You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN

Ketuban Pecah Dini (KPD) atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum inpartu, yang terjadi pada sembarang usia kehamilan, yaitu bila pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (1) Normalnya ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau telah lengkap (akhir kala I atau awal kala II). Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi).(2) Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8-10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungkan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95%. Sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34% dari semua kelahiran prematur. (3) Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Untunglah karena adanya antibiotik spektrum luas maka hal ini dapat ditekan. Sampai saat ini masih banyak pertentangan mengenai penatalaksanaan PROM yang bervariasi dari doing nothing sampai pada yang berlebihan.(1)

BAB II PEMBAHASAN
I. DEFINISI Ketuban Pecah Dini atau premature rupture of the membrane (PROM) mempunyai bermacam-macam batasan/ teori/ definisi. KPD adalah pecahnya ketuban sebelum proses persalinan dimulai, yaitu bila pembukaan serviks pada kala I kurang dari 3 cm pada primipara dan pada multipara kurang dari 5 cm. (1) Jika ketuban pecah dini terjadi sebelum (PPROM).(4) II. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Penyebab dari KPD masih belum diketahui secara pasti.(5) Ada banyak teori mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, infeksi, inkompetensi serviks, gemelli, hidramnion, kehamilan preterm, disporporsi sefalopelvik serta perubahan pada selaput ketuban baik secara biomekanik dan fisiologik. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (65%).(2) Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampi dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kehamilan 37 mg disebut ketuban pecah dini preterm/ Preterm Premature Ruptura of Membranes

kolagenase

jaringan

sehingga

terjadi

depolimerisasi

kolagen

pada

selaputkorion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.(2) Taylor, dkk telah menyelidiki bahwa KPD ada hubungannya dengan halhal sebagai berikut (1) Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, servitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan motilitas rahim. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban) Infeksi (amnionitis atau korioamnitis) Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi Ketuban pecah dini artificial (amniotomi) ialah multipara, malposisi, disporposi, serviks inkompeten, dll dimana ketuban dipecahkan terlalu dini. III. FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisi pada Ketuban Pecah Dini adalah: Kehamilan multiple: kembar dua (50%), kembar tiga (90%).(2,5) Polihidramnion (5) Terdapat riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya Tindakan senggama: tidak berpengaruh terhadap resiko, kecuali Kekurangan vitamin dan mineral, merokok Perdarahan pervaginam: trisemester pertama (resiko 2x),

(resiko 2-4 kali) (2) jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi (2)

trisemester kedua/ketiga (20x) (2) Bakteriuria: resiko 2x (prevalensi 7%) (2,5) pH vagina di atas 4,5: resiko 32% (2)

Serviks tipis/kurang dari 39 mm:resiko 25% (2) Flora vagina abnormal: resiko 2-3x (2) Fibronectin >50 ng/ml (2) Kadar CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) maternal tinggi,

misalnya pada stress psikologis dapat manjadi stimulasi persalinan preterm. (2) IV. DIAGNOSIS (1,2) Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara : A. Gejala Subjektif (1,2) Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih keruh, jernih, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Dapat disertai demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan. Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat haid pasien dan umur kehamilan lebih dari 20 minggu. B. Pemeriksaan Fisik (1,2) Kadang-kadang agak sulit atau meragukan apakah ketuban sudah pecah atau belum, terutama bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil. Pemeriksaan umum: suhu normal kecuali disertai infeksi (suhu 38 C dan dapat disertai takikardi.

Pemeriksaan abdomen: uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi

fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi maupun cakapnya bagian presentasi. Pemeriksaan pelvis (1,2,5) Inspeksi: pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas. Cairan akan berbau jika terinfeksi. Inspekulo: pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazan menjadi biru bila ada cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap stertokokus beta group B, klamidia dan gonorea (pada populasi tertentu). Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolasps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.

