You are on page 1of 18

BAB I Pendahuluan

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan bakteri seperti konjungtivitis gonokok, virus, klamidia, alergi toksik, dan molluscum contagiosum. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing. Berikut klasifikasi konjungtivitis:

1.

Konjungtivitis Bakteri
a. Etiologi Stafilokokus, Pseudomonas injluenzae. Streptokokus, Neisseria Corynebacterium gonorrhoea, dan diphtheriae, Haemophilus

aeruginosa,

b. Manifestasi Klinis Konjungtiva bulbi hiperemis, lakrimasi, eksudat dengan sekret mukopurulen terutama di pagi hari, pseudoptosis akibat pembengkakan kelopak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata terasa seperti ada benda asing, dan limfadenopati preaurikular. Kadang disertai keratitis dan blefaritis. Biasanya dari satu mata menjalar ke mata yang lain dan dapat menjadi kronik. Pada konjungtivitis gonore, terjadi sekret yang purulen padat dengan masa inkubasi 12 jam-5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan kemosis. Terdapat tiga bentuk, oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis gonore infantum (lebih dari 10 hari), dan konjungtivitis gonore adultorum. Pada orang dewasa terdapat kelopak mata bengkak sukar dibuka dan konjungtiva yang kaku disertai sakit pada perabaan; pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior; konjungtiva bulbi merah, kemosis, dan menebal; gambaran hipertrofi papilar besar; juga tanda-tanda infeksi umum. Biasanya berawal dari satu mata kemudian menjalar ke mata sebelahnya. Tidak jarang ditemukan pembesaran dan rasa nyeri kelenjar preaurikular. Sekret semula serosa kemudian menjadi kuning kental, tapi dibandingkan pada bayi maka pada dewasa sekret tidak kental sekali.

Gambar Konjungtivitis Bakteri

c. Pemeriksaan penunjang Dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dengan pewamaan Gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas. Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan Metilen Biru yang akan menunjukkan Diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewarnaan Gram terlihat Diplokok Gram negatif intra dan ekstraseluler. Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat.

d. Komplikasi Stafilokokus dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis, Gonokok

menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis, dan Meningokok dapat menyebabkan septikemia atau meningitis.

e. Penatalaksanaan Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, polimiksin, dan

sebagainya, selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata antibiotik spektrum luas tiap jam disertai salep mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari. Untuk konjungtivitis gonore, pasien dirawat serta diberi penisilin salep dan suntikan. Untuk bayi dosisnya 50.000 unit/kg BB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air rebus bersih atau garam fisiologis setiap 15 menit dan diberi salep penisilin. Dapat diberikan penisilin tetes mata dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000 unit/ml setiap menit selama 30 menit, dilanjutkan setiap 5 menit selama 30 menit berikut, kemudian diberikan setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Terapi dihentikan setelah pemeriksaan mikroskopik menunjukkan hasil negatif selama 3 hari berturut-turut.

f. Prognosis Konjungtivitis bakteri yang disebabkan oleh mikroorganisme tertentu, seperti Haemophilus influenzae, bila tidak diobati akan sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu. Dengan pengobatan biasanya akan sembuh dalam 1-3 hari.

g. Pencegahan Untuk mencegah oftalmia neonatorum dapat dilakukan pembersihan mata bayi dengan larutan borisi dan diberikan salep kloramfenikol.

Konjungtivitis bakteri yang paling banyak adalah kojungtivitis gonore yang akan dijelaskan lebih lanjut berikut ini. Konjungtivitis gonore Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.

Gambar Blenore, konjungtivitis gonore

Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan. Pada stadium infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku. Disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang konjungtiva bulbi merah, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran spesifik gonore dewasa. Pada orang dewasa terdapat perasaan sakit pada mata yang dapat disertai dengan tanda-tanda infeksi umum. Pada umumnya menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasa kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya. Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental. Kadang kadang bila sangat dini sekret dapat sereus yang kemudian menjadi kental den purulen. Berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa sekret tidak kental sekali. Diagnosis pasti penyakit ini adalah pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru dimana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewarnaan Gram akan terdapat sel intraselular atau ekstra selular dengan sifat Gram negatif. Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat. Pengobatan segera dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang intraselular dan sangat dieurigai konjungtivitis gonore. Pasien dirawat dan

diberi pengobatan dengan penisilin salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau dengan garam fisiologik setiap 1,4 jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap 1/4 jam. .untuk antibiotiknya dapat diberikan ceftriaxone 1 gr IM dosis tunggal. Bila kornea terkena atau tidak dapat ditetntukan karena

pembengkakan kelopak hebat dan kemosis, pasien dirawat dan diterapi dengan ceftriaxone 1 gr IV tiap 12 jam sampai 24 jam. Lamanya terapi tergantung respone klinis. Pada penderita alergi pada penisilin dapat diberikan ciprofloxacin 2 x 500 mg peroral atau Ofloxacin 2 x 400 mg Peroral(Fluoroquinolone kontraindikasi pada kehamilan dan anak2).

