You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Kompetensi a. Menjelaskan proses dan pengaruh variabel proses pada pembuatan metil ester asam lemak b. Menghitung konversi asam lemak bebas menjadi metil ester asam lemak c. Bekerja sama dalam tim

1.2

Tujuan a. Mempelajari pengaruh waktu proses terhadap konversi reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang terkandung di dalam CPO b. Mempelajari pengaruh nisbah berat CPO/metanol terhadap konversi reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang terkandung di dalam CPO

1.3 Dasar Teori Metil ester asam-asam adalah senyawa berumus molekul Cn-1H2(n-r)-1COCH3 dengan nilai n yang umum adalah angka genap antara 18 24 dan nilai r (ikatan rangkap) yang lazimnya 0,1,2 atau 3. Metil ester dapat diproduksi dengan proses transesterifikasi katalitik trigliserida (komponen utama minyak nabati) atau dengan reaksi esterifikasi asam-asam lemak. Proses transesterifikasi ini menggunakan basa sebagai katalis. Metanolisis trigliserida merupakan reaksi eksotermis dan dapat dilakukan menggunakan katalis homogen (seperti NaOH, KOH, Na-metoksida) maupun katalis heterogen (seperti kalium karbonat) (Bradshaw dan Meuly, 1942). Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak/asam lemak bebas menjadi ester dan air. Katalis-katalis yang cocok adalah zat yang berkarakter asam kuat, karena ini asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation. Asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial.

Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna, pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120oC) reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (Soerawidjaja, 2006). Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami, baik tumbuhan maupun hewani. Bidang keahlian teknologi oleokimia merupakan salah satu bidang keahlian yang mempunyai prospek yang baik dan penting dalam teknik kimia. Pada saat ini dan pada waktu yang akan datang, produk oleokimia diperkirakan akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi (petrokimia). Pada saat ini, permintaan akan produk oleokimia semakin meningkat. Hal ini dapat dimaklumi karena produk oleokimia mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah lingkungan. Industri oleokimia adalah industri antara yang berbasis minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Dari kedua jenis produk ini dapat dihasilkan berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan ataupun non pangan (Freedman, Pryde dan Mounts, 1984). Minyak nabati yang sering digunakan sebagai bahan baku produk oleokimia adalah minyak kelapa sawit karena memiliki distribusi rantai karbon yang sesuai untuk berbagai jenis produk yang akan dihasilkan, sehingga dapat menghasilkan produk yang cukup memuaskan (Nakamura, 2001). Komponen penyusun utama dari minyak kelapa sawit yaitu trigliserida. Trigliserida merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak (Ketaren, 1986). Industri oleokimia di Indonesia merupakan industri yang memiliki backup bahan baku yang sangat melimpah karena Indonesia merupakan produsen bahan baku bagi industri ini yakni CPO terbesar di dunia.

Meskipun memiliki industri bahan baku yang melimpah, namun perkembangan industri ini masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang kapasitas produksinya mencapai dua kali lipat dari Indonesia. Sebagai gambaran, Indonesia menguasai sekitar 12 persen permintaan oleochemical dunia yang mencapai enam juta metrik ton per tahun, sementara Malaysia mencapai 18,6 persen. Industri hilir Malaysia mampu mengolah CPO menjadi lebih dari 120 jenis produk bernilai tambah tinggi, sedangkan Indonesia baru belasan produk. Malaysian Palm Oil Board (MPOB), yang merupakan institusi tertinggi dalam pelaksanaan kebijakan industri kelapa sawit di Malaysia adalah institusi di balik kesuksesan sawit Malaysia. Industri oleokimia merupakan industri yang strategis karena selain keunggulan komparatif yakni ketersediaan bahan baku yang melimpah juga memberikan nilai tambah produksi yang cukup tinggi yakni di atas 40 persen dari nilai bahan bakunya yakni CPO dan PKO. Meskipun belum seberkembang Malaysia, namun industri oleokimia Indonesia tumbuh dalam beberapa tahun terakhir dengan penambahan kapasitas dalam beberapa tahun terakhir baik yang sedang dilaksanakan maupun direncanakan. Terdapat beberapa pemain baru dan juga penambahan kapasitas produksi dari pemain yang sudah ada. Adanya beberapa rencana investasi baru menunjukkan bahwa industri ini cukup diminati dan akan berkembang di masa mendatang. Penambahan kapasitas ini tepat meskipun secara global, kapasitas produksi dunia masih lebih besar dari kebutuhan produk oleokimia, namun pertumbuhan permintaan masih terus terjadi dengan level sekitar 5 persen per tahun sehingga prospek industri ini cukup menjanjikan.

