You are on page 1of 59

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kegiatan awal dari proses penambangan adalah pembersihan lahan

dan pengupasan overburden (OB). Tujuan utama dari kegiatan tersebut adalah pemindahan lapisan tanah penutup (OB) dengan alat-alat mekanis agar dapat dilakukan proses penambangan bijih. Overburden yang telah dikupas kemudian dipindahkan ke tempat penimbunan yang biasa disebut disposal. Disposal merupakan daerah pada suatu operasi tambang terbuka yang digunakan sebagai tempat membuang material kadar rendah dan/atau material bukan bijih. Material tersebut harus digali dari pit agar dapat

memperoleh bijih/material kadar tinggi. Lokasi disposal merupakan lereng yang sudah ditambang yang nantinya akan dilakukan revegetasi. Disposal biasanya juga digunakan sebagai tempat pembuangan reject dryer, maupun sampah padat pabrik lainnya. PT. Inco sebenarnya mempunyai tiga macam tipe disposal, yakni disposal Finger tipe Induced Flow, disposal tipe Semi induced dan disposal tipe tetapi berhubung disposal tipe Induced Flow sangat sulit untuk

diterapkan karena tingginya persyaratan untuk menggunakan tipe disposal tersebut, sehingga saat ini perusahaan hanya menggunakan dua tipe disposal. Rancangan disposal sangat penting untuk perhitungan

keekonomian. Lokasi dan bentuk dari disposal akan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk yang diperlukan, biaya operasi dan jumlah truk dalam satu armada. Dalam perencanaan disposal, perlu untuk mengetahui aspek teknis

suatu disposal diantaranya menyangkut kemampuan produksi, kebutuhan akan material sipil dan aspek biaya operasi suatu disposal. Pentingnya aspek tersebut di atas menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut menyangkut hal tersebut.

1.2

Rumusan Masalah
Perencanaan disposal secara komprehensif membutuhkan banyak

analisis terhadap aspek operasi terutama menyangkut kajian teknisnya. Analisis yang senantiasa dilakukan berkaitan dengan aspek keselamatan, aspek kestabilan lereng disposal, dan menyangkut jenis atau tipe disposal. Untuk membuat suatu perencanaan ataupun disposal yang kompleks demi masih

memaksimalkan

produksi,

pengakurasian

perencanaan

membutuhkan beberapa analisis pelengkap. Analisis yang dimaksud yakni menyangkut produktivitas alat mekanis yang bekerja di disposal area, laju

produksi pengisian disposal, komposisi aktual penggunaan material sipil terhadap overburden serta penggunaan biaya terhadap aktivitas disposal per minggunya. Data yang menyangkut beberapa aspek teknis di atas akan dibutuhkan dalam membantu perencanaan disposal secara keseluruhan, baik itu dalam pengevaluasian kinerja alat mekanis, perencanaan produksi disposal pertahun, perencanaan produksi material sipil, dan pengaturan budget biaya terhadap aktivitas operasi tambang di PT. Inco Tbk.

1.3

Tujuan Penelitian
Salah satu operasi pada departemen tambang di PT. Inco yang cukup

penting adalah operasi disposal. Operasi ini akan menunjang kelangsungan produksi bijih dan bertujuan mempersiapkan lahan yang telah selesai digali untuk dapat dipergunakan sebagai lahan reklamasi tambang sehingga

dibutuhkan suatu perencanaan matang yang melibatkan berbagai aspek. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis aspek produktivitas alat mekanis, laju pengisian disposal, komposisi material sipil dan aspek biaya operasi di disposal area. Data tersebut akan menjadi pertimbangan tambahan dari sisi perencanaan disposal baik itu

perencanaan disposal tahunan, perencanaan produksi material sipil serta pengalokasian budget biaya operasi tambang yang lebih baik dan efisien di PT. Inco Tbk. Untuk mendukung tujuan penelitian tersebut maka akan dilakukan penelitian yang berfokus pada:

1. Analisis produktivitas alat mekanis yang bekerja pada disposal tipe


Finger dan disposal tipe Semi Induced.

2. Analisis produksi overburden perminggu yang masuk ke disposal tipe


Finger dan disposal tipe Semi Induced.

3. Analisis komposisi material sipil sebagai material perkuatan terutama


pada landasan dumping material disposal tipe Semi Induced. tipe Finger dan disposal

4. Analisis penggunaan biaya perminggu kegiatan disposal area. 1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian menyangkut aspek teknis tersebut di atas pada disposal area, diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan perencanaan disposal

yang lebih efektif dan efisien

dengan adanya parameter tambahan (second line opinion) berupa data produktivitas dan penggunaan biaya pada kegiatan operasi di disposal.

2. Dengan adanya data menyangkut analisis komposisi material sipil


yang dipakai di disposal area akan sangat membantu dalam

perencanaan produksi material sipil terutama menyangkut target produksi material sipil serta perencanaan dalam pengalokasian untuk setiap jenis material sipil.

3. Peningkatan produktivitas disposal yakni menyangkut laju produksi


overburden, reject dryer dan slag yang masuk ke disposal area.

4. Dengan adanya analisis penggunaan biaya diharapkan dapat menjadi


acuan oleh pihak managemen, dalam pengalokasian budget biaya produksi untuk setiap item atau jenis aktifitas produksi di

Departemen Mining PT. Inco.

1.5

Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama kurun waktu 6 bulan

dimana khusus untuk penelitian lapangan dilakukan kurang lebih selama tiga bulan yakni mulai awal bulan september 2010 hingga akhir bulan november 2010. Lokasi penelitian dilakukan pada perusahaan PT. International Nikel Indonesia Tbk. atau yang biasa disebut PT. Inco Tbk. Daerah penambangan PT Inco Tbk. dibagi atas dua yaitu blok barat dan blok timur. Blok penambangan ini dipisahkan oleh pabrik peleburan Plant site dan secara umum berbatasan dengan bagian utara Desa Nuha dan Danau Matano, bagian timur Danau Mahalona, bagian selatan Desa Wawondula, Kecamatan Towuti dan bagian barat Desa Wasuponda, Kecamatan Nuha. Blok barat meliputi 36 bukit dengan luas daerah sekitar 46,5 km2 dan blok timur meliputi 44 bukit menempati area seluas 36,3 km2. Lokasi

penelitian terletak pada Sorowako Project Area (SPA), daerah Anoa South dan Watulabu tepatnya disposal Anoa 28 dan disposal Watulabu 07.

Gambar 1.1 Lokasi Penelitian

1.6

Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Adapun tahapan-

tahapan tersebut terbagi atas sebagai berikut: 1. Tahapan Persiapan yakni tahapan penelitian yang paling awal dilakukan berupa pengurusan administrasi baik itu mengenai persuratan hingga program pengenalan akan lingkungan perusahaan tempat penelitian untuk mendapatkan akses masuk ke lingkungan tambang. 2. Tahapan Kedua yakni tahapan yang dilakukan dalam hal penentuan studi yang akan dilakukan yakni menyangkut rumusan masalah

penelitian, judul penelitian serta jenis data-data yang akan diambil, baik itu data primer maupun data sekunder.

3. Tahapan ketiga adalah pengambilan data studi baik itu data primer
maupun data sekunder.

4. Tahapan keempat adalah pengolahan data, yang mana pengolahan


datanya difokuskan alat untuk mekanis untuk pada melakukan kedua analisis terhadap laju

produktivitas

tipe

disposal,

produksi/pengisian disposal, komposisi aktual penggunaan material sipil terhadap jumlah overburden yang masuk ke disposal, serta menyangkut analisis penggunaan biaya untuk menunjang operasi disposal area.

5. Tahapan kelima adalah melakukan penyusunan tugas akhir sesuai


dengan tujuan penelitian dan format baku penyusunan tugas akhir di lingkup Teknik Pertambangan Universitas Hasanuddin.

1.6

Sistematika Penulisan
Penulis membagi beberapa bagian penelitian ini ke dalam beberapa

bab dengan sistematika penulisan laporan tugas akhir sebagai berikut:

Bab I pendahuluan terdiri atas latar belakang, tujuan, batasan masalah, sistematika penulisan, waktu dan tempat pelaksanaan, serta bagan alur studi.

Bab II studi pustaka merupakan teori-teori yang dipakai untuk mengolah data yang didapat untuk selanjutnya dipakai sebagai salah satu acuan dalam analisis masalah.

Bab III metodologi penelitian berisi tahapan-tahapan penelitian serta alur penelitian yang menjelaskan cara pengambilan data, jenis data yang dipakai, proses pengolahan data hingga pada proses

pembahasan dan pengambilan kesimpulan.

Bab IV ananlisis aspek teknis disposal area merupakan penjelasan secara menyeluruh terhadap hasil olahan data yang diselaraskan dengan dasar teori dan penelitian-penelitian terkait sebelumnya.

Bab V kesimpulan dan saran merupakan bab akhir yang merangkum hasil yang dijabarkan pada bab-bab sebelumnya dan saran yang dapat disampaikan oleh penulis terkait dengan studi ini, terhadap pihak-pihak yang berkepentingan mengenai studi ini terutama kepada PT. Inco tempat penulis melakukan studi.