Pemeriksaan pH forniks posterior adalah basa Pemeriksaan histopatologis didapatkan air (ketuban) Abrization dan sitologi air ketuban Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan

disebut periode laten = LP = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya. Sedangkan lamanya persalinan lebih pendek dari biasa, yaitu pada primi 10 jam dan multi 6 jam. C. Pemeriksaan penunjang (1,2) merah menjadi biru o Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15000 mungkin ada infeksi. o USG untuk menetukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban. o Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, bunyi jantung janin akan meningkat. o Amniosentesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan janin. V. DIAGNOSIS BANDING (6) Fistula vesiko vaginal pada kehamilan dengan stress inkontinensia VI. PENATALAKSANAAN (1) Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterin, dan populasi pasien. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan tana komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.

o Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus

Upaya untuk menghindari persalinan pada saat ketuban pecah dini dibagi menjadi dua bentuk yang penting (1) nonintervensi atau penanganan menunggu dimana tidak ada tindakan yang dilakukan dan hanya menunggu persalinan spontan dan (2) intervensi yang dapat mencakup terapi kortikosteroid yang diberikan dengan atau tanpa preparat tokolitik untuk persalinan preterm sehingga kortikostreroid mendapatkan cukup waktu guna menginduksi maturitas pulmoner. Penanganan ketuban pecah dini pada kehamilan cukup bulan sering ditujukan untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan janin. Terdapat dua jenis penatalaksanaan, yaitu segera dilakukan terminasi kehamilan dengan konsekuensi meningkatkan resiko seksio sesaria dan penanganan konservatif yaitu diterminasi kehamilan jika terjadi infeksi, yang umumnya meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada ibu dan janin. Beberapa ahli berpendapat bahwa resiko dapat terjadi setiap saat setelah ketuban pecah dan infeksi pada ibu, sehingga atas dasar alasan tersebut mereka lebih memilih penanganan aktif, yaitu melakukan induksi segera setelah diagnosa ketuban pecah dini ditegakkan. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa resiko infeksi baru meningkat secara bermakna setelah periode waktu tertent. Penanganan aktif akan meningkatan persalinan operatif, padahal hampir 90% kasus KPD akan terjadi persalinan spontan dalam waktu 24 jam, sehingga berdasarkan alasan tersebut mereka lebih memilih menunggu terjadinya persalinan spontan. Bila dalam waktu tertentu belum ada tanda persalinan dilakukan induksi persalinan. Penanganan (7) o Rawat rumah sakit o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solutio plasenta o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik: Ampisilin 2 gr IV/6 jam, ditambah dengan gentamisin 5 mg/kgBB IV/ 24 jam

Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotik pasca Jika persalinan dengan seksio sesaria, lanjutkan

persalinan. antibiotik dan berikan metronidazol 500 mg IV/8 jam sampai bebasdemam selama 48 jam. o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu Berikan antibiotik untuk mengurangi

morbiditas ibu dan janin, yaitu Ampisilin 4x500 mg selama 7 hari ditambah dengan eritromisn 250 mg/oral 3 kali perhari selama 7 hari. Berikan kortikostreroid kepada ibu untuk mempebaiki kematangan paru janin. Berikan betametason 12 mg IM dalam 2 dosisi/12 jam atau deksametason 6 mg I.M dalam 4 dosis/6 jam. (jangan berikan kortikosteroid jika ada infeksi) 37 mg. o kehamilan 37 minggu telah pecah >18 jam, berikan antibiotik Jika ketuban untuk profilaksis Jika terdapat infeksi dan Lakukan persalinan pada kehamilan

mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B. Berikan Ampisilin 2 gr IV/ 6 jam atau penisilin G 2 juta unit IV/ 6 jam sampai persalinan, jika tidak ada infeksi paska melahirkan hentikan antibiotik. Nilai seviks. Jika serviks sudah matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Jika belum, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea.

Ketuban Pecah Dini pada kehamilan aterm

Skor pelvic>5

Skor pelvic <5

Ketuban pecah 6-8 jam


Pematangan serviks dengan oksitosin (12 jam) atau prostaglandin Konservatif minimal 48 jam (24 jam sudah mulai dinilai)

