You are on page 1of 25

TUR-P ec BPH

1. Konsep Dasar Benigna Prostat Hipertropi (BPH) a. Pengertian BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah kondisi patologis yang yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun ke atas. (Brunner and Suddarth, 2.001) BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula fibrioadenomatosa majemuk dalam prostat. (Sylvia A. Price, 1995) BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah hiperplasia kelenjar peri uretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Arif Mansjoer, 2000) Klasifikasi Prostat Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan tingkat beratnya penyakit, diaraaranya skor international gejala-gejala pr0stat WHO dan skor madsen Iversen. Skor Madsen-Iversen Pertanyaan 1 - Pancaran Normal - Mengedan pada saat Tidak berkemih - Harus menunggu saat akan kencing - Buang air kencing terputus-putus Tidak Ya Tidak Ya 2 Berubahubah 3 Ya 4 Lemah 5 Menetes

- Kencing tidak lampias - lnkontenensia - Kencing sulit ditunda - Kencing siang hari

Tidak tahu Berubahubah Tidak ada Ringan >3 jam sekali

Tidak lampias Ya Sedang 3-4 Setiap 1- 2 2 jam sekali Setiap 2-3 jam sekali

1 kali retensi berat >4 < 1 jam sekali

>1 kali retensi

- Kencing malam hari 0 - 1

Skor International Gejala-Gejala- Prostat WHO Pertanyaan Keluhan pada bulan terakhir - Apakah anda merasa buli-buli tidak kosong setelah buang air kecil? - Berapa kali anda hendak buang air kecil lagi dalam waktu 2 jam setelah buang air kencing? - Berapa kali terjadi air kencing berhenti sewaktu buang air kencing? - Berapa kali anda tidak dapat menahan keinginan buang air kecil? - Berapa kali arus air seni lemah sekali sewaktu buang air kecil? - Berapa kali terjadi anda rnengalami kesulitan memulai buang air kecil (harus mengejan)? - Berapa kali anda bangun untuk buang air kecil di waktu malam? 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 sekali 0 5x < 15x kali dari 15x selalu Jawaban dan Skor Tidak sama < 1 sampai >5 sampai 15

Lebih

Hampir

b. Patofisiologi Penyebab terjadinya BPH (Benigna Prostat Hipertropi) didasarkan pada teori dehidrotestosteron (DHT), teori hormon, serta kebangkitan kembali (reawakening). Pada teori dehidrotestosteron disebabkan oleh aksis hipotesis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrostesteron dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi dehidrotestosteron ke dalam inti sel yang. menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga terjadi sintesis protein. Proses ini difasilitasi oleh enzim 5 reduktase, enzim 5 reduktase dihasilkan oleh ydig testis 98% akan menjadi sekes hormon dan testosteron bebas 2%. Testosteron bebas sel target akan melewati membran prostat sehingga akan dapat merusak struktur sel RNA sehingga RNA akan mensintesa protein akan menimbulkan nodul/stroma. Peningkatan hormon androgen menyebabkan pembebasan prostat sedangkan kebangkitan kembali (rea wakening)/reduksi sinus urogenital berproliferasi dan membentuk jaringan prostat sehingga menimbulkan hiperplasia. Ketiga penyebab tersebut dapat menyebabkan manifestasi klinis berupa inkontinensia urine, kebocoran urine, disuria, hesistency, nocturia, intermittency, terminal drebling, urgency, polikisuria, kencing terputus- putus, hematuria, sulit memulai kencing, pembesaran lobus prostat, residu urine, gelisah, keletihan, anoreksia, mual-muntah, dan sering bertanya-tanya tentang penyakit. Sehingga dapat memunculkan komplikasi seperti retensi urine, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal, sistitis, pielonefritis, batu kandung kemih, azotemia, hernia/haemoroid, parolitik ileus, hematuria, hidrocele, infeksi, ataupun gejala generalisata lainnya. c. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.

Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) diiakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml hitunglah Prostate Spesific Antigen (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula nilai PSA > 10 ng/ml. Pemeriksaan residu urine dimana dilakukan untuk mengetahui berat obstruksi jumlah sisa urine miksi spontan dengan cara mengukur urine yang dapat spontan dengan kateter, sisa dengan USG buli-buli setelah miksi sisa > 100 cc indikasi sebagai hipertropi prostat. USG (Ultra Sonografi) / foto abdomen. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urine, divertikulum/tumor buli-buli, batu ginjal, memeriksa massa ginjal, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPH. Selain. itu dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius. Pembesaran ginjal atau buli-buli lesi ostcoblastik sebagai tanda metastasis dari kegunaan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Pemeriksaan pielografi intravena dapat dilihat suprsi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter berbelok-belok di vesika), indentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine, atau filling defect divesika. 2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan rectal toucher (colok dubur) untuk mengetahui konsistensi prostat. Biasanya pada BPH konsistensinya kenyal. d. Penatalaksanaan Medis dan Pembedahan 1) Penatalaksanaan Medis a) Konservatif

- Mengurangi nyeri - Mengurangi minum setelah makan malam - Mengurangi minum kopi - Tidak diperbolehkan minum alkohol - Mengurangi intake protein - Waterisasi b) Terapi Medikamentosa (1) Menghambat Adrenegik Obat obat yang sering dipakai adalah prozosin, dexasosin, terazozin, afluzosin atau yang lebih selektif 1a (tamsulosin). Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis -l tamsulosin adrenergik adalah karena 0,2-0,4 secara mg/hari, selektif penggunaan antagonis

mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polis ditrigonum, leher vesika, pro stat dan kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat, Hal ini akan menurunkan tekanan pada urethra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam wkatu 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat, efek samping yang mungkin timbul adalah pusing-pusing (dizziness), capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah. (2) Penghambat enzim 5- -reduktase Obat yang dipakai adalah fimisteride (proscar) dengan dosis 1 x 5mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan dan bloker dan manfaatnya

hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Efektivitasnya masih diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dimakan terus menerus. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido, ginekomastria, dan dapat menurunkan nilai PSA (masking effect). (3) Fitoterapi Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain exiprostat, substansinya misalnya pxgeum afficanum, saw pal metto, serenoa repeus, dan lain-lain, efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan. 2) Pembedahan a) TURP (Transurethral Incision of The Prostate) adalah prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskopi. Instrumen bedah dan optikal dimasukkan langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik. Prosedur ini tidak memerlukan insisi, dan digunakan untuk kelenjar dalam ukuran yang beragam dan ideal. Bagi pasien yang mempunyai kelenjar kecil dan yang dipertimbangkan mempunyai risiko bedah yang buruk. TURP masih merupakan standar emas, indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Sedangkan apabila keluhan sedang atau berat dengan volume prostat normal atau kecil, atau ditemukan kontraktur leher vesika atau prostat fibrotik dapat dilakukan TUIP (Transurethral Incision of The Prostate). Adapun keuntungan dalam melakukan tindakan ini adalah menghindari insisi abdomen, lebih aman bagi pasien berisiko bedah, hospitalisasi dan periode pemulihan lebih singkat, angka morbiditas lebih rendah, menimbulkan sedikit nyeri. Kerugian melakukan tindakan adalah membutuhkan dokter bedah yang ahli, obstruksi kambuhan, trauma urethral, dan dapat terjadi struktur, perdarahan lama dapat terjadi, hiponatremia, ataupun retensio urine, striktur uretra, ejakulasi retrograde dan impotensi.