BAB II STUDI PUSTAKA

2.1

Disposal Secara Umum


Suatu kegiatan pertambangan umumnya memindahkan tanah

penutup untuk mengambil bahan galian yang berada di dalam bumi. Oleh karena itu, diperlukan suatu area tertentu untuk membuang material tanah penutup tersebut sehingga tidak menutupi area yang masih mengandung bahan galian yang ekonomis. Tempat penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu waste dump/disposal dan stockpile. Waste dump/disposal

adalah daerah pada suatu operasi tambang terbuka yang dijadikan tempat membuang material kadar rendah dan/atau material bukan bijih. Material tersebut perlu digali dari pit demi memperoleh bijih/material kadar tinggi, sedangkan stockpile digunakan untuk menyimpan material yang akan digunakan pada saat yang akan datang. Stockpile juga dapat berfungsi

sebagai tempat penyimpanan bijih kadar rendah yang dapat diproses pada saat yang akan datang maupun tanah penutup atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk reklamasi. Berdasarkan alasan sosiologis di masyarakat, banyak perusahaan menjauhi nama waste dumps. Istilah yang dipakai adalah disposal area, waste rock storage area, rock piles, dan lain-lain. Disposal biasanya dibuat pada lubang-lubang bekas penambangan ataupun bekas penambangan kuari, seperti yang terlihat pada gambar 2.1. Ketika lubang tersebut telah penuh, maka permukaan dari disposal ini akan ditutupi dengan lapisan tanah penutup (top soil) untuk dijadikan daerah

penghijauan. penambangan

Sudah untuk

menjadi melakukan

tanggung

jawab

tiap

perusahaan setelah area

penghijauan

kembali

penambangan ditutup. Oleh karena itu, suatu area yang berupa lubang atau lereng bekas penambangan harus disiapkan untuk menjadi disposal area.

Gambar 2.1 Pemindahan lapisan tanah penutup Rancangan disposal sangat penting untuk perhitungan keekonomian. Lokasi dan bentuk dari disposal akan berpengaruh terhadap jumlah gilir

truk, biaya operasi dan jumlah truk dalam satu armada yang diperlukan. Pada umumnya daerah yang diperlukan untuk disposal luasnya berkisar

antara 23 kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini berdasarkan pertimbangan diantaranya:

Material yang telah dibongkar (loose material) berkembang 30 45 % dibandingkan dengan material in situ.

Sudut kemiringan untuk suatu dump umumnya lebih landai dari pit. Material pada umumnya tidak dapat ditumpuk setinggi kedalaman dari pit.

2.1

Tipe-Tipe Disposal pada PT. INCO

Tipe-tipe disposal yang biasa diterapkan dalam pertambangan menggunakan jenis penambangan open cast mining seperti pada PT. Inco terbagi atas tiga jenis, yaitu: Finger Disposal, Semi Induced Disposal dan Induced Fow Dsposal (Sunarno, 2008).

2.1.1

Finger Disposal
Finger Disposal adalah disposal yang dibuat maju dengan bantuan

dozer. Disposal tipe ini memiliki ciri-ciri yaitu ketinggian kurang dari 15 meter dengan kemiringan lereng yang landai kurang dari 400. Dibutuhkan kontinuitas dari material sipil sebagai landasan Dump Truck agar tidak terjadi longsoran. Jika diperlukan dapat dibuat dyke untuk melindungi area yang belum terganggu dan juga untuk meningkatkan kapasitas disposalnya. Sama seperti tipe dumping Semi Induced Flow, material didorong dengan dozer hingga ujung lereng. Dozer mendorong material buangan dari jarak 7,5 meter dari crest yang merupakan posisi truk menongkang muatannya (Sunarno, 2008).

Gambar 2.2 Rancangan Finger Disposal (Sunarno,2008)

10

Karena kemiringannya yang landai, pengaruh gaya gravitasi tidaklah terlalu besar sehingga dibutuhkan dozer yang lebih banyak untuk

mendorong material. Disposal

ini dapat bergerak maju setelah dilakukan

pembatuan dengan menggunakan material sipil seperti slag, material reject, dan material kuari. Kelebihan dari jenis ini yaitu dapat

memaksimalkan kapasitas disposal

itu sendiri. Sedangkan kerugiannya,

membutuhkan biaya untuk pembatuan atau kontinuitas material sipil.

2 2.1

2.1.1

Disposal Tipe Induced Flow


Induced Flow Disposal adalah tipe disposal yang memanfaatkan beda

ketinggian > 15 meter untuk mendumping material, dengan sudut kemiringan antara 500 maksimum 700. Disposal tipe ini dibangun di atas tanah asli yang stabil (original), pada area blue zone atau pada area yang direkomendasikan oleh engineer geoteknik. Disposal ini juga dilengkapi dengan backstop sebagai dudukannya (bund wall) setinggi setengah ban roda truk yang terletak pada ujung crest seperti yang terlihat pada gambar 2.3 dan 2.4. Untuk mendorong material yang cukup padat ke bawah bisa disemprot dengan air. Selain itu, juga diperlukan instalasi alat pemantauan untuk mengamati ada tidaknya pergerakan tanah pada lereng, alatnya berupa inclinometer.

11

Gambar 2.3 Rancangan Induced Flow (Sunarno,2008)

Gambar 2.4 Rancangan Backstop Induced Flow (Sunarno,2008) Kekurangan tipe dumping ini yaitu tidak dapat diterapkan pada semua slope karena batuan landasannya harus cukup kuat untuk menahan live road dari truk beserta muatannya hingga ke crest-nya, kapasitas disposal-nya kurang maksimal dan membutuhkan banyak biaya untuk pengadaan backstop (Sunarno, 2008).

12

2.1 2.1.2

2.1.1

Disposal Tipe Semi Induced


Disposal Semi Induced Flow, umumnya sama atau memiliki kemiripan

dengan Induce Flow tetapi truk hanya bisa dumping pada jarak tertentu yang diperbolehkan yaitu 12.5 m dari original crest. Setelah itu tanah penutup di dorong oleh dozer hingga ujung crest. Crest ke toe adalah 30 meter dengan kemiringan lereng antara 260- 360. Semi Induce Flow

membutuhkan pembatuan material sipil pada landasan truk yang akan menongkang untuk menambah daya dukung tanah agar tidak terjadi longsoran (subsidence). Karena kemiringannya lebih besar, disposal tipe ini membutuhkan dozer yang lebih sedikit dari pada Fnger Flow. Namun batas dorongan dozer pada disposal jenis ini tidak bergerak maju. Sebagai langkah antisipasi kelongsoran, perlu dilakukan pemantauan dengan alat extensometer (Sunarno, 2008). Kelebihan dari jenis ini yaitu tidak mengeluarkan biaya untuk melakukan pembatuan di dumping area. Kekurangannya dibanding Disposal Induced Fow adalah mengeluarkan biaya apabila untuk pengadaan dozer dan

dibandingkan dengan Finger disposal, kapasitas disposal-nya

kurang maksimal.

13

Gambar 2.5 Semi Induced Flow Disposal (Sunarno,2008) Dari jenis-jenis disposal dapat diketahui bahwa material sipil

digunakan sebagai bahan untuk perkuatan, baik itu perkuatan untuk jalan dozer, maupun sebagai landasan untuk tempat backstop. Landasan dozer dibutuhkan agar nantinya dozer yang digunakan tidak terperosok. Pada

backstop, perkuatan dilakukan agar cukup kuat untuk menahan beban sehingga tidak terjadi longsor.

2.2

Material Sipil
Material sipil adalah material-material yang digunakan untuk

konstruksi yang meliputi kuari, pecahan batuan slag, dan reject screening station. Material sipil ini berguna untuk menambah kekuatan dari tanah. Material sipil ini biasanya digunakan untuk penggunaan material pondasi bawah, jalan, rail roads, dan sebagainya. Di PT. INCO, selain sebagai bahan perkerasan jalan, material sipil juga digunakan sebagai bahan perkerasan permukaan lapangan di front dan sebagai bahan untuk perkuatan material di disposal.

14

Material sipil yang digunakan oleh pihak PT. Inco dibedakan atas tiga macam yaitu kuari, reject dan slag yang memiliki komposisi berbeda-beda untuk setiap macam jenis perkerasan atau penguatan baik itu jalan tambang, disposal, ataupun pada lokasi penambangan. Material ini

dibedakan dari segi cara memperolehnya masing-masing.

2.2.1

Kuari
Kuari adalah batuan dasar yang berasl dari daerah-daerah bluezone

atau bedrock. Produksi kuari biasanya disertai dengan kegiatan peledakan karena di butuhkan suatu kegiatan untuk melakukan pemberaian terhadap material kuari. Berdasarkan letak struktur batuannya, kuari dapat dibagi menjadi dua: 1. Kuari tipe satu Kuari tipe satu merupakan batuan yang terletak di bawah lokasi penambangan. Batuan ini merupakan bluezone pada daerah

penambangan. Kuari tipe 1 ini baru dapat diambil apabila kegiatan pengambilan ore di mine front-nya sudah selesai. Sebagai contoh Delaney quarry 2. Kuari tipe dua Kuari tipe dua merupakan suatu massa batuan yang tersingkap di permukaan atau hanya ditutupi oleh tanah penutup. Tidak seperti kuari tipe satu, kuari tipe dua ini tidak ada kegiatan pengambilan ore disana sehingga pengambilan batuannya tidak dipengaruhi oleh kegiatan penambangan. Sebagai contoh yaitu Anoa north dan Anoa South Kuari.

