderita hipertensi dengan rawat

inap tidak dapat mengikuti penelitian untuk pengukuran berat badan dan tinggi

badan.

Penelitian ini akan dilaksanakan pada laki-laki yang berusia lebih dari 40

tahun ke atas yang merupakan pasien di BRSD Cepu. Badan Rumah Sakit

Daerah Cepu merupakan rumah sakit kelas C yang terdapat di kecamatan Cepu

Kabupaten Blora, menampung rujukan dari puskesmas baik medik maupun

kesehatan. Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit pendidikan yaitu tempat
7

dihasilkannya sumber daya manusia di bidang kesehatan, merupakan sarana

pendidikan untuk melaksanakan upaya menumbuhkan dan membina sikap

ketrampilan profesional kedokteran khususnya, serta tempat penelitian dan

penapisan ilmu dan tekhnologi kedokteran dan kesehatan (Tjandra Yoga

Aditama, 2002:234).

Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

hubungan kebiasan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40

tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Permasalahan Umum

Adakah hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi

pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu?

1.2.2 Permasalahan Khusus

1) Adakah hubungan jenis rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi pada

laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu ?

2) Adakah hubungan jumlah rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi

pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu ?

3) Adakah hubungan cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi pada laki-

laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu ?

4) Adakah hubungan lama merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki

usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu ?


8

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian

hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah

Cepu.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan jenis rokok yang di hisap dengan resiko kejadian

hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah

Cepu.

2. untuk mengetahui hubungan jumlah rokok yang di hisap dengan kejadian

hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah

Cepu.

3. untuk mengetahui hubungan cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi

pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah Cepu.

4. Untuk mengetahui hubungan lama merokok dengan kejadian hipertensi pada

laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah Cepu.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Cepu

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Badan Rumah

Sakit Daerah Cepu dalam menangani pasien yang menderita hipertensi. Selain itu

dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam menyusun kebijaksanaan yang


9

dapat mencegah kejadian hipertensi pada masyarakat sekitar wilayah kerja rumah

sakit.

1.4.2 Bagi Penelitian

Diharapkan penulis mampu menerapkan disiplin ilmunya di lapangan

khususnya dalam materi Epidemiologi dan penyakit tidak menular.

1.4.3 Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan

menambah wawasan mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan

kejadian hipertensi pada laki-laki sia 40 tahun ke atas .

1.4.4 Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi masyarakat agar

meminimalkan konsumsi merokok untuk menghindari kejadian hipertensi pada

laki-laki di usia 40 tahun ke atas.


10

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1

Keaslian penelitian

TEMPAT METODELO
N JUDUL PENULI VARIABEL HASIL
PENELITIA GI
O SKRIPSI S PENELITIAN PENELITIAN
N PENELITIAN

1 Analisa Widi 2005, Merupakan Variabel 1. Ada


faktor Sulistria Puskesmas penelitian Bebas : hubungan
Risiko ni Kroya I Kab. epidemiologik 1. Kebiasaan antara
Yang Cilacap analitik Merokok kebiasaan
Berkaitan observasional 2. Konsumsi merokok
Dengan dengan desain Kopi dengan
Kejadian penelitian case 3. Konsumsi hipertensi
Hipertensi control study Daging (ρ = 0,001
Pada Berlemak < 0,05, OR
Lansia 4. Umur = 6,378)
Wilayah 5. Jenis 2. Ada
Kerja Kelamin hubungan
Puskesma 6. Stres antara
s Kroya I Psikologis konsumsi
Ka. Variabel kopi
Cilacap Terikat : dengan
Tahun Hipertensi hipertensi
2005 (ρ = 0.001
< 0.05 ,
OR = 6,
378)
3. Ada
hubungan
antara
konsumsi
daging
berlemak
dengan
hipertensi
(ρ = 0,039
< 0,05 ,
OR =
2,204).
4. Ada
11

hubungan
antara
umur
dengan
hipertensi
(ρ = 0,001
< 0,05 ,
OR =
65,619)
5. Ada
hubungan
antara jenis
kelamin
dengan
hipertensi
(ρ = 0,001
< 0,05 .,
OR =
14,026).
Tidak ada
hubungan
antara stres
psikologi
Wilayah desain dengan
Yheni kerja penelitian case hipertensi (ρ =
Tri Noor puskesmas control study Variabel 1,000 . >0,05)
Diyanti Tayu Bebas:
Analisis Kecamatan 1. Keturu
faktor Tayu, nan
yang Kabupaten 2. Obesita
berhubun Pati 2006 s 1. Ada
gan 3. Olahra hubung
dengan ga an
kejadian 4. Kebias antara
hipertensi aan ketruna
pada pria Merok n
2. di atas 45 ok dengan
tahun 5. Konsu hiperte
(studi msi nsi
kasus di garam (OR=
wilayah 6. Stres 3,046)
kerja 7. Kebias 2. Ada
puskesma aan hubung
s Tayu 1 minum an
kecamata alkohol antara
n Tayu, Variabel obesita
12

Kabupate terikat: s
n Pati Hipertensi dengan
hiperte
nsi
(OR=3,
270)
3. Ada
hubung
an
antara
olahrag
a
(OR=5,
516)
4. ada
hubung
antara
kebiasa
an
meroko
k
dengan
hiperte
nsi
(OR=4,
182)
5. Ada
hubung
an
antara
konsu
msi
garam
dengan
hiperte
nsi
(OR=
0.262)

6. Ada
hubung
an
antara
Stres
dengan
13

kejadia
n
hiperte
nsi
(OR=3,
458)
7. Ada
hubung
an
antara
kebiasa
an
minum
alkohol
dengan
kejadia
n
hiperte
nsi
(OR=
0,566)

Perbedaan dengan penelitian terdahulu:

1. Tempat

Dalam penelitian terdahulu (Widi Sulistriani) tempat yang digunakan

dalam penelitian adalah Puskesmas Kroya 1 Kabupaten Cilacap Tahun 2005 dan

penelitian yang dilakukan Yheni Tri ND dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Tayu kabupaten Pati, sedangkan dalam penelitian sekarang dilakukan di BRSD

Cepu tahun 2006.

2. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang terdapat dalam penelitian terdahulu (Widi

Sulistriani) adalah 10 variabel bebas yaitu kebiasaan merokok, konsumsi ikan

asin, konsumsi kopi, konsumsi daging berlemak, status gizi, umur, jenis kelamin,

dan pemakaian alat kontrasepsi, sedangkan dalam penelitian yang sekarang hanya
14

diteliti 1 variabel bebas yaitu kebiasan merokok ( jenis rokok, lama merokok, cara

menghisap rokok, jumlah rokok yang dihisap) dengan variabel terikat adalah

hipertensi.

3. Jenis kelamin

Dalam penelitian terdahulu (Widi Sulistriani) tidak dikelompokkan

menurut jenis kelamin, sedangkan dalam penelitian sekarang dikelompokkan

dalam jenis kelamin laki-laki.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Lingkup tempat penelitian ini adalah Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November sampai dengan

Desember 2006.

1.6.3 Ruang Lingkup Materi

Penelitian ini merupakan materi dalam ilmu kesehatan masyarakat bidang

Epidemiologi dan penyakit tidak menular.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 HIPERTENSI

2.1.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan

pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang di

bawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan.

Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena

termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih

dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004: 12).

Menurut Adnil Basha (2004:1) hipertensi adalah suatu keadaan di mana

seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang

mengakibatkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).

Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah menjadi naik dan

bertahan pada tekanan tersebut meskipun sudah relaks (Iman Soeharto, 2002:50).

Menurut Allison Hull (1996:19) hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan

dan hampir tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung

ketika memompa darah.

Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi

adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh

darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.

15
16

2.1.2 Kriteria dan Klasifikasi Hipertensi

Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor

risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat

dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti

keturunan, jenis kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor risiko yang dapat

dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol,

stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan pil kontrasepsi

(Asep Pajario, 2002).

Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah

adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Dan seseorang

dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan

sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.

Tabel 2

Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normotensi <140 <90
Hipertensi Ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan berat >180 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 <90
Hipertensi sistolik perbatasan !40-160 <90

Sumber: Arif Mansjoer dkk, 2000:519

Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan

diastolik disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension).

Hipertensi sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini

dijumpai pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan sirkulasi


17

hiperkinetik dan diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut

meningkat. Batasan ini untuk individu dewasa diatas umur 18 tahun, tidak dalam

keadaan sakit mendadak. Dikatakan hipertensi jika pada dua kali atau lebih

kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih

pengukuran setiap kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau lebih, atau sistoliknya

140 mmHg atau lebih (Robin dan Kumar, 1995:454).

Tabel 3

Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas 18


Tahun Menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On
Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure

Tekanan Sistolik dan Diastolik


Klasifikasi tekanan darah
(mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 atau 90-99
Hipertensi stadium II >160 atau >100
Hipertensi stadium III > 180 atau > 110
Sumber: Arif Mansjoer, 2000: 519

Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik

dan hipertensi diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu hipertensi sistolik

adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik.

Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung

berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada

suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas

yang nilainya lebih besar.


18

Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil

menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran

darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah

diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam

keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan menurut Arjatmo T dan

Hendra U (2001:454) faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain

ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam

keluarga.

Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu

sekunder dan primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab

spesifiknya dapat diketahui (Lanny Ssustrani, dkk, 2004:27). Penderita hipertensi

sekunder ada 5%-10% kasus. Pada hipertensi penyebab dan patofisiologinya

sudah diketahui sehingga dapat dikendalikan dengan obat-obatan atau

pembedahan (Arjatmo T, Hendra U, 2001:473). Penyebab paling sering dari

hipertensi sekunder adalah adanya kelainan dan keadaan dari sistem organ lain

seperti ginjal (gagal ginjal kronik, glomerolus nefritis akut), kelainan endoktrin

(tumor kelenjar adrenal, sindroma cushing) serta bisa diakibatkan oleh

penggunaan obat-obatan (kortikosteroid dan hormonal) (Mahalul Azam,

2005:28).

Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu

hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan

hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat

penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang


19

membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan

akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal (Mahalul Azam

2005:17).

2.1.3 Patogenesis

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer.

Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan

mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik,

stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan perifer

sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi

tidak mempunyai banyak pengaruh .

Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan

darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang berusaha untuk

mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem

pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem

yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf,

reflek kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium,

arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat

diikuti oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya

perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol

hormon angiotensi dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem yang poten dan

berlangsung dalam jangka panjang misalnya kestabilan tekanan darah dalam

jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh

yang melibatkan berbagai organ.


20

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh

beberapa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran

sel, aktivitas saraf simpatis dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan

hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta

obesitas dan faktor endotel.

Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan

arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena

jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh

darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian

dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan

kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan

kebutaan (Beevers, 2002:26). Menurut Lanny Sustrani (2004:12) gejala–gejala

hipertensi antara lain sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah

bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur,

wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari

telingga berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar.