Inpartu

Belum inpartu

Partus pervaginam

Induksi oksitosin

Skor pelvic >5 Skor pelvic > 5 Skor pelvic < 5

Skor pelvic <5 Pematangan dengan oksitosin/prostagl andin

Inpartu

Seksio sesaria Belum inpartu

Berhasil

Gagal
Partus pervaginam

Belum inpartu

Inpartu

PV
Berhasil Gagal

Partus pervaginam

Sectio sesaria

Lihat

SC

Partus pervaginam

Seksio sesaria

Tabel 1: Terapi KPD pada kehamilan aterm

Ketuban pecah dini Kehamilan <36 minggu Konservatif

Terdapat tanda-tanda infeksi atau kehamilan mencapai 36 minggu

AKTIF

Kehamilan > 32 minggu

Kehamilan 32-36 minggu

Janin mati

Janin hidup

Janin mati

Janin hidup

Partus pervaginam dengan induksi oksitosin

Partus pervaginam dengan induksi oksitosin

Seksio sesaria setelah diskusi dengan keluarga

Letak memanjang

Letak lintang

Letak memanjang

Letak lintang

Partus pervaginam dengan induksi oksitosin

Partus pervaginam dengan embriotomi

Partus pervaginam dengan induksi oksitosin

Seksio sesaria

Tabel 2: Terapi KPD pada kehamilan belum aterm (<36mg) Menurut Standart Operating Procedure Kebidanan dan Penyakit

Kandungan RSUP Fatmawati: a. Konservatif Dirawat di rumah sakit Bila umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat

selama ketuban masih keluar atau sampai tidak keluar lagi.

10

(Infeksi Intra Partum) b. kehamilan Aktif

Bila sudah > 34 minggu dipertimbangkan untuk Nilai tanda-tanda awal infeksi intrapartum Nilai kesejahteraan janin Pemberian: antibiotika, tokolitik bila ada kontraksi, Pematangan paru: 12 mg dexamethason/3 hari, Terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda IIP Pervaginam: bila kehamilan 30 minggu Sectio sesaria: bila kehamilan 30 minggu

terminasi kehamilan (bergantung pada kemampuan perinatologi)

vit C 1000 mg/ hari, minum banyak 2000 cc/24 jam dapat diulang perminggu

atau TBF 1500 g (berdasarkan USG)

Bila kehamilan 36 minggu dilakukan terminasi Pervaginam: induksi/akselerasi oksitosin dengan

syarat nilai pelvik 5, antibiotik. Beberapa pendapat mengenai pimpinan persalinan dalam KPD antara lain: Bila anak belum viable (kurang dari 36 minggu), penderita dianjurkan beristirahat di tempat tidur dan diberikan antibiotik profilaksis, spasmolitika dan robonsia dengan tujan mengundurkan waktu samapai anak viable. Bila anak sudah viable (lebih dari 36 mingg), lakukan induksi partus 612 jam setelah lag-phase dan berikan antibiotik profilaksis. Pada kasus induksi dengan PGE2 dan atau drips sintosinon gagal, lakukan tindakan operatif. PENENTUAN BERDASARKAN UMUR GESTASI (8)

11

Penentuan berdasarkan umur gestasi menjadi sangat penting dalam pelaksanaan KPD. Bila data dikumpulkan masih membingungkan maka umur gestasi dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG, namun harus tetap diingat bahwa kurangnya cairan amnion dapat mempengaruhi penilaian USG. Pasien dengan umur gestasi >36 minggu (8) Pasien tersebut harus segera dilahirkan pada fase ini mengingat paruparu fetus telah matang. Induksi harus segera dilakukan seksio. Dalam masa menunggu tidak boleh lebih dari 24 jam untuk dilahirkan pervaginam. Dalam penelitian ini tidak menimbulkan terjadinya infeksi maternal dan neonatal. Sebelumnya penting untuk menetukan puncak kepala telah engaged. Bila persalinan tidak maju dalam 24 jam maka pasien harus dilakukan induksi. Pasien dengan umur gestasi 32-36 minggu (8) Komplikasi tersering yang timbul pada pasien masa ini adalah khorioamnitis. Induksi dengan oksitosin harus dilakukan bila serviks telah matang. Namun sayangnya dalam banyak kasus serviks belum matang dan induksi biasanya berakhir dengan seksio. Berdasarkan hasil penelitian bahwa resiko dilakukan induksi dibandingkan bila menunggu/ekspektatif adalah lebih besar. Oleh karena itu lebih baik dilakukan penatalaksanaan menunggu yang dikombinasikan dengan terapi antibiotika. Hal tersebut dapat menurunkan angka mortalitas perinatal, morbiditas infeksi neonatal dan insiden HMD (Hyalin Membran Disease). Antibiotika yang dipergunakan ampicillin sulbactam 2x1,5 gr i.v per 6 jam. Ada sumber lain mengatakan, jika pasien telah mencapai usia kehamilan 32-35 minggu dan mengalami ketuban pecah dini, tanpa diketahui mengenai kematangan paru janin, persalinan bisa dilakukan dengan disertai adanya fasilitas NICU yang lengkap untuk menangani komplikasi bayi prematur yang mungkin terjadi. Pasien dengan umur gestasi 26-32 minggu (8) Resiko yang predominan pada umur gestasi ini adalah HMD. Penggunaan glukokortikoid dan memperpanjang masa laten sangat bermanfaat pada umur