15

2.1.1

Slag (terak nikel)


Slag (terak nikel) adalah limbah buangan dari industri pengolahan

nikel

membentuk liquid

panas yang kemudian mengalami pendinginan

sehingga membentuk batuan alam yang terdiri dari slag padat dan slag yang berpori (seperti yang terlihat pada gambar 2.8). Berdasarkan bentuknya, slag nikel dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu high, medium, dan low slag. Terak nikel yang masuk kategori high diperoleh dari proses pemurnian di converter berbentuk pasir halus berwarna coklat tua, sedangkan kategori medium dan low slag diperoleh lewat tungku

pembakaran (furnace). Di PT. Inco, produksi limbah slag yang melewati proses pemurnian di converter mencapai 3000 ton perminggu, sedangkan pada tungku

pembakaran dihasilkan medium slag dan low slag sebanyak 48.679 ton. Terak ini akan disimpan ke lokasi pembuangan terak (slag dump). PT. Inco tidak diperkenankan membuang terak di luar lokasi penambangan yang diizinkan dan tidak boleh menjual atau memberikan terak kepada pihak lain melainkan hanya boleh dimanfaatkan dan dikelola oleh pihak PT. Inco sendiri. Atas dasar kebijakan PT. Inco, maka terak akan dimanfaatkan sebagai lapisan material untuk pembuatan akses jalan tambang, dan sebagai material untuk meningkatkan daya dukung tanah. Hal ini dilakukan karena lemahnya daya dukung tanah yang ada untuk operasi alat berat dan Dump Truck dalam proses penambangan.

16

Gambar 2.6 Foto proses pouring

Gambar 2.7 Foto proses quarrying Kegiatan utama di slag dump yaitu pouring dan quarrying seperti yang terlihat pada gambar 2.6 dan 2.7. Pouring adalah kegiatan

penumpahan slag sedangkan quarrying adalah kegiatan pengambilan slag yang sudah dingin.

17

Gambar 2.8 Foto material sipil slag

2.1.2 Reject
Material reject adalah material-material (batu/boulder) yang menjadi pengotor dalam kegiatan pengambilan ROM. Reject material ini merupakan hasil pemisahan dengan menggunakan grizzy bar pada screening station, seperti yang terlihat pada gambar 2.9. Secara umum ada beberapa ukuran reject yang dihasilkan oleh screening station di PT. Inco. Material reject yang dihasilkan dari screening station berupa +18", +4", +2". Selain dari hasil screening station, PT. Inco juga memperoleh reject yang merupakan keluaran dari kiln berupa reject dryer +1". Berdasarkan ukuran dan pemamfaatannya, hanya reject +4", +2" dan reject dryer yang digunakan sebagai material sipil. Hal ini disebabkan oleh ukuran reject +18" yang terlalu besar dan persentase pemakaian yang kecil untuk dipakai sebagai material sipil. Sebenarnya reject +18" ini bisa digunakan lagi dengan cara memperkecil ukuran batunya dengan dicrushing, namun karena hal ini dinilai tidak ekonomis, maka reject +18"

18

kebanyakan hanya dibuang begitu saja atau dijadikan sebagai dasar untuk landasan disposal.

Ga

19

Gambar 2.10 Foto screening station dan persebaran material reject.

2.2

Biaya Penggunaan Material Sipil


Ada beberapa komponen biaya yang harus diperhatikan untuk

menghitung besarnya biaya yang terpakai untuk setiap penggunaan jenis material sipil apakah itu kuari, reject maupun slag. Untuk masing-masing jenis material sipil, memiliki perbedaan satu sama lainnya. Ada yang hanya berupa biaya penggunaan alat mekanis ada juga yang memerlukan biaya tambahan berupa biaya produksi material. Untuk material sipil kuari dan slag masih memerlukan biaya operasi untuk memproduksi material tersebut sedangkan untuk material slag hanya memerlukan biaya penggunaan alat mekanis karena tidak memerlukan usaha untuk memproduksi material tersebut.

2.2.1 Biaya Pemboran dan Peledakan Kuari


Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan peledakan pada suatu daerah penambangan. Kegiatan peledakan ini biasanya dilakukan pada pengambilan material kuari. Material kuari ini biasa diambil dari batuan bluezone. Batuan-batuan ini biasanya memiliki tingkat kekerasan tertentu yang sebagian besar tidak dapat langsung diambil dengan menggunakan backhoe/shovel. Maka dari itu, digunakanlah blasting untuk memudahkan pengambilan batuan dan memperkecil

20

fragmen batuan yang diambil. Dalam sistem pemboran peledakan, biaya yang digunakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Waktu kerja Alat Dalam kegiatan pemboran, waktu yang diperlukan untuk membuat lubang tembak tergantung kepada tingkat kekerasan batuan. Semakin bagus mata bor yang digunakan semakin cepat kecepatan pengeboran dan semakin keras batuan akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membuang lubang tembak. Apabila waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah lubang tembak semakin besar, maka semakin besar biaya yang dikeluarkan. 2. Jumlah bahan peledak yang digunakan Bahan peledak merupakan komponen utama dalam sistem peledakan. Banyaknya jumlah bahan peledak yang digunakan akan sangat

bergantung pada jumlah produksi yang diinginkan. Semakin banyak lubang tembak yang kita isi, akan semakin banyak komsumsi bahan peledak, sehingga akan membuat biaya peledakan menjadi mahal. 3. Perbaikan dari peralatan yang rusak Kuari merupakan kegiatan penggalian batuan dengan tingkat kekerasan yang cukup keras. Penggunaan mata bor pada alat pengeboran adalah hal yang paling diperhatikan karena tingkat kerusakan mata bor ini sangat tinggi. Semakin banyak mata bor yang rusak, maka akan semakin banyak jumlah biaya yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan. Dalam komponen biaya, biaya perbaikan ini sudah termasuk ke dalam biaya pemakaian alat/jam. Biaya pemakaian alat itu sendiri meliputi biaya operasional dan biaya maintenance.

2.1.1 Biaya Pemuatan 21

Biaya yang dikeluarkan untuk memuat material dari lapangan ke atas Dump Truck. Biaya ini lebih banyak dipengaruhi oleh waktu kerja alat muat. Dimana biaya alat muat dirumuskan: Bm = W x bm

....................................................................................... (2.1) Keterangan: Bm = Biaya pemuatan ($) W = Waktu operasi kerja alat (jam) bm = Biaya alat muat (perjam/ton)

2.1.2 Biaya Pengangkutan


Biaya mengangkut pengangkutan material. adalah biaya yang alat dibutuhkan biaya untuk yang

Dalam

pemakaian

angkut,

dikeluarkan tergantung kepada lamanya pemakaian waktu pengangkutan. Biaya pemakaian alat angkut ini disusun oleh beberapa komponen penting diantaranya biaya operasi dan biaya perbaikan. Biaya operasi ini berarti biaya yang dikeluarkan untuk operasional alat seperti biaya bahan bakar, pemakaian pelumas dan lain-lain. Sedangkan untuk biaya perawatan, biaya yang dibutuhkan untuk perawatan alat agar tetap maksimal. Komponen biaya ini akan dibagi terhadap jumlah jam kerja alat untuk mendapatkan biaya penggunaan alat per jam. Dalam rumusannya, biaya pengangkutan dapat dirumuskan menjadi: Ba = W x ba

....................................................................................... (2.2) Keterangan: Ba = Biaya pemuatan ($) W = Waktu operasi kerja alat (jam) ba = Biaya alat angkut (biaya/jam)

22

2.1.3

Biaya Pendinginan Slag


Biaya pendinginan ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk

penyewaan truk kontraktor pengangkut air dalam pendinginan slag. Slag yang merupakan buangan dari pabrik pada awalnya berbentuk material liquid panas sehingga belum bisa digunakan untuk material sipil. Agar slag dapat dimanfaatkan, proses pendinginan perlu dilakukan agar bentuk slag yang liquid menjadi material padat. Untuk mendinginkan slag dilakukan penyiraman air terhadap slag panas tersebut sampai material slag menjadi padat dan cukup dingin untuk digunakan sebagai material sipil. Untuk biaya penyiraman dirumuskan: Bs = W x V....................................................................................... ....................................................................................... (2.2) Keterangan: Bs = Biaya penyiraman ($) W = Waktu operasi kerja alat (jam) V = Volume air per tonnase slag yang dihasilkan (m3/ton) Slag yang dibawa oleh haul master dari pabrik pengolahan ke slag dump memiliki suhu berkisar antara 15000C-15600C. Kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan dengan cara didiamkan selama kurang lebih 4 minggu maka suhunya akan berkurang menjadi 4000C-5500C. Setelah proses pendinginan selama 4 minggu, dilakukan lagi proses pendinginan dengan cara penyiraman dengan air. Hal ini dilakukan agar suhu slag bisa turun dan dapat dilakukan penambangan slag. Suhu rata-rata pada saat setelah dilakukan penyiraman yaitu berkisar antara 1200C-1300C.

2.2

Alat Mekanis

23

Hal

yang

mempengaruhi

penggunaan

alat

mekanis

adalah

menyangkut jenis alat mekanis dan aspek kesediaan alat mekanis yang mengindikasikan kesediaan suatu alat untuk melakukan kerja, pengaruh dari kesediaan alat mekanis akan berujung pada tingkat produksi suatu alat mekanis.