2.1.4 Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Hipertensi

2.1.4.1. Faktor Keturunan atau Gen

Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya. Apabila

riwayat hipertensi di dapat pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial

lebih besar bagi seseorang yang kedua orang tuanya menderita hipertensi ataupun

pada kembar monozygot (sel telur) dan salah satunya menderita hipertensi maka

orang tersebut kemungkinan besar menderita hipertensi.


21

Penelitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara

terpisah atau bersama dan juga terdapat pada anak-anak bukan adopsi telah dapat

mengungkapkan seberapa besar tekanan darah dalam keluarga yang merupakan

akibat kesamaan dalam gaya hidup. Berdasarkan penelitian tersebut secara kasar,

sekitar separuh tekanan darah di antara orang-orang tersebut merupakan akibat

dari faktor genetika dan separuhnya lagi merupakan akibat dari faktor pola makan

sejak masa awal kanak-kanak (Beevers, 2002:32).

2.1.4.2. Faktor Berat Badan (Obesitas atau Kegemukan)

Obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum

diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti

bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan

hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan berat badan normal

(Adnil, Basha, 2004: 1). Pada orang yang terlalu gemuk, tekanan darahnya

cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras untuk

memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar jantungpun bekerja ekstra karena

banyaknya timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi,

sehingga tekanan darah menjadi tinggi ( Suparto, 2000:322)

Cara mudah untuk mengetahui termasuk obesitas atau tidak yaitu dengan

mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT) Rumus untuk IMT adalah berat badan (kg)

dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan (m2). Kategori ambang batas IMT untuk

Indonesia menurut Depkes RI dalam Supariasa (2003:63) adalah sebagai berikut :


22

Tabel 4
Kategori Ambang Batas IMT
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
(obesitas) Kelebian berat badab tingkat berat <27
(Depkes RI dalam Supariasa 2006:63)

2.1.4.3. Stres Pekerjaan

Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stres

berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini dapat dipengaruhi karena tuntutan

kerja yang terlalu banyak (bekerja terlalu keras dan sering kerja lembur) dan jenis

pekerjaan yang harus memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya

atau pekerjaan yang menuntut tanggungjawab bagi manusia.Stres pada pekerjaan

cenderund menyebabkan hipertensi berat. Sumber stres dalam pekerjaan

( Stressor) meliputi beban kerja, fasilitas kerja yang tidak memadai, peran dalam

pekerjaan yang tidak jelas, tanggungjawab yang tidak jelas, masalah dalam

hubungan dengan orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga (Smet, Bart,

1994:244)

Beban kerja meliputi pembatasan jam kerja dan meminimalkan kerja shift

malam. Jam kerja yang diharuskan adalah 6-8 jam setiap harinya. Sisanya (16-18

jam setiap harinya) digunakan untuk keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan

lain-lain. Dalam satu minggu seseorang bekerja dengan baik selama 40-50 jam,
23

lebih dari itu terlihat kecenderungan yang negatif seperti kelelahan kerja, penyakit

dan kecelakaan kerja ( Suma’ mur, 1993: 193)

Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi

kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang

panjang. Dalam suatu penelitian, stres yang muncul akibat mengerjakan

perhitungan aritmatika dalam suatu lingkungan yang bising, atau bahkan ketika

sedang menyortir benda berdasarkan perbedaan ukuran, menyebabkan lonjakan

peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba (Beevers, 2002: 39).

Menurut Adnil Basha (2004:39), stres diduga melalui aktivitas syaraf

simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas

saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara intermitten

(tidak menentu). Gangguan kepribadian yang bersifat sementara dapat terjadi pada

orang yang menghadapi keadaan yang menimbulkan stres berat. Gangguan

tersebut dapat berkembang secara tiba-tiba atau secara bertahap.

2.1.4.4. Faktor Jenis Kelamin (Gender)

Wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada laki-laki. Tetapi

wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa kerusakan jantung dan pembuluh

darah. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada

wanita. Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti

perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria beresiko

lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita. Menurut Edward D. Frohlich

seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yakni satu di antara 5

untuk mengidap hipertensi (Lanny, Sustrani, 2004:25).


24

2.1.4.5. Faktor Usia

Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia,

kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya

penderita hipertensi adalah orang-orang yang berusia 40 tahun namun saat ini

tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia muda. Boedhi Darmoejo

dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian yang dilakukan di

Indonesia menunjukkan bahwa 1,8%-28,6% penduduk yang berusia diatas 20

tahun adalah penderita hipertensi.

Menurut Kaplon (1985) pria yang berusia < 45 tahun dinyatakan hipertensi

jika tekanan darah berbanding 130/90 mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia

> 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah 145/95 mmHg atau lebih.

2.1.4.6. Faktor Asupan Garam

WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga

6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium) (Sunita Atmatsier, 2004:64).

Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Telah

ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah ketika semakin tua, yang terjadi

pada semua masyarakat kota, merupakan akibat dari banyaknya garam yang di

makan. Masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola makannya

juga adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring

bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya rendah

menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring

dengan bertambahnya usia. Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki

kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang


25

lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya. Namun mereka

mengkonsumsi garam tidak lebih banyak dari orang lain, meskipun tubuh mereka

cenderung menimbun apa yang mereka makan (Beevers, 2002: 35).

Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam jumlah

normal dapat membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan tubuh

untuk mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah yang berlebih dapat

menahan air (retensi), sehingga meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung

harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik

(Lanny, Sustrani, 2004:29)

2.1.4.7. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olahraga

serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Rokok

mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila

pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan

darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut (Smith,Tom,

1986:16) Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri

menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar. Menurut Iman Soeharto

(2001:55) keadaan paru-paru dan jantung mereka yang merokok tidak dapat

bekerja secara efisien.

2.1.4.8. Aktivitas Fisik (Olahraga)

Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena

olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tekanan darah. Kurangnya

melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika


26

asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (Arjatmo

T, dan Hendra U, 2001:459). Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam

ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat

dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang melakukan olah

raga. Olahraga yang teratur dalam jumlah sedang lebih baik dari pada olahraga

berat tetapi hanya sekali (Beevers, 2002:41).

2.1.5 Komplikasi Hipertensi

Menurut Elizabeth J Corwin (2000:349) komplikasi hipertensi terdiri dari

stroke, infark miokardium, gagal ginjal , ensefalopati (kerusakan otak), dan

pregnancy – incuded hypertension (PIH).

2.1.5.1. Stroke

Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat

embulus yang terlepas dari pembuluh non- otak yang terpajan tekanan tinggi.

Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri –arteri yang

memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke

daerah–daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri–arteri otak yang mengalami

arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya

anurisma.

2.1.5.2. Infark Miokardium

Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang

arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila

terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh tersebut.

Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen


27

miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang

menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan

perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi

distritma, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan .

2.1.5.3. Gagal Ginjal

Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan

mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut

menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerous, protein

akan keluar melalui urin sehingga sehingga tekanan osmotik koloid plasma

berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

2.1.5.4. Ensefalopati (Kerusakan Otak)

Ensefalopati (kerusukan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada

kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam

ruang interstisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya

kolaps dan terjadi koma serta kematian.

2.1.6. Pengukuran Tekanan Darah

Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat spygmomanometer

(termometer) dan steteskop. Ada tiga tipe dari spygmomanometer yaitu dengan

menggunakan air raksa atau (merkuri), aneroid, dan elektronik. Tipe air raksa

adalah jenis spygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak

tersebut terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik. Sedangkan tingkat


28

dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan diastolik. Spygmomanometer

aneroid prinsip peggunaanya yaitu menyeimbangkan tekanan darah dengan

tekanan dalam kapsul metalis tipis yang menyimpan udara didalamnya.

Spygmomanometer elekrtonik merupakan pengukur tekanan darah terbaru dan

lebih mudah digunakan dibanding model standar yang menggunakan air raksa

tetapi, akurasinya juga relatif rendah (Lanny Sustrani, dkk, 2004:20). Sebelum

mengukur tekanan darah yang harus diperhatikan yaitu :

1) Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.

2) Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan

sejajar dengan jantung (istirahat).

3) Pakailah baju lengan pendek.

4) Buang air kecil dulu sebelum diukur , karena kandung kemih yang penuh

dapat mempengaruhi hasil pengukuran (Lanny Sustrani dkk., 2004 :23).

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah

istirahat yang cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran

dilakukan pada posisi terbaring, duduk, dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih

dengan interval 2 menit. Ukuran manset harus cocok dengan ukuran lengan atas.

Manset harus melingkari paling sedikit 80 % lengan atas dan lebar manset paling

sedikit 2 / 3 kali panjang lengan atas, pinggir bawah manset harus 2 cm diatas fosa

cubiti untuk mencegah kontak dengan stetoskop. Sebaiknya disediakan barbagai

ukuran manset untuk dewasa, anak dan orang gemuk. Balon dipompa sampai ke

atas tekanan diastolik kemudian tekanan darah diturunkan perlahan-lahan dengan

kecepatan 2-3 mmHg tiap denyut jantung. Tekanan sistolik tercatat pada saat
29

terdengar bunyi yang pertama (korotkoff 1) sedangkan tekanan diastolik dicatat

jika bunyi tidak terdengar lagi (korotkoff V). Pemeriksaan tekanan darah

sebaiknya dilakukan pada kedua lengan, pada posisi berbaring, duduk dan berdiri

(Arjatmo T., dan Hendra U., 2001: 461).

2.2. KEBIASAAN MEROKOK

Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang

rokok. Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita

pungkiri, banyak penyakit yang telah terbukti menjadi akibat buruk merokok baik

secara langsung maupun tidak langsung. Tembakau atau rokok paling berbahaya

bagi kesehatan manusia. Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab

kematian terbesar di dunia. Menurut Departemen Kesehatan Dalam Gizi dan

Promosi Masyarakat, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang

memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Variasi produk

dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu

produsen sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia (Pdpersi, 2003).

Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil prevalensi perokok secara

nasional sekitar 27,7%. Prevalensi perokok ini khususnya laki-laki mengalami

kenaikan menjadi 54,5%. Sedangkan pada perempuan sedikit menurun yaitu 2%

pada tahun 1995 menjadi 1,2% pada tahun 2001. Prevalensi kesehatan mantan

perokok relatif kecil baik secara keseluruhan (2,8%) maupun pada laki-laki dan

perempuan (5,3%) pada laki-laki dan 0,3% pada perempuan (Anna Maria S, dkk,

2001).
30

Angka kekerapan merokok di Indonesia juga tinggi yaitu 60%-70% pada

laki – laki di perkotaan dan 80%-90 % pada laki-laki pedesaan. Berdasarkan data

WHO tahun 2002 di Indonesia menduduki urutan kelima terbanyak dalam

konsumsi 215 miliar batang rokok (Vivi, Juanita S, 2004:1).

