You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Kurang gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di Negaranegara berkembang dan merupakan factor dasar. Perbaikan keadaan gizi penting untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil, menurunkan angka kematian bayi dan balita, meningkatkan kemampuan tumbuh kembang fisik, mental dan sosial anak, dan untuk meningkatkan produktifitas kerja serta prestasi akademik. Oleh karena itu keadaan gizi merupakan salah satu ukuran penting dari kualitas sumber daya manusia. Upaya perbaikan gizi telah lama dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, melalui Departemen Kesehatan, sejak Pelita I sampai dengan Pelita VI. Upaya ini terutama diarahkan untuk menanggulangi 4 (empat) masalah gizi utama di Indonesia, yaitu : Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi dan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI). Khusus mengenai KEP, pada Repelita VI pemerintah bersama masyarakat berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40 % menjadi 30 %. Sasaran ini merupakan bukti komitmen nyata bangsa Indonesia terhadap Konvensi mengenai Hak-hak Anak tahun 1989, yang pada tahun 1997 diratifikasi oleh 191 negara anggota WHO. Dalam konvensi ini hak anak untuk mendapatkan kecukupan gizi memperoleh pengakuan penuh, dan kecukupan ini harus diperhatikan sejak dini, bahkan sejak pembuahan agar bayi bisa berkembang secara sehat dan optimal. Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negaranegara sedang berkembang. Bentuk KEP berat memberi gambaran klinis yang khas, misalnya bentuk kwashiorkor, bentuk marasmus atau bentuk campuran kwashiorkor marasmus. Pada kenyataannya sebagian besar penyakit KEP terdapat dalam bentuk ringan. Gejala penyakit KEP ringan ini tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih rendah jika dibandingkan dengan anak seumurnya. Berdasarkan hasil penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia, Tarwotjo, dkk (1978), memperkirakan bahwa 30 % atau

9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi kurang, sedangkan 3 % atau 0,9 juta anakanak balita menderita gizi buruk. Berbagai upaya perbaikan gizi yang selama ini dilakukan telah mampu menurunkan prevalensi KEP. Data Susenas tahun 1989, 1992, 1995 dan 1998 menunjukkan penurunan prevalensi KEP total dari 47,8% pada tahun 1989 menjadi 41,7% (1992), 35,0% (1995) dan 33,4% pada tahun 1998. Distribusi frekuensi KEP menurut wilayah sangat bervariasi. Beberapa propinsi mempunyai angka KEP relatif rendah yaitu di bawah 30% (target Repelita VI), sementara di beberapa propinsi lain masih tinggi. Namun krisis ekonomi berkepanjangan yang dimulai sejak pertengahan tahun 1997 menimbulkan berbagai dampak, termasuk terhadap derajat kesehatan dan keadaan gizi masyarakat berupa antara lain peningkatan jumlah penderita KEP yang ditandai dengan ditemukannya penderita gizi buruk yang selama 10 tahun terakhir sudah jarang ditemui. B. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan Kurang Energi Protein (KEP)? 2. Bagaimana epidemiolgi KEP? 3. Bagaimana cara mencegah terjadinya KEP? 4. Bagaimana cara penanganan kasus KEP? 5. Apa indicator KEP?

C. TUJUAN Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tentang Kurang Energi Protein (KEP). 2. Untuk mengetahui epidemiologi kejadian KEP. 3. Untuk mengetahui pencegahan KEP. 4. Untuk mengetahui cara penanaganan KEP. 5. Untuk mengetahui indicator KEP.
2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) merupakan suatau keadaan yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak mencapai angka kecukupan gizi dan telah berlangsung lama. KEP umumnya disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro).

B. Epidemiologi
1. Faktor Determinan

Ada berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya KEP. Sebagaimana yang diungkapkan dalam Amry (2003), penyebab KEP dibagi menjadi dua yaitu penyebab langsung dan tidak lansung. Adapun penyebab langsung meliputi, asupan makanan dan penyakit

infeksi. Sedangkan, penyebab tidak langsung meliputi, tingkat ketahanan pangan, pola pengasuhan anak yang kurang baik, pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan lingkungan perumahan yang tidak memadai. a. Penyebab langsung. Asupan makanan. Asupan makanan sangat mempengaruhi status gizi seseorang. Status gizi adalah kondisi tubuh sebagai akibat penyerapan zat-zat gizi esensial. Status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan zat gizi dengan kebutuhan tubuh, yang diwujudkan dalam bentuk variabel tertentu. Ketidakseimbangan (kelebihan atau kekurangan) antara zat gizi dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh manusia. Dalam hal ini, asupan gizi yang kurang akan menyebabkan kurang energy protein (KEP). Penyakit infeksi. Seseorang yang terkena penyakit infeksi akan menggalami gangguan gizi. Hal ini dikarenakan penyakit infeksi dapat mengganggu metabolisme, yang selanjutnya menyebabkan ketidakseimbangan hormon dan mengganggu fungsi imunitas.
3