12

gestasi ini dengan syarat tidak terdapatnya tanda-tanda amnionitis. Maksud dari memperpanjang masa laten adalah untuk memetangkan paru-paru fetus. Pemeberian preparat tokolitik tidak terlalu bermanfaat dalam memperpanjang masa laten pasien KPD namun dapat berguna pada pasien yang berkontraksi yang mungkin menjelang persalinan dan belum manfaat dari glukokortikoid untuk pematangan paru. KPD pada pasien dengan masa gestasi ini harus segera dirawat di rumah sakit dan bed rest. Fetus harus selalu dimonitor setiap hari untuk menghindari timbulnya infeksi diberikan pematangan paru dengan betamethason (Celestone) 12 mg oral perhari terbagi menjadi 2 dosis selama 24 jam, dan ampisilin 1 gr i.v per 6 jam. Terbutalin 2,5-5 mg oral per 6 jam atau diganti dengan nifedipin 10 mg oral per 4-6 jam. Sangat tidak perlu dan berbahaya bila terdapat tanda-tanda infekasi, tanda-tanda dimulainya persalinan atau bila terdapat tanda-tanda fetal distress. Persalinan sangat tergantung dari kematangan serviks. Bila serviks matang, kepala telah masuk ke dalam rongga pelvis dan persalinan cepat dapat diantisipasi maka diharapkan persalinan secara pervaginam. Kalo serviks tidak matang lebih baik lakukan seksio. KOMPLIKASI (1,2) 1. Terhadap janin, walaupun ibu belum menunjukan tanda-tanda infeksi, janin mungkin sudah terkena infeksi. Infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal. Perhatikan juga fungsi organ bayi terutama paru. Komplikasi berupa asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin. 2. Terhadap ibu, karena jalan telah terbuka, maka infeksi intrapartal dapat terjadi, apalagi sering periksa dalam. Selain itu dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemia serta dry labor. Hal ini akan meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu.

13

BAB IV IKHTISAR KASUS

I. Identitas
Pasien Nama Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Suku / Bangsa Alamat Tanggal Masuk RSF No. RM : : : : : : : : : : Suami pasien Nn. R Tn. I Perempuan Laki-laki 26 Tahun 30 tahun SMU SMU IRT wiraswasta Islam Islam Jawa / Indonesia Jawa Jl. Keramat I RT/RW 09/01 Pd. Pinang Jak-sel 27 Desember 2007 824044

II. Anamnesis
Autoanamnesis : 28 Desember 2007 jam 22.00 WIB a. Keluhan Utama Dirujuk bidan dengan keterangan G1P0A0 H 39 mg, keluar air-air dari kemaluan sejak 21 jam SMRS dan partus tidak maju. b. Riwayat penyakit sekarang Pasien dirujuk bidan dengan G1P0A0 H 39 mg keluar air-air dari kemaluan sejak 21 jam SMRS dan partus tidak maju. Air berwarna jernih, tidak berbau, tidak berdarah, jumlahnya setengah gelas, merembes tidak dapat ditahan. Pasien mengaku hamil 9 bulan dan mengatakan tidak ada rasa mules dan lendir darah (+). Pasien merasakan gerak janin. Tidak ada rasa nyeri saat janin bergerak. Tidak ada demam, tidak ada keputihan, tidak ada sakit pada daerah kemaluan, tidak ada mual muntah, tidak ada sakit kepala. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien tidak berhubungan intim dalam beberapa hari sebelum