Industri ini tidak lepas dari permasalahan di dalam negeri yang salah satunya adalah jaminan pasokan bahan baku berupa CPO yang belum sepenuhnya teratasi karena produksi CPO lebih banyak diekspor daripada dipasok ke industri dalam negeri. Laporan ini akan mengulas industri oleokimia dasar di Indonesia mencakup produk-produk yakni fatty acid, fatty alcohol, dan glycerin. Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida sebagai bahan bakunya. Hal ini terjadi karena secara umum para pengusaha masih ragu untuk terjun secara langsung ke industri oleokimia. Masih sangat jarang dijumpai sebuah industri yang mengolah bahan baku langsung menjadi bahan kimia tanpa melalui trigliserida. Padahal secara ekonomi dan teknik, banyak produk dari bahan alami yang bisa diolah langsung dari bahan nabati tanpa melalui trigliserida, contohnya adalah pengolahan secara langsung buah kelapa sawit menjadi asam lemak. Selama ini asam lemak dari kelapa sawit selalu diolah dari minyak/trigliserida. Padahal dari segi teknik dan ekonomi akan lebih efisien untuk mengolah secara langsung buah sawit menjadi asam lemak melalui pengaktifan enzim lipase yang terkandung pada buah sawit. Hal ini juga bisa ditemukan pada bahan baku nabati lainnya (Fessenden & Fessenden, 1982). Peran minyak kelapa dalam industri oleokimia yaitu minyak kelapa merupakan salah satu minyak nabati yang diperdagangkan di dunia baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Kontribusi minyak kelapa dalam perdagangan dunia sebesar 2,98% jauh lebih kecil dibanding minyak sawit dan minyak kedelai yang masing-masing hampir mencapai 30%. Meskipun porsinya relatif kecil, namun minyak kelapa merupakan bahan baku yang sangat penting bagi industri oleokimia. Minyak kelapa dalam proses industri merupakan sumber utama asam laurat, bersama dengan minyak inti sawit dan dinamakan minyak laurat, karena memiliki kandungan asam laurat sekitar 50%. Minyak laurat sangat dibutuhkan dalam industri sabun dan detergen di seluruh dunia.

Minyak kelapa memiliki kandungan berbagai asam lemak yang sangat khas yang dibutuhkan oleh industri oleokimia. Asam lemak merupakan salah satu building bloks dan melalui beberapa proses dapat difraksinasi atau dibuat menjadi produk yang bernilai lebih tinggi. Tabel dibawah memperlihatkan komposisi asam lemak dari minyak kelapa dan minyak inti sawit (Wikipedia, 2011).

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak dari Minyak Kelapa (CO) dan Minyak Inti Sawit (PKO) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Asam Lemak Caproic Caprylic Capric Lauric Myristic Palmitic Stearic Oleic Linoleic Formula C6H12O2 C8H16O2 C10H20O2 C12H24O2 C14H28O2 C16H32O2 C18H36O2 C18H34O2 C18H32O2 Minyak Kelapa (Coconut Oil %) 0,2 0,8 69 6 10 46 50 17 19 8 10 23 57 1 2,5 Palm Kenel Oil (%) 01 35 35 44 51 15 17 7 10 23 12 19 12

(Hui, 1996) Beberapa Jenis Asam lemak dari Minyak Kelapa Berbagai jenis asam lemak dapat dipisahkan dari minyak atau lemak kelapa. Melalui proses bertekanan tinggi dan melalui destilasi dapat dihasilkan beberapa fraksi asam lemak dalam bentuk tunggal ataupun campuran. Produk-produk asam lemak tersebut sangat diperlukan oleh industri, misalnya industri kosmetik. Beberapa jenis asam lemak dari minyak kelapa yang telah digunakan secara komersial adalah sebagai berikut:

1.

Seluruh komponen asam lemak hasil destilasi, yaitu hasil pemurnian asam lemak yang sangat spesifik menurut sumber minyaknya.

2.

Caprylic, capric acid. Merupakan fraksi asam lemak yang memiliki berat molekul rendah terdiri dari sekitar 55% C8 dan 40% C10 dan sejumlah kecil fraksi C6 dan C 12.

3.

Topped coconut fatty acid. Fraksi C12-C18 setelah dipisahkan fraksi C8C10.

4.

Lauric, myristic acid. fraksi asam lemak berantai sedang (medium chain fatty acid) mengandung sekitar 72% C12 dan 26% C14 dan sedikit fraksi C 10 dan C16.

5.

Lauric acid. Merupakan asam lemak C12 murni minimum 99% C12 dan sedikit fraksi C10 dan C14.

6.

Myristic acid. Merupakan asam lemak C14 murni minimum 98% C12 dan sedikit fraksi C12 dan C16 (Datacon, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden & Fessenden.1982. Kimia Organik jilid 1.Jakarta : Erlangga Freedman, B., Pryde E.H. dan Mounts, T.L., 1984, Variables Affecting the Yields of Fatty Ketaren, S. (1986). Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Nakamura, M. (2001). Fatty Acid Methyl Ester and Its Relative Products from Palm Oil. Journal Oleo Science, 50(5), 445-452. Soerawidjaja, Tatang H., 2006. Minyak-lemak dan produk-produk kimia lain dari kelapa. Handout kuliah Proses Industri Kimia, Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung Y.H,Hui. 1996. Balleys Industrial Oil & Fat Products, Firsth edition. New York : Jhon Willey
http://www.datacon.co.id/CPO-2009Kimia.html http://en.wikipedia.org/wiki/Oleochemical

You might also like