You are on page 1of 10

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Pendahuluan

Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh


kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol
respon inflamasi.1

Kortikosteroid hormonal dapat digolongkan menjadi glukokortikoid dan


mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya
terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata. Prototip untuk
golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat
juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason. Golongan
mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang mempunyai aktivitas utama menahan garam
dan terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Umumnya golongan ini tidak mempunyai efek
anti-inflamasi yang berarti sehingga jarang digunakan. Pada manusia, mineralokortikoid yang
terpenting adalah aldosteron.2

Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid


sistemik dan kortikosteroid topikal. Tetapi pada pembahasan selanjutnya kami akan lebih
banyak membahas tentang kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang
dioleskan di kulit pada tempat tertentu. Kortikosteroid topikal telah digunakan untuk
mengobati penyakit kulit sejak diperkenalkan hidrokortison sebagai obat topikal pertama dari
golongan kortikosteroid pada tahun 1952.2,3

Farmakologi

Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun


siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A – D
(Gambar 1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan
pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi
10 dan 13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17. Semua steroid termasuk
glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan
1 cincin pentana.2,3,4,5

1
Gambar 1. konfigurasi struktur kortikosteroid dasar 3

Klasifikasi Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid topikal diklasifikasikan dalam 7 golongan berdasarkan potensi


klinisnya, yaitu:3,4

1. Golongan I : Super Potent


• Clobetasol proprionate ointment dan cream 0,5%
• Betamethasone diproprionate gel dan ointment 0,05%
• Diflorasone diacetate ointment 0,5%
• Halobetasol proprionate ointment 0,05%

2. Golongan II : Potent
• Amcinonide ointment 0,1%
• Betamethasone diproprionate AF cream 0,05%
• Mometasone fuorate ointment 0,1%
• Diflorasone diacetate ointment 0,05%
• Halcinonide cream 0,1%
• Flucinonide gel, ointment, dan cream 0,05%
• Desoximetasone gel, ointment, dan cream 0,25%

3. Golongan III : Potent, upper mid-strength


• Triamcinolone acetonide ointment 0,1%
• Fluticasone proprionate ointment 0,05%
• Amcinonide cream 0,1%
• Betamethasone diproprionate cream 0,05%
• Betamethasone valerate ointment 0,1%
• Diflorasone diacetate cream 0,05%
• Triamcinolone acetonide cream 0,5%

4. Golongan IV : Mid-strength
• Fluocinolone acetonide ointment 0,025%
• Flurandrenolide ointment 0,05%
• Fluticasone proprionate cream 0,05%
2
• Hydrocortisone valerate cream 0,2%
• Mometasone fuorate cream 0,1%
• Triamcinolone acetonide cream 0,1%

5. Golongan V : Lower mid-strength


• Alclometasone diproprionate ointment 0,05%
• Betamethasone diproprionate lotion 0,05%
• Betamethasone valerate cream 0,1%
• Fluocinolone acetonide cream 0,025%
• Flurandrenolide cream 0,05%
• Hydrocortisone butyrate cream 0,1%
• Hydrocortisone valerate cream 0,2%
• Triamcinolone acetonide lotion 0,1%

6. Golongan VI : Mild strength


• Alclometasone diproprionate cream 0,05%
• Betamethasone diproprionate lotion 0,05%
• Desonide cream 0,05%
• Fluocinolone acetonide cream 0,01%
• Fluocinolone acetonide solution 0,05%
• Triamcinolone acetonide cream 0,1%

7. Golongan VII : Least potent


• Obat topikal dengan hydrocortisone, dexamethasone, dan prednisole.