b) TUIP (Transurethral Incision of The Prostate) adalah prosedur lain untuk menangani BPH (Benigna Prostat Hipertropi) dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral. TUIP diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gram atau kurang) dan akan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Prosedur ini dapat dilakukan di klinik rawat jaian dan mempunyai angka komplikasi yang lebih rendah dibanding prosedur bedah prostat lainnya. Komplikasi yang menyertai biasanya ejakulasi retrograde. c) Prostatektomi suprapubik adalah salah satu metode pengangkatan kelenjar melalui insisi abdomen. Suatu insisi abdomen dibuat ke dalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan demikian dapat dilakukan/ digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan beberapa komplikasi terjadi, meskipun kehilangan darah mungkin lebih banyak dibanding dengan metode lainnya. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, urin dapat bocor di sekitar tuba suprapubis, pembedahan dilakukan melalui kandung kemih, dan pemulihan mungkin lama dan tidak nyaman. d) Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Pendekatan ini lebih praktis ketika pendekatan lainnya tidak memungkinkan, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Memungkinkan drainase oleh bantuan gravitasi terutama efektif untuk terapi kanker radikal. Angka mortalitas rendah, insiden syock lebih rendah, ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, risiko bedah buruk, pasien sangat tua dan ringkih. Dari sekian keuntungan seperti di atas dapat pula timbul kerugian seperti, insiden impotensi dan inkontinensia urin pasca operatif tinggi, kemungkinan kerusakan pada rektum dan spinkter eksternal, bidang operatif terbatas, dan potensial terhadap infeksi lebih besar. e) Prostatektomi retropubik adalah teknik lain dan lebih umum dibanding pendekatan suprapubik. Dimana dilakukan insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kembih tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar

yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang hilang lebih dapat dikontrol baik dan letak bedah lebih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Periode pemulihan lebih singkat dan kerusakan spinkter kandung kemih lebih sedikit. Namun, terkadang muncul pula insiden hemoragi akibat pleksus venosa prostat meningkat & oesteitis pubis. Dari sekian terapi pembedahan yang dapatdilakukan pada pasien yang menderita BPH (Benigna Prostat Hipertropi) seperti uraian di atas, waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah, yaitu: 1) Retensio berulang 2) Hematuria 3) Tanda penurunan fungsi ginjal 4) lnfeksi saluran kemih berulang 5) Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan hidronefrosis 6) Ada batu saluran kemih. 2. Kosep Dasar Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1) Identitas Nama : Umur : Jenis kelamin : Status :

Suku/bangsa : Agama : Pendidikan : Pekerjaan : Alamat : Penanggung 2) Keluhan Sering kencing Sering terbangun untuk kencing pada malam hari (nocturia) Perasaan ingin kencing yang sangat mendesak (urgensi) Nyeri pada saat kencing (disuria) Pancaran melemah Rasa tidak puas setelah kencing Kalau mau kencing hams menunggu lama (hesitancy) Sering mengedan saat kencing (straining) Kencing terputus-putus (intermitency) Waktu kencing memanjang yang akhirnya akan menjadi retensi urine dan inkontinensia karena over flow. 3) a) Pre Operasi Data subyektif

- Pasien mengatakan panas saat kencing - Pasien mengatakan sering kencing di malam hari - Pasien saat kencing sedikit mengedan - Pasien mengatakan kencingnya terputus-putus - Pasien mengatakan nyeri saat berkemih - Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya dan prosedur pembedahan - Pasien mengeluh lemas - Pasien mengatakan sering terbangun dimalam hari untuk kencing. Data obyektif - Pasien tampak meringis - Pasien tampak gelisah dan sering bertanya-tanya tentang penyakitnya - Wajah pasien tampak tegang - Konjungtiva pucat - Pasien tampak lemah b) Post Operasi Data obyektif - Pasien merasa cemas dengan keadaannya. - Pasien mengeluh kencing tidak terasa - Pasien mengatakan ragu untuk berkemih

Data obyektif - Pasien terpasang tree way kateter - Terdapat luka post operasi - Terdapat pendarahan post operasi - Terdapat cairan draine berwarna merah, dan tertampung dalam urine bag. b. Diagnosa Keperawatan 1) Pre Operasi a) Retensi urine berhubungan dengan pembesaran prostat b) Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih c) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal). d) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat informasi. f) Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap nokturia. 2) Post operasi a) Perubahan pola eliminasi urine berhubuDgan dengan pasca pemasangan kateter. b) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan.

c) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, irigasi kandung kemih, dan kateter. d) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur bedah, dan tekanan dari balon kandung kemih (traksi). e) Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan ancaman konsep diri atau pcrubahan status kesehatan c. Perencanaan 1) Pre Operasi a) Retensi urine berhubungan dengan pembesaran prostat Tujuan: Berkemih dalam jumlah yang cukup. Kriteria hasil: Berkemih dengan lancar, tidak teraba distensi kandung kemih. lntervensi (1) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan. Rasional : Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri. (2) Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan Rasional : Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi. (3) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. Rasional : Meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada kandung kemih.