14

keluhan. Riwayat trauma disangkal. ANC di bidan teratur dan dikatakan normal selama kehamilan.

c. Menarche : 11 tahun d. tahun e. 1. Ini f. Tidak ada g. disangkal pasien h. i. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Menstruasi Banyaknya : 2 pembalut Lama Haid : 7 hari : tidak ada Siklus : 28 hari, teratur TP: 02-01Disminorhea

HPHT : 25-03-2007 2008 Status Pernikahan

Status menikah, perkawinan 1x, menikah tahun 2005, pada umur 24 Riwayat Kehamilan Riwayat Keluarga Berencana Riwayat penyakit sistemik

Penyakit kencing manis, penyakit ginjal, jantung, hipertensi, dan asma Riwayat Penyakit Dahulu

Myoma uteri (-), kista ovarium (-), trauma (-) Hipertensi, kencing manis, penyakit jantung dan asma disangkal pasien. j. Riwayat Kebiasaan Psikososial Pasien tidak merokok, minum alkohol, narkotika dan jamu.

15

Pemeriksaaan Fisik
A. N Status Generalis : Keadaan umum / kesadaran sedang / composmentis. Tanda Vital : S TD : 120 / 90 mmHg : 36,8 oC RR :20 x/mnt : 82 x/mnt : sakit

Sebelum hamil: 60 kg BB hamil: 75 kg Kepala Mata THT Leher Thorax : Normocephali, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut. : Pupil bulat isokor, CA -/- , SI -/: dalam batas normal : KGB tidak teraba. : Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo : SN vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Abdomer : lihat st ginekologikus Anogenital : lihat st ginekologikus Extremitas : akral hangat, oedem -/B. Status obstetrik Abdomen Inspeksi Palpasi LI: TFU 33 cm, teraba bagian bulat, lunak, tidak melenting LII: kanan : teraba 1 bagian besar, keras seperti papan kiri LIV: 5/5 : teraba bagian-bagian kecil janin : perut membuncit, membesar arah memanjang Striae gravidarum (-)

LIII: teraba 1 bagian besar, bulat, keras dan melenting

16

His: (-),Gerak janin (+), TBJ: 3200 gr Auskultasi : 1 punctum maksimum di 3 cm kanan dan 2 cm bawah dari pusat, DJJ 133 dpm, teratur Anogenital Inspeksi : Vulva/ uretra tenang, perdarahan (-), edema (-), varises(-) Io VT : portio licin, ostium tertutup, air ketuban merembes sedikit dan jernih, fluor (-), fluxus (-) : portio lunak, axial, tebal 3 cm, pembukaan 2 cm, selaput ketuban (-), kepala di H I Pemeriksaan Penunjang A. Laboratorium Darah Hb/Ht/L/Tr GDS Gol Darah BT/CT Urinalisa Warna Kejernihan Berat jenis pH Sedimen : kuning : jernih : 1015 :6 : sel epitel: + Leukosit: + 1-2/LPB Eritrosit: 0-1/LPB Silinder:Kristal:Protein :: 13/40/15 800/186 000 : 95 : B/+ : 2/4

17

Keton Darah Bilirubin Urobilinogen Nitrit Urobilin

:::: 0,1 ::+

USG Tampak janin presentasi kepala tunggal hidup, intrauterine DBP: 96 mm, AC 345 mm, FL 76 mm, ICA: 6, HC: 330, TBJ: 3312 gr, Plasenta di korpus belakang Kesan: hamil aterm, air ketuban berkurang, Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup V. Resume Pasien dirujuk bidan dengan G1P0A0 H 39 mg keluar air-air dari kemaluan sejak 21 jam SMRS dan partus tidak maju. Jumlahnya sedikit, merembes tidak dapat ditahan. Lendir darah (+). Pasien mengaku hamil 9 bulan. Pasien merasakan gerak janin. ANC di bidan teratur dan dikatakan normal selama kehamilan. HPHT : 25-03-2007 TP: 02-01-2008 KU/Kes : sakit sedang/ compos mentis TD : 120 / 70 mmHg RR : 20 x/mnt N : 82 x/mnt S : 36,8 oC St. Generalis : dbN Status obstetrik Abdomen Inspeksi : perut membuncit, membesar arah memanjang

