Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Baso Asrar Sayidin G6A 009 167
Huda Toriq G6A 009 168
Marsaban G6A 009 169
Ayu Rinda Sari G6A 009 170
Indri Puspitasari G6A 009 171
Pembimbing:
dr. Ratih
Penguji:
dr. Bambang Satoto, Sp.Rad, M.Kes
1
HALAMAN PENGESAHAN
Huda Toriq
Marsaban
Indri Puspitasari
Pembimbing Penguji
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus
radiodiagnostik dengan judul “seorang pria 66 tahun dengan x-foto thorax efusi
pleura dupleks dan gambaran awal oedema pulmo” ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam
menempuh kepaniteraan senior di Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
1. dr. Bambang Satoto, Sp.Rad, M.Kes selaku penguji yang telah meluangkan
waktunya.
2. dr. Ratihselaku pembimbing yang telah memberi masukan, petunjuk serta
bantuan dalam penyusunan laporan kasus ini.
3. Keluarga Tn. W sebagai subyek dari laporan kasus ini.
4. Teman-teman yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Kami sangat
berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................... 2
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Apabila jumlah ini menjadi lebih dari cukup, dimana antara produksi dan
reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun),
maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik dari rongga
pleura menuju ke dalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, ataupun
permukaan lateral pleura parietalis (Rasad, 2005).
5
terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran limfe. Kegagalan aliran
protein limfe ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.(Halim
and Hadi, 2006)
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. DEFINISI
2.1.2. ANATOMI
7
dilateral, apertura thoraks superior diatas dan diafragma dibawah.
Didalam Kavum thoraks terdapat: kavum pleura (paru-paru kanan dan
kiri beserta pleuranya masing-masing) dan mediastinum (Rasad, 2005).
8
cabangnya, n.vagus, n. phrenicus. Bangunan prevertebra yaitu esofagus,
trakhea, n.rekurens sinistra, duktus thoraksikus. Sedangkan mediastinum
inferior terbagi menjadi mediastinum anterior yang terdiri dari jaringan
lemak dan limfonodi, mediastinum medius terdiri dari pericardium yang
meliputi kor dan pangkal pembuluh darah besar, madiastinum posterior
terdiri dari aorta desenden, duktus thoraksikus, v. azigos dan hemiazigos
serta esofagus (Halim and Hadi, 2006, Ahmad et al., 2009).
2.1.3. FISIOLOGI
9
Gambar 1 memperlihatkan dinamika pertukaran cairan dalam
ruang pleura. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran
serosa mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat
cairan intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam
ruang pleura. Cairan ini membawa protein jaringan yang memberi sifat
mukoid pada cairan pleura yang memungkinkan pergerakan paru agar
berlangsung dengan sangat mudah.
Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara pleura parietalis dan
pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini normalnya
begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.
2.1.4. PATOFISIOLOGI
10
pleura dapat melalui pembuluh limfe di sekitar pleura (Hanley and Welsh,
2003).
• pH 7.60-7.64
• Kandungan protein 1-2 g/dL
• 1000 leukosit/mmk
• Kandungan glukosa yang menyerupai kandungan pada plasma
• Kadar laktat dehydrogenase kurang dari 50% dibanding kadar pada
plasma
• Konsentrasi kalium dan kalsium mirip dengan cairan interstitial
11
konstriktiva, mikaedema, glomerulonefitis, obstruksi vena kava superior,
emboli pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks.
12
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat (Collins
et al., 2007).
Pleuritis eksudatif
Umumnya didasari suatu proses peradangan yang dapat akut
seperti pneumonia akut akibat infeksi virus, maupun kronik seperti
pleuritis eksudatif tuberkulosa. Kadar proteinnya tinggi sehingga apabila
diperiksa dengan reagens Rivalta akan menghasilkan kekeruhan (uji
Rivalta +). Dengan demikian eksudat ini cukup kental, warnanya
kekuning-kuningan, dan jernih serta cukup banyak mengandung sel-sel
limfosit dan mononuklear (Juhl and Crummy, 1993).