Kemudian salep diberikan setiap 5 menit sampai 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Pada stadium penyembuhan semua gejala sangat berkurang. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.

2.

Konjungtivitis Viral a. Etiologi Biasanya disebabkan Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes zoster, Klamidia, New castle, Pikorna, Enterovirus, dan sebagainya.

b. Manifestasi Klinis Terdapat sedikit kotoran pada mata, lakrimasi, sedikit gatal, injeksi, nodul preaurikular bisa nyeri atau tidak, serta kadang disertai sakit tenggorok dan demam. Yang disebabkan Adenovirus biasanya berjalan akut, terutama mengenai anak-anak dan disebarkan melalui droplet atau kolam renang. Konjungtivitis herpes simpleks sering terjadi pada anak kecil, memberikan gejala injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan. Terjadi pada infeksi primer herpes simpleks atau episode rekuren herpes okuler.

Gambar Konjungtivitis Viral

c. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa dengan pewarnaan Giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.

d. Komplikasi Keratitis. Virus herpetik dapat menyebabkan parut pada kelopak; neuralgia; katarak; glaukoma; kelumpuhan saraf IlI, IV, VI; atrofi saraf optik; dan kebutaan.

e. Penatalaksanaan Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah dieliminasi. Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astringen, dan lubrikasi. Pada kasus yang berat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal. Konjungtivitis herpetik diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup

selama 24 jam.

3. Konjungtivitis Alergi Konjungtivitis alergi adalah radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi. a. Etiologi Reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat, atau reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari sindrom Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan predisposisi alergi obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.

b. Manifestasi Klinis Mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering berulang dan menahun bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat atopi sendiri atau dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palpebra dan bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.

c. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan sekret ditemukan sel-sel eosinofil. Pada

10

pemeriksaan darah ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.

d. Penatalaksanaan Biasanya penyakit akan sembuh sendiri. Pengobatan ditujukan untuk menghindarkan penyebab dan menghilangkan gejala. Terapi yang dapat diberikan misalnya vasokonstriktor lokal pada keadaan akut (epinefrin 1: 1.000), astringen, steroid topikal dosis rendah dan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Untuk pencegahan diberikan natrium kromoglikat 2% topikal 4 kali sehari untuk mencegah degranulasi sel mast. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik. Penggunaan steroid berkepanjangan harus dihindari karena bisa terjadi infeksi virus, katarak, hingga ulkus kornea oportunistik. Antihistamin sistemik hanya sedikit bermanfaat. Pada sindrom Steven Johnson, pengobatan bersifat simtomatik dengan pengobatan umum. Pada mata dilakukan pembersihan sekret, midriatik, steroid topikal, dan pencegahan simblefaron. Perbedaan jenis-jenis konjungtivitis :

11

Penemuan klinis dan Sitologis Gatal-gatal Hiperemia Lakrimasi Eksudasi Adenopati aurikuler

Virus

Bakteri

Klamidia

Alergi

Minimal Menyeluru h Amat banyak Minimal Biasanya ada

Minimal Menyeluru h sedang Amat banyak langka

Minimal Menyeluruh Sedang Amat banyak

Berat Menyeluruh Sedang Minimal

Biasanya hanya Tidak ada ada pada konjungtivitis inklusi Sel PMN, plasma, badan inklusi

Pewarnaan kerokan konjungtiva dan

Monosit

Bakteri PMN

Eosinofil

eksudat Kaitan dengan Kadang sakit kerongkongan dan demam Penatalaksanaan : 1. Konjungtivitis Bakterial ada

Kadang ada

Tidak pernah ada

Tidak pernah ada

antibiotik tergantung hasil pemeriksaan kuman. sambil menunggu hasil laboratorium, bisa dimulai pengobatan topikal dengan sulfonamid atau antibiotik berdasar gambaran klinis

12

pada konjungtivitis kataral akut, kantung konjungtiva sebaiknya dibilas dengan larutan garam fisiologis untuk melarutkan sekret

untuk mencegah penularan, diberi penyuluhan higienis perorangan pada penderita dan keluarga

