You are on page 1of 10

REFERAT KARSINOMA NASOFARING

Pembimbing: Dr. Yuswandi Affandi, Sp. THT Dr. Ivan Djajalaga, M.Kes, Sp. THT-KL Penyusun: Fadilah, S.Ked Ferdana Andyka, S.Ked Mohammad Shafid, S.Ked Hasan Ali Al-Habsyi, S.Ked Sarah Mahri, S.Ked Rakhma Asih Primadyah, S.Ked Meri Indriani, S.Ked Mellissa Puspita Dewi, S.Ked Kartika Putri Pertiwi, S.Ked Tantri Puspa Ditya, S.Ked Muhammad Fikri Bin Azmi, S.Ked 030.06.084 030.06.090 030.06.315 030.06.109 030.06.234 030.06.209 030.06.166 030.06.165 030.05.130 030.05.216 030.06.322

Kepaniteraan Klinik THT- RSUD Karawang Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya kami dapat menyelesaikan referat Karsinoma Nasofaring Kami ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada pembimbing, Dr. Yuswandi Affandi, Sp. THT dan Dr. Ivan Djajalaga, M. Kes, Sp. THT-KL atas bimbingan yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan referat ini. Kami menyusun referat ini sebagai salah satu tugas dalam mengikuti kepaniteraan klinik THT di RSUD Karawang. Kami sangat menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan baik mengenai isi, tata bahasa maupun informasi ilmiah yang terdapat di dalamnya. Semoga referat ini bermanfaat bagi pembacanya. Wassalamualaikum Wr Wb. Karawang, 29 September 2010 Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........i DAFTAR ISI.ii DAFTAR GAMBAR.iv BAB I BAB II PENDAHULUAN..1 ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOFARING.......3 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 BAB III Definisi...3 Epidemiologi 3 Etiologi...4 Gejala Klinis..5 Patogenesis dan Patofisiologi..10 Diagnosis...11 Perawatan.14 Pengobatan...15 Pencegahan...17 Komplikasi18 Prognosa.19

KARSINOMA NASOFARING..20 3.1 3.2 3.3 Anatomi Tonsil...20 Fisiologi...23 Tonsilitis Difteri..23 3.3.1 Definisi........23 3.3.2 Etiologi............24 3.3.3 Epidemiologi..25 3.3.4 Manifestasi Klinis......26 3.3.5 Patofisiologi...27 3.3.6 Diagnosis........28 3.3.7 Tatalaksana..29 3.3.8 Komplikasi....33

BAB IV

KESIMPULAN.34

DAFTAR PUSTAKA....36

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Corynebacterium Diphteriae6 Gambar 2.2 Pseudomembran.......6 Gambar 2.3 Bulls Neck........7 Gambar 2.4 Difteri Kulit....8 Gambar 3.1 Anatomi Tonsil....20 Gambar 3.2 Anatomi Tonsila Palatina.21 Gambar 3.3 Corynebacterium Diphteriae ..24 Gambar 3.4 Pseudomembran Tonsil...26 Gambar 3.5 Miokarditis27

BAB I PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama1,2 Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa.3,4,5 Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara pathology based mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.2 Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat.2 Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi.2,3,5-13

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI ANATOMI Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Ke arah posterior dinding nasofaring melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sfenoid, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatanlipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia muda dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan karena adanya jaringan adenoid.3,4 Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere).3,4
Gambar 1: Daerah nasofaring (dikutip dari kepustakaan 5).

Histologi Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia respiratory type5,9,10. Setelah 10 tahun kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi epitel nonkeratinizing squamous, kecuali pada beberapa area (transition zone)11. Mukosa membentuk invaginasi membentuk crypta. Stroma kaya akan jaringan limfoid dan terkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan terkadang merusak epitel membentuk reticulated pattern. Kelenjar seromucinous dapat juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga hidung5.

Gambar 2. Sel epitel transisional, pelapis nasofaring (Dikutip dari : Respiratory system pre lab [cited 2010 Jan 5]. Available from: http://anatomy.iupui.edu/courses/histo_D502)

BAB III KARSINOMA NