You are on page 1of 4

Di dalam geoteknik, klasifikasi massa batuan yang pertama diperkenalkan sekitar 60 tahun yang lalu

yang ditujukan untuk terowongan dengan penyanggaan menggunakan penyangga baja. Kemudian
klasifikasi dikembangkan untuk penyangga non-baja untuk terowongan, lereng, dan pondasi. 3
pendekatan desain yang biasa digunakan untuk penggalian pada batuan yaitu: analitik, observasi, dan
empirik. Salah satu yang paling banyak digunakan adalah pendekatan desain dengan menggunakan
metode empiric.

Klasifikasi massa batuan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang timbul di lapangan secara
cepat dan tidak ditujukan untuk mengganti studi analitik, observasi lapangan, pengukuran, dan
engineering judgement.

Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah untuk:


• Mengidentifikasi parameter-parameter yang mempengaruhi kelakuan/sifat massa batuan.
• Membagi massa batuan ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai kesamaan sifat dan kualitas.
• Menyediakan pengertian dasar mengenai sifat karakteristik setiap kelas massa batuan.
• Menghubungkan berdasarkan pengalaman kondisi massa batuan di suatu tempat dengan kondisi
massa batuan di tempat lain.
• Memperoleh data kuantitatif dan acuan untuk desain teknik.
• Menyediakan dasar acuan untuk komuniukasi antara geologist dan engineer.

Keuntungan dari digunakannya klasifikasi massa batuan:


• Meningkatkan kualitas penyelidikan lapangan berdasarkan data masukan sebagai parameter
klasifikasi.
• Menyediakan informasi kuantitatif untuk tujuan desain.
• Memungkinkan kebijakan teknik yang lebih baik dan komunikasi yang lebih efektif pada suatu proyek.

Dikarenakan kompleknya suatu massa batuan, beberapa penelitian berusaha untuk mencari hubungan
antara desain galian batu dengan parameter massa batuan. Banyak dari metode-metode tersebut telah
dimodifikasi oleh yang lainnya dan sekarang banyak digunakan untuk penelitian awal atau bahkan untuk
desain akhir. Beberapa klasifikasi massa batuan yang dikenal saat ini adalah:

1. Metode klasifikasi beban batuan (rock load)


2. Klasifikasi stand-up time
3. Rock Quality Designation (RQD)
4. Rock Structure Rating (RSR)
5. Rock Mass Rating (RMR)
6. Q-system

1. Metode klasifikasi beban batuan (rock load)


Metode ini diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946. Merupakan metode pertama yang
cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain terowongan dengan penyangga baja.
Metode ini telah dipakai secara berhasil di Amerika selama kurun waktu 50 tahun. Akan tetapi pada saat
ini metode ini sudah tidak cocok lagi dimana banyak sekali terowongan saat ini yang dibangun dengan
menggunakan penyangga beton dan rockbolts.

2. Klasifikasi Stand-up time


Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958. Dasar dari metode ini adalah bahwa dengan
bertambahnya span terowongan akan menyebabkan berkurangnya waktu berdirinya terowongan
tersebut tanpa penyanggaan. Metode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan klasifikasi massa
batuan selanjutnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stand-up time adalah: arah sumbu
terowongan, bentuk potongan melintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.

3. Rock Quality Designation (RQD)


RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan pada penghitungan persentase
inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih. Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau
tidak keras tidak perlu dihitung walaupun mempunyai panjang lebih dari 10cm. Diameter inti optimal
yaitu 47.5mm. Nilai RQD ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan penyanggaan terowongan. Saan
ini RQD sebagai parameter standar dalam pemerian inti pemboran dan merupakan salah satu parameter
dalam penentuan klasifikasi massa batuan RMR dan Q-system

RQD didefinisikan sebagai:

Berdasarkan nilai RQD massa batuan diklasifikasikan sebagai:


RQD Kualitas massa batuan
< 25% Sangat jelek
25 – 50% Jelek
50 – 75% Sedang
75 – 90% Baik
90 – 100% Sangat baik

Walaupun metode penghitungan dengan RQD ini sangat mudah dan cepat, akan tetapi metode ini tidak
memperhitung factor orientasi bidang diskontinu, material pengisi, dll, sehingga metode ini kurang
dapat menggambarkan keadaan massa batuan yang sebenarnya.