Dalam penggolongan ini, obat yang sama dapat ditemukan dalam klasifikasi potensi
obat yang berbeda tergantung dari vehikulum yang digunakan.4

Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid berdifusi melalui barrier stratum korneum dan melalui membran sel
untuk mencapai sitoplasma keratinosit dan sel-sel lain yang terdapat epidermis dan dermis.
Pada waktu memasuki jaringan, kortikosteroid berdifusi menembus sel membran dan terikat
pada kompleks reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak
menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan
sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis
steroid.2,3

Kortikosteroid memiliki efek spesifik dan nonspesifik yang berhubungan dengan


mekanisme kerja yang berbeda, antara lain adalah efek anti-inflamsi, imunosupresif,
antiproliferasi, dan vasokonstriksi. Efek kortikosteroid pada sel kebanyakan dimediasi oleh
ikatan kortikosteroid pada reseptor di sitosol, diikuti dengan translokasi kompleks obat-
reseptor ke daerah nukleus DNA yang dikenal dengan corticosteroid responsive element,

3
dimana lalu bisa menstimulasi atau menghambat transkripsi gen yang berdampingan, dengan
demikian meregulasi proses inflamasi.4

 Efek anti-inflamasi

Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang


dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya dengan
menghibisi pelepasan phospholipase A2, suatu enzim yang bertanggung jawab dalam
pembentukan prostaglandin, leukotrin, dan derivat asaam arachidonat yang lain.
Kortikosteroid juga menginhibisi faktor-faktor transkripsi yang terlibat dalam aktivasi gen
pro-inflamasi. Gen-gen ini diregulasi oleh kortikosteroid dan memiliki peran dalam resolusi
inflamasi. Kortikosteroid juga mengurangi pelepasan interleukin 1α (IL-1α), sitokin
proinflamasi penting, dari keratinosit. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-
inflamasi kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran
lisosom dalam memfagositosis sel.3,4

 Efek imunosupresif

Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Kortikosteroid


menekan produksi dan efek faktor-faktor humoral yang terlibat dalam proses inflamasi,
menginhibisi migrasi leukosit ke tempat inflamasi, dan mengganggu fungsi sel endotel,
granulosit, sel mast dan fibroblas. Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid bisa
menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit.2,4

 Efek antiproliferasi

Efek antiprolifrasi kortikosteroid topikal dimediasi oleh inhibisi sintesis dan mitosis
DNA, yang sebagian menjelaskan terapi obat-obat ini pada dermatosis dengan scale.
Aktivitas fibroblas dan pembentukan kolagen juga diinhibisi oleh kortikosteroid topikal.4

 Vasokonstriksi

Mekanisme kortikosteroid menyebabkan vasokonstriksi masih belum jelas, namun


dianggap berhubungan dengan inhibisi vasodilator alami seperti histamin, bradikinin, dan
prostaglandin. Steroid topikal menyebabkan kapiler-kapiler di lapisan superfisial dermis
berkonstraksi, sehingga mengurangi edema.3,4

Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.


Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan vasokontriksi pada
kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur kimiawi.
Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam tubuh
mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu.
Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul
hidrokortison banyak mengalami perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang
mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila
yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia
yaitu krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling baik penetrasinya).3,4
4
Indikasi

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk
suatu penyakit kulit. Harus selalu diingat bahwa kortikosteroid bersifat paliatif dan supresif
terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.3

Kortikosteroid topikal direkomendasikan untuk aktivitas anti-inflamasinya pada


penyakit kulit inflamasi, tetapi dapat juga digunakan untuk efek antimitotik dan kapasitasnya
utnuk mengurangi sistesis molekul-molekul connective tissue. Variebel tertentu harus
dipertimbangkan saat mengobati kelainan kulit dengan kortikosteroid topikal. Contohnya
respon penyakit terhadap kortikosteroid topical yang bervariasi. Dalam hal ini, bisa
dibedakan dalam tiga kategori, yaitu sangat responsif, responsif sedang, dan kurang
responsif.4

Tabel 1. Responsivitas Penyakit Kulit terhadap Kortikosteroid Topikal4

Highly Responsive Moderately Responsive Least Responsive

 Psoriasis (intertriginous)  Psoriasis  Palmo-plantar psoriasis

 Atopic dermatitis (children)  Atopic dermatitis (adult)  Psoriasis of nails

 Seborrheic dermatitis  Nummular eczema  Dyshidrotic eczema

 Intertrigo  Primary irritant dermatitis  Lupus erythematous

 Popular urticaria  Pemphigus

 Parapsoriasis  Lichen planus

 Lichen simplex chronicus  Granuloma annulare

 Necrobiosis lipoidica
diabeticum

 Sarcoidosis

 Allergic contact dermatitis,


acute phase

 Insect bites

Anak-anak, terutama bayi, memiliki peningkatan risiko dalam penyerapan


kortikosteroid untuk beberapa alasan. Karena anak-anak dan bayi memiliki rasio lebih tinggi
dalam luas permukaan kulit terhadap berat badan, aplikasi pada daerah yang diberikan
mengakibatkan dosis steroid sistemik yang secara potensial lebih besar. Bayi juga kurang
mampu memetabolisme kortikosteroid poten dengan cepat. Bayi premature terutama
memiliki risiko karena kulitnya lebih tipis dan penetrasi obat topical yang diberikan akan