Hidrotoraks
13
Pada keadaan hipoproteinemi/hipoalbuminemia berat bisa timbul
transudat. Cairannya encer dengan warna dan konsistensi seperti serum,
dan tidak mengandung protein sehingga uji Rivalta pun akan negative.
Hidrotoraks biasa ditemukan bilateral. Sebab lain yang mungkin adalah
gagal jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta sebagai salah satu
trias dari sindroma Meig (fibroma ovarii, asites, dan hidrotoraks) (Juhl
and Crummy, 1993).
Hematotoraks/hemotoraks
Timbul perdarahan dalam rongga pleura akibat trauma
dada/toraks.
Piotoraks/empiema
Akibat infeksi primer maupun sekunder bakteri piogenik yang
menyebabkan cairan pleura berubah menjadi pus/nanah.
Chylothorax
Dapat terjadi karena suatu proses keganasan dalam mediastinum
sehingga terjadi erosi dari duktus toraksikus serta fistulasi ke dalam
rongga pleura, dimana cairannya adalah cairan limfe (putih kekuningan
seperti susu). Kelainan ini dapat pula ditemukan pada kasus sirosis hati
dengan chylous ascites, dimana cairan asites ini akan menembus
diafragma dan masuk ke rongga pleura.
14
Bila cairan patologis dihasilkan oleh proses maligna pada pleura,
baik primer maupun sekunder, maka cairan akan berwarna kemerah-
merahan sampai coklat (hemato-sanguinus). Suatu abses hati (amuba)
yang menembus diafragma akan pula menimbulkan efusi pleura kanan
dengan cairan hemato-sanguinus bercampur pus .
Pleuritis tuberkulosa
Penyakit ini terjadi sebagai komplikasi tuberculosis paru melalui
fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Penyebab
lain dapat pula berasal dari robeknya perkejuan ke arah saluran getah
bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis.
Penyebaran dapat pula secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura
bilateral. Cairan efusi yang keluar biasanya serosa, namun kadang-kadang
bisa juga hemoragik. Jumlah leukosit antara 500-2.000 per cc dengan
dominasi awal sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. Cairan
efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis, tapi adalah karena
reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein.
2.1.5. ETIOLOGI
15
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami
perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif
melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di
dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah
satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak
memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini:
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH
yang normal di dalam serum.
16
E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain).
Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika
ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang
terinfeksi keluar dari rongga pleura.
17
ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam
hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi
daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan
predileksi penyakit tuberkulosis.
18
diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan
pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light,
terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada
pasien dengan efusi parapneumonik:
1. Gangguan kardiovaskular
19
peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan
tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi
pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun
(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru
meningkat.
2. Hipoalbuminemia
3. Hidrothoraks hepatik
20
tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-
venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap
kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen
yang menyebakan skelorasis (Rahman et al., 2007).
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-
penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat
menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma
dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya
metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh
tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk
ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit
kronis (Rahman et al., 2007).
5. Dialisis Peritoneal
21
Jenis set PMN < 50% PMN < 50%
c. Darah
22
atas ke arah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithoraks
sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral / hilus, dan kadang
– kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Jumlah cairan
minimal yang dapat terlihat pada foto thoraks tegak adalah 250 – 300 ml
(Rasad, 2005).