5.1

Jenis Alat Mekanis


Alat mekanis yang bekerja pada disposal area umumnya terdiri

atas 2 alat mekanis yang merupakan kombinasi sesuai dengan fungsi alat mekanis tersebut. Umumnya terdiri atas alat angkut seperti dump truck yang mengangkut material dari front penambangan dan dozer sebagai alat dorong yang membantu meratakan dan mendorong material ke dalam disposal (gambar 2.11.). Berikut rincian alat tersebut: 1. Dump Truck Dump truck senantiasa menjadi pilihan idola sebagai alat angkut dalam pemindahan tanah penutup ke disposal ini dikarenakan kemampuan manuvernya yang baik yang dapat menyesuaikan kondisi medan. Bahkan menurut Projosumarto (1993), karena kecepatannya yang tinggi, Dump Truck memiliki tingkat produksi yang tinggi sehingga menghemat ongkos angkut material per ton jika dibandingkan dengan jenis alat angkut yang lain. Selain itu, Dump Truck juga fleksibel, artinya dapat mengangkut berbagai jenis material dan muatan yang bentuk dan ukurannya beraneka ragam dan tidak terlalu bergantung pada jalur jalan. Berdasarkan ukurannya Dump Truck dibedakan atas tiga jenis yaitu: a. Ukuran kecil yaitu truk-truk yang mempunyai kapasitas hingga 25 ton

24

b. Ukuran sedang yaitu yang mempunyai kapasitas antara 25-100 ton c. Ukuran besar yaitu yang memliki kapasitas diatas 100 ton Berdasarkan cara mengosongkan muatannya juga dibagi atas tiga yaitu:

a. End-dump atau rear dump yaitu mengososngkan muatannya ke


belakang

b. Side dump yaitu mengosongkan muatan ke samping. c. Bottom dump yaitu mengosongkan muatan ke bawah.
Pemilihan cara mengosongkan muatannnya tergantung dari keadaan tempat kerja, artinya tergantung dari keadaan dan letak tempat pembuangan material (Projosumarto, 1993) 1. Buldozer Salah satu alat mekanis yang sangat berpengaruh pada aktivitas di disposal area adalah bulldozer. Bulldozer adalah alat mekanis yang menggunakan traktor sebagai alat penggerak utama, yang biasanya dilengkapi dengan dozer attachment. Dalam hal ini attachment adalah blade. Dalam aplikasinya, bulldozer dirancang sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk mendorong berbagai macam material ke arah depan. Beberapa klasifikasi yang diperhatikan dalam

menentukan alternatif alat mekanis bulldozer yang akan digunakan yaitu:

a.

Bulldozer yang bilahnya digerakkan dengan kabel (Cable Controlled Blade), dimana gerakan naik turun bilahnya memakai kabel sebagai alat pengendali. Jenis ini merupakan tipe lama.

b.

Bulldozer

yang

bilahnya

digerakkan

dengan

tenaga

hidrolik

(Hidroulik Controlled Blade), ini merupakan yang lebih modern

25

dengan

tenaga

hidrolik

untuk

mengendalikan

gerakan

naik

turunnya bilah. Bila ditinjau dari segi penggeraknya, ada 2 (dua) macam bulldozer, yaitu:

a.

Bulldozer

yang memakai roda karet (rubber tired bulldozer atau jenis ini lebih gesit dan lincah dalam

whell dozer). Bulldozer

pergerakannya. Jenis bulldozer ini sangat cocok untuk daerah kering dan memiliki landasan yang keras. Sementara untuk daerah yang becek dan landasan lunak, bulldozer tipe ini akan kehilangan kekuatannya karena sering selip.

b.

Bulldozer yang memakai rantai (track type bulldozer atau crawler dozer). Bulldozer tipe ini gerakannya lamban tetapi memiliki daya gusur yang cukup dan dapat bergerak dengan baik pada daerah yang kering maupun becek, karena rantainya mampu

mencengkram landasan kerjanya dengan baik. (Projosumarto, 1993)

2.5.2 Kesediaan Alat Mekanis


Kesediaan alat mekanis merupakan kesediaan suatu alat untuk melakukan kerja yang terdiri atas empat macam, yaitu:

1. Kesediaan Mekanis atau Mechanical Availability (MA)


Suatu faktor yang menunjukkan tingkat kesediaan alat dapat berproduksi dengan memperhatikan kehilangan-kehilangan waktu karena sebab mekanik seperti kerusakan mesin dan perawatan. Kesediaan mekanis dirumuskan: MA = ........................................................................................................ (2.3)

26

2. Kesediaan fisik atau Physical Availability (PA)


Suatu faktor yang menunjukkan tingkat kerja suatu alat dengan memperhatikan kehilangan waktu kerja segala macam alasan seperti hujan dan sebagainya. Kesedian Fisik dapat dirumuskan:

PA =

................................................................................................... (2.4)

3. Kesediaan pemakaian atau Used of Availability (UoA)


Suatu faktor yang menunjukkan tingkat efisiensi suatu alat dalam melakukan suatu kegiatan produksi. Biasanya dapat

memperlihatkan seberapa efektif suatu alat yang sedang tidak rusak dapat dimanfaatkan. Hal ini dapat menjadi ukuran seberapa baik pengelolaan/managemen peralatan yang sedang digunakan. Kesedian pemakaian dirumuskan:

UoA =
........................................................................................................ (2.5)

4. Penggunaan efektif atau Effective Utility (EU)


Suatu faktor yang menunjukkan persentase dari keseluruhan waktu kerja yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif dari alat dalam suatu kegiatan. Penggunaan Efektif dirumuskan :

27

MA =

........................................................................................................ (2.6) Dimana : W R S T = waktu operasi aktual, merupakan jumlah jam kerja alat pada saat alat dalam kondisi dapat dioperasikan. = waktu repair, merupakan waktu yang hilang akibat unit rusak, sedang atau belum diperbaiki karena tunggu suku cadang atau tenaga. = waktu standby, merupakan jumlah waktu yang tidak dapat dipergunakan unit tetapi unit dalam keadaan baik dan siap digunakan. = waktu total, merupakan jumlah dari waktu operasi aktual, waktu repair dan waktu standby.

2.5.2 Produksi Alat Mekanis


Alat mekanis yang bekerja di disposal yakni alat angkut dan alat dorong memiliki komponen produksi tersendiri dimana komponen produksi kedua alat dipengaruhi oleh kapasitas bucket/blade alat mekanis. Terkhusus pada alat mekanis yang bekerja di disposal area, produksinya terbagi atas 2 yaitu: a. Produksi Alat Angkut Pengangkutan adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mengangkut material menuju tempat yang dibutuhkan. Untuk mengetahui

kemampuan produksi alat angkut dapat digunakan persamaan sebagai berikut : Pa = Cb x n .................................................................................................................. (2.7) Keterangan: Pa = Produksi alat angkut (wmt) Cb = Kapasitas baket alat angkut (ton) n = Jumlah edar/trip tiap hari

28

Kapasitas truk diperoleh berdasarkan jumlah pemuatan dari kapasitas alat muat yang memiliki faktor koreksi yaitu S (Swell faktor), F (Fill Faktor), tetapi di dalam operasi pengangkutan material tidak menggunakan swell faktor, karena material pada saat diambil dan dimuat sudah dalam keadaan lepas. Sedangkan dalam jumlah trip perhari memiliki 2 (dua) faktor koreksi yaitu : availability yang terdiri dari ; Mechanical Availability (MA), dan Physical Availability (PA), serta utilisasi yang terdiri dari ; Use of Availability (UoA), dan Effective Utility (EU) (Indonesianto, 2008). MA merupakan persentase kesiapan alat bila tidak rusak atau sedang dalam perawatan, PA merupakan persentase keadaan fisik dari alat yang siap dipergunakan, UoA merupakan persentase kemampuan waktu untuk beroperasi yang dapat dipergunakan dari waktu kerja dan EU merupakan persentase kemampuan waktu untuk beroperasi yang dapat dipergunakan dari total waktu. Maka EU digunakan untuk faktor koreksi. Sedangkan MA, PA dan UoA tidak dipergunakan karena MA merupakan persentase kesediaan suatu alat atau mesin bila tidak rusak atau sedang dalam perawatan dan EU adalah perkalian dari PA dan UoA. Bila PA dan UoA digunakan, faktor koreksi dalam perhitungan produksi akan dobel. Sehingga rumus untuk perhitungan produksi alat angkut menjadi : Pa = 60/Cta x n x Cb x Ff x EU .................................................................................................................. (2.8) Keterangan : Pa : Produktivitas alat angkut, (ton/jam) Pm : Produktivitas alat muat, (ton/jam) Cta : Waktu edar alat angkut, (menit) Ctm : waktu edar alat muat satu swing, (menit) Cb : Kapasitas bucket alat muat, (m3) Ff : faktor pengisian (fill faktor), (%)

29

PA UoA MA EU

: : : :

Phisical Availability atau kesediaan fisik, (%) Use of Availability atau kesediaan pemakaian, (%) Mechanical Availability atau kesediaan mekanis, (%) Effective Utility atau penggunaan efektif, (%)

Untuk Waktu Edar Alat Angkut (Cta) dirumuskan sebagai berikut:

Ct a = A + B + C + D + E + F + G + H
(2.9) Keterangan: A = Waktu B = Waktu C = Waktu D = Waktu E = Waktu F = Waktu G = Waktu H = Waktu

diisi muatan (detik) mengangkut muatan (detik) menunggu bermuatan (detik) manuver saat muatan (detik) menumpahkan (detik) kembali dalam keadaan kosong (detik) menunggu keadaan kosong (detik) manuver kosong (detik)

b. Produksi Alat Dorong/Dozer


Dozing adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mendorong atau meratakan material yang telah di tumpahkan oleh alat angkut pada dumping point (Indonesianto, 2008). Rumus yang dipergunakan untuk menghitung kemampuan produksinya adalah sebagai berikut:

PH=PC 60 CT EU ................................................................(2.10)
Keterangan: PH = Produksi per jam Pc = Produksi per cycle EU = Efisiensi kerja alat Untuk waktu edar alat dorong dirumuskan:

Ct = A + B + C........................................................................(2.11)
Keterangan: A = Waktu melakukan pendorongan (detik) B = Waktu melakukan ganti gigi (detik) C = Waktu mundur (detik)

30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu proses kegiatan mencari sesuatu secara sistematis, dengan menggunakan pemikiran yang kritis dalam waktu yang

31

relatif lama dan menggunakan metode yang bersifat ilmiah dan beraturan. Proses metodologi penelitian ini digunakan oleh penulis sebagai acuan langkah dalam melakukan penelitian hingga pada akhirnya penelitian ini diseminarkan dan menjadi dasar buat pihak lain guna melakukan penelitian serupa ataukah meneliti unsur kebenaran dari penelitian ini. Proses kegiatan penelitian ini ditujukan untuk mengetahui sisi produktivitas alat, produksi rata-rata, pemakaian material sipil dan biaya rata-rata untuk aktivitas disposal per minggu.