Dari survai secara nasional juga ditemukan bahwa laki-laki remaja banyak

yang menjadi perokok dan hampir 2/3 dari kelompok umur produktif adalah

perokok. Pada pria prevalensi perokok tertinggi adalah umur 25-29 tahun. Hal

ini terjadi karena jumlah perokok pemula jauh lebih banyak dari perokok yang

berhasil berhenti merokok dalam satu rentan populasi penduduk. Sebagian

perokok mulai merokok pada umur < 20 tahun dan separuh dari laki-laki umur 40

tahun ke atas telah merokok tiga puluh tahun atau lebih, lebih dari perokok

menghisap minimal 10 batang perhari, hampir 70% perokok di Indonesia mulai

merokok sebelum mereka berusia 19 tahun (Pdpersi, 2003).

Rata- rata merokok yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi

oleh faktor psikologis meliputi rangsangan sosial melalui mulut, ritual

masyarakat, menunjukkan kejantanan, mengalihkan diri dari kecemasan,

kebanggaan diri. Selain faktor psikologis juga dipengaruhi oleh faktor fisiologis

yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung rokok seperti nikotin atau juga

disebut kecanduan terhadap nikotin (Mangku Sitepoe, 1997:13).

2.2.1. Kategori Perokok

2.2.1.1. Perokok Pasif

Perokok pasif dalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak

merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan
31

lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif

daripada perokok aktif. Asap rokok sigaret kemungkinan besar berbahaya

terhadap mereka yang bukan perokok, terutama di tempat tertutup. Asap rokok

yang dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali

lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak

mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996:43).

2.2.1.2. Perokok Aktif

Menurut Bustan (1997: 86) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal

dari isapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari

pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang

merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi

kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.

2.2.2. Jumlah Rokok Yang Dihisap

Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per

hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :

2.2.2.1. Perokok Ringan

Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.

2.2.2.2. Perokok Sedang

Disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang per hari.

2.2.2.3. Perokok Berat

Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang (Bustan, 1997:

124).
32

Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok

maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per

hari akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok

yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis

racunnya akan mencapai titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang

ditimbulkan (Mangku Sitepoe, 1997:18).

2.2.3. Lama Menghisap Rokok

Menurut Bustan (1997, 124) merokok dimulai sejak umur < 10 tahun atau

lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti

merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia

merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai

sejak usia remaja, merokok sigaret dapat berhubungan dengan tingkat

arterosclerosis. Risiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya

merokok dan umur awal merokok yang lebih dini ( Smet, Bart, 1994:293).

Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg

dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Mangku Sitepoe, 1997:29).

Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan . dampak rokom

bukan hanya untuk perok aktif tetapi juga perokok pasif (RuliA, Mustafa, 2005:3).

Walaupun dibutuhkan waktu 10-20 tahun, tetapi terbukti merokok mengakibatkan

80% kanker paru dan 50% terjadinya serangan jantung, impotensi dan gangguan

kesuburan (Irfan, Mujiono, 2006:3).


33

2.2.4. Cara Menghisap Rokok

Menurut Bustan (1997:124), cara manghisap rokok dapat dibedakan

menjadi :

2.2.4.1. Begitu menghisap langsung dihembuskan (secara dangkal)

2.2.4.2. Ditelan sampai ke dalam mulut (dimulut saja)

2.2.4.3.Ditelan sampai di kerongkongan (isapan dalam)

Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan

pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Dengan

menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap

kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena gas CO

yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah “kramp”

sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah menjadi robek (Suparto,

2000:74).

2.2.5. Jenis Rokok Yang Dihisap

Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatnya yaitu

tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkeh dan bahan–bahan lain

dicampur untuk dibuat rokok. Selain itu juga masih ada beberapa jenis rokok yang

dapat digunakan yaitu rokok linting, rokok putih, rokok cerutu, rokok pipa, rokok

kretek, rokok klobot dan rokok tembakau tanpa asap (tembakau kunyah) (Mangku

Sitepoe, 1997:24).

Dalam peraturan (PP) Nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok

bagi kesehatan, pemerintah tidak menentukan kandungan kadar nikotin sebesar


34

1,5 mg dan kandungan kadar tar serbesar 20 mg pada rokok kretek. Dan rokok

kretek menggunakan tembakau rakyat. Tetapi menurut Direktur Agro Departemen

Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Yamin Rahman menyatakan

kandungan kadar nikotin pada rokok kretek melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan

kandungan kadar tar pada rokok kretek melebihi 20 mg yaitu 40 mg. Rokok

kretek mengandung 60–70 tembakau, sisanya 30%–40% cengkeh dan ramuan

lain. Cengkeh mengandung eugenol yang dianggap berpotensi menjadi penyebab

kangker pada manusia dan terkait dengan zat kimia satrol yang menjadi salah satu

penyebab kanker ringan (Pdpersi, 2003).

Sesuai data Diperindag volume eksport rokok pernovember 2002

mencapai 6.463 ton dengan nilai 75,8 juta dolar AS. Kadar nikotin yang ada pada

rokok seharusnya adalah 1,5 mg dan kadar tar sebesar 20 mg dan menggunakan

tembakau Virginia.

Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan

pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok

sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan

menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Mangku Sitepoe, 1997:29).

Dengan menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap

kenaikkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam

asap rokok. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya

beracun. Antara lain Karbon monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok

dan dapat menyebabkan pembuluh darah kramp, sehingga tekanan darah naik,
35

dinding pembuluh darah dapat robek (Suparto, 2000:74). Gas CO dapat pula

menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen

untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat

oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat

arterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Selain zat

CO merokok juga mengandung nikotin. Nikotin mengganggu sistem saraf

simpatis dengan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan

ketagihan merokok, nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin

mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (

penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya

dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam

pembuluh darah), mempermudah penggumpalan darah sehingga dapat merusak

pembuluh darah perifer (G.Sianturi, 2003:12).

2.2.6. Bahan – Bahan Yang Terkandung Dalam Rokok

Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen

lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-

sama dengan komponen lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap

rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel.

Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya bersifat

racun antara lain Karbon Monoksida (CO) dan Polycylic Aromatic hydrokarbon

yang mngandung zat – zat pemicu terjadinya kanker (seperti tar, byntopyrenes,

vinylchlorida dan nitrosonornicotine) (Pdpersi, 2003).


36

Tabel 5

Daftar Bahan Kimia Yang Terdapat Dalam Asap Rokok Yang Dihisap

No Bagian partikel Bagian Gas

1. Tar Karbon monoksida

2. Indol Amoniak

3. Nikotin Asam hydrocyanat

4. Karbolzol Nitrogen oksida

5. Kresol Formaldehid

Catatan: Catatan:

Keseluruhan bersifat Keseluruhan zat ini bersifat

karsinogen dan iritan serta karsinogen, mengiritasi, racun

bersifat toksik yang lain bulu getar alat pernapasan, dan

sifat racun yang lain.

Sumber: M. Sitepoe, 1997: 18

2.2.6.1. Nikotin

Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok, nikotin bersifat

toksik terhadap saraf dengan stimulasi atau depresi. Nikotin merupakan aikaloid

yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi beracun. Zat ini hanya ada dalam

tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak/susunan saraf. Dalam jangka

panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan,

sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi

untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini
37

dibuktikan dengan jarang adanya jumlah perokok yang ingin berhenti merokok

dan jumlah yang berhasil berhenti (Pdpersi, 2003).

Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam

Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang sintesisnya

bersifat adiktif yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat

meracuni syaraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh

perifer dan menyebabkan ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya.

Jumlah nikotin yang dihisap dipengaruhi oleh berbagai faktor kualitas rokok,

jumlah tembakau setiap batang rokok, dalamnya isapan , lamanya isapan, dan

menggunakan filter rokok atau tidak.

2.2.6.2. Karbon Monoksida

Karbon monoksida yang dihisap oleh perokok tidak akan menyebabkan

keracunan CO, sebab pengaruh CO yang dihirup oleh perokok dengan sedikit

demi sedikit, dengan lamban namun pasti akan berpengaruh negatif pada jalan

nafas.

Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen

dalam transpor maupun penggunaannya. Dalam rokok terdapat CO sejumlah 2%-

6% pada saat merokok, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah

sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi

haemoglobin dalam darah sejumlah 2-16% (Mangku Sitepoe, 1997:21).


38

2.2.6.3. Tar

Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air

diasingkan, beberapa komponen zat kimianya karsinogenik (pembentukan

kanker).

Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat

karsinogenik. Dengan adanya kandungan bahan kimia yang beracun sebagian

dapat merusak sel paru dan menyebabkan berbagai macam penyakit. Selain itu

tar dapat menempel pada jalan nafas sehingga dapat menyebabkan kanker.

Tar merupakan kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen

padat asap rokok. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut

sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk

endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru.

Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar

dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter

dapat mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi filter, efek

karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok

hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang

digunakan bertambah banyak (Mangku Sitepoe, 1997: 25).

2.2.6.4. Timah Hitam (Pb) Merupakan Partikel Asap Rokok

Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 mikro

gram. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari

menghasilkan 10 mikro gram. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk

ke dalam tubuh antara 20 mikro gram per hari. Bisa dibayangkan bila seorang
39

perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok perhari, berapa banyak zat

berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. (Mangku Sitepoe, 1997 :25).

2.3. HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN

HIPERTENSI

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer.

Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan

mempengaruhi tekanan darah. Salah satunya adalah kebiasaan hidup yang tidak

baik seperti merokok.

Hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu

gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi,

yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang

membutuhkannya (Lanny Sustrani dkk, 2004:12).

Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar

terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena

gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah

“kramp” sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah menjadi robek

(Suparto, 2000:74).

Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan

langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO

menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen,

dan mempercepat arterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh


40

darah). Dengan demikian CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan

viskositas darah sehingga mempermudah penggumpalan darah.

Selain zat CO asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin mengganggu

sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.

Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan

adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kebutuhan

oksigen jantung serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga

menggangu kerja otak, saraf dan bagian tubuh yang lain.

Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombo

(penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya

dalam asap rokok terbukti merusak dinding endotel (dinding dalam pembuluh

darah), dan mempermudah penggumpalan darah. Akibat penggumpalan

(trombosi) akan merusak pembuluh darah perifer.

Walaupun nikotin dan merokok menaikkan tekanan darah diastole secara

akut, namun tidak tampak lebih sering di antara perokok, dan tekanan diastole

sedikit berubah bila orang berhenti merokok. Hal ini mungkin berhubungan

dengan fakta bahwa perokok sekitar 10-20 pon lebih ringan dari pada bukan

perokok yang sama umurnya, tinggi badannya, jenis kelaminnya. Bila mereka

berhenti merokok, sering berat badan naik. Dua kekuatan, turunnya tekanan

diastole akibat adanya nikotin dan naiknya tekanan diastole karena peningkatan

berat badan, tampaknya mengimbangi satu sama lain pada kebanyakan orang,

sehingga tekanan diastole sedikit berubah bila mereka berhenti merokok.