Gambar 2. A. Foto toraks AP, menunjukkan sudut costophrenicus kanan tumpul (tanda panah); B. Foto
toraks lateral menunjukkan sudut costophrenicus posterior tumpul (tanda panah)
(Collins,Janette et all. Chest radiology 2nd edition)
23
Gambar 3. A. Foto toraks PA menunjukkan elevasi dari hemidiafragmakanan B. Meningkatnya
opasitas pada bagian hemitoraks kanan akibat dari adanya cairan pleura (Collins, Janette et all. Chest
radiology 2nd edition)
24
Gambar 4. Tanda panah A menunjukkan cairan dari efusi pleurapada cavum pleura kanan. Tanda
panah B besarnya cavum thoraks yang ditarik dari garis median tubuh ke lateral dari kavum thoraks
Pada contoh di Gambar 3, cara mengukur Pleural Effusion Index ialah a/b x 100
25
Gambar 5. Efusi pleura. Posisi RLD menunjukkan efusi pleura menempati bagian paling dasar dengan
densitas yang sama dengan jaringan lunak sepanjang dinding dada. (Ahmad Z, Krishnadas S,
Froeschele P 2009).
Gambar 6. Ultrasonogram dengan metastasis efusi pleura. Cairan anechoic (E) dapat dilihat pada
hemithoraks kiri bawah
CT-Scan dada
26
Gambar 7. CT Scan menunjukkan adanya akumulasi cairan sebelah kanan
27
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor (Kallanagowdar and Craver, 2006).
• USG dada
28
Torakosentesis
29
sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita,
meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari
efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan (Kallanagowdar and
Craver, 2006).
2.1.7. PENATALAKSANAAN
30
2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen
(analisis), menghilangkan dispnea.
5. Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter
perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru,
jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
31
BAB 3
LAPORAN KASUS
32
Gejala Penyerta : sesak (+),demam (-),nyeri dada (+) sebelah kanan seperti
ditusuk-tusuk sampai keleher kanan, mual (-), muntah (-), batuk(+), keringat
dingin (+), rasa tercekik, berdebar-debar (+), nyeri uluhati (+), nyeri perut kanan
atas (+) tidak dijalarkan ke kaki.
Pemeriksaan Fisik
Status Praesens
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15
Tanda Vital : Tekanan Darah : 150/90 mm Hg
Nadi : 80x/menit, reguler, isi/tegangan cukup
Frekuensi Napas : 32x/menit
Suhu : 36,3oC
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
palpebra bengkak (+)
Telinga : discharge -/-
33
Hidung : napas cuping (-), discharge (-/-)
• Mulut : bibir sianosis (-)
• Tenggorokan : T1-1, hiperemis (-)
• Leher : pembesaran nnll (-/-), JVP tak meningkat
• Dada
Jantung I : iktus kordis tak tampak
Pa : iktus kordis SIC V, 2 cm medial LMCS, Iktus kordis tak
kuat angkat
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au: BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Paru I : hemitoraks kanan sedikit tertinggal saat inspirasi
Pa : stem fremitus melemah di bagian basal paru kanan dan kiri
Pe : redup pada paru kanan setinggi SIC IV ke bawah, paru
kiri setinggi SIC VI ke bawah
Au: paru kanan dan kiri suara dasar vesikular melemah, suara
tambahan (-)
Abdomen I : cembung, venektasi (-)
Au :bising usus (+) N
Pa : hepar/lien sulit dinilai, nyeri tekan (-)
Pe : pekak sisi (+)meningkat, pekak alih (+)
Ekstremitas Superior Inferior
Oedema +/+ +/+
Genitalia Eksterna : oedema skrotum (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tgl 24 april 2011
Hematologi Nilai normal
Hemoglobin : 9,4 gr% 13-16 gr% L
34
Hematokrit : 27,4 % 40-54 % L
Eritrosit : 3,12 juta/mmK 4,50-6,50 juta/mmK L
MCH : 30,20 pg 27-32 pg
MCV : 87,70 Fl 76-96 Fl
MCHC : 34,40 g/Dl 29-36
Leukosit : 13,50 ribu/mmK 4-11 ribu/mmK H