3.1

Perumusan Masalah
Perumusan masalah didapatkan setelah melakukan identifikasi

masalah yang kemudian dikumpulkan dan dipisahkan berdasarkan kategorikategori permasalahan. Setelah itu kategori permasalahan kemudian dikumpulkan, dipadukan dan diurutkan membentuk rumusan masalah. Adapun masalah yang dirumuskan yaitu belum diketahuinya secara aktual beberapa aspek teknis di disposal area yakni menyangkut produktivitas alat mekanis yang bekerja di disposal area, laju produksi pengisian disposal, komposisi aktual penggunaan material sipil terhadap overburden penggunaan biaya terhadap aktivitas disposal per minggunya. serta

3.2

Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mempersiapkan beberapa materi

penunjang yang berkaitan dengan penelitian secara umum. Studi pustaka yang digunakan sebagai dasar pengolahan data penelitian tidak hanya dilakukan pada tahapan persiapan tetapi juga pada tahapan penelitian dilapangan, pengolahan dan analisis data hingga pada tahap perampungan

32

sebelum dilakukannya seminar penelitian. Studi pustaka yang paling menunjang diantaranya sebagai berikut: 1. Anonim. Cara menghitung produksi dan ongkos produksi.

2. Projosumarto, 1993. Pemindahan tanah mekanis 3. Indonesianto, 2008. Pemindahan tanah mekanis 4. Nurhakim, 2004. Tambang terbuka & buku panduan lapangan KLT 5. Projosumarto, 1993 Unit produksi tambang
6. Wedhanto, 2009.Alat Berat dan Pemindahan Tanah Mekanis

3.1

Tabulasi Data Adapun data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data

sekunder, data primer merupakan data yang berkaitan secara langsung dengan penelitian sedangkan data sekunder adalah data-data yang sifatnya sebagai data pelengkap dan bahan informasi penelitian. Data-data tersebut kemudian diolah sehingga dapat dilakukan analisis. Data-data tersebut antara lain:

1. Data Primer
Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data primer. Tahapan secara umum untuk pengambilan data primer dilapangan adalah sebagai berikut:

a. Pengambilan data cycle time alat angkut Dump Truck tipe Caterpillar
777 C dan Caterpillar 777 D yang dumping di Disposal Watulabu 07, selama satu minggu. Dimana selain mengambil data cycle time alat, juga mengambil data waktu antrian alat angkut, bila terjadi antrian, serta jenis material yang akan di-dumping apakah overburden ataupun material sipil, yang akan dipergunakan dalam analisis produktivitas alat mekanis.

33

b. Di satu minggu yang sama juga diambil data cycle time alat
dorong/dozer pada Disposal Watulabu 07 yaitu cycle time Dozer

Caterpillar D8R. Selain data cycle time alat angkut, juga diambil datadata berupa waktu stand by alat, waktu berhenti, waktu istirahat yang akan memepengaruhi job efficiency alat.

c. Kemudian satu minggu berikutnya dilakukan pengambilan data yang


sama pada Disposal Anoa 28 yang mewakili Disposal Semi Induced dimana data yang diambil berupa data cycle time alat angkut dan alat dorong/dozer serta lamanya antrian alat angkut.

d. Data rata-rata dumping material per minggu pada Disposal Watulabu


07 dan Disposal Anoa 28.

e. Data Modular Mining System (MMS) f. Data penelitian sebelumnya yang menyangkut disposal
mengenai biaya perjam dari alat muat pada lokasi striping area. yakni

g. Data biaya unit cost merupakan data yang mencakup penggunaan


suatu alat berat dalam bulan tertentu, dimana akan menjadi rujukan utama dalam perhitungan biaya alat pada disposal nantinya. h. Data biaya operasi produksi material sipil 1. Data Sekunder Ada beberapa data yang diambil baik ke perusahaan maupun pada penelitian sebelumnya yang menyangkut penelitian ini yang sifatnya sebagai data tambahan atau pelengkap data-data sekunder yang diambil di lokasi penelitian dalam hal ini pada Mne Department PT. Inco adalah : a. Data jenis dan jumlah alat mekanis di PT. Inco

b. Data assessment geotechnical Disposal Watulabu 07.

34

c. Serta data-data pendukung lainnya guna melengkapi data dalam pengolahan dan analisis data selanjutnya.

3.1

Tahapan Pengolahan dan Analisis Data


Data primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan kemudian

diolah dan dianalisis guna merumuskan kesimpulan dari penelitian ini. Adapun variabel pengolahan data yang dilakukan yaitu sebagai berikut:

a. Menghitung produktivitas alat angkut Dump Truck Caterpillar 777 C dan


Caterpillar 777 D, kemudian produktivitas alat dorong Caterpillar D8R. Tahap pengolahan data produktivitas alat mekanisnya sebagai berikut

a. Menghitung cycle time rata-rata pada setiap tipe dan jenis alat
mekanis menggunakan rumus:

CTrata-rata = CTn .......................................................................(3.1)


Keterangan: CT = Cycle time (menit) n = Jumlah siklus b. Menghitung produksi per siklus pada setiap tipe alat angkut menggunakan rumus:

Pc= WTn .................................................................................(3.2)


Keterangan: Pc = Produksi per siklus (wmt) WT = Tonase total material (wmt) n = Jumlah siklus c. Menghitung produksi per jam pada setiap tipe alat angkut

menggunakan rumus:

PH=PC 60 CT EU ..................................................................(3.3)
Keterangan: PH = Produksi per jam Pc = Produksi per siklus EU = Efisiensi kerja alat

35

d. Menghitung produksi per siklus pada setiap tipe alat dorong menggunakan rumus:

PC=Vb
................................................................................................... (3.4) Keterangan: Vb = kapasitas blade (m3) = Faktor pengisian blade e. Menghitung produksi per jam pada setiap tipe alat

dorong

menggunakan rumus:

PH=PC 60 CT EU

(3.5)

a. Menghitung produksi dumping material, baik itu overburden, material


sipil berupa material kuari, material reject, yang mana material reject yang dipakai adalah +4, +2 dan reject dryer, sedangkan reject +18 tidak digunakan, serta material slag dengan rumus:

Pm=n

PC

................................................................................................... (3.6) Keterangan: Pm = Produksi total material n = Jumlah siklus angkut material Pc = produksi per siklus angkut material

b. Dari hasil produksi material dumping pada masing-masing tipe disposal


per minggu kemudian dapat dicari komposisi aktual dilapangan material sipil yang diperlukan terhadap tiap tonase overburden yang masuk ke disposal.

c. Menghitung biaya alat angkut Dump Truck Caterpillar 777 C dan 777 D
serta alat dorong Caterpillar D8R per jam yang kemudian dihitung untuk dikonversikan berapa biaya alat yang digunakan per ton untuk

36

menghitung berapa biaya yang dipakai untuk men-dumping material per ton pada masing-masing tipe disposal. Tahapan pengolahan biayanya sebagai berikut: a. Menghitung biaya alat mekanis per siklus untuk setiap tipe dan jenis alat mekanis yang dikhususkan pada alat angkut dan alat dorong dengan menggunakan rumus:

BC

BU

CT

................................................................................................... (3.7) Keterangan: BC = Biaya per siklus alat ($) BU = Biaya unit alat tiap jam ($/hours) CT = Cycle time alat mekanis (jam)

b.

Setelah mendapatkan biaya alat per siklus kemudian mencari biaya alat per tonase material dengan menggunaka rumus:

BW

BCWC

................................................................................................... (3.8) Keterangan: BW = Biaya per tonase material ($) BC = Biaya per siklus alat ($) WC = Tonase material per siklus angkut (wmt)

c.

Setelah mendapatkan biaya alat per ton kemudian dihitung biaya aktivitas disposal secara keseluruhan pada masing-masing tipe disposal dalam satu minggu menggunakan rumus: Biaya Total = Biaya alat mekanis + Biaya produksi material.................(3.9)

37

Setelah dilakukan pengolahan data kemudian coba dilakukan analisis data dimana diharapkan dapat diambil kesimpulan terhadap analisis tersebut. Urutan analisis yang dilakukan yaitu:

1.

Analisis

terhadap

produktivitas

alat

mekanis

dengan

cara

membandingkan antara kedua tipe disposal. Analisisnya juga berisikan kesimpulan terhadap faktor penyebab tinggi-rendahnya produktivitas alat mekanis, dan hubungan variabel antara komponen produktivitas alat mekanis terhadap tingkat produksi.

2.

Analisis terhadap tingkat produksi material yang masuk ke disposal perminggu dan analisis variabel perbedaan tingkat produksi terhadap perencanaan disposal secara komperehensif.

3.

Analisis tingkat pemakaian material sipil secara aktual pada masingmasing tipe disposal.

4.