41

Selain itu juga mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer

maupun pembuluh darah di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.

Merokok sebatang setiap hari akan mengakibatkan tekanan darah sistole 10-25

mgHg dan menambah detak jantung 5-20 kali persatu menit (Mangku Sitoepoe,

1997:29).
42

2.4. KERANGKA TEORI

Keturunan Hipertensi (gen)

Hipertensi

Curah Jantung

Kecepatan Denyut Isi Sekuncup Tahanan Perifer


Jantung

usia Merokok
- jumlah rokok
- jenis rokok
- cara menghisap
Jenis kelamin rokok
- lama menghisap
rokok

Aktivitas plahraga

Asupan garam

Stres pekerjaan

Gambar 1 : Kerangka Teori

Sumber : Arjatmo T, dan Hendra U. (2001), Adnil Basha (2004), Gayton, Arthur

(2002), Mangku Sitepoe (1997)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. KERANGKA KONSEP

Variabel Bebas Variabel Terikat

KEBIASAAN MEROKOK HIPERTENSI

Variabel Perancu :
- Keturunan
-Berat badan (Obesitas)
-Stres Pekerjaan
- Asupan Garam
- Jenis Kelamin
- Usia

Gambar 2. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

4343
44

Untuk variabel lain yang diduga merupakan perancu atau faktor risiko

akan dikendalikan dengan menggunakan analisis stratifikasi dengan menggunakan

statistik Chi Square Mantel-Haenszel (Sudigdo Sasrtoasmoro, 1997:165).

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu peneritian (Soekidjo

Notoadmodjo, 2002: 72)

3.2.1. Hipotesis Mayor

Dengan mempertimbangkan faktor keturunan, berat badan, aktivitas

olahraga, asupan garam, dan stres pekerjaan ada hubungan antara kebiasaan

merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan

Rumah Sakit Daerah Cepu.

3.2.2. Hipotesis Minor

1) Ada hubungan antara jenis rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi

pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.

2) Ada hubungan antara jumlah rokok yang dhisap per hari dengan kejadian

hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah

Cepu.

3) Ada hubungan antara lama kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi

pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.

4) Ada hubungan antara lama merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki

usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.


45

3.3. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

3.3.1. Hipertensi

adalah tingkat tekanan darah yang tinggi yang dapat menyebabkan suatu

gangguan pada pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi

yang dibawa tersumbat sampai jaringan tubuh. Data diperoleh dari rekam medik

RSUD Cepu. Hipertensi apabila tekanan darah diastolik >140 mmHg dan

sistoliknya >90mmHg .

Skala : Nominal

Untuk keperluan analisis skala dikategorikan menjadi :

1. Hipertensi

2. Tidak Hipertensi

3.3.2. Jumlah Rokok Yang Di Hisap


Adalah banyaknya rokok yang dihisap penderita per hari.

Data diperoleh melalui wawancara dengan responden Jumlah rokok yang dihisap

dikelompokan menjadi:

1. Perokok Ringan bila menghisap rokok < 10 batang perhari

2. Perokok Sedang bila menghisap rokok 10-20 batang perhari

3. Perokok berat bila menghisap rokok >20 batang perhari

Skala : Nominal

Untuk kepentingan analisis skala dikatagorikan menjadi:

1. Perokok Berat

2. Perokok Ringan
46

3.3.3. Cara Menghisap Rokok

adalah cara atau sikap responden dalam menghisap rokok. Data diperoleh

melalui wawancara dengan kuesioner cara menghisap rokok. Cara menghisap

rokok dapat dikelompokkan menjadi:

1. Menghisap Dangkal yaitu begitu menghisap langsung dihembuskan

2. Menghisap dimulut saja yaitu dihisap kemudian ditelan kedalam mulut.

3. Menghisap dalam yaitu menghisap rokok dengan cara ditelan sampai kedalam

kerongkongan.

(Bustan,1997)

Skala: Ordinal

Untuk kepentingan analisis skala dikatagorikan menjadi:

1. Dalam

2. Dangkal

3.3.4. Lama Menghisap Rokok

Adalah waktu pertama kali merokok sampai dengan waktu penderita

terdiagnosis sebagai penderita atau bukan penderita hipertensi. Data diperoleh

melalui wawancara dengan kuesioner.

Skala: Ordinal

Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi:

1. menghisap rokok > 10 tahun

2. menghisap rokok < 10 tahun


47

3.3.5. Jenis Rokok Yang Di Hisap

Adalah bentuk sediaan atau kebiasaan rokok yang dihisap oleh responden

Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner.

Skala: Nominal

Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi:

1. Non Filter

2. Filter

3.3.6. Keturunan Hipertensi

Adalah orang yang mendapat atau memberikan suatu penyakit yang

menurun dari keluarganya ( ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung). Risiko

hipertensi bila responden memiliki faktor keturunan hipertensi, Bukan resiko

hipertensi apabila responden tidak memiliki keturunan hipertensi. Data diperoleh

melalui wawancara dengan kuesioner.

Skala: Nominal

Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi:

1. Ada

2. Tidak ada

3.3.7. Obesitas

Adalah kondisi tubuh responden laki-laki usia 40 tahun ke atas pada waktu

dilakukan penelitian yang mengalami obesitas atau kegemukan.Ditentukan

dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT).


48

Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi:

1. Obesitas, apabila IMT >25,0

2. Normal, apabila IMT < 18.5

3.3.8. Aktifitas Fisik (Olahraga)

Adalah ada atau tidaknya kegiatan olahraga yang dilakukan setiap

minggunya. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner.

Skala: Nominal

Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi:

1. Tidak olahraga

2. Berolahraga

3.3.9. asupan Garam

Adalah banyaknya garam yang dikonsumsi seseorang dalam satu hari.

Konsumsi garam yang dianjurkan yaitu 6 gram atau setara dengan 2400 mg

natrium (1 ½ sendok teh). Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner.

Skala: Nominal

Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi:

1. > 6 gram /hari

2. < 6 gram /hari

3.3.3.10. Stres Pekerjaan

Adalah suatu bentuk tanggapan seseoang, baik secara fisik (beban kerja dan

waktu kerja) terhadap suatu perubahan lingkungan kerja yang dirasakan

mengganggu dan menyebabkan dirinya terancam.

Skala: Nominal
49

Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi:

1. stres, bila memenuhi 4 item pertanyaan tentang stres.

2. Tidak stres, jika tidak memenuhi 4 (<4) item pertanyaan tentang stres

3.4. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai analitik. Survei

analitik merupakan survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan

mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:145).

Dalam penelitian survei analitik ini, penelitian tidak dilakukan terhadap seluruh

objek yang diteliti (populasi), tetapi hanya mengambil sebagian dari populasi

tersebut (sampel). Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian case

control yaitu penelitian survey analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko

dipelajari dengan menggunakan pendekatan restrospektive (Soekidjo

Notoatmodjo, 2002:150).

Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai kelompok kasus adalah laki-

laki usia 40 tahun ke atas yang mengalami hipertensi dan mempunyai kebiasaan

merokok. Penelitian dimulai dengan mengindentifikasi kelompok dengan kasus

(laki-laki dengan usia 40 tahun ke atas dengan hipertensi) dengan kelompok

bukan kasus atau kontrol, kemudian secara restropektive (penelusuran ke

belakang) diteliti dengan faktor risiko yang mungkin dapat menerangkan apakah

kasus dan kontrol terkena paparan atau tidak


50

Ditelusuri
Retrospektif

Apakah Ada Faktor Risiko Penelitian


Penelitian
DimulaiDimulai

Merokok
Kasus
Hipertensi +
Tidak Merokok

Merokok
Kontrol
Hipertensi -
Tidak Merokok

Gambar 3 Desain penelitian kasus kontrol (Sudigdo Sastroasmoro, 1995:80).

3.5. Populasi Dan Sampel Penelitian

3.5.1. Populasi Penelitian

3.5.1.1. Populasi Target

Populasi target merupakan ang menjadi sasaran akhir penerapan hasil

penelitian (Sudigdo Sastroasmoro, 1995: 42)

1. Populasi kasus, yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas

penderita hipertensi pasien di BRSD Cepu.

2. Populasi kontrol, yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas

bukan penderita hipertensi yang menjadi pasien di BRSD Cepu.


51

3.5.1.2. Populasi Studi atau populasi terjangkau

Populasi terjangkau merupakan bagian dari ppulasi target yang dapat

dijangkau oleh peneliti, dapat dikatakan juga sebagai bagian dari populasi target

yang dibatasi oleh tempat dan waktu penelitian (Sudigdo Sastroasmoro, 1995: 43)

1. Populasi kasus yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas

penderita hipertensi yang menjadi pasien di BRSD Cepu selama periode

Januari-November 2006 sejumlah 159 orang.

2. Populasi kontrol, yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas

bukan penderita hipertensi yang menjadi pasien di BRSD Cepu selama

periode Januari-November 2006.

3.5.2. Sampel Penelitian

3.5.2.1. Sampel Kasus

Sampel kasus yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas

penderita hipertensi yang menjadi pasien di BRSD Cepu selama periode Januari-

November 2006.Kriteria sampel kasus sbagai berikut:

1. Kriteria inklusi

a) Pasien memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) di Rumah Sakit Daerah

Cepu Periode Januari-November 2006.

b) Responden merupakan pasien di BRSD Cepu periode Januari-November

2006.

c) Pasien berjenis kelamin laki-laki, perokok dan berusia 40 tahun ke atas

d) Pasien berdomisili di wilayah BRSD Cepu pada saat penelitian.

e) Bersedia mengikuti penelitian.


52

Kreteria eksklusi

a) Pasien berdomisili di luar wilayah BRSD Cepu pada saat penelitian.

b) Pasien hipertensi tidak merokok

c) Responden tidak bersedia mengikuti penelitian

3.5.2.2. Sampel Kontrol

Sampel kontrol yaitu pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas bukan

penderita hipertensi yang menjadi pasien di BRSD Cepu selama periode Januari-

November 2006.Kriteria sampel kontrol sbagai berikut:

1. Kriteria inklusi

a) Pasien tidak memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) di Rumah Sakit

Daerah Cepu Periode Januari-November 2006.

b) Responden merupakan pasien di BRSD Cepu periode Januari-November

2006.

c) Pasien berjenis kelamin laki-laki, perokok dan berusia 40 tahun ke atas

d) Pasien berdomisili di wilayah BRSD Cepu pada saat penelitian.

e) Bersedia mengikuti penelitian.

Kreteria eksklusi

a) Pasien berdomisili di luar wilayah BRSD Cepu pada saat penelitian.

b) Pasien tidak merokok.

c) Pasien tidak bersedia mengikuti penelitian

3.5.3. Cara Pemilihan Sampel

Cara pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random

sampling yaitu bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai
53

kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Soekidjo Notoadmodjo

2002:79). Pada cara ini dihitung terlebih dahulu jumlah subyek dalam populasi

yang akan dipilih sebagai sampel, kemudian dipilih sebagian dengan

menggunakan tabel random sampling.