(4) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. Rasional : Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. (5) Awasi tanda vital dengan ketat Rasional : Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eleminasi cairan dan akumulasi sisa toksik dapat berlanjut ke penurunan ginjal total b) Nyeri akut berhubungan dengan distersi kandung kemih Tujuan : Nyeri berkurang/hilang Kriteria hasil : Ungkapan nyeri berkurang/terkontrol, tampak rileks, mampu untuk tidur atau istirahat dengan tepat. lntervensi: (1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10), lamanya. Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi. (2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan Rasional : Tirah baring mungin diperlukan pada awal selama fase retensi akut. Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik. (3) Berikan tindakan kenyamanan, contoh: pijatan punggung, membantu pasien melakukan posisi yang nyaman mendorong penggunaan relaksasil latihan nafas dalam = aktivitas terapeutik. Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan kaping.

(4) Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase Rasional : Meningkatkan relaksasi otot. (5) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian analgetik Rasional : Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisiko c) Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi ginjal). Tujuan : Volume cairan adekuat. Kriteria hasil: Hidrasi adekuat, tanda-tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik, membran mukosa lembab. Intervensi: (1) Awasi keluaran dengan hati-hati tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/jam. Rasional : Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorpsi dalam tubulus ginjal. (2) Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu. Rasional : Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, hemostatik pengurangan cadangan dan peningkatan risiko dehidrasi/hipovolemia. (3) Awasi TD, Nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral. Rasional : Memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sistemik. (4) Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi

Rasional : Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostasis sirkulasi. (5) Kolaborasi dalam pemberian cairan IV (garam faal hipertonik) sesuai kebutuhan dan pemeriksaan laboratorium (elektrolit; natrium). Rasional : Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah atau memperbaiki hipovolemia dan apabila pengumpulan cairan dari area ekstraselular natrium dapat mengikuti perpindahan, menyebabkan hiponatremia. d) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan Tujuan : Cemas pasien berkurang. Kriteria hasil: Tampak rileks, menyatakan tidak khawatir, tidak emosi, pasien dapat menyebutkan hal-hal yang menyebabkan dirinya cemas, pasien tidak bertanya-tanya lagi. lntervensi: (1) Bina hubungan saling percaya Rasional : Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu. Membantu dalam diskusi subjek sensitif. (2) Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus, dan apa yang terjadi. Contoh kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih, ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien. Rasional : Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan, dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan termasuk ketakutan akan kanker. Namun kelebihan informasi tidak membantu dan dapat meningkatkan ansietas.

(3) Pertahankan prilaku nyata dalam melakukan prosedur/ menerima pasien, lindungi privasi pasien. Rasional : Menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien. (4) Motivasi pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan Rasional : Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep, dan solusi pemecahan masalah. (5) Beri penguatan informasi pasien yang telah diherikan sebelumnya. Rasional : Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberian perawatan dan pemberian informasi. e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah. Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis mengidentifikasi hubungan/ tanda gejala proses penyakit melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi: (1) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi. (2) Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.

Rasional : Membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital. (3) Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, alkohol,

mengemudikan mobil lama, pemasukan cairan cepat. Rasional : Dapat menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti. Peningkatan tiba-tiba pada aliran urine dapat menyebabkan distersi kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih, mengakibatkan retensi urinaria akut. (4) Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual, dorong pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah Rasional : Memiliki informasi tentang anatomi membantu pasien memahami implikasi tindakan lanjut, sesuai dengan efek penampilan seksual. (5) Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikitnya 6 bulan - 1 tahun termasuk pemeriksaan rektal urinalisa. Rasional : Hipertrofi berulang dan atau infeksi disebabkan oleh organisme yang sama atau berbeda. Tidak umun dan akan memerlukan perubahan terapi untuk mencegah komplikasi serius. f) Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap nokturia. Tujuan : Istirahat tidur pasien terpenuhi. Kriteria hasil: Melaporkan perbaikan dalarn pernenuhan istirahat/tidur. Mengungkapkan peningkatan rasa sejahtera dan segar. lntervensi:

