Professional Documents
Culture Documents
dan
Persebaran Penduduk di Indonesia”
DOSEN
Prof. Drs. Kasto, MA.
Diajukan oleh:
RONALD
10/309996/PMU/06847
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
1
Pendahuluan
Migrasi merupakan hak azasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang Hak Azasi
Manusia Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia
berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah kesatuan
Republik Indonesia., maka daerah tidak boleh melarang sesorang untuk berpindah tempat
guna memperbaiki taraf kehidupannya. Migrasi timbul karena adanya faktor pendorong dari
daerah asal dan adanya faktor penarik di daerah tujuan. Strategi yang dianggap paling tepat
untuk penanganan migrasi penduduk adalah mengurangi kesejanjangan antar daerah melalui
kerjasama dalam mengoptimalkan potensi, dan memanfaatkan kebijakan/peraturan yang ada.
2
diantaranya: Kesenjangan antar wilyah/ daerah, dan pada gilirannya akan berpengaruh
terhadap banyak aspek kehidupan masyarakat diantaranya : mobilitas/migrasi penduduk
penduduk.
3
Pembahasan
1. Adanya daya tarik (superior) ditempat daerah tujuan untuk memperoleh kesempatan
kerja seperti yang diinginkan (cocok)
2. Kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik
3. Kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih baik sesuai yang diinginkan
4. Kondisi daerah tujuan yang lebih unggul/ menyenangkan: iklim, sekolah, perumahan,
fasilitas lain.
5. Daya tarik aktivitas daerah tujuan: tempat hiburan, wisata, dll
Faktor Pendorong:
1. Makin berkurangnya sumber daya alam dan kebutuhan akan bahan baku di daerah asal
dan melimpahnya bahan baku di daerah tujuan
2. Berkurangnya kesempatan kerja di daerah asal
3. Adanya tekanan-tekanan di daerah asal (etnisitas, agama,dll)
4. Bencana alam, wabah penyakit.
Beberapa pendapat dari pelbagai ilmuwan mengenai sebab dan akibat urbanisasi :
a. Dwyer, Singh, dan Suharso mempunyai pendapat yang sama yaitu bahwa sebab dari
perpindahan penduduk desa ke kota adalah kekurangan tanah dan rendahnya pendidikan
atau motivasi ekonomi.
b. Mc Gee berpendapat bahwa migrasi informal dan migrasi formal cendrung menjadi
pola urbanisasi di kota-kota Negara berkembang.
4
Akibat dari urbanisasi dapat dikaitkan dengan dampak lingkungan terutama dampak
lingkungan hidup di kota :
1. Pertambahan penduduk kota yang begitu cepat, sudah sulit diikuti dengan kemampuan
daya dukung kotanya, ruang untuk tempat tinggal,dan kelancaran lalu lintas sudah
sangat kurang.
2. Pertambahan kendaraan baik roda dua maupun roda empat dapat menimbulkan polusi
udara, maupun polusi suara yang dapat membahayakan bagi kehidupan manusia
tersebut.
3. Pencemaran yang bersifat social dan ekonomi dapat kita lihat seperti banyaknya para
gelandangan, pengemis, pelbagai bentuk kenakalan, kejahatan.
Transisi Demografi
Transisi demografi adalah perubahan terhadap fertilitas dan mortilitas yang besar. Perubahan
atau transisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada gambar diatas terlihat transisi penduduk ada posisi stabil pada tingkat kelahiran tinggi,
menjadi turun ke stabil pada kelahiran dan kematian rendah.
A. Pada keadaan I
Tingkat kelahiran dan kematian tinggi antara 40 sampai 50. Keadaannya masih alami tingkat
kelahiran tinggi/ tidak terkendali dan tingkat ekonomi yang rendah, sehingga kesehatan dan
gizi lingkungan kurang mendukung. Akibatnya kelaparan dan kejadian penyakit tinggi
sehingga tingkat kematian pun tinggi (kondisi pra intervensi/pembangunan).