Penetuan besar sampel untuk kelompok kasus dan kontrol dengan

berdasarkan pada perhitungan dari nilai Odd Rasio (OR) dan proposi kontrol dari

penelitian yang terdahulu dengan tingkat kepercayaan 95% dan kekuatan 80%

OR x P2
dengan menggunakan rumus : P1 =
( 1 - P2 ) + OR x P2

b
P2 = X 100%
b+d

( Zα 2 PQ + Zβ P1.Q1 + P2.Q2 ) 2
n1 = n 2 =
(P1 − P2) 2

Catatan : Q1 = (1 - P1)

Q2 = (1 – P2)

P = ½ (P1 + P2)

Q = ½ (Q1 + Q2)

Keterangan :
OR = Odds Rasio

n1 = n2 = Pekiraan besar sampel minimal

Zα = Tingkat kepercayaan (95 % = 1, 96)

Zβ = Kekuatan penelitian (80 % = 0,842)

P1 = Pemaparan pada kelompok kasus

P2 = Pemaparan pada kelompok kontrol

(Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail (1995:200).


54

Tabel 6

Besar Sampel Minimal Berdasarkan Nilai Odds Rasio (OR) Dan Proposi Kontrol
Dari Penelitian Terdahulu.

Faktor Resiko
OR P2 N
Hipertensi
Kebiasaan 6,378 0,607 30

Merokok

Berdasarkan tabel di atas, maka besar sampel minimal yang diperlukan

dalam penelitian ini adalah 30 orang kasus. Perbandingan kelompok kasus dan

kelompok kontrol 1 : 1, maka kelompok kontrol 30 orang.

3.6. Instrumen Penelitian

3.6.1. Kuesioner

Kuesioner yaitu daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah

matang, di mana responden dan interviewer tinggal memberikan jawaban atau

dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 116).

Kuesioner ini berisi pertanyaan–pertanyaan yang berhubungan dengan faktor-

faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.

3.6.2. Tinbangan Injak atau Seca

Alat timbangan berat badan dengan menggunakan timbangan injak atau

seca dengan kapasitas 200 kg dan tingkat ketelitian 0,1 kg untuk mendapatkan

data tentang berat badab responden.


55

3.6.3. Microtoise

Microtoise sebagai pengukur tinggi badan dengan panjang 200 cm dan

tingkat ketelitian .1 cm, untuk mengukur tinggi badan responden

3.6.4. Uji Validitas Dan Reabilitas Instrumen

3.6.4.1.Uji Validitas Instrumen

Uji validitas digunakan untuk mengukur tentang ketepatan instrumen

penelitian, atau mengukur tentang apa yang akan diukur. Item soal pada

kuesioner penelitian untuk uji validitas dapat dikatakan valid apabila r hitung > r

tabel. Untuk r tabel dengan sampel uji coba 20 orang adalah 0,444. (Sugiyono,

2002:276)

3.6.4.2.Uji Reabilitas Instrumen

Uji reabilitas digunakan untuk mengukur tentang konsistensi dari

instrumen, atau digunakan untuk mengukur berkali-kali akan menghasilkan data

yang sama. Dasar pengambilan keputusan untuk reabilitas instrumen adalah jika

ri hitung > r tabel. Untuk r tabel dengan sampel uji coba 20 orang adalah 0,444.

(Sugiyono, 2002:276)

3.6.5. Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan sebagai pelengkap guna mengungkap

data terhadap variabel-variabel penelitian, dengan kata lain sebagai bahan

informasi yang digunakan peneliti misalnya data sekunder. Data sekunder yang

berasal dari bagian Rekam Medik di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu sebagai

tempat penelitian, mengenai pasien yang menderita hipertensi dan tidak menderita

hipertensi.
56

3.7 Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data primer dilakukan dengan metode penyebaran angket

yang dipandu oleh peneliti dan observasi, penimbangan berat badan dan tinggi

badan responden. Sedangkan data sekunder diambil dari bagian Rekam Medik

Badan Rumah Sakit Daerah Cepu Tahun 2006.

3.8 Teknik Analisis Data

3.8.1 Analisis Univariate

Merupakan analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dalam hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan

persentase dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:188). Hasil analisis

univariate akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

3.8.2. Analisis Bivariate

Analisis bivariate dimaksutkan untuk mengetahui hubungan atau korelasi

antara variabel bebas dan variabel terikat (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:188).

Dalam penelitian ini kebiasaan merokok merupakan variabel bebas dan hipertensi

merupakan variabel terikat. Analisi bevariate dilakukan dengan menggunakan uji

chi square (X2) dengan menggunakan α =0,05 dan 95% Confidence Interval (CI)

dan besar risiko dihitung dengan menggunakan Odds Ratio (OR)

Analisis hasil studi kasus kontrol da[pat dilakukan dengan melihat

proporsi masing-masing variabel bebas yang di teliti pada kasus dan kontrol

dilakukan analisis variabel dengan cara memasukkan setiap variabel yang di duga

beresiko dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia diatas 40 tahun ke atas ke
57

dalam tabel dengan menghitung Odds Rasio (OR) dan Confuidence Interval (CI)

95 % dan kemaknaan p < 0.05. Odds Rasio digunakan untuk menilai seberapa

sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan pada kontrol (Sudigdo

Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 1995:87).

Hipertensi

Ya Tidak Jumlah

(kasus) (kontrol)

Ya A B A+B
Faktor Resiko
Tidak C D C+D

Jumlah A+C B+D A+B+C+D

Keterangan

Sel A : kasus mengalami pajanan

Sel B : kontrol mengalami pajanan

Sel C : Kasus tidak mengalami pajanan

Sel D : Kasus tidak mengalami Pajanan

Untuk menilai Odds Rasio (RO) atau seberapa sering terdapat pajanan

pada kasus dibandingkan pada kontrol yaitu :

OR = Odds Rasio kasus : Odds Rasio Kontrol

A B
= :
C D

AD
=
BC

Interprestasi nilai Odds Rasio (RO) :


58

a. Bila OR hitung > 1, maka faktor yang diteliti memang merupakan faktor

risiko

b. Bila OR hitung = 1, maka faktor yang diteliti bukan faktor risiko

c. Bila OR hitung < 1, maka faktor yang diteliti merupakan faktor protektif

(Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 1995:88).

3.8.3. Analisis Berstrata (Stratifikasi)

Analisis berstrata dilakukan untuk mengetahui peran variabel keturunan,

obesitas, asupan garam, aktivitas fisik (olahraga), dan stres pekerjaan terhadap

besar risiko kejadian hipertensi pada kebiasaan merokok (jenis rokok, lama

merokok, cara menghisap rokok dan jumlah rokok yang dihisap). Peran disini

dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel tersebut sebagai perancu atau

tidak sebagai perancu. Tehnik stratifikasi yang digunakan adalah statistik

Mantel-Haenszel (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 1995:165).Dikatakan

sebagai variabel perancu apabila nilai p value yang di uji dengan Chi Square

Mantel Haenszel > 0,05 dan cPOR tidak boleh sama dengan aPOR, dan dikatakan

tidak sebagai perancu apabila nilai p value yang di uji dengan Chi Square Mantel

Haenszel < 0,05.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karateristik Responden

4.1.1.1. Umur Responden

Responden dalam penelitian ini terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok

kasus yang mengalami hipertensi berjumlah 30 orang dan kelompok kontrol yang

tidak mengalami hipertensi berjumlah 30 orang. Rata-rata umur dari 30 responden

pada kelompok kasus adalah 55,5 tahun dengan umur terendah 45 tahun dan umur

tertinggi 85 tahun sedangkan rata-rata umur dari 30 responden pada kelompok

kontrol adalah 56 tahun dengan umur terendah 40 tahun dan umur tertinggi 85

tahun. Lebih jelasnya berikut ini disajikan distribusi umur dari responden:

Tabel 7

Distribusi Responden Menurut Umur


No Umur Kasus Kontrol Jumlah
F % F % F %
1. 40 – 50 th 10 33,33 8 26,67 18 30.00%
2. 51– 60 th 12 40,00 14 46,67 26 43.33%
3. 61 – 70 th 6 20,00 4 13,33 10 16.67%
4. 71 – 80 th 1 3,33 3 10,00 4 6.67%
5. 80 – 90 th 1 3,33 1 3,33 2 3.33%
Jumlah 30 100 30 100 60 100,00
Sumber : Data Penelitian 2006

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus

sebagian besar memiliki tingkat umur antara 51-60 tahun (40,00%), demikian pila

responden pada kelompok kontrol sebagian juga memiliki tingkat umur 51-60

tahun (46,67%).

59
60

Secara jelas distribusi responden berdasarkan umur digambarkan dalam

suatu grafik sebagai berikut:

Distribusi Responden Menurut Umur

50 46.67
40
40
Persentase(%)

33.33 33.3 33.33


30 26.67
20
20 13.33
10
10 3.33
0
1 2 3 4 5
Umur (Tahun)

Gambar. 4

4.1.1.2. Pekerjaan Responden

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini memiliki pekerjaan. Lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut :


61

Tabel 8

Distribusi Responden Menurut Pekerjaan


Pekerjaan Kelompok Total
Hipertensi Normal
F 8 10 18
PNS
% 13.33 16.67 30.00
F 4 6 10
Wiraswasta
% 6.67 10.00 16.67
F 3 3 6
Karyawan Swasta
% 5.00 5.00 10.00
F 9 7 16
Tani
% 15.00 11.67 26.67
F 0 1 1
Buruh
% 0.00 1.67 1.67
F 4 2 6
Pensiunan
% 6.67 3.33 10.00
F 2 1 3
Tidak Bekerja
% 3.33 1.67 5.00
F 30 30 60
Total
% 50.00 50.00 100
Sumber : Data Penelitian 2006
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus

sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai petani (15,00%) sedangkan pada

kelompok kontrol sebagian juga memiliki pekerjaan sebagai PNS (16,67%).

Secara jelas distribusi responden berdasarkan pekerjaan digambarkan


dalam suatu grafik sebagai berikut:

Distribusi Re sponden M enurut Pekerjaan

35
30
30 26.67
Persentase (%)

25
20 16.67
15
13.33
15
10
10 6.67 6.67
5
3.33 3.33
5 1.67 1.67
0
0
1 2 3 4 5 6 7
Pekerjaan

Gambar. 5
62

4.1.2 Analisis Univariat

4.1.2.1. Jumlah rokok yang dihisap

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden pada kelompok kasus menghisap lebih dari 10 batang setiap harinya

sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar menghisap rokok kurang dari

10 batang setiap hari. Lebih jelasnya distribusi jumlah rokok yang dihisap

responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 9

Distribusi Responden Menurut Jumlah Rokok yang Dihisap


No Jumlah Kasus Kontrol Jumlah
Rokok F % F % F %
1. > 10 batang 18 30,0 8 13,3 26 43,3
2. < 10 batang 12 20,0 22 36,7 34 56,7
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Sumber : Data Penelitian 2006

Berdasarkan tabel 9 di atas paling banyak responden pada kelompok kasus

dalam penelitian ini menghisap rokok lebih dari 10 batang setiap hari (30,0%)

sedangkan pada kelompok kontrol hanya 13,3% yang menghisap rokok lebih 10

batang setiap hari.