Analisis biaya terpakai pada masing-masing tipe disposal perminggu

38

DataAnalisisDATA alatmaterial Komposisi materialmekanis Datamodular DATAmekanis Biaya operasi perminggu Analisis produksi RUMUSAN alat sipil unit cost cycle STUDI PUSTAKA time DataSKRIPSI MASALAH TABULASI produktivitas PENGOLAHAN mining alat dumping

Produktivas alat mekanis. mekanis Data mekanis systemkesediaan alat perjam per cycle perminggu Produksi (MMS DATA) Anonim, Cara perminggu. produksi dan ongkos Laju produksi menghitung Data biaya produksi material sipil Produksi per jam sipil produksi Komposisi material Produksi material dumping Projosumarto,1993. Pemindahan tanah mekanis Biaya operasi Biaya per cycle Indonesianto,2008. Pemindahan tanah mekanis Biaya per ton Nurhakim. 2004. Tambang terbuka & Buku panduan KLT Projosumarto. Unit produksi tambang

39

Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian

Gambar 3.1 Bagan Alir Metode Penelitian

BAB IV ANALISIS OPERASI DISPOSAL AREA

Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa aspek teknis dari kedua disposal yang berbeda tipe yakni Disposal merupakan disposal merupakan disposal Watulabu 07 yang Anoa 28 yang juga akan

tipe Finger, dan juga Disposal tipe Semi Induced.

Pembahasan

dititikberatkan pada kesesuaian antara disposal tipe Finger secara teoritis dan aktual pada Disposal Watulabu 07 serta Dsposal tipe Semi Induced pada Disposal Anoa 28. Menyangkut inti masalah dari penelitian ini yang berupaya melakukan analisis beberapa aspek teknis dalam perencanaan disposal pada masing-masing tipe disposal, maka yang akan dibahas

secara rinci adalah tingkat produktivitas dari alat angkut dan dozer pada masing-masing tipe disposal, serta laju produksi dari overburden yang didumping pada disposal. Kemudian akan dihitung juga berapa pemakaian material sipil pada masing-masing tipe disposal agar tetap aman untuk

40

mendukung laju produksi overburden berdasarkan metode pengisian material ke masing-masing tipe disposal. Terakhir adalah menghitung dan membandingkan total biaya yang dipergunakan untuk menopang aktivitas disposal yang terbatas pada biaya alat, dan biaya produksi material sipil.

4.1 Analisis Produktivitas Alat Mekanis


Produktivitas alat mekanis yang akan dianalisis yaitu menyangkut produksi per siklus dan produksi per jam alat angkut Dump Truk CAT 777C dan Dump Truk CAT 777D antara kedua tipe disposal yakni Disposal

Watulabu 07 yang mewakili tipe Finger dan Disposal Anoa 28 yang mewakili tipe Semi Induced.

4.1.1 Analisis Produktivitas Alat Angkut


Berdasarkan hasil pengolahan mengenai produktivitas masing-

masing alat angkut pada kedua tipe disposal (lihat lampiran A, perhitungan dan pengolahan data produktivitas alat) diperoleh: Tabel 4.1 Produktivitas alat angkut NO . 1 2 3 4 Produktivitas Alat Angkut Produksi per siklus DT CAT 777 C Produksi per jam DT CAT 777 C Produksi per siklus DT CAT 777 D Produksi per jam DT CAT 777 D Watulabu 07 76,29 wmt 109,50 wmt 93,86 wmt 172,66 wmt Anoa 28 78,48 wmt 112,64 wmt 94,46 wmt 174,02 wmt

Dari tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa tingkat produktivitas alat angkut disposal tipe Semi Induced Anoa 28 lebih tinggi dibanding alat angkut pada disposal tipe Finger Watulabu 07, yang ditandai dengan lebih tingginya

41

produksi per jam Dump Truck Caterpillar 777C dan juga Dump Truck Caterpillar 777D pada Disposal Anoa 28. Secara aktual ini disebabkan antara lain karena cycle time alat

angkut tipe CAT 777 D alat angkut Disposal Watulabu 07 yang lebih tinggi dibanding cycle time alat angkut tipe CAT 777D Disposal Anoa 28. Bahkan pada Disposal Anoa 28, cycle time alat angkutnya masih bisa lebih rendah lagi dikarenakan seringnya terjadi antrian hingga 6-7 truk dalam satu lokasi disposal. Hal ini berakibat pada cycle time yang lebih lama, dimana ratarata cycle time-nya bertambah hingga 15 menit per unit alat. Yang kedua adalah jika ditinjau dari produksi per siklus alat, dimana untuk setiap tipe alat angkut pada Disposal Watulabu 07 yaitu Dump Truck CAT 777C dan Dump Truck CAT 777D lebih rendah produksi per siklusnya dibanding alat angkut tipe yang sama pada Disposal Anoa 28. Produksi per jam Dump Truck CAT 777C Anoa 28 lebih tinggi sekitar 2,19 wmt, sedangkan pada Dump Truck CAT 777D lebih tinggi sekitar 0,6 wmt. Berdasarkan faktor perbedaan cycle time dan produksi percycle masing-masing alat angkut sebagaimana disebutkan di atas,

mengakibatkan produksi per jam DT CAT 777 C Disposal Anoa 28 lebih tinggi 3,14 wmt dibanding alat angkut tipe yang sama pada Disposal Watulabu 07, sedangkan produksi per jam DT CAT 777 D Disposal Anoa 28 lebih tinggi 1,36 wmt. Pengaruh dari produktivitas ini akan sangat mempengaruhi terhadap produksi material yang akan dumping ke masingmasing tipe disposal.

4.1.2 Analisis Produktivitas Alat Dorong/Dozer


Pada pengamatan langsung aktivitas Disposal Watulabu 07 dan

Disposal Anoa 28 serta pengolahan data (lihat lampiran A, perhitungan dan

42

pengolahan

data

produktivitas

alat)

diperoleh

karakteristik

dan

produktivitas dozer sebagai berikut : Tabel 4.2 Produktivitas Alat Dorong No. 1 2 3 4 Produktivitas dozer CAT D8R Jarak Pendorongan rata-rata Kecepatan Pendorongan ratarata Produksi per cycle Produksi per jam Watulabu 07 20,14 m 0,69 m/s 14,67 wmt 701,43 wmt Anoa 28 13,6 m 0,57 m/s 14,89 wmt 1.095,47 wmt

Dari tabel 4.2 di atas kita bisa menarik beberapa asumsi terkait produktivitas alat dorong/dozer yang bekerja pada disposal. Dimana terlihat bahwa jarak dorong rata-rata dozer pada Disposal Watulabu 07 lebih jauh dibanding jarak dorong rata-rata dozer pada Disposal Anoa 28. Secara teoritis jarak dumping yang dianjurkan pada disposal tipe finger adalah 7,5 meter, sedangkan pada kondisi aktualnya hingga mencapai 20,14 meter. Padahal secara teoritis jarak dumping disposal tipe Finger itu lebih rendah dibanding jarak dumping tipe Semi Induced disebabkan karena pada disposal tipe Finger mengalami kemajuan batas dumping terus-menerus, sedangkan pada disposal tipe Semi Induced tidak mengalami kemajuan

batas dumping. Tingginya jarak dorong rata-rata secara aktual di lapangan pada disposal Watulabu 07 yang merupakan disposal tipe Finger

mengakibatkan secara signifikan pada tingginya cycle time Dozer. Hal ini tentu saja akan berimplikasi pada rendahnya produksi per jam alat. Ini disebabkan karena pada kondisi aktual terkadang jumlah material sipil yang masuk ke Disposal Watulabu 07 lebih rendah dari seharusnya. Dengan kata lain, karena tidak segera terlayaninya permintaan material sipil dari operator dozer di disposal pembatuan pada Disposal tipe ini. Kurangnya material sipil untuk Finger yang akan menyebabkan

43

terhambatnya operasi disposal, dikarenakan untuk mendorong material terus-menerus kedepan dengan mengalami kemajuan batas dumping diperlukan landasan yang cukup kuat sehingga material bisa lancar terdorong ke depan. Apabila landasannya kurang baik atau pembatuan yang kurang, akan mengakibatkan landasan yang dilalui dozer menurun oleh landasan yang lemah karena hanya terisi oleh overburden yang merupakan tanah lepas. Hal ini berimplikasi pada berat dozer yang membuat tanah landasan menjadi menurun. Apabila landasan menurun, maka pada ujung crest akan mengalami penumpukan material. Dengan adanya penumpukan material maka Dozer tidak akan bisa mendorong lebih jauh, dan batas dumping juga tidak bisa dimajukan. Mengenai kecepatan dorong material, Dozer pada Disposal Anoa 28 lebih rendah dibanding kecepatan dorong material pada Watulabu 07. Idealnya kecepatan dorong material dozer pada Disposal Anoa 28 yang merupakan tipe Semi Induced harusnya lebih tinggi dibanding kecepatan dorong dozer pada Watulabu 07 yang merupakan Disposal Finger

dikarenakan material yang didorong pada Disposal Semi Induced hampir seluruhnya adalah material overburden yang lunak, karena tidak terlalu dibutuhkan pembatuan. Beda halnya dengan disposal tipe Finger yang senantiasa diikuti dengan material sipil walaupun pada kenyataannya cycle time Disposal Watulabu 07 lebih tinggi dibanding cycle time pada Disposal Anoa 28. Dari sisi produksi per jam, terlihat bahwa dozer pada Disposal Watulabu 07 yang merupakan tipe Finger lebih rendah dibanding produksi per jam Disposal Anoa 28 yang merupakan tipe Semi Induced. Hal ini Watulabu 07 seringnya dilakukan pembatuan

dikarenakan pada Disposal

untuk menunjang landasan sehingga tentu saja memerlukan waktu yang

44

cukup lama atau cycle time yang lebih lama yang berimplikasi pada rendahnya produksi per jam pada Disposal Watulabu 07. Jadi secara umum, bisa disimpulkan bahwa produktivitas alat dorong/dozer pada Disposal Anoa 28 yang merupakan disposal tipe Finger lebih baik dari produktivitas alat dorong/dozer pada Disposal Watulabu 07 yang merupakan disposal tipe Finger. Secara umum merujuk pada hasil produktivitas alat mekanis pada masing-masing tipe disposal, terlihat bahwa produktivitas alat pada disposal tipe Semi Induced senantiasa lebih tinggi jika dibandingkan

dengan Disposal Finger. Dari hasil pengolahan data juga terlihat bahwa yang mempengaruhi secara signifikan tingkat produksi material dumping dari sisi produktivitas alat adalah menyangkut efisiensi kerja alat, cycle time alat angkut dan penggunaan metode pada masing-masing tipe

disposal di lapangan secara aktual.