b. Penyebab tidak langsung. Tingkat ketahanan pangan. Pendapatan rumah tangga merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumsi makan keluarga. Pendapatan yang rendah akan menyebabkan daya beli pangan yang rendah pula. Hal ini berarti keluarga dengan pendapatan rendah akan sulit memenuhi kebutuhan gizinya, yang selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya KEP. Pola pengasuhan anak yang kurang baik. Pola pengasuhan anak dapat berupa pengetahuan, sikap, praktik ibu, dan cara memberi makan. Anak yang diasuh oleh ibu dengan pengetahuan yang tidak baik mengenai pemberian makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tentu akan rentan mengalami kurang energy protein. Sikap ibu dalam menyuruh anak makan, memperhatikan nafsu makan anak, waktu pemberian makan dan hubungan yang baik selama member makan sangat mempengaruhi asupan gizi anak. Pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Pelayanan kesehatan yang tidak berjalan dengan baik akan berpengaruh terhadap status kesehatan anak. Sebagai contoh, seorang anak yang tidak mendapatkan imunisasi yang lengkap akan rentan terkena penyakit infeksi. Dimana kita ketahui penyakit infeksi tersebut merupakan salah satu factor penyebab langsung terjadinya KEP. Lingkungan perumahan yang tidak memadai. Keadaan rumah merupakan salah satu factor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan. Rumah yang lembab, tidak memiliki fasilitas air bersih, dan system pembuangan sampah serta kotoran manusia yang tidak terjamin akan menyebabkan lingkungan yang tidak sehat. Hal ini memungkinkan terjadinya berbagai penyakit yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan.

Sedangkan menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Primer a) Susunan makanan yang salah b) Penyedia makanan yang kurang baik c) Kemiskinan d) Ketidaktahuan tentang nutrisi e) Kebiasan makan yang salah. 2. Sekunder a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan struktur saluran). b) Gangguan psikologis.

C. Pencegahan KEP Penanganan KEP merupakan hal yang sangat penting, khususnya pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Pencegahan KEP hendaknya meliputi faktor secara konsisten, karena penyebabnya yang multifaktor dan saling terkait sinergis secara klinis maupun lingkungannya. Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi KEP :
1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare, melalui : a. Perbaikan : sanitasi, personal, lingkungan, terutama makanan dan peralatan. b. Pendidikan : dasar, kesehatan, gizi. c. Program imunisasi. 2. Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare diwilayah yang sanitasi

lingkungannya belum baik.


3. Deteksi dini dan menejemen awal / ringan a. Memonitor tumbang dan status gizi balita secara kontinu. b. Perhatikan khusus faktor resiko tinggi yang akan berpengaruh terhadap

kelangsungan status gizi (kemiskinan, ketidaktahuan penyakit infeksi).


4. Memelihara status gizi. a. Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan

melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula,


5

b. Setelah lahir segera diberi ASI ekslusif sampai 4 bulan, c. Pemberian makanan tambahan (pendamping) ASI mulai usia 4 bulan secara

bertahap,
d. Memperpanjang masa menyusui selama mungkin selama bayi menghendaki

(maksimal 2 tahun).

D. Penanganan KEP Kegiatan penanganan KEP balita meliputi :


1. Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan penentuan ulang status gizi balita

berdasarkan berat badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada saat itu .Cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat badannya dengan menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur dan hasil pengukuran BB tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar antropometri.
2. Kegiatan penanganan KEP balita meliputi program PMT balita adalah

program intervensi bagi balita yang menderita KEP yang ditujukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita agar meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya, asuhan kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/ paket pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka pendek. Suplementasi gizi meliputi : pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU); kapsul minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan 1kali dalam setahun.
6

Secara khusus, penanganan KEP pada balita dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahan KEP. Balita KEP ringan ditangani dengan memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun. Balita KEP sedang yang dirawat jalan diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan dipantau terus berat badannya, sedangkan penderita KEP rawat inap diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya. Balita KEP berat harus dirawat inap dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya. E. Indikator KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu: KEP ringan, bila berat badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHONCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS. KEP sedang, bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHONCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS. KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHONCHS.

You might also like