Secara jelas distribusi responden berdasarkan jumlah rokok yang dihisap


digambarkan dalam suatu grafik sebagai berikut:
63

DIstribusi Responden M enurut Jumlah Rokok


Yang Dihisap

40 36.7
35 30
Persentase (%)

30
25 20
20
13.3
15
10
5
0
1 2
Jumlah Rokok

Gambar. 6

4.1.2.2. Jenis rokok

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa dari 60 responden

dalam penelitian ini sebagian besar kelompok kasus menghisap rokok jenis non

filter dan kelompok kontrol menghisap rokok berjenis filter. Lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 10

Distribusi Responden Menurut Jenis Rokok Yang Dihisap


No Jenis Kasus Kontrol Jumlah
Rokok F % F % F %
1. Non Filter 20 33,3 5 8,3 25 41,7
2. Filter 10 16,7 25 41,7 35 58,3
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Sumber : Data Penelitian 2006

Berdasarkan tabel 10 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden pada kelompok kasus dalam penelitian ini menghisap rokok berjenis

non filter (33,3%) sedangkan pada kelompok kontrol hanya sebagian kecil saja

yang menghisap rokok berjenis non filter (8,3%).


64

Secara jelas distribusi responden berdasarkan jenis rokok yang dihisap


digambarkan dalam suatu grafik sebagai berikut:

Distribusi Responden Menurut Jenis Rokok


Yang Dihisap

45 41.7
40
33.5
35
Persentase (%)

30
25
20 16.7
15
8.3
10
5
0
1 2
Jenis Rokok

Gambar. 7

4.1.2.3. Lama menghisap rokok

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini untuk kelompok kasus sebagian menghisap rokok

lebih dari 10 tahun. Lebih jelasnya cara menghisap rokok responden dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 11

Distribusi Responden Menurut Lama Menghisap Rokok


No Lama Kasus Kontrol Jumlah
Menghisap F % F % F %
1. > 10 th 28 46,7 12 20,0 40 66,7
2. < 10 th 2 3,3 18 30,0 20 33,3
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Sumber : Data Penelitian 2006

Berdasarkan tabel 11 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus

paling banyak responden menghisap rokok lebih dari 10 (46,7%) sedangkan pada
65

kelompok kontrol sebagian besar menghisap rokok dengan kurang dari 10 tahun

(30,0%)

Secara jelas distribusi responden berdasarkan lama merokok digambarkan


dalam suatu grafik sebagai berikut:

Distribusi Responden Menurut Lama Merokok

50 46.7
45
40
35 30
Persentase

30
25 20
20
15
10
3.3
5
0
1 2
Lam a m e rok ok

Gambar. 8

4.1.2.4. Cara menghisap rokok

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini menghisap rokok secara dalam. Lebih jelasnya

distribusi cara menghisap rokok responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 12

Distribusi Responden Menurut Cara Menghisap Rokok


Cara Kasus Kontrol Jumlah
No Menghisap F % F % F %
Rokok
1. Dalam 18 30,0 13 21,7 31 51,7
2. Dangkal 12 20,0 17 28,3 29 48,3
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100
Sumber : Data Penelitian 2006
66

Berdasarkan tabel 12 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus

sebagian besar menghisap rokok secara dalam (30,0%) sedangkan pada kelompok

kontrol sebagian besar menghisap rokok secara dangkal (28,3%).

Secara jelas distribusi responden berdasarkan cara menghisap rokok

digambarkan dalam suatu grafik sebagai berikut:

Distribusi Responden Menurut Cara Menghisap


Rokok

35
30
28.3
30
persentase (%)

25 21.7
20
20
15
10
5
0
1 2
Cara m e nghis ap rok ok

Gambar. 9

4.1.2.5. Keturunan Hipertensi (Gen)

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini memiliki potensi mengalami hipertensi dari faktor

keturunan. Lebih jelasnya distribusi responden yang memiliki potensi hipertensi

dari faktor keturunan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 13

Distribusi Responden Menurut Keturunan Hipertensi


No Keturunan Kasus Kontrol Jumlah
Hipertensi F % F % F %
1. Ada 22 36,7 13 21,7 35 58,3
2. Tidak ada 8 13,3 17 28,3 25 41,7
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Sumber : Data Penelitian 2006
67

Berdasarkan tabel 13 di atas menunjukkan bahwa responden yang menjadi

kelompok kasus dalam penelitian ini sebagian besar memiliki potensi menderita

hipertensi dari faktor keturunan (36,7%) sedangkan pada kelompok kontrol yang

memiliki potensi menderita hipertensi dari faktor keturunan lebih kecil dari

kelompok kontrol yaitu 21,7%.

Secara jelas distribusi responden berdasarkan keturunan digambarkan

dalam suatu grafik sebagai berikut:

Distribusi Responden Menurut Keturunan

40 36.7
35
28.3
30
25 21.7
20
13.3
15
10
5
0
1 2
Pe rs e ntas e (%)

Gambar. 10

4.1.2.6. Berat Badan

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui berat badan responden pada

kelompok kasus memiliki risiko menderita hipertensi hampir sama dengan

kelompok kontrol. Lebih jelasnya distribusi berat badan responden ditinjau dari

resiko menderita hipertensi dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :
68

Tabel 14

Distribusi Responden Menurut Berat Badan


No Berat Kasus Kontrol Jumlah
Badan F % F % F %
1. Obesitas 5 8.3 7 11.7 12 20.0

2. Normal 25 41.7 23 38.3 48 80.0


Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Sumber : Data Penelitian 2006

Berdasarkan tabel 14 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden pada kelompok kasus dalam penelitian ini berat badannya bukan

merupakan faktor berisiko hipertensi (41,7%) demikian pada kelompok kontrol

sebagian besar berat badannya juga bukan merupakan faktor resiko hipertensi

(38,3%).

Secara jelas distribusi responden berdasarkan berat badan digambarkan

dalam suatu grafik sebagai berikut:

Distribusi Re sponde n M e nurut Be rat Badan

45 41.7
38.3
40
Persentase (%)

35
30
25
20
15 11.7
8.3
10
5
0
1 2
Berat Badan

Gambar. 11
69

4.1.2.7.Aktifitas Olahraga

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini melakukan aktifitas olahraga. Lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 15

Distribusi Responden Menurut Aktivitas Olahraga


No Aktivitas Kasus Kontrol Jumlah
Olahraga F % F % F %
1. Tidak 12 20,0 12 20,0 24 40,0
olahraga 18 30,0 18 30,0 36 60,0
2. Olahraga
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Sumber : Data Penelitian 2006

Berdasarkan tabel 15 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

kelompok kasus melakukan aktifitas olahraga (30,0%) demikian pula kelompok

kontrol sebagian besar juga melakukan aktifitas olahraga (30,0%).

Secara jelas distribusi responden berdasarkan aktivitas olahraga

digambarkan dalam suatu grafik sebagai berikut:

Distribusi Re sponde n M enurut aktivitas


Olahraga

50 43.3

40
Persentase (%)

30
30
20
20

10 6.7

0
1 2
Aktivitas Olahraga

Gambar. 12
70

4.1.2.8.Asupan Garam

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini tidak beresiko menderita hipertensi dari asupan

gaam yang dilakukan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 16
Distribusi Responden Menurut Asupan Garam
No Asupan Kasus Kontrol Jumlah
Garam F % F % F %
1. >6 gram/hari 19 31,7 4 6,7 23 38,3
2. <6 gram/hari 11 18,3 26 43,3 37 61,7
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Sumber : Data Penelitian 2006

Berdasarkan tabel 16 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus

sebagian besar memiliki risiko hipertensi akibat asupan garam yang dilakukan

(31,7%) sedangkan pada kelompok kontrol tidak memiliki risiko hipertensi akibat

asupan garam yang dilakukan (43,3%).

Secara jelas distribusi responden berdasarkan asupan garam digambarkan

dalam suatu grafik sebagai berikut

Distribusi Responden Menurut Asupan Garam

50
Persentase (%)

40

30
20

10

0
1 2
Asupan Garam

Gambar. 13
71

4.1.2.9. Stres pekerjaan

Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini tidak mengalami stres pekerjaan. Lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 17
Distribusi Responden Menurut Stres Pekerjaan
No Stres Kasus Kontrol Jumlah
Pekerjaan F % F % F %
1. Tidak Stres 12 20,0 2 3,3 14 23,3
2. Stres 18 30,0 28 46,7 46 76,7
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Sumber : Data Penelitian 2006

Berdasarkan tabel 17 di atas menunjukkan bahwa responden pada

kelompok kasus memiliki risiko hiperensi lebih tinggi akibat stres pekerjaan

(20,0%) dibandingkan kelompok kontrol (3,3%).

Secara jelas distribusi responden berdasarkan stres pekerjaan digambarkan

dalam suatu grafik sebagai berikut:

Distribusi Responden Menurut Stres Pekerjaan

50 46.7
45
40
Persentase (%)

35 30
30
25 20
20
15
10
3.3
5
0
1 2
Stre s pe k e rjaan

Gambar. 14
72

4.2.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan rumus Chi

Square, dimana uji tersebut digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

variabel bebas dengan variabel terikat. Berdasarkan perhitungan dengan

menggunakan program komputasi SPSS for windows release 12 diperoleh hasil

analisis bivariat sebagai berikut:

Tabel 18

Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Faktor yang Berhubungan Dengan


Hipertensi pada Laki-laki Usia 40 Tahun Ke atas di
Badan Rumah Sakit Daerah Cepu
95% CI
2
No. Variabel Bebas p OR Batas Batas
Bawah Atas
1 Jumlah rokok yang dihisap 6,787 0,009 4,125 1,387 12,270
2 Jenis rokok 15,429 0,000 10,000 2,941 34,008
3 Lama menghisap rokok 19,200 0,000 21,000 4,198 105,038
4 Cara menghisap rokok 1,669 0,196 1,962 0,702 5,479
5 Keturunan Hipertensi 5,554 0,018 3,596 1,216 10,638
6 Berat badan 0,417 0,519 0,657 0,183 2,363
7 Aktivitas olahraga 0,000 1,000 1,000 0,356 2,809
8 Asupan garam 15,864 0,000 11,227 3,096 40,714
9 Stres pekerjaan 9,317 0,002 9,333 1,866 46,684

Dari analisis bivariat tersebut diperoleh 6 (enam) variabel yang signifikan

terhadap kejadiaan hipertensi ditunjukkan dari harga p < 0,05. Keenam variabel

tersebut adalah jumlah rokok yang dihisap, jenis rokok, lama menghisap rokok,

keturunan, asupan garam dan stres pekerjaan. Kemudian tiga variabel yang tidak

signifikan karena memiliki nilai p > 0,05 yaitu cara menghisap rokok, berat

badan, dan aktivitas olahraga.