18

Striae gravidarum (-) Palpasi LI: TFU 33 cm, teraba bagian bulat, lunak, tidak melenting LII: kanan : teraba 1 bagian besar, keras seperti papan kiri LIV: 5/5 His: (-), Gerak janin (+), TBJ: 3200 gr Auskultasi : 1 punctum maksimum di 3 cm kanan dan 2 cm bawah dari pusat, DJJ 133 dpm, teratur Anogenital Inspeksi : Vulva/ uretra tenang, perdarahan (-), edema (-), varises(-) Io VT VI. Diagnosis Ibu: G1P0A0 H39 minggu lebih 5 hari, Ketuban berkurang e.c ketuban pecah dini 21 jam, PK I laten Janin: Presentasi kepala Tunggal hidup, intrauterine Rd/: - CTG - Observasi tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan tiap jam, suhu tiap 4 jam - Observasi tanda khusus: his, DJJ, PPV, TTRUI, TTK II - Observasi tanda kompresi tali pusat Rth/: - bedrest - Infus okstosin 5 IU/ 500 cc RL 8 tts/mnt VIII. Penatalaksanaan : portio licin, ostium tertutup, air ketuban merembes sedikit dan jernih, fluor (-), fluxus (-) : portio lunak, axial, tebal 3 cm, pembukaan 2 cm, selaput ketuban (-), kepala di H I : teraba bagian-bagian kecil janin

LIII: teraba 1 bagian besar, bulat, keras dan melenting

19

- Antibiotik: Ampisillin 4x1 gr IX. Prognosis : Ibu Janin Tanggal 28/12/2007 Pk. 22.30 terpasang infus oksitosin 5 IU/500 cc RL 8 tetes/menit. Naikkan setiap setengah jam 4 tts/permenit sampai tercapai his yang adekuat. Tanggal 29-12-2007 pk. 00.05 S : mules-mules (+), gerakan janin (+) O : TD: 110/70 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36,8, RR: 18x/mnt St.gen: dbn St.obs: djj: 140 bpm, his 2x/ 10/30 A : ibu: G1P0A0 hamil 39 mg 5 hari, ketuban pecah dini 24 jam, PK I laten Anak : JPKTH, intrauterina P : Observasi tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan tiap jam, suhu tiap 4 jam Observasi tanda khusus: his, DJJ, PPV, TTRUI, TTK II Titrasi oksitosin sampai his adekuat Nilai ulang 2 jam lagi Tanggal 29-12-2007 pk. 02.05 S : mules-mules (+), gerakan janin (+) O : TD: 120/70 mmHg, N: 92x/mnt, S: 36,9, RR: 20x/mnt St.gen: dbn St.obs: His (+) 3x/10/35 SRB, djj: 148 dpm Vagina dan uretra tenang VT: portio lunak, axial, pembukaan 8 cm, kepala di H III : Dubia : Dubia

20

A : ibu: G1P0A0 hamil 39 mg, ketuban pecah dini 25 jam, PK I aktif Anak : JPKTH, intrauterina P : Observasi tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan tiap jam, suhu tiap 4 jam Observasi tanda khusus: his, DJJ, PPV, TTRUI, TTK II Rencana partus pervaginam

Tanggal 29-12-2007 pk. 03.00 S O : pasien ingin meneran dan ingin buang air besar, gerak janin (+) : TD: 120/80 mmHg, N: 96x/mnt, S: 36,9, RR: 20x/mnt St.gen: dbn St.Obs: his (+) 4x/10/40, KRB, djj:152 dpm VT: pembukaan lengkap, kepala H III-IV, UUK depan A P : PK II : Pimpin meneran saat his