5
sangat meningkat. Penyerapan kortikosteroid topikal yang berlebihan bisa menekan produksi
kortisol endogen. Akibatnya, penghentian terapi steroid topikal setelah terapi jangka panjang
dapat, walaupun jarang, menyebabkan addisonian crisis. Supresi produksi kortisol yang
kronik juga dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat. Bila terdapat supresi kortisol, maka
anak harus secara perlahan dihentikan pemberian steroidnya untuk mencegah komplikasi ini.4

Pasien usia tua juga memiliki kulit yang tipis, yang memungkinkan peningkatan
penetrasi kortikosteroid topical. Pasien usia tua juga lebih mungkin memiliki pre-existing
atrofi kulit sekunder karena penuaan.4

Dosis

Largo dan Maibach mengobservasi dalam beberapa literature terkini bahwa untuk
kortikosteroid super poten, pemberian satu kali per hari sama manfaatnya dengan pemberian
dua kali per hari. Sama halnya, tidak ada perbedaan atau hanya sedikit perbedaan dengan
pemberian sekali atau dua kali per hari untuk kortikosteroid poten atau poten sedang. Karena
itu, pemberian kortikosteroid topical satu kali per hari lebih dipilih, dapat mengurangi risiko
efek samping, mengurangi biaya pengobatan, dan meningkatkan kepatuhan pasien.4

Sebagai aturan kerja, pemberian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 45
g/minggu untuk kortikosteroid topikal poten atau 100 g/minggu untuk potensi sedang dan
lemah jika absorpsi sistemik dihindari.4

Penyakit-penyakit yang sangat responsif biasanya akan memberikan respon pada


preparat steroid lemah, sedangkan penyakit yang kurang responsif memerlukan steroid
topical potensi menengah atau tinggi. Kortikosteroid topikal potensi lemah digunakan pada
daerah wajah dan intertriginosa. Kortikosteroid sangat poten seringkali diperlukan pada
hiperkeratosis atau dermatosis likenifikasi dan untuk penyakit pada telapak tangan dan kaki.
Kortikosteroid topikal harus dihindari pada kulit dengan ulserasi atau atrofi.3,4

Bentuk potensi tinggi digunakan untuk jangka pendek (2 atau 3 minggu) atau secara
intermiten. Saat control terhadap penyakit sudah dicapai sebagian, penggunaan gabungan
potensi lemah harus dimulai. Pengurangan frekuensi pemakaian (misalnya pemakaian hanya
pada pagi hari, 2 hari sekali, pada akhir pekan) dilakukan ketika control terhadap penyakit
sudah tercapai sebagian. Tetapi penghentian pengobatan tiba-tiba harus dihindari setelah
penggunaan jangka panjang untuk mencegah rebound phenomena.4

Efek Samping

Efek samping dapat terjadi apabila:4,6

1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.


2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan
sangat oklusif.

6
Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dermatitis peroral.4,5,6

Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid menjadi beberapa tigkat,


3,4,6
yaitu:

• Efek Epidermal

Efek ini antara lain:

1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi
dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara
konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini
muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid interakutan.

 Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang
terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya
akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.

• Efek Vaskular

Efek ini termasuk:

1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi


pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi
lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

Kesimpulan

Kortikosteroid topikal adalah obat yang dioleskan di kulit pada tempat tertentu
terutama pada beberapa penyakit dermatosis tertentu. Berdasarkan potensi klinisnya
dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu super poten, potensi tinggi, potensi medium,
dan potensi lemah. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein
dengan menginduksi sintesis protein yang merupakan perantara efek fisiologis steroid.