(1) Tentukan kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi. Rasional : Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat. (2) Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misal: bantal, guling. Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/ psikologis. (3) Motivasi posisi nyaman, bantu dalam mengubah posisi. Rasional : Perubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkari istirahat tidur. (4) Tingkatkan regimen kenyamanan pada waktu tidur, misal: mandi hangat dan massage, segelas susu hangat pada waktu tidur. Rasional : Meningkatkan efek relaksasi, pemberian susu dapat meningkatkan sintesis serotonin, neurotransmiter yang membantu pasien tertidur dan tidur lebih lama. (5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemasangan kateter. Rasional : Meningkatkan kenyamanan pasien karena tidak perlu lagi. 2) Post Operasi a) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan reseksi pembedahan dan irigasi kandung kemih. Tujuan: Pola eliminasi kembali normal Kriteria hasil : Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi, berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya, tidak mengalami obstruksi

Intervensi (1) Kaji uretra atau kateter supra pubis terhadap kepatenan. Rasional : Mempertahankan kepatenan kateter pada tempatnya. (2) Kaji warna, karakter, dan aliran urine serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam. Rasional : Mengindikasikan adanya sumbatan oleh karena perdarahan pembentukan bekuan, dan pembenaman kateter pada distensi kandung kemih. (3) Catat jumlah irigasi dan haluaran urine, kurangi irigan dengan haluaran, laporkan retensi dan haluaran urine < 30 ml/jam. Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urin, penjadwalan masukan cairan menurunkan berkemih atau gangguan tidur selama malam hari. (4) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai pesanan. Rasional : Menghindari terjadinya obstruksi, mencuci kandung kemih dari bekuan darah atau debris sehingga mempertahankan patensi kateter atau aliran urin. (5) Gunakan salin normal steril untuk irigasi sesuai pesanan, pertahankan teknik steril dan atur aliran, lakukan 40 sampai 60 tetes/mnt. Rasional : Irigasi dengan salin normal (isotonik) akan meminimalkan kehilangan untuk mempertahankan urin jernih. (6) Setelah kateter dilepas ukur urine setiap berkemih, observasi kekuatan aliran. Rasional : Berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretra dan kehilangan tonus.

b) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan. Tujuan : Volume cairan adekuat dan tidak ada perdarahan aktif. Kriteria hasil: Hidrasi adekuat, tanda-tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik, membran mukosa lembab. lntervensi: (1) Awasi TD Nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral. Rasional : Memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sistemik. (2) Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasional: Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. (3) Motivasi pemasukan cairan 3000 ml/hari kecuali kontraindikasi. Rasional: Membilas ginja1/kandung kemih dari bakteri dan debris tetapi dapat mengakibatkan intoksikasi cairan/ kelebihan cairan bila tidak diawasi dengan ketat. (4) Evaluasi warna konsistensi urine (merah terang, keruh gelap, atau dengan bekuan gelap) Rasional : Mengindikasikan perdarahan arterial dan perlu terapi cepat, perdarahan dari vena, atau menunjukkan diskrasia darah (masalah pembekuan sistemik). (5) Kendorkan traksi 4-5 jam. Catat periode pemasangan dan pengendoran traksi, bila digunakan. Rasional : Traksi lama dapat menyebabkan trauma/ masalah permanen dalam mengontrol urine.