Trombosit : 643 ribu/mmK 150-400 ribu/mmK H
Radiologi
Pemeriksaan X-Foto Toraks PA / LATERAL TGL 24 April 2011:
35
Gambar 9. X-Foto toraks PA pada pasien dalam kasus ini
36
Diagnosis
Efusi pleura dupleks
Edema pulmonum
Terapi
- Infus D5 10 tetes/ menit
- Methylprednisolon 16 mg 3-2-0(Hr)
- Simvastatin 1x16 mg (malam)
- Spironolacton 1x100 mg
- Diltiazem 3x60 mg
- Cyclofosfamidimvastatin 1x10 mg (malam)
- Clobazam 0-0-1
- Amlodipin 1x5 mg (malam)
37
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah yang di atas normal
yaitu 150/90 mmHg dan RR 32x/menit. Pada pemeriksaan fisik toraks, paru
ditemukan kelainan pada inspeksi: hemitoraks kanan sedikit tertinggal saat inspirasi;
palpasi : stem fremitus melemah di basal paru kanan dan kiri; perkusi : redup pada
paru kanan setinggi SIC V ke bawah dan pada paru kiri redup setinggi SIC VI ke
bawah; auskultasi : paru kanan dan kiri suara dasar vesikuler melemah, suara
tambahan (-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan positive finding yaitu pada inspeksi
ada hemitoraks kanan yang tertinggal, pada palpasi stem fremitus melemah di basal
paru kanan dan kiri, pada perkusi didapatkan redup serta melemahnya suara dasar
38
vesikuler pada kedua paru menunjukkan kemungkinan adanya penumpukan cairan
pada kavum pleura yang disebut dengan efusi pleura.
Pada pasien ini tidak dapat dihitung perkiraan jumlah cairan efusinya dengan
Pleural Efussion Index (PEI) dikarenakan pada pasien ini tidak dilakukan
pengambilan X-foto toraks RLD. Selain dengan pemeriksaan x-foto toraks, menilai
efusi pleura dilakukan dengan pemeriksaan USG. Pemeriksaan USG memberikan
hasil lebih baik dalam menilai adanya cairan efusi. Pada pasien ini telah dilakukan
pemeriksaan USG, namun hasil pemeriksaan USG untuk menilai efusi tidak terlampir
pada catatan medik pasien ini. Hal tersebut mungkin dapat dikarenakan terlewatnya
pengambilan gambaran efusi pleura pada pasien ini oleh operator yang melakukan
USG. Pemeriksaan USG memang sangat bergantung pada alat, SDM/operator
(operator dependent), dan keadaan pasien itu sendiri. Ketiga kemungkinan ini dapat
menentukan hasil dari pemeriksaan USG.
Selain dengan pemeriksaan X-foto dan USG, menilai adanya cairan pada
kavum pleura dan rongga abdomen dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT-scan.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan CT-scan mungkin dikarenakan faktor
39
biaya, mengingat ini adalah pasien jamkesmas. Di samping itu, dengan pemeriksaan
x-foto dan USG pun sudah dapat menunjukkan adanya cairan efusi dan ascites. Jika
pemeriksaan CT-scan dilakukan, maka dengan pemeriksaan CT-scan dapat dibedakan
apakah cairan ascites tersebut jenis transudat atau eksudat. Transudat memberikan
gambaran densitas yang lebih rendah dan dapat dengan bebas berpindah lokasi
tergantung posisi pasien. Eksudat memberikan gambaran lebih hiperdens dan
biasanya tidak memungkinkan untuk mengalami perpindahan lokasi pada kavum
peritoneum.
40
BAB 5
KESIMPULAN
Pada pasien ini dapat diusulkan pemeriksaan radiologis x-foto toraks posisi
RLD untuk dapat menilai pleural efussion index. Selain itu, pada pemeriksaan USG
yang dilakukan pada pasien ini diharapkan dapat sekaligus menilai cairan efusi
pleuranya.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
RACHMATULLAH, P. 1997. Seri Ilmu Penyalit Dalam, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Paru (Pulmonologi), Semarang, Undip.
RAHMAN, N. M., DAVIES, R. J. & GLEESON, F. V. 2007. Investigating suspected
malignant pleural effusion. BMJ, 334, 206-7.
RASAD, S. 2005. Radiologi Diagnostik, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
43