4.2 Sipil

Analisis Produksi Overburden dan Pemakaian Material

Pada subbab ini akan dibahas mengenai produksi overburden atau jumlah overburden yang masuk ke disposal. Akan dibandingkan antara kedua tipe disposal, karena tentu saja laju pengisian material terutama overburden pada masing-masing tipe disposal itu berbeda.

4.2.1 Analisis Produksi Dumping Material pada Disposal


Material yang di-dumping di disposal yakni material utama berupa overburden yang merupakan lapisan tanah penutup yang harus

45

dipindahkan ke disposal dan material sipil sebagai material perkuatan. Tabel 4.3 dan 4.4 menunjukkan hasil pengolahan data mengenai produksi overburden dan pemakaian material sipil pada masing-masing disposal, yaitu Disposal Watulabu 07 dan Anoa 28 (lampiran B, perhitungan dan pengolahan data produksi material dumping). Tabel 4.3 Produksi Dumping Material di Watulabu 07 No . 1 2 3 4 Jenis Material Overburden Kuari Reject Station Slag Total CAT 777C 237,00 602,00 530,85 CAT 777D 68.153,24 2.274,79 1.443,46

3.283,62 587,72 6.677,61 79.876,07 77.112,68

Gambar 4.1 Grafik produksi material dumping per hari di Watulabu 07

Tabel 4.4 Produksi dumping material Disposal Anoa 28 No . 1 2 3 4 Jenis Material Overburden Quarry Reject Station Slag Total CAT 777C 3.346,47 0,00 136,00 7.818,46 CAT 777D 166.493,6 2 1.191,03 777,14 430,00 173.859,3 1

13.764,07 180.192,73

46

Gambar 4.2 Grafik produksi material dumping per hari di Anoa 28 Tabel 4.5 Perbandingan produksi material dumping Tipe Semi NO. 1 2 3 4 OB Quarry Reject Slag Total Jenis Material Tipe Finger Induced 68.390,24 2.876,79 1.974,31 3.871,34 77.112,68 169.840,10 1.191,03 913,14 8.248,46 180.192,73

Gambar 4.3 Grafik data produksi material dumping Dari tabel 4.5 dan grafik data di atas (gambar 4.1, gambar 4.2 dan gambar 4.3) terlihat bahwa total produksi dumping material pada Disposal Anoa 28 jauh lebih banyak dibanding total produksi dumping material pada Disposal Watulabu 07. Dimana untuk produksi overburden pada Disposal Anoa 28 lebih tinggi sebanyak 101.449,85 wmt dibanding Disposal Watulabu 07,

yang berarti lebih banyak

sekitar 2,5 (dua setengah) kali lipat. Untuk

produksi dumping material sipil pada Disposal Anoa 28 juga lebih banyak dibanding pada Disposal Watulabu 07, karena produksi dumping material sipil pada Disposal Anoa 28 lebih banyak sekitar 1630,20 wmt dibanding pada Disposal Watulabu 07. Jumlah produksi dumping material pada Disposal Anoa 28 yang lebih banyak dibanding Disposal Watulabu 07 bahkan sekitar 2,5 (dua setengah) kali lipat lebih banyak, menunjukkan bahwa tingkat efektifitas dumping material overburden pada Disposal Anoa 28 yang merupakan tipe Semi

47

Induced jauh lebih baik dibanding Watulabu 07. Hal ini bisa disebabkan antara lain karena, yang pertama oleh jarak pengangkutan dan jumlah alat angkut yang dipergunakan, karena apabila jarak tempat loading dan dumping overburdennya lebih sedikit tentu akan meningkatkan jumlah siklus alat angkut. Apalagi jika ditunjang dengan penempatan jumlah alat angkut yang sesuai tentunya akan mendongkrak produksi. Kedua adalah karena pada Disposal Anoa 28 yang merupakan tipe Semi Induced, tidak terlalu membutuhkan pembatuan untuk bisa men-dumping material

overburden secara terus menerus dibanding pada Disposal Watulabu 07 yang merupakan tipe Finger. Ketiga, bisa juga disebabkan karena

penggunaan metode disposal pada disposal tipe Finger yang senantiasa tidak sesuai dengan prosedur kerja standar menyangkut penggunaan metode. Keempat, juga disebabkan karena pada disposal tipe Finger

senantiasa terdapat masalah yang mempengaruhi kinerja disposal ini. Untuk tingkat pemakaian material sipil pada Disposal Watulabu 07 yang lebih banyak dibanding pemakaian material sipil pada Disposal Anoa 28, memang sudah sesuai teori yang mana pada disposal tipe Finger

senantiasa membutuhkan pembatuan terus-menerus. Akan tetapi, jika dilihat selisih jumlah sekitar 1600-an ton ini disebabkan karena produksi dumping material overburden yang jauh lebih banyak pada Disposal Anoa 28 dibanding Disposal Watulabu 07.

4.2.2 Analisis Komposisi Material Dumping


Berdasarkan tabel 4.3 dan tabel 4.4 mengenai produksi dumping

material bisa diketahui seberapa banyak material sipil yang diperlukan guna menopang aktivitas dumping material overburden yang merupakan tanah lepas yang sudah mengalami pengembangan. Dimana untuk masing-

48

masing disposal yang mewakili masing-masing tipe disposal yang berbeda diperoleh:

1. Disposal Watulabu 07 ( Disposal Tipe Finger)


Jumlah kebutuhan rata-rata material sipil per minggu (OB = 68.153,24) adalah sebagai berikut:

a. b. c.

Kuari Reject Slag

= = =

2.876,79 wmt 1.974,31 wmt 3.871,34 wmt

Sehingga komposisinya diperoleh sebagai berikut: Total rasio material sipil terhadap overburden = 13 % Dengan rincian sebagai berikut: Material Kuari = 4% Material Reject = 3% Material Slag = 6%

2. Disposal Anoa 28 (Disposal Tipe Semi Induced)


Jumlah kebutuhan rata-rata material sipil per minggu (OB = 169.840,10) adalah sbb:

a. b. c.

Kuari Reject Slag

= = =

1.191,03 wmt 913,14 wmt 8.248,46 wmt

Sehingga komposisinya diperoleh sebagai berikut: Total rasio material sipil terhadap overburden = 6% Dengan rincian sebagai berikut:

49

Material Kuari = 0,7 % Material Reject = 0,5 % Material Slag = 4,8 %

4.3.

Analisis Perhitungan Biaya


Pada perhitungan biaya disposal baik itu Disposal Watulabu 07

sebagai disposal

tipe Finger dan Disposal Anoa 28 sebagai disposal tipe

Semi Induced terbatas pada biaya alat angkut dan dozer serta komponen biaya produksi pada material sipil. Dimana sebagian menggunakan data penelitian yang berkaitan erat terhadap penelitian ini, data yang dimaksud adalah :

1. Biaya alat angkut Dump Truck CAT 777 C = US$ 0,62/ton (lihat
lampiran C, perhitungan biaya alat)

2. Biaya alat angkut Dump Truck CAT 777 D = US$ 0,40/ton (lihat
lampiran C, perhitungan biaya alat) 3. Biaya Kuari Biaya Pemboran = US$ 0,19/ton Biaya Peledakan = US$ 0,19/ton Biaya Backhoe = US$ 0,30/ton

1. Biaya Reject
Biaya Loader = US$ 0,25/ton

2. Biaya Slag
Biaya Pendinginan Slag = US$ 0,068/ton

50

Biaya loader

= US$ 0,29/ton

4.3.1 Analisis Biaya Disposal Watulabu 07


Pada analisis biaya ini lebih menekankan biaya penggunaan alat angkut dan alat dorong yaitu biaya penggunaan alat angkut Dump Truck Caterpillar 777 C dan 777 D, sedangkan alat dorong yang dihitung adalah Dozer Caterpillar D8R. Untuk alat mekanis lainnya, seperti loader dan alat lainnya dianggap sama pada kedua tipe disposal. 1. Biaya alat angkut Untuk biaya alat angkut pada Disposal Watulabu 07 didapatkan dari perkalian biaya material per tonase material angkut dengan tonase material yang di dumping ke Disposal terlihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Perhitungan biaya alat angkut Watulabu 07 No. Jenis Material 777C/TON US$ 0,62 1 OB 2 QUARRY US$ 0,62 US$ 0,62 3 REJECT 4 SLAG US$ 0,62 Biaya Biaya 777D/TO N US$ 0,40 US$ 0,40 US$ 0,40 US$ 0,40 US$ 146,94 US$ 373,24 US$ US$ 2.035,84 29,12 Total Biaya CAT 777C Total Biaya CAT 777D US$ 27.261,30 US$ 909,92 US$ 577,38 US$ 235,09 Watulabu 07 seperti yang

