You are on page 1of 13

Anatomi dan FisioIogi Periode Post Partum

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Abdul Bari. S, dkk, 2002)

Pembagian Masa Nifas
Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan
berjalan-jalan.

Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis
yang lamanya 6 8 minggu.

Remote puerperium, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi.


A. uterus

1. Proses invoIusi
proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan disebut involusi. proses ini dimulai segera
setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti
sebelum hamil. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama
postpartum adalah sebagai berikut:
nvolusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat
Uterus
Diameter
Uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari (minggu
1)
Pertengahan pusat
dan simpisis
500 gram 7,5 cm
14 hari (minggu
2)
Tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm



A. Dibawah ini dapat dilihat perubahan tinggi fundus uteri pada
masa nifas.












Gambar. Tinggi fundus uteri pada masa nifas

Peningkatan kadar estrogen dan progesterone bertanggung
jawab untuk pertumbuhan massif uterus selama masa hamil.
Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hyperplasia ,
eningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi, pemesaran sel-sel
yang sudah ada. Pada masa postpartum penurunan kadar
hormone-hormon ini menyebabkan terjadinya autolysis, perusakan
secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel
tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. nilah
penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
Subinvolusi ialah kegagalan uterus untuk kembali pada
keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering
ialah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi..

. Kontraksi uterus
ntensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostsis
postpartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah dan membantu homeostasis. Selama 1-2 jam
pertama intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi
tidak teratur.

3. Afterpain
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus
pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang
periodic sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang
bertahan sepanjang awal masa puerperium.

4. InvoIusi PIasenta
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka
yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah
plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-
2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.
Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan
post partum bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti
pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta
selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini
berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini
mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi
plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan
lochea.

B. Perubahan Ligamen
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali
seperti sedia kala. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca
melahirkan antara lain: ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen, fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.

C. Perubahan pada Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,
terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus
uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga
perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin.
Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih
dapat dimasukan 23 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja
yang dapat masuk.
Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan
serviks dapat sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium
eksternum tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya
ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-
robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.
Lokia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan
keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah
dan desidua inilah yang dinamakan lokia.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme
berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak
terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap
wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta,
serosa dan alba. Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat
sebagai berikut:
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah
kehitaman
Terdiri dari sel desidua,
verniks caseosa, rambut
lanugo, sisa mekoneum dan
sisa darah
Sanguilenta 3-7 hari Putih
bercampur
merah
Sisa darah bercampur lendir
Serosa 7-14
hari
Kekuningan/
kecoklatan
Lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri
dari leukosit dan robekan
laserasi plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput
lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati.
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum
dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat
pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam
posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri.
Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.

D. Perubahan Pada VuIva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan
kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul
kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil
dan dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae
mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan
selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan
pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat
perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi
secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi
tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat
mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina
hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir
puerperium dengan latihan harian.

E. Payudara

Perubahan pada payudara dapat meliputi :
O Penurunan kadar progesteron secara cepat dengan peningkatan
hormon prolaktin setelah persalinan.
O Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi Asi terjadi pada
hari ke-2 atau hari ke-3 setelah persalinan.
O Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya
proses laktasi


F. Sistem Perkemihan
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid
tinggi yang berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu
sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun
sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal
kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12
36 jam sesudah melahirkan
Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:
O emostatis internaI.
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan
70% dari cairan tubuh terletak di dalam sel-sel, yang disebut
dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi dalam
plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut
cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan
tubuh antara lain edema dan dehidrasi. Edema adalah
tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan
keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan
cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran
berlebihan dan tidak diganti.
O Keseimbangan asam basa tubuh.
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh
adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan jika PH < 7,35
disebut asidosis.
O PengeIuaran sisa metaboIisme, racun dan zat toksin ginjaI.
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein
yang mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan
kreatinin.
bu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak
mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun
demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum,
antara lain:
1. Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga
terjadi retensi urin.
2. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang
teretansi dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
3. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan
spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga
menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan
hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.
Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa
pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama
hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa
hamil (reversal of the water metabolisme of pregnancy).
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia
urine pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70%
lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan
Sectio Caesar. Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita
inkontinensia (biasanya stres inkontinensia) yang kadang-kadang
menetap sampai beberapa minggu pasca persalinan. Untuk
mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan
pada otot dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu
4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya
segera dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian
keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan
kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan
ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang
dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter
dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.

. Sistem astrointestinaI

Seringkali diperlukan waktu 3 4 hari sebelum faal usus
kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah
melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan
selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian
bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema.
Rasa sakit didaerah perineum dapat menghalangi keinginan ke
belakang.
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol
darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca
melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun
demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali
normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem
pencernaan, antara lain:
O afsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga
diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu
makan diperlukan waktu 34 hari sebelum faal usus kembali
normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan,
asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau
dua hari.
O MotiIitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus
dan motilitas ke keadaan normal.
O Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini
disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan
dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema
sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun
laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas
membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara
lain:
1. Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
2. Pemberian cairan yang cukup.
3. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
4. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
5. Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah
atau obat yang lain


. Sistem KardiovaskuIer

Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan
pembuluh darah uterin, meningkat selama kehamilan. Diuresis
terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang dengan
cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali.
Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya
masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak banyak
mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran
bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin.
Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang
melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut
selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama
persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-
400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan persalinan seksio
sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari
volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam,
hemokonsentrasi akan naik dan pada persalinan seksio sesarea,
hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6
minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba.
Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan
menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia.
Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali
seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga
sampai kelima post patum.

I. Sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat
perubahan pada sistem endokrin. Hormon-hormon yang berperan
pada proses tersebut, antara lain:

O Hormon plasenta.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang
diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat
pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta (human placental
lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa
nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan
cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post
partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post
partum.
O Hormon pituitary.
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH.
Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita
tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang
produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi
folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi
terjadi.
O Hipotalamik pituitary ovarium.
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya
mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun
yang tidak menyusui. Pada wanita manyusui mendapatkan
menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan
45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada
wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi
berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah
24 minggu.
O Hormon oksitosin.
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang,
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap
ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan
plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. sapan bayi dapat merangsang produksi AS dan
sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.
O Hormon estrogen dan progesteron.
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan
vulva serta vagina.

J. Sistem muskuIoskeIetaI

Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat
umur kehamilan semakin bertambah. Adaptasi muskuloskelatal ini
mencakup: peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat
pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian,
pada saat post partum sistem muskuloskeletal akan berangsur-
angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah
melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan
mempercepat involusi uteri.
Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas, meliputi:
O inding perut dan peritoneum.
Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan
pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi
diastasis dari otot-otot rectus abdominis, sehingga sebagian dari
dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia
tipis dan kulit.
O KuIit abdomen.
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar
dan mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding
abdomen dapat kembali normal kembali dalam beberapa minggu
pasca melahirkan dengan latihan post natal.
O Striae.
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada
dinding abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat
menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang
samar. Tingkat diastasis muskulus rektus abdominis pada ibu post
partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan
jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama
pengembalian tonus otot menjadi normal.


O Perubahan Iigamen.
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia
yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur
menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum
rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus
menjadi retrofleksi.
O Simpisis pubis.
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini
dapat menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan
simpisis pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai
peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu
berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat
menghilang setelah beberapa minggu atau bulan pasca
melahirkan, bahkan ada yang menetap.
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca
partum antara lain:
O yeri punggung bawah.
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang
yang sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural
pada sistem muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri
punggung sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan
perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi istirahat, dan
aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri
elektroterapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan, namun
mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman pada
pasien.
O Sakit kepaIa dan nyeri Ieher.
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit
kepala dan migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi
aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala
dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah
pemberian anestasi umum.
O yeri peIvis posterior.
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi
area sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung
bawah dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas
sendi sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat badan serta
timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat
menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat
membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang
nyaman saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas
dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.
O isfungsi simfisis pubis.
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi
simfisis pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi.
Fungsi sendi simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang
pelvis dan memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak.
Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat
fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan
terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya
berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk
menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda
nyeri; perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi
untuk latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi;
mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.
O iastasis rekti.
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari
2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat
pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan
mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi
paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan
postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen
yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami
diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar
celah antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis
dua jika perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul;
latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada
semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak
melakukan latihan sit-up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan
seharihari, menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama
diperlukan.
O steoporosis akibat kehamiIan.
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala
ini ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul,
serta adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan
mengangkat atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi
badan, postur tubuh yang buruk. .
O isfungsi dasar pangguI.
Disfungsi dasar panggul, meliputi :

a. Inkontinensia urin.
nkontinensia urin adalah keluhan rembesan urin yang tidak
disadari. Masalah berkemih yang paling umum dalam kehamilan
dan pasca partum adalah inkontinensia stres .
Terapi : selama masa antenatal, ibu harus diberi pendidikan
mengenai dan dianjurkan untuk mempraktikan latihan otot dasar
panggul dan transversus sesering mungkin, memfiksasi otot ini
serta otot transversus selam melakukan aktivitas yang berat.
Selama masa pasca natal, ibu harus dianjurkan untuk
mempraktikan latihan dasar panggul dan transversus segera
setelah persalinan. Bagi ibu yang tetap menderita gejala ini
disarankan untuk dirujuk ke ahli fisioterapi yang akan mengkaji
keefektifan otot dasar panggul dan memberi saran tentang
program retraining yang meliputi biofeedback dan stimulasi.
b. Inkontinensia alvi.
nkontinensia alvi disebabkan oleh robeknya atau merenggangnya
sfingter anal atau kerusakan yang nyata pada suplai saraf dasar
panggul selama persalinan (Snooks et al, 1985).
Penanganan : rujuk ke ahli fisioterapi untuk mendapatkan
perawatan khusus.
. !rolaps.
Prolaps genetalia dikaitkan dengan persalinan per vagina yang
dapat menyebabkan peregangan dan kerusakan pada fasia dan
persarafan pelvis. Prolaps uterus adalah penurunan uterus.
Sistokel adalah prolaps kandung kemih dalam vagina, sedangkan
rektokel adalah prolaps rektum kedalam vagina (Thakar & Stanton,
2002).
Gejala yang dirasakan wanita yang menderita prolaps uterus
antara lain: merasakan ada sesuatu yang turun ke bawah (saat
berdiri), nyeri punggung dan sensasi tarikan yang kuat.
Penanganan: prolaps ringan dapat diatasi dengan latihan dasar
panggul.


referensi :
hLLp//wwwlusawebld/perubahanflslologlsmasanlfas/ dlunduh pada Langgal 17
uesember 2010
8obak Lowdermllk 2004 buku a[ar keperawaLan maLernlLas !akarLa LCC

You might also like