5
B. Pada keadaan II
Angka kematian turun lebih dahulu akibat peningkatan pembangunan dan teknologi,
misalnya dibidang kesehatan, lingkungan, perumahan dan lain-lain. Kondisi ekonomi makin
membaik akibat pembangunan dan pendapatan penduduk meningkat sehingga kesehatan
semakin baik. Akibatnya tingkat kelahiran tetap tinggi (makin sehat) tetapi angka kematian
menurun (akibat kesehatan dan lain- lain). Pada kondisi ini akan terasa tingginya laju
pertumbuhan penduduk alami, seperti dialami indonesia pada periode tahun 1970 sampai
1980 dengan angka pertumbuhan 2,32 % per tahun.
Terjadi perubahan akibat pembangunan dan juga upaya pengendalian penduduk, maka sikap
terhadap fertilitas berubah menjadi cenderung punya anak sedikit, maka turunnya tingkat
kematian juga diikuti turunnya tingkat kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk menjadi
tidak tinggi lagi. Keadaan tersebut dapat dilihat pada pertumbuhan penduduk indonesia
periode 1980 sampai 1990 yang turun menjadi 1,85 %.
D. Pada keadaan IV
Bila penurunan tingkat kelahiran dan kematian berlangsung terus menerus, maka akan
mengakibatkan pertumbuhan yang stabil pada tingkat yang rendah indonesia sedang
menuju/mengharap tercapainya kondisi ini yaitu penduduk bertambah sangat rendah atau
tanpa pertumbuhan. Demikian lah gambaran transisi demografi yang dapat dipercepat dengan
peningkatan pembangunan terutama bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan kb.
Menurut blacker (1947) ada 5 phase dalam teori transisi demografi, dimana khususnya phase
2 dan 3 adalah phase transisi.
6
Pertumbuhan alami: nol/sangat rendah
5. Tahap menurun
7
Pertumbuhan alami: negatif
Ada beberapa masalah dalam mengaplikasikan teori transisi demografi bagi negara-negara
berkembang. Bila di eropa, penurunan mortalitas lebih dikarenakan pembangunan sosio
ekonomi, namun penurunan mortalitas dan fertilitas di negara-negara berkembang lebih
karena pengaruh faktor-faktor lain seperti: peningkatan pemakaian kontrasepsi, peningkatan
perhatian pemerintah, modernisasi, pembangunan dll.
Komposisi Penduduk
Penduduk muda yaitu penduduk dalam pertumbuhan, alasannya lebih besar dan
ujungnya runcing, jumlah kelahiran lebih besar dari jumlah kematian
Bentuk piramida stasioner, disini keadaan penduduk usia muda, usia dewasa dan
lanjut usia seimbang, pyramid penduduk stasioner ini merupakan idealnya keadaan
penduduk suatu Negara
Persebaran Penduduk
Kecenderungan manusia untuk memilih daerah yang subur untuk tempat tinggalnya,
terjadi sejak pola hidup masih sangat sederhana. Itulah maka sejak masa purba daerah sangat
subur selalu menjadi perebutan mansuia, sehingga kemungkinan besar terjadi kepadatan
penduduk.
8
ketidakseimbangan penduduk ditiap-tiap daerah. Sehingga terjadi daerah yang berpenduduk
padat. Dari prinsip itulah kemudian terjadi perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah
lain.
Dilihat dari jumlah penduduknya Indonesia termasuk negara terbesar ketiga diantara
negara-negara sedang berkembang setelah Gina dan India. Hasil pencacahan lengkap sensus
penduduk 1990, penduduk Indonesia berjumlah 179,4 juta jiwa. Berdasarkan hasil proyeksi
penduduk, julah penduduk pada tahun 1995 mencapai 195,3 juta jiwa.
Kepadatan Propinsi masih belum merata. Berdasarkan sensus penduduk tahun 1990
sekitar 60% penduduk tinggal di Pulau Jawa, padahal luas Pulau Jawa hanya sekitar 7% dari
seluruh wilayah daratan Indonesia. Dilain pihak, Kalimantan yang memiliki 28% dari luas
total, hanya dihuni oleh 5% penduduk Indonesia. Dengan demikian kepadatan penduduk
secara regional juga sangat timpang, sementara kepadatan per kilometer persegi di Pulau
Jawa mencapai 814 orang, di Maluku dan Irian Jaya hanya 7 orang (BPS, 1994:29).