Dari tabel biaya di atas (tabel 4.5) bisa dilihat bahwa total biaya dari alat angkut yang dipergunakan untuk menunjang aktivitas dumping material pada Disposal Watulabu 07 per minggu adalah sbb: Dump Truk CAT 777C = US$ 2.885,15

Dump Truk CAT 777D = US$ 28.983,69

51

Jadi, total biaya alat angkut yang dipakai pada Disposal Watulabu 07 selama seminggu adalah US$ 31.868,84 2. Biaya alat dorong/dozer Biaya Dozer per ton = US$ 0,057/tonnase Total Material = 77.112,68 wmt Maka total biaya dozer pada Disposal Watulabu 07 adalah = Biaya dozer per ton x total material = US$ 4.395,42 Sehingga total biaya keseluruhan menjadi : Biaya Total = Biaya Alat Angkut + Biaya Dozer + Biaya Produksi Material Biaya Total = $ 31.868,84 + $ 4.395,42 + ((68.930,24 x 0,29) + (2876,79 x (0,19 + 0,19 + 0,30)) + (1.974,31 x 0,25) + (3.871,34 x (0,068 + 0,29))) = US$ 31.868,84 + US$ 4.395,42 + US$ 23.825,51 = US$ 60.089,77 5.3.2 Analisis Biaya Disposal Anoa 28 Sama seperti pada Disposal Watulabu 07 biaya operasi disposal area melibatkan seluruh komponen biaya operasi mulai dari produksi material hingga pada penggunaan alat mekanis seperti alat angkut, alat dorong dan alat muat. Terkhusus untuk alat mekanis yang bekerja pada disposal area dibedakan atas: 1. Biaya alat angkut Biaya alat angkut pada Disposal Anoa 28 sedikit berbeda dimana biaya untuk pengangkutan material kuari oleh alat angkut Dump Truck CAT 777 C tidak ada seperti yang terlihat pada tabel 4.6

52

dikarenakan tidak ada material kuari yang terangkut oleh alat angkut tipe ini. Dari tabel biaya 4.6 bisa dilihat bahwa total biaya dari alat angkut yang dipergunakan untuk menunjang aktivitas dumping material pada Disposal Anoa 28 per minggu adalah sbb: Dump Truk CAT 777C = US$ 6,893.57

Dump Truk CAT 777D = US$ 65,867.80

Tabel 4.6 Perhitungan biaya alat angkut Anoa 28 No . Jenis Material Biaya 777C/TO N US$ 1 OB 2 QUARRY 3 REJECT 4 SLAG Jadi, 0,61 US$ 0,61 US$ 0,61 US$ 0,61 Biaya 777D/TO N US$ 0,39 US$ 0,39 US$ 0,39 US $ 0,39 Total Biaya CAT 777C US$ 2.041,35 US$ 82,96 US$ 4.769,26 Total Biaya CAT 777D US$ 64.932,51 US$ 464,50 US$ 303,09 US$ 167,70

total biaya alat angkut yang dipakai pada Disposal Anoa 28

selama seminggu adalah US$ 72.761,37 2. Biaya alat dorong/dozer Biaya dozer per ton = US$ 0,045/tonnase Total material = 180.192,73 wmt Maka total biaya dozer pada Disposal Anoa 28 adalah

53

= Biaya dozer per ton x total material = US$ 8.108,67 Sehingga total biaya keseluruhan menjadi : Biaya total = Biaya Alat Angkut + Biaya Dozer + Biaya Produksi Material Biaya total = $ 72.761,37 + $ 8.108,67 + ((169.840,10 x 0,29) + (1191,03 x (0,19 + 0,19 + 0,30)) + (913,14 x 0,25) + (8.248,46 x (0,068 + 0,29))) = US$ 72.761,37 + US$ 8.108,67 + US$ 53.244,74 = US$ 134.114,78 Dari perhitungan biaya di atas bisa dilihat bahwa biaya untuk mendumping material overburden menunjang aktivitas disposal biaya pada Disposal serta penggunaan material sipil guna selama seminggu maka didapatkan bahwa

Anoa 28 lebih tinggi sekitar US$ 74.025,01. Hal ini

dikarenakan tingkat produktivitas atau produksi dumping material dari Disposal Anoa 28 jauh lebih tinggi dibanding produksi dumping material

Disposal Watulabu 07 sehingga memerlukan juga biaya yang tinggi. Tapi juga terlihat jelas bahwa biaya yang dikeluarkan untuk material sipil dengan biaya untuk overburden-nya pada Disposal Watulabu 07 lebih tinggi jika

dibandingkan antara perbandingan biaya material sipil dengan biaya overburden pada Disposal Anoa 28, ini disebabkan dengan komposisi

material sipil pada Disposal Watulabu 07 lebih tinggi dibanding komposisi material sipil Disposal Anoa 28 yang merupakan disposal tipe Finger. Sehingga secara umum disimpulkan biaya operasi disposal tipe Finger lebih mahal dibanding disposal tipe Semi Induced. Biaya disposal sebesar US$ tipe Finger

0,779/ton material dumping sedangkan pada Semi Induced

sebesar US$ 0,744/ton material dumping.

54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data dan pembahasan pada bab sebelumnya

maka dari hasil penelitian ini disimpulkan beberapa hal yakni :

1.

Tingkat produktivitas alat mekanis baik itu alat angkut maupun alat dorong pada disposal disposal tipe Semi Induced lebih tinggi dibanding

tipe Finger, baik dari tingkat produksi per siklus maupun

produksi per jamnya.

2.

Produksi rata-rata material dumping selama satu minggu sebagai berikut:

55

a.

Disposal tipe Finger kuari

produksi

overburden-nya 68.390,24 wmt, sebesar 1.974,31 wmt dan

sebesar 2.876,79 wmt, reject 3.871,34 wmt

slag sebesar

dengan total produksi material

dumping sebesar 77.112,68 wmt

b.

Disposal tipe Semi Induced produksi overburden-nya 169.840,10 wmt, kuari sebesar 1.191,03 wmt, reject sebesar 913,14 wmt dan slag sebesar 8.248,46 wmt dengan total produksi material

dumping sebesar 180.192,73 wmt

1.

Komposisi antara produksi overburden dan pemakaian material sipil sebagai berikut:

a.

Pada disposal tipe Finger memerlukan 13% total material sipil dari produksi dumping material OB dengan rincian, 4 % untuk kuari, 3 % untuk reject dan 6 % untuk material slag.

b.

Pada disposal tipe Semi Induced memerlukan 6% total material sipil dari produksi dumping material OB dengan rincian, 0,7 % untuk kuari, 0,5 % untuk reject dan 0,48 % untuk material slag.

4.

Biaya terpakai untuk aktivitas disposal per minggu sebagai berikut:

a. Disposal tipe Finger sebesar US$ 60.089,77 atau sebesar US$


0,779/ton material dumping.

b. Biaya Disposal tipe Semi Induced sebesar US$ 134.114,78 atau


sebesar US$ 0,744/ton material dumping.

5.2

Saran
Adapun saran yang bisa diberikan oleh penulis mengenai penelitian

yang membahas tentang disposal adalah sebagai berikut :

1. Perlunya dilakukan perencanaan secara komperehensif terhadap


kegiatan disposal pertahun agar aktivitas disposal selama setahun

56

dapat berjalan lancar dan senantiasa terkendali, serta penggunaan biaya dapat lebih diefisienkan.

2. Kombinasi antar kedua tipe disposal perlu senantiasa dilakukan agar


kekurangan dan kelebihan dari masing-masing tipe disposal dapat saling menutupi satu-sama lain yang mana jika faktor

keselamatannya dapat tercapai ketika dilakukan rekayasa geometri.

3. Perlu penelitian lanjutan mengenai komposisi jumlah masing-masing


tipe disposal yang aktif untuk menanggulangi tingkat produksi material yang harus masuk ke disposal.

4. Perlunya penelitian lebih lanjut terhadap SOP mengenai desain dan


perencanaan disposal mengingat keadaan aktual yang senantiasa tidak sesuai dengan kondisi plan, untuk meningkatkan keefektifan masing-masing disposal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2006. Pemindahan Tanah Mekanis, SAP Peralatan Pekerjaan
Tanah. Universitas Bina Nusantara: Jakarta

2. Anonim. Cara Menghitung Produksi dan Ongkos Produksi


2. Anonim. Caterpillar Performance Handbook Edition 34

3. Arif, I. 1998. Submodul Pelatihan Perencanaan Tambang Perhitungan


Biaya dan Evaluasi Finansial. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi. ITB. Bandung.

4. Indonesianto, Y. 2008. Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik


Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta

5. Nurhakim.

2004/2005. Tambang Terbuka. Program Studi Pertambangan: Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

Teknik

6. Nurhakim. 2004. Buku Panduan Kuliah Lapangan Tambang Edisi 2.


Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru

57

7. Projosumarto, P. 1993. Pemindahan Tanah Mekanis. Jurusan Teknik


Pertambangan: Institut Teknologi Bandung Pertambangan: Institut Teknologi Bandung

8. Projosumarto, P. 1993. Diktat Unit Produksi Tambang. Jurusan Teknik 9. Sunarno, P. 2008. Standard Job Procedure Perencanaan dan Pelaksanaan
Disposal. Mining Departement PT. Inco Tbk.: Sorowako

10. Wedhanto, S. 2009. Alat Berat dan Pemindahan Tanah Mekanis (Diktat
Kuliah Untuk Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil). Universitas Malang: Malang

11. Wafi Auzan, H. 2010. Optimasi Pemilihan Material Civil Untuk Mendukung

Keperluan Produksi di PT International Nickel Indonesia Tbk. Teknik Pertambangan UPN : Yogyakarta

58

LAMPIRAN

59

You might also like