73

4.1.4 Analisis Berstrata


Untuk mengetahui peranan berbagai variabel yang berhubungan dengan

kebiasaan merokok yang terdiri dari jumlah rokok yang dihisap, jenis rokok, dan

lama mengisap rokok dengan kejadian hipertensi dilakukan dengan analisis

berstrata. Peranan dalam hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel

tersebut sebagai perancu atau tidak pada risiko kebiasaan merokok yang terdiri

dari jumlah rokok yang di hisap, jenis rokok yang dihisap dan lama mengisap

rokok terhadap kejadian hipertensi. Hasil analisis berstrata dapat disajikan sebagai

berikut:

Tabel 19

Rangkuman Analisis Berstrata Beberapa Variabel Pada Besar Risiko


Jumlah Rokok yang Dihisap terhadap Kejadian Hipertensi
POR
No. Variabel cPOR aPOR Nilai p
1 2
1 Keturunan 6,374 1,634 6,787 5,093 0,008
2 Berat badan 2,743 4,218 6,787 4,000 0,013
3 Aktivitas olahraga 3,556 4,050 6,787 4,956 0,009
4 Asupan garam 0,084 5,580 6,787 3,526 0,043
5 Stres pekerjaan 2,333 4,785 6,787 4,750 0,012

Keterangan :

POR : Prevalence Odd Rasio

cPOR : Crude Of Odd Rasio

aPOR : Adjusted Of Odd Rasio

Berdasarkan hasil analisis data pada tabel di atas diketahui bahwa nilai p

untuk seluruh variabel kurang dari 0,05, sedangkan cPOR ≠ aPOR dengan

demikian dapat dijelaskan bahwa seluruh variabel yaitu keturunan, berat badan,

aktivitas olahraga, asupan garam dan stres pekerjaan merupakan perancu pada
74

risiko kebiasaan merokok pada indikator jumlah rokok yang dihisap terhadap

kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun keatas di Badan Rumah Sakit

Daerah Cepu.

Tabel 20

Rangkuman Analisis Berstrata Beberapa Variabel Pada Besar Risiko Jenis


Rokok yang Dihisap terhadap Kejadian Hipertensi
POR
No. Variabel cPOR aPOR Nilai p
1 2
1 Keturunan 13,836 1,752 15,429 9,324 0,001
2 Berat badan 5,182 10,707 15,429 10,000 0,000
3 Aktivitas olahraga 6,316 11,250 15,429 19,000 0,000
4 Asupan garam 9,079 2,695 15,429 6,717 0,005
5 Stres pekerjaan 3,111 11,203 15,429 10,952 0,001
Berdasarkan hasil analisis data pada tabel di atas diketahui bahwa nilai p

untuk seluruh variabel kurang dari 0,05 sedangkan cPOR ≠ aPOR, dengan

demikian dapat dijelaskan bahwa seluruh variabel yaitu keturunan berat badan,

aktivitas olahraga, asupan garam dan stres pekerjaan merupakan perancu pada

risiko kebiasaan merokok pada indikator jenis merokok terhadap kejadian

hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah

Cepu.

Tabel 21

Rangkuman Analisis Berstrata Beberapa Variabel Pada Besar Risiko Lama


Merokok terhadap Kejadian Hipertensi
POR
No. Variabel cPOR aPOR Nilai p
1 2
1 Keturunan 16,753 3,707 19,200 0,055 0,011
2 Berat badan 6,122 13127 19,200 0,055 0,010
3 Aktivitas olahraga 16,667 5,786 19,200 0,042 0,007
4 Asupan garam 3,584 11,927 19,200 0,028 0,002
5 Stres pekerjaan 8,556 12,515 19,200 0,035 0,004
75

Berdasarkan hasil analisis data pada tabel di atas diketahui bahwa nilai p

untuk seluruh variabel kurang dari 0,05 sedangkan cPOR ≠ aPOR, dengan

demikian dapat dijelaskan bahwa seluruh variabel yaitu keturunan berat badan,

aktivitas olahraga, asupan garam dan stress pekerjaan merupakan perancu pada

risiko kebiasaan merokok pada indikator lama merokok terhadap kejadian

hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah

Cepu.

4.2. Pembahasan

4.2.1 Variabel yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi

Variabel-variabel yang berhubungan secara signifikan terhadap kejadian

hipertensi pada laki-laki umur 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah

Cepu berdasarkan hasil analisis bivariat ada sebanyak 3 (tiga) variabel yaitu

jumlah rokok yang dihisap, jenis rokok, lama menghisap rokok, keturunan,

asupan garam dan stres pekerjaan.

4.2.1.1 Hubungan Jumlah Rokok yang Dihisap dengan Kejadian Hipertensi

Secara statistik jumlah rokok yang dihisap merupakan faktor risiko

kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit

Daerah Cepu, hal ini ditunjukkan dari hasil analisis bivariat yang memperoleh p =

0,009 < 0,05. Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR sebesar 4,125 dengan

batas bawah 1,387 dan batas atas 12,270 pada interval confidence 95%. Hal ini

menunjukkan bahwa kebiasaan merokok yang lebih dari 10 setiap hari pada laki-
76

laki usia 40 tahun ke atas berisiko menderita hipertensi dibanding laki-laki usia 40

tahun ke atas menghisap rokok kurang dari 10 batang setiap hari.

Hasil penelitian ini didukung pendapat Rusli A. Mustafa (2005:3),yang

menyatakan bahwa rokok yang dihisap dapat meningkatkan tekanan darah, karena

rokok dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh

di ginjal yang menjadikan tekanan darah meningkat. Merokok akan meningkatkan

tekanan sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak jantung 5-10 kali permenit.

Lebih tegas lagi Mangku Sitepoe (1997:19), menyatakan bahwa bila sebatang

rokok dihabiskan dalam sepuluh kali isapan akan mengalami 70.000 kali isapan

asap rokok. Padalah secara teoritis beberapa zat kimia dalam rokok bersifat

kumulatif (ditambahkan), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksin

sehingga mulai kelihatan gejala yang ditimbukannya sehingga pada perokok-

perokok berat dengan jumlah rokok yang dihisap lebih dari 10 batang setiap hari

akan akan merasakan dampak yang ditimbulkan oleh asap rokok tersebut lebih

cepat dibandingkan perokok ringan dengan jumlah rokok yang dihisap kurang dari

10 batang setiap harinya.

Temuan dari penelitian ini dimana jumlah rokok yang dihisap memberikan

faktor risiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 ke atas di Badan Rumah

Sakit Daerah Cepu sangat mungkin terjadi sebab berdasarkan data penelitian dari

Aulia Sani (2004) yang dilaksanakan di lombok dan Jakarta menunjukkan bahwa

75% pria dewasa memiliki kebiasaan merokok lebih dari 20 batang setiap hari.

Sedangkan menurut data dari WHO tahun 2002 Indonesia menduduki urutan 5

terbanyak dalam mengkonsumsi rokok didunia dan setiap tahunnya

mengkonsumsi 2,6 milyar batang rokok. Data-data tersebut memberikan


77

gambaran bahwa masyarakat Indonesia termasuk di dalamnya adalah masyarakat

di wilayah kerja Badan Rumah Sakit Daerah Cepu merupakan perokok berat

dengan konsumsi rokok lebih dari 10 batang setiap hari sehingga sudah sangat

diyakini kejadian hipertensi yang dialami laki-laki usia 40 ke atas disebabkan oleh

konsumsi rokok yang belebihan (perokok berat).

4.2.1.2 Hubungan Jenis Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Secara umum rokok dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rokok filter

dengan rokok non filter. Dibandingan rokok filter, rokok non filter memiliki

kandungan nikotin dan tar lebih besar. Menurut Direktur Agro Departemen

Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Yamin Rahman menyatakan

kandungan kadar nikotin pada rokok kretek melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan

kandungan kadar tar pada rokok kretek melebihi 20 mg yaitu 40 mg. Dengan

kandungan nikotin dan tar yag lebih besar serta tidak diserta penyaring pada

pangkat batang rokok, maka potensi masuknya nikotin dan tar ke dalam paru-paru

dari rokok non filter akan lebih besar daripada rokok filter yang berdampak buruk

pada pemakainya dan salah satunya akan terkena risiko hipertensi.

Kenyataan tersebut terbukti dalam penelitian ini dimana jenis rokok

merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di

Badan Rumah Sakit Daerah Cepu yang ditunjukkan dari hasil analisis bivariat

yang memperoleh p = 0,196 > 0,05.

4.2.1.3 Hubungan Lama Merokok dengan Kejadian Hipertensi

Faktor lama merokok juga merupakan faktor risiko kejadian hipertensi

pada laki-laki usia 40 ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu dibuktikan dari

hasil analisis bivariat yang memperoleh p = 0,000 < 0,05. Dari hasil analisis juga
78

diperoleh nilai OR sebesar 15,426 dengan batas bawah 2,941 dan batas atas

34,008 pada interval confidence 95%. Nilai OR sebesar 15,426 tersebut

menunjukkan bahwa laki-laki usia 40 tahun ke atas yang merokok lebih dari 10

tahun memiiki risiko kejadian hipertensi 15,426 kali dibandingkan laki-laki usia

40 atahu ke atas yang merokok kurang dari 10 tahun.

Hasil penelitian ini diperkuat pendapat Rusli A. Mustofa (2005:3), yang

menyatakan bahwa dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca

digunakan. Dengan demikian secara nyata dampak rokok berupa kejadian

hipertensi akan muncul kurang lebih setelah berusia lebih dari 40 tahun, sebab

dipastikan setiap perokok yang menginjak usia 40 tahun ke atas telah menghisap

rokok lebih dari 20 tahun. Lebih tegas lagi Mangku Sitepoe (1997:19) yang

menyatakan bahwa beberapa zat kimia dalam rokok bersifat kumulatif

(ditambahkan), sehingga pada kurun waktu yang lama dosis racun akan mencapai

titik toksin sehingga kelihatan gejala yang ditimbulkannya.

Adanya dampak lama merokok dengan kejadian hipertensi sangat

beralasan, sebab semakin awal seseorang merokok, makin sulit untuk berhenti

merokok. Rokok juga punya dose-respone effect, dimana semakin muda usia

merokok, akan semakin besar pengaruhnya karena mereka setelah usia lebih dari

40 tahun akan menumpuk toksin yang lebih banyak pada paru-parunya

dibandingkan seseorang yang merokok pada usia dewasa. Kondisi tersebut

ditegaskan oleh Smet, Bart (1994:293), bahwa risiko kematian bertambah

sehubungan dengan banyaknya merokok dan lama merokok.