9
Proses urbanisasi sangat terkait mobilitas maupun migrasi penduduk. Ada sedikit
perbedaan antara mobilitas dan migrasi penduduk. Mobilitas penduduk didefinisikan sebagai
perpindahan penduduk yang melewati batas administratif tingkat II, namun tidak berniat
menetap di daerah yang baru. Sedangkan migrasi didefinisikan sebagai perpindahan
penduduk yang melewati batas administratif tingkat II dan sekaligus berniat menetap di
daerah yang baru tersebut. Di dalam pelaksanaan perhitungannya, data yang ada sampai saat
ini baru merupakan data migrasi penduduk dan bukan data mobilitas penduduk. Di samping
itu, data migrasi pun baru mencakup batasan daerah tingkat I. Dengan demikian, seseorang
dikategorikan sebagai migran seumur hidup jika propinsi tempat tinggal orang tersebut
sekarang ini, berbeda dengan propinsi dimana yang bersangkutan dilahirkan. Selain itu
seseorang dikategorikan sebagai migran risen jika propinsi tempat tinggal sekarang berbeda
dengan propinsi tempat tinggalnya lima tahun yang lalu.
Perkembangan Urbanisasi
Jika di masa lalu dan dewasa ini, isu kelahiran (fertilitas) dan kematian (mortalitas)
masih mendominasi kebijaksanaan kependudukan, di masa mendatang manakala tingkat
kelahiran dan kematian sudah menjadi rendah, ukuran keluarga menjadi kecil, dan sebaliknya
kesejahteraan keluarga dan masyarakat meningkat, maka keinginan untuk melakukan
10
mobilitas bagi sebagian besar penduduk akan semakin meningkat dan terutama yang menuju
daerah perkotaan.
Jika pada tahun 1980 migran di Indonesia berjumlah 3,7 juta jiwa, maka angka
tersebut meningkat menjadi 5,2 juta jiwa pada tahun 1990 dan sedikit menurun menjadi 4,3
juta jiwa pada periode 1990-1995. Secara kumulatif diketahui bahwa sampai tahun 1980,
jumlah penduduk Indonesia yang pernah melakukan migrasi adalah 11,4 juta jiwa, sedangkan
pada tahun 1990 angka tersebut meningkat menjadi 17,8 juta jiwa.
Lebih lanjut, data survei penduduk antarsensus (Supas) 1995 memperlihatkan bahwa
tingkat urbanisasi di Indonesia pada tahun 1995 adalah 35,91 persen yang berarti bahwa
35,91 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Tingkat ini telah meningkat
dari sekitar 22,4 persen pada tahun 1980 yang lalu. Sebaliknya proporsi penduduk yang
tinggal di daerah pedesaan menurun dari 77,6 persen pada tahun 1980 menjadi 64,09 persen
pada tahun 1995.
Di sini dapat dilihat adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan
konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang
telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana dan prasarana yang
lengkap. Karena dengan demikian mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara lain biaya
distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat
kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah memperoleh kesempatan
untuk mendapatkan pekerjaan . Dengan demikian, urbanisasi merupakan suatu proses
perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat.
11
Jika urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar, mengapa proses
urbanisasi tetap harus dikendalikan atau diarahkan? Ada dua alasan mengapa urbanisasi perlu
diarahkan.
Kedua, terjadinya tingkat urbanisasi yang berlebihan, atau tidak terkendali, dapat
menimbulkan berbagai permasalahan pada penduduk itu sendiri. Ukuran terkendali atau
tidaknya proses urbanisasi biasanya dikenal dengan ukuran primacy rate, yang kurang lebih
diartikan sebagai kekuatan daya tarik kota terbesar pada suatu negara atau wilayah terhadap
kota-kota di sekitarnya. Makin besar tingkat primacy menunjukkan keadaan yang kurang baik
dalam proses urbanisasi. Sayangnya data mutahir mengenai primacy rate di Indonesia tidak
tersedia.