4. Rock Structure Rating (RSR)


RSR diperkenalkan pertama kali oleh Wickam, Tiedemann dan Skinner pada tahun 1972 di AS. Konsep ini
merupakan metode kuantitatif untuk menggambarkan kualitas suatu massa batuan dan menentukan
jenis penyanggaan di terowongan. Motode ini merupakan metode pertama untuk menentukan
klasifikasi massa batuan yang komplit setelah diperkenalkannya klasifikasi massa batuan oleh Terzaghi
1946.

Konsep RSR ini selangkah lebih maju dibandingkan konsep-konsep yang ada sebelumnya. Pada konsep
RSR terdapat klasifikasi kuantitatif dibandingkan dengan Terzaghi yang hanya klasifikasi kulitatif saja.
Pada RSR ini juga terdapat cukup banyak parameter yang terlibat jika dibandingkan dengan RQD yang
hanya melibatkan kualitas inti terambil dari hasil pemboran saja. Pada RSR ini juga terdapat klasifikasi
yang mempunyai data masukan dan data keluaran yang lengkap tidak seperti Lauffer yang hanya
menyajikan data keluaran yang berupa stand-up time dan span.

RSR merupakan penjumlahan rating dari parameter-parameter pembentuknya yang terdiri dari 2
katagori umum, yaitu:
• Parameter geoteknik; jenis batuan, pola kekar, arah kekar, jenis bidang lemah, sesar, geseran, dan
lipatan, sifat material; pelapukan, dan alterasi.
• Parameter konstruksi; ukuran terowongan, arah penggalian, metode penggalian

RSR merupakan metode yang cukup baik untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga baja
tetapi tidak direkomendasikan untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga rock bolt dan beton.

5. Rock Mass Rating (RMR)


Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang disebut Klasifikasi Geomekanika
atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating (RMR). Setelah bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini
telah mengalami penyesuaian dikarenakan adanya penambahan data masukan sehingga Bieniawski
membuat perubahan nilai rating pada parameter yang digunakan untuk penilaian klasifikasi massa
batuan tersebut. Pada penelitian ini, klasifikasi massa batuan yang digunakan adalah klasifikasi massa
batuan versi tahun 1989 (Bieniawski, 1989). 6 Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan
menggunakan Sistim RMR yaitu:
1. Kuat tekan uniaxial batuan utuh.
2. Rock Quality Designatian (RQD).
3. Spasi bidang dikontinyu.
4. Kondisi bidang diskontinyu.
5. Kondisi air tanah.
6. Orientasi/arah bidang diskontinyu.

Pada penggunaan sistim klasifikasi ini, massa batuan dibagi kedalam daerah struktural yang memiliki
kesamaan sifat berdasarkan 6 parameter di atas dan klasifikasi massa batuan untuk setiap daerah
tersebut dibuat terpisah. Batas dari daerah struktur tersebut biasanya disesuaikan dengan kenampakan
perubahan struktur geologi seperti patahan, perubahan kerapatan kekar, dan perubahan jenis batuan.
RMR ini dapat digunakan untuk terowongan. lereng, dan pondasi.

6. Q-system
Q-system diperkenalkan oleh Barton et al pada tahun 1974. Nilai Q didefinisikan sebagai:

Dimana:
RQD adalah Rock Quality Designation
Jn adalah jumlah set kekar
Jr adalah nilai kekasaran kekar
Ja adalah nilai alterasi kekar
Jw adalah faktor air tanah
SRF adalah faktor berkurangnya tegangan

• RQD/Jn merepresentasikan struktur massa batuan


• Jr/Ja merepresentasikan kekasaran dan karakteritik gesekan diantara bidang kekar stsu material
pengisi
• Jw/SRF merepresentasikan tegangan aktif yang bekerja
• Berdasarkan nilai Q kemudian dapat ditentukan jenis penyanggaan yang dibutuhkan untuk
terowongan.

You might also like