Merokok dapat menyebabkan efek pencetus ketergantungan pada

seseorang yang akan menambah kerentanan selama masa kurun waktu tiga tahun
79

atau lebih (Agusjati, 2006:1). Rokok pertama-tama hanya coba-coba dan

digunakan sebagai penghilang rasa takut dan cemas tetapi merokok walaupun

sebatang dapat meningkatkan tekanan sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak

jantung 5-20 kali permenit. Walaupun peningkatan tekanan darah tidak begitu

tampak namun dalam waktu yang lama (10-20 tahun), dampak rokok akan terasa

sehingga dapat mengakibatkan beberapa penyakit yang berbahaya seperti stroke,

infark miokardium, jantung, impotensi, kanker dan lain-lain (Rustant, Burhan,

2006:3)

4.2.2 Variabel yang Tidak Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi

Dari 4 (empat variabel yang ada dalam penelitian ini terdapat 1 (satu)

variabel yang tidak berhubungan secara signifikan. Ketiga variabel yang tidak

berhubungan secara signifikan terhadap kejadian hipertensi tersebut dapat

disajikan sebagai berikut :

4.2.2.1 Cara Menghisap Rokok

Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa cara menghisap rokok bukan

merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 ke atas di

Badan Rumah Saki Daerah Cepu dibuktikan dari hasil analisis bivariat yang

memperoleh p = 0.196 > 0,05..

Tidak adanya hubungan cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi

dalam penelitian ini bertentangan pendapat G. Sianturi (2003:12), yang

menyatakan bahwa asap rokok utamanya mengandung gas CO yang dapat

menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen

untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat


80

oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat

arterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Selain zat

CO asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin mengganggu sistem saraf

simpatis dengan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan

ketagihan merokok, nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin

mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit

(penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya

dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam

pembuluh darah), mempermudah penggumpalan darah sehingga dapat merusak

pembuluh darah perifer. Dengan dihisap secara dalam maka zat-zat beracun

tersebut volumenya akan lebih banyak masuk ketubuh sehingga dampaknya akan

lebih cepat nampak bila dibandingkan denga merokok yang dihisap secara

dangkal.

Bertolak belakangnya hasil penelitian ini dengan teori yang ada bukan

semata karena rokok dalam dan dangkal meliliki risiko yang sama, akan tetapi

lebih dikarenakan tidak spesifiknya responden yang ada pada kelompok kontrol

maupun kelompok kasus terkait dengan cara menghisap rokok. Pada kelompok

kasus yang menderita hipertensi ada sebanyak 30% yang menghisap rokok dalam

, demikian pula pada kelompok kontrol yang tidak menderita hipertensi terdapat

21,7% yang menghisap rokok non filter dalam. Sehingga untuk menyelidiki faktor

risiko jenis rokok terhadap kejadian hipertensi perlu dilakukan pada sampel yang

lebih spesifik.
81

4.2.3 Variabel-Variabel Perancu

Variabel-variabel yang diduga menjadi perancu pada besar risiko

kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke

atas pada Badan Rumah Sakit Daerah Cepu adalah keturunan, berat badan

aktivitas olahraga, asupan garam dan stres pekerjaan.

Dari hasil analisis stratifikasi, denagan uji chi square Mantel Haenzel

diperoleh untuk semua niali p > 0.05, sedangkan nilai cPOR ≠ aPOR dan

perbedaan nilai tersebut sangat jauh sehingga semua variabel-variabel tersebut di

atas tidak merupakan faktor perancu pada resiko kebiasaan merokok yang terdiri

dari jumlah rokok, jenis rokok dan lama merokok. Dengan demikian hasil analisis

sratifikasi membuktikan bahwa hubungan kebiasaan merokok dengan indikator

jenis, jumlah, lama dan cara merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki

usia 40 tahun ke atas dirancukan oleh keturunan, berat badan aktivitas olahraga,

asupan garam dan stres pekerjaan, sehingga diperlukan analisis lebih lanjut untuk

menghilangkan pengaruh counfounding tersebut.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Setelah dilakukan penelitian dengan mempertimbangkan keturunan,

berat badan, aktivitas olahraga, asupan garam dan stress pekerjaan, dapat

ditemukan hal-hal sebagai berikut:

1. Jenis rokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40

tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.

2. jumlah rokok yang di hisap merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada

laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.

3. Lama menghisap rokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada

laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.

4. Kebiasaan merokok yang terdiri dari jumlah rokok lebih 10 dari batang

perhari, jenis rokok non filter dan lama merokok lebih dari 10 tahun pada

laki-laki usia 40 tahun ke atas mempunyai risiko lebih besar untuk

mengalami hipertensi dibandingkan yang memiliki kebiasaan merokok

dengan jumlah rokok kurang dari 10 batang per hari, jenis rokok filter dan

lama merokok kurang dari 10 tahun.

5. Selain kebiasaan merokok yang terdiri dari jumlah rokok, jenis rokok dan

lama merokok), keturunan, dan stres pekerjaan juga merupakan faktor risiko

kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit

Daerah Cepu

82
83

6. Keturunan, berat badan, aktivitas olahraga, asupan garam dan stres pekerjaan

merupakan faktor perancu kebiasaan merokok (jumlah rokok, jenis rokok dan

lama merokok) terhadap kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke

atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu di lihat dari nilai cPOR ≠ aPOR.

7. Merokok yang semula hanya coba-coba dapat menyebabkan ketagihan, dan

dalam waktu yang lama (10-20 tahun) akan menimbulkan dampak yang

berbahaya seperti stroke, infark miokardium, jantung, impotensi, kanker dan

lain-lain.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat

diberikan antara lain:

1) Untuk mengurangi risiko hipertensi, hendaknya mengurangi konsumsi rokok

khususnya rokok-rokok yang berjenis non filter, meningkatkan aktifitas

olahraga, mengurangi asupan garam dan sesekali menyempatkan diri untuk

melakukan refresing disela-sela kesibukannya dalam bekerja.

2) Upaya sosialisasi kepada masyarakat, terkait dengan faktor-faktor risiko

hipertensi hendaknya dilakukan secara terus-menerus baik oleh pemerintah

maupun instansi terkait untuk menurunkan kejadian hipertensi yang

merupakan salah satu penyakit yang memiliki risiko kematian tinggi.

3) Untuk penelitian selanjutnya, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai

acuan dan diharapkan mengambil populasi yang lebih spesifik untuk variabel

cara merokok, aktivitas olahraga dan berat badan sehingga diperoleh hasil
84

yang lebih dapat menyelidiki kaitan variable-variabel tersebut dengan kejadian

hipertensi.

4) Merokok yang semula hanya coba-coba lama kelamaan maka akan membawa

seseorang dalam kematian karena dampak bahan-bahan kimia dalam rokok,

sehingga walaupun sebatang rokok tetap berbahaya bagi kesehatan karena

akan berakibat yang fatal.

5) Untuk penelitian selanjutnya agar dapat mengendalikan faktor perancu atau

counfounding dengan analisis lebih lanjut sehingga dalam menilai kebiasaan

merokok dengan indikator jenis, jumlah, lama dan cara merokok dengan

kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas tidak di pengaruhi oleh

variabel perancu.
DAFTAR PUSTAKA

Adnil Basha. 2004. Hipertensi: Faktor Resiko Dan Penatalaksanaan . http://


angelnet.info/index

Anna Maria Sirait, dkk. Perilaku Merokok ( Analisis Data Susenas 2001). http.//
www.kompas.co.id

Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius

Arjatmo T, Hendra U.2001. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI

Asep, Pajario.2002.Modifikasi Gaya Hidup. http:// angelnet.info/index.

Aulia Sani. 2004. Pelayanan Tiga Tahun Pelayanan Klinik Berhenti Merokok,
Yayasan Indonesia. http://angelnet.info/index

Beevers D.G. 2002. Tekanan Darah. Jakarta: Dian Rakyat

Bhisma, Murti, 1996. Penerapan Metode Statistik Non- Parametrik Dalam Ilmu-
Ilmu Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama.

Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta

Corwin, Elizabets J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Terjemahan Brahman U.


Jakarta: EGC

Departmen Kesehatan. Gizi Dan Promosi. http.// www.promosikesehatan.com

Departemen Kesehatan RI.2003. warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Direktorat


Jendral Bina Kesehatan Masyarakat.

G.Sianturi, 2003. Merokok Dan Kesehatan. . http.//kompas.com

Hull Alison. 1996. Penyakit Jantung, Hipertensi, Dan Nutrisi. Jakarta: Bumi
Aksara

Iman Soeharto. 2001. Kolesterol Dan Lemak Jahat, Kolesterol Dan Lemak Baik,
Dan Proses Terjadinya Serangan Jantung Dan Stoke. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Lanny Sustrani, dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama

85
86

Lira Indriana Saputri. 2005. Perbedaan Kadar Hemoglobin Darah Pada Pegawai
Tekstil Sukutex Yang Perokok dan Tidak Perokok Di Kudus. Skripsi S1.
Universitas Negeri Semarang.

Lusiana Indiasari. 2004. Rokok Bisa Tingkatkan Kolesterol.http.// www.kompas


co.id

Mangku, Sitepoe. 1997. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta:Gramedia

Pdparsi. 2003. Ada Apa Dengan Rokok. http.// www.red-bondowoso.or.id

Robbin dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II. Jakarta: EGC

Ruli A, Mustafa. 2005. Waspadai Bahaya Merokok. www.Combat


2005.Glogdrive.com

Sadono, Wiwoho. 2005. Bayi Berat Lahir Sebagai salah Satu Faktor Risiko
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Bayi (Studi Kasus Di Kabupaten
Blora). Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.

Sarlito Wirawan Sarwono. 2000. Pengantar Umum Patologi. Jakarta: PT. Bulan
Bintang

Sarjani, Jamal (peneliti di Badan Pengembangan Kesehatan Jakarta). 2006. Pria


Berpendidikan Rendah, Perokok Terbanyak.http.//www.rsd-
bondowoso.or.id

Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana


Indonesia.

Smith Tom. 1986. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Arcan

Soekitjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta: PT.


Rineka Cipta

Sudigdo Sastroasmoro. 1995. Dasar-Dasar Metode Penelitian Klinis. Jakarta.


FKUI

Sugiyono. 2005. Statistiaka Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suma’mur P.K. 1998. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung
Agung.

Suparto, 2000. Sehat Menjelang Usia Senja. Bandung: Remaja Rosdakarya Effset.

Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: FKUI


87

Sustina, Himawan.1979. Patologi. Jakarta:Arcan

Wardoyo. 1996. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Solo:Toko Buku Agency

Widi Sulistiani. 2005. Analisis Faktor Resiko Yang Berkaitan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I Kabupaten
Cilacap Tahun 2005. Skripsi S1. Universitas Diponegoro Semarang

Vivi, Juanita, S.2004. Merokok? Kenapa Takut?.http.// www.sinar


harapan.co.id/iptek/kesehatan/2004

You might also like