Tanggal 29-12-2007 pk. 03.20 Lahir spontan bayi laki-laki, 3400 gr, PB: 50 cm, AS 8/9, air ketuban sedikit jernih Dilakukan tarikan tali pusat Tanggal 29-12-2007 jam 03.40 Lahir spontan plasenta lengkap 500 gr, ukuran 14x12x3 cm, panjang tali pusat 50 cm, insersi sentral Pada eksplorasi didapatkan rupture perineum grade II perineorafi Perdarahan kala III-IV 200 cc Pemantauan 2 jam post partum

21

Pukul 03.40 03.55 04.10 04.25 04.40 04.55 O5.10

Tekanan darah 130/80 mmHg 130/80 mmHg 120/80 mmHg 120/80 mmHg 120/80 mmHg 120/80 mmHg 120/80 mmHg

Frekuensi Nadi TFU 88x/mnt 84x/mnt 84x/mnt 84x/mnt 80x/mnt 84x/mnt 84x/mnt 1 jbpst 2 jbpst 2 jbpst 2 jbpst 2 jbpst 2 jbpst 2 jbpst

Kontraksi baik baik baik baik baik baik baik

Perdarahan -

Tanggal 29-12-2007 Pk 07.10 S: mules-mules (+), perdarahan (-) O: TD: 120/80 mmHg, N: 84x/mnt, S: 36,9, RR: 20x/mnt St.gen: dbn St. Obs: Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan (-) I: V/U tenang A: P1 post partus spontan 2 jam yang lalu, hemodinamik stabil P: Observasi TNSP, kontraksi dan perdarahan Mobilisasi aktif 1x24 jam Diet TKTP Motivasi ASI Th: Amoxcillin 3x500 mg Asam Mefenamat 3x500 mg Rawat ruangan Tanggal 30-12-2007 Pk 07.00 S: keluhan (-), BAK normal O: TD: 120/80 mmHg, N: 84x/mnt, S: 36,8, RR: 20x/mnt St.gen: dbn

22

St. Obs: Tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan (-) I: V/U tenang A: P1 NH1 post partus spontan, hemodinamik stabil P: Higiene vulva dan perineum Diet TKTP Motivasi ASI Th: Amoxcillin 3x500 mg Asam Mefenamat 3x500 mg Boleh pulang

BAB IV ANALISA KASUS


Pada presentasi kasus di atas, didapatkan diagnosa G1P0A0 H 39 mg. ketuban Pecah Dini 21 jam. Diagnosa Diagnosa Ketuban Pecah Dini (KPD) pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan adanya keluhan keluar air-air melalui vagina sejak 21 jam yang lalu, air berwarna jernih, tidak berbau, tidak berdarah, jumlahnya sedikit, merembes tidak dapat ditahan. Tidak ada rasa mules, tidak ada lendir darah dan tidak ada demam. Tidak ada rasa nyeri pada saat janin bergerak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan satus generalis dalam batas normal. Dari statu obstetrik tidak didapatkan adanya his, dari pemeriksaan dengan inspekulo terlihat air ketuban merembes sedikit dan jernih, ostium tertutup. Pemeriksaan dalam didapatkan portio lunal, axial, tebal 3 cm, pembukaan 2 cm, selaput ketuban (-), kepala di H I.

23

Dari pemeriksaan penunjang, yaitu USG didapatkan ICA 5, maka didapatkan kesan air ketuban berkurang. Berdasarkan teori, KPD adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu atau pecahnya ketuban sebelum pembukaan serviks pada kala I kurang dari 3 cm pada primipara dan kurang dari 5 cm pada multipara. Pada pasien ini didapatkan primipara dengan riwayat sesuai kriteria di atas yaitu: keluar air-air yang tidak dapat ditahan yang sudah berlangsung selama 21 jam sedangkan serviks baru terbuka 2 cm. Gerak janin masih dirasakan penting untuk ditanyakan guna menilai keadaan janin secara subjektif. Tidak adanya mules dan tidak ada lendir darah pada pasien ini berarti pasien belum inpartu. Dikatakan inpartu apabila terdapatnya his yang adekuat dan adanya pembukaan/ penipisan serviks. Pemeriksaan status generalis dalam batas normal dan pada pasien ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi seperti demam dan takikardi. Pada inspeksi dan inspekulo biasanya ditemukan adanya cairan ketuban pada vagina. Pada pasien ini ditemukan air ketuban air ketuban sedikit merembes dari ostium uretra eksternum pada pemeriksaaan inspekulo, sehingga sudah jelas asal cairan dari ostium uteri eksternum yang merupakan cairan amnion. Pada VT juga didapatkan selaput ketuban (-). Faktor predisposisi Sebagian kasus KPD berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan genitalia (65%). Namun pada pasien ini tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi baik dari hasil pemeriksaan fisik maupun dari hasil pemeriksaan laboratorium. Faktor pradisposisi lain seperti tindakan senggama disangkal oleh pasien. Pasien juga tidak memiliki riwayat perdarahan antepartum, keputihan (-), kebiasaan buruk seperti merokok dan kurang gizi juaga tidak ada. Pemeriksaan ANC di bidan dikatakan tidak ada kelainan. Faktor predisposisi terjadinya KPD pada pasien ini tidak begitu jelas. Penatalaksanaan