(6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: HB, HT, jumlah sel darah merah. Rasional : Untuk evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantin. c) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif irigasi kandung kemih, dan kateter Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil: Mencapai waktu penyembuhan, tidak mengalami tanda infeksi. Intervensi: (1) Awasi tanda-tanda vital, terutama suhu, nadi dan respirasi Rasional : Pasien yang menjalani TURP berisiko untuk syock bedah/septik instrumentasi. (2) Pertahankan sistem kateter steril (perawatan kateter regular dengan sabun dan air) Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/ sepsis lanjut. (3) Ambulasi dengan kantung drainase dependen Rasional : Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke dalam kandung kemih. (4) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik. Rasional : Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan risiko untuk memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan risiko infeksi luka. sehubungan dengan manipulasil

(5) Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu. Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan risiko infeksi luka. d) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur bedah dan tekanan dari balon kandung kemih (traksi) Tujuan : Nyeri berkurang / hilang. Ktiteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan

penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu, tampak rileks, tidur/istirahat dengan tepat. Intervensi: (1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas berdasarkan PQRST. Rasional : Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih/pasase urine di sekitar kateter menunjukkan spasme kandung kemih yang cenderung lebih berat pada pendekatan suprabuik atau TUR (biasanya menurun setelah 48 jam). (2) Pertahankan patensi kateter; dan sistem drainase. Pertahankan selang behas dari lekukan dan bekuan. Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan risiko distensi/kandung kemih. (3) Berikan pasien informasi yang akurat te'ntang kateter, drainase, dan spasme kandung kemih. Rasional : Menghilangkan ansietas dan meningkatkan kerja sama dengau-prosedur tertentu.

(4) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik relaksasi (nafas dalam, visualisasi, pedoman imajinasi). Rasional : Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping. (5) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik Rasional : Merilekskan otot polos, untuk memberikan penurunan spasme dan nyeri. e) Risiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan ancaman konsep dirilperubahan status kesehatan Tujuan : Gangguan disfungsi seksual tidak terjadi. Kriteria hasil : Tampak Tileks. dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi, menyatakan pemahaman situasi individual, menunjukkan ketrampilan pemecahan mrisalah. lntervensi: (1) Bina hubungan saling percaya Rasional : Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu, membantu dalam diskusi tentang subjek sensitif. (2) Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual. Rasional : Impotensl fisiologis terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur radikal, pada pendekatan lain, aktivitas seksual dapat dilakukan biasa dalam 6-8 minggu. (3) Diskusikan dasar anatomi, jujur dalam menjawab pertanyaan pasien Rasional : Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul pada prosedur yang tidak melibatkan

kapsul prostat, impoten dan strelisitas biasanya tidak menjadi konsekuensi. Prosedur bedah mungkin tidak memberikan pengobatan permanen, dan hipertrofi dapat berulang. (4) Instruksikan latihan perineal dan interupsi/kontinu aliran urine. Rasional : Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urinaria dan fungsi seksual. (5) Kolaborasi dengan tim medis (penasehat seksual) sesuai indikasi. Rasional : Masalah menetap/tidak teratasi memerlukan intervensi profesional. d. Pelaksanaan lntervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oieh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang. diharapkan dan tujuan pemulangan. Harapannya adalah bahwa perilaku yang dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang dapat diprediksi, yang berhubungan dengan masalah yang diidentifikasi dan tujuan yang telah dipilih. lntervensi mempunyai maksud mengindividualkan perawatan dengan memenuhi kebutuhan spesifik pasieri. e. Evaluasi Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Dimana dalam evaluasi, perawat dapat melakukan penilaian terhadap keefektifan tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Adapun evaluasi yang di dapat dari pelaksanaan di atas, adalah: 1) Evaluasi tindakan keperawatan Pre Operatif a) Retensi urine tidak terjadi

b) Nyeri berkuraIig/hilang c) Kebutuhan cairan seimbang d) Ansietas pasien berkurang atau hilang e) Pengetahuan pasien bertambah. f) Istirahat tidur pasien terpenuhi 2) Evaluasi tindakan keperawatan Intra Operasi a) Hipotermi tidak terjadi b) Perdarahan terkontrol c) Hiponatremia tidak terjadi d) Pola nafas pasien efektif e) Kebutuhan cairan seimbang . 3) Evaluasi tindakan keperawatan Post Operasi a) Pola eliminasi normal b) Kebutuhan cairan seimbang c) Infeksi tidak terjadi d) Nyeri berkurang atau hilang Disfungsi seksual tidak terjadi

You might also like