2. Konjungtivitis virus Demam faringokonjungtiva : sembuh sendiri dalam 10 hari Keratokonjungtivitis epidemika : mencegah penularan saat

pemeriksaaan, berlangsung 3-4 minggu. Konjungtivitis virus herpes simpleks : sembuh sendiri, debriment kornea atau diberi salep mata idosuridin 4x/hari selama 7-10 hari atau salep Acyclovir 3% 5x/hari selama 10 hari. Konjungtivitis New Castle : sembuh sendiri kurang dari 7 hari Konjungtivitis hemoragik akut : sembuh dalam 5-7 hari

3. Konjungtivitis Jamur Amphotericin B (3-8 mg/mL) dalam air (bukan larutan garam fisiologis) Krem Nistatin (100000 U/gr) 4-6 x/hari

4. Konjungtivitis alergi a. Konjungtivitis vernal Sembuh sendiri. Pengobatan sistemik merugikan untuk jangka panjang . steroid topikal atau sistemik tidak berpengaruh terhadap

13

penyakit. Pada kasus berat dan sedang, diberikan disodium kromoglikat untuk pencegahan. Vasokonstriktor, kompres dingin, kompres es dapat membantu. b. Konjungtivitis flikten Kortikosteroid topikal diberikan pada tuberkuloprotein atau protein infeksi sistemik. Bila penyebab protein stafilokokus pengobatan berdasar penyakit. Menjaga keseimbangan diet.

4. Trakoma Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh Chlamydia trachromatis. Penyakit ini dapat mengenai segala umur tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena adalah di Semenanjung Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan pada ras yahudi, penduduk asli Australia dan Indian Amerika atau daerah dengan higiene yang kurang. Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar dari 5 sampai 14 hari), Secara histopatologik pada pemeriksaan kerokan konjungtivitis dengan pewamaan Giemsa terutama terlihat reaksi sel-sel polimorfonuklear, tetapi

14

sel plasma, sel leber dan sel folikel (limfoblas) dapat juga ditemukan. Sel leber menyokong suatu diagnosis trakoma tetapi sel Limfoblas adalah tanda diagnostik yang penting bagi trakoma. Terdapat badan inklusi Halber Statler Prowazeck di dalam sel epitel konjungtiva yang bersifat basofil berupa granul, biasanya berbentuk cungkup seakan-akan menggenggam nukleus. Kadangkadang ditemukan lebih dari satu badan inklusi dalam satu sel. Keluhan pasien adalah fotofobia, mata gatal, dan mata berair. Menurut klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melalui empat stadium: 1. Stadium insipien 2. Stadium established (dibedakan atas dua bentuk) 3. Stadium parut 4. Stadium sembuh. Stadium 1 (hiperplasi limfoid): Terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecil-kecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pada pembuluh darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epitelial ringan. Stadium 2: Terdapat hipertrofi papilar dan folikel yang matang (besar) pada konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus trakoma yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva superior. Pannus adalah .

15

pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat. Stadium 3 : Terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada limbus kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang. Stadium 4 : Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus superior hingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang dapat menyebabkan enteropion dan trikiasis. Pengobatan trakoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari, 3-4 minggu, sulfonamid diberikan bila ada penyulit. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan makanan yang bergizi dan higiene yang baik mencegah penyebaran. Penyulit trakoma adalah enteropion, trikiasis, simblefaron, kekeruhan kornea, dan xerosis/keratitis sika. Penatalaksaan trakoma : Tetrasiklin 1-1,5 gr/hari, peroral dalam 4 takaran yang sama selama 3-4 mingu Doksisiklin 100 mg, 2 x/hari p.o selama 3 minggu Eritromisin 1 gr/hari p.o dibagi dalam 4 takaran selama 3-4 minggu Salep mata atau tetes mata termasuk sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin dan rifampisin 4x/hari selama 6 minggu

16

Tetrasiklin sistemik jangan diberikan pada anak-anak dibawah 7 tahun atau wanita hamil

DAFTAR PUSTAKA

17

1.

Asbury T. General Optalmology. Edisi 16. McGraw-Hill. Chicago.

2004. 2. Ilyas, Sidarta. 2003. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI .94-101. 3. Ilyas, Sidarta. 2005. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI . 116-178 4. James, Bruce et al. 2006.Lecture notes Oftalmologi. Edisi kesembilan. Jakarta: Erlangga. 5. Wijana, Nana. 1990. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan kelima.

18

You might also like