24

Pasien merupakan primigravida dengan usia kehamilan 39 minggu (HPHT), aterm (menurut USG) dan pada saat datang ketuban sudah pecah selama 21 jam dan belum ada tanda-tanda inpartu, dan hasil pemeriksaan USG didapatkan kesan air ketuban pasien sudah berkurang (ICA 5). Berdasarkan kepustakaan, pada KPD dengan usia kehamilan 37 minggu dan ketuban pecah > 18 jam maka dilakukan terminasi kehamilan, Skor pemberian antibiotik sebagai profilaksis terjadinya infeksi akibat KPD. berhasil maka direncanakan partus pervaginam Pada follow up selanjutnya (1 hari post partum) pasien dalam keadaan baik, antibiotik peroral (amoxicillin 3x500mg) dan asam mefenamat 3x500mg sebagai analgetik untuk post perineorafi.

pelvik 5 tetapi belum inpartu maka dilakukan induksi oksitosin. Induksi oksitosin

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN Penyebab dari KPD masih belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor predisposisi pada pasien dengan Ketuban Pecah Dini adalah: adanya kehamilan multiple, riwayat persalinan sebelumnya, terdapat riwayat ketuban pecah dini, tindakan senggama dengan higiene buruk, kekurangan vitamin dan mineral, merokok, perdarahan pervaginam pada trisemester I, II, III, bakteriuria, ph vagina di atas 4, Fibronectin >50 ng/ml, serviks tipis, flora vagina abnormal kadar CRH. Faktor predisposisi pada kasus ini dapat diketahui karena tidak ditemukan tandatanda infeksi maupun faktor predisposisi lainnya. Pada kasus ini, didapatkan selaput ketuban (-), pada pemeriksaan anogenital dan ICA yang berkurang pada hasil USG, maka diambil sikap terminasi kehamilan mengingat usia kehamilan aterm dengan air ketuban yang berkurang.

25

Pada penatalaksanaan KPD dengan kehamilan aterm dan pelviks score 5 maka dan belum inpartu maka dilakukan induksi oksitosin juga direncanakan partus pervaginam. SARAN Pasien disarankan jika kehamilan berikutnya terdapat tanda-tanda ketuban pecah, maka harus segera berobat ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut, karena KPD dengan atau tanpa komplikasi harus segera dirawat di rumah sakit. Pada pemeriksaan antenatal harus teratur dan ketuban pecah dini. terus diawasi untuk mencegah adanya faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan terjadinya

DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar R. Ketuban Pecah Dini. Sinopsis Obstetri, Jilid I, Cetakan I, EGC, Jakarta, 1998: 255-258 2. http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt11.html 3. http://medlinux.blogspot.com/2007/11/ketuban-pecah-dini.html 4. http://www.emedicine.com/med/topic3246.htm. 5. http://www.ahealthyme.com/topic/topic100587340. 6. Saifuddin AB, Wikjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Ketuban Pecah Dini, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-POGI, Jakarta, 2002, hal M112-115 7. Standart Oprating Procedure Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Fatmawati No. HK.00.07.1.358. Ketuban Pecah Dini, Agustus 2002

26

8. Cunningham FG, et al. Common Complications of Pregnancy. Williams Obstetrics, 21st ed, Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange, Connecticut, 2001: 704-708

27

You might also like