7
Efek klinis dari kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :
efek anti-inflamasi, anti-proliferasi, immunosupresan, dan vasokontriksi. Efek samping dapat
terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan serta pada
potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif. Dapat dibagi beberapa tingkat
yaitu efek epidermal, dermal, dan vaskular. Efek samping lokal yang dapat terjadi meliputi
atrofi, telangiektasis, striae atrofise, purpura, dermatosis acneformis, hipertrikosis setempat,
hipopigmentasi, dan dermatitis perioral.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Lewis V. Topical Corticosteroid, All NetDoctor. [serial online] 2007 Mei [cited 2010
December 29]. [screen 1–5]. Available from URL :
http://www.netdoctor.co.uk/index.html.

2. Goldfien, A. Adenokortikosteroid dan Antagonis Adrenokortikal. In : Katzung B.G,


editor. Farmakologi Dasar Dan Klinik, Edisi 4. Jakarta : EGC ; 1998. p. 616-32.

3. Jones, J.B. Topical Therapy. In : Burns T, Breathnach S, Cox, N, Griffiths C, editors.


Rook's Textbook of Dermatology. 7th ed. Australia: Blackwell Publishing; 2004.
p75.16-23.

4. Valencia I.C, Kerdel F.A. Topical Corticosteroids. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's dermatology in general
medicine. 7th ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies Inc; 2008.
p. 2102-6.

5. Robertson D.B, Mailbach H.I. Farmakologi Dermatologik. In : Katzung B.G, editor.


Farmakologi Dasar Dan Klinik, Edisi 4. Jakarta : EGC ; 1998. p. 978–81.

6. Nesbitt Jr.L.T. Glucocorticosteroids. In: Bolognia J.L, editor. Dermatology, 2nd ed.
London : Mosby ; 2008. p. 1979 – 83.

9
TUGAS REFRAT

1. Hikmatiar:

a. Berapa lama sebaiknya pemakaian maksimal kortikosteroid topikal?

Jawab: pemakaian kortikosteroid topikal, terutama yang potensi tinggi,


sebaiknya hanya untuk jangka pendek, dalam hal ini tidak lebih dari 2 minggu,
untuk menghindari efek samping yang dapat terjadi.

b. Bagaimana cara mencegah agar tidak terjadi rebound phenomena?

Jawab: Pemberian kortikosteroid topikal jangka panjang tidak boleh


dihentikan secara tiba-tiba karena bisa menyebabkan terjadinya rebound
phenomena. Karena itu, sebelum penghentian pengobatan perlu dilakukan
tappering off dengan beberapa cara. Bila penyakit kulit sudah dapat terkontrol,
kortikosteroid topikal yang diberikan bisa diganti dengan potensi yang lebih
rendah. Dapat juga dilakukan pengurangan frekuensi pemakaian kortikosteroid
topikal, yaitu dari yang semula dipakai setiap hari, dapat dikurangi
pemakaiannya menjadi intermiten. Misalnya dengan pemakaian selang
seminggu, yaitu seminggu ini memakai kortikosteroid topikal dan seminggu
selanjutnya tidak, lalu seminggu berikutnya dipakai lagi, dan seterusnya.
Dapat juga dengan selang sehari, yaitu misalnya hari ini memakai
kortikosteroid topikal, besok tidak memakai, lalu lusa memakai lagi, dan hari
selanjutnya tidak, dan seterusnya.

2. Fitriani Lestari: Apa saja indikasi kortikosteroid topikal?

Jawab: kortikosteroid topikal memiliki beberapa efek kerja, dan pemberian


kortikosteroid topikal diindikasikan berdasarkan efek kerja yang dimilikinya. Efek
kerja kortikosteroid topikal antara lain adalah efek anti-inflamasi, imunosupresif,
antiproliferasi, vasokonstriksi, dan efek anabolik. Contohnya untuk efek anti-
inflamasi bisa dimanfaatkan untuk penyakit kulit dengan eritema. Untuk efek
imunosupresif dapat digunakan utnuk penyakit psoriasis dimana terjadi mitosis yang
berlebihan. Untuk efek vasokonstriksi dapat digunakan untuk urtikaria. Dan untuk
efek anabolik bisa digunakan sebagai anti-pruritus walaupun efeknya minimal.

10

You might also like