Ada dua kelompok besar kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di Indonesia yang saat
ini sedang dikembangkan.
Kedua, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, atau dikenal dengan istilah
“daerah penyangga pusat pertumbuhan”.
12
daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri perkotaan, namun tetap “dikenal” pada nuansa
pedesaan. Dengan demikian, penduduk daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai “orang
kota” walaupun sebenarnya mereka masih tinggal di suatu daerah yang memiliki nuansa
pedesaan .
13
a) kebijaksanaan ekonomi makro yang ditujukan terutama untuk menciptakan
lingkungan atau iklim yang merangsang bagi pengembangan kegiatan ekonomi
perkotaan. Hal ini antara lain meliputi penyempurnaan peraturan dan prosedur
investasi, penetapan suku bunga pinjaman dan pengaturan perpajakan bagi
peningkatan pendapatan kota;
Urbanisasi merupakan proses yang wajar dan tidak perlu dicegah pertumbuhannya.
Karena, proses urbanisasi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Namun demikian, proses urbanisasi tersebut perlu diarahkan agar tidak terjadi tingkat
primacy yang berlebihan. Pada saat ini pemerintah telah mengembangkan dua kelompok
kebijaksanaan untuk mengarahkan proses urbanisasi, yaitu mengembangkan apa yang dikenal
dengan istilah “urbanisasi pedesaan” dan juga mengembangkan “pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi baru”.
14
Kesimpulan dan Saran
Analisis terhadap migrasi dan persebaran penduduk akan lebih mudah untuk dicari
pemecahannya manakala telah teridentifikasi dengan cermat elemen input (karakteristik
daerah asal dan tujuan migran, volume migran), elemen process ( pola, arus migrasi) output
(sistem informasi), sehingga akan mempermudah dalam menyusun kebijakan kependudukan
dan pembangunan wilayah.
Sekarang proses urbanisasi di negara sedang berkembang makin cepat , tetapi ini
bukan karena daya tarik pekerjaan dikota tetapi karena hidup di desa susah. Tanah-tanah
pertanian makin lama makin kecil karena terus dibagi-bagi dari generasi ke generasi sehingga
menjadi terlalu kecil dan tidak mampu lagi menunjang kehidupan. Akibatnya, arus manusia
ke kota bertambah besar.
Jadi disini dalam mempelajari masalah urbanisasi ataupun ruralisasi dan masalah
perpindahan penduduk jenis yang lain. Desa dan kota harus mendapat perhatian dan
penanganan secara berimbang sesuai dengan kondisi, keadaan dan potensi masing-masing
wilayah. Dengan demikian, masalah pembangunan wilayah di kota, didesa, dan didaerah tepi
dapat berkembang secara berimbang dan serasi.
15
Dengan melihat hasil Sensus Penduduk 2010, telah jelas terlihat bahwa tren
pertumbuhan dan persebaran penduduk yang masih terkonstentrasi di daerah perkotaan.
Seharusnya ini menjadi satu indikator untuk pemerintah bahwa inilah saatnya menyiapkan
langkah-langkah konkrit untuk melakukan persebaran penduduk yang rata. Bisa melalui
pembangunan terus-menerus di daerah yang kepadatan penduduknya kurang, sehingga
urbanisasi dapat lebih terkontrol, atau dengan meningkatkan Pendidikan warganya, sehingga
member pengetahuan bahwa peluang untuk hidup bukan hanya berada di kota, tetapi dapat
dicari dan dikembangkan di pedesaan, baik dari pertanian, perkebunan maupun peternakan.
16
Daftar Pustaka
5. http://tatasintha.wordpress.com/2010/10/08/studi-kasus-masalah-penyebaran-
penduduk/ diakses tanggal 24 Mei 2011
6. Wikipedia, bahanelektro.blogspot.com
7. http://robbyalexandersirait.wordpress.com/2007/10/05/urbanisasi-mobilitas-dan-
perkembangan-perkotaan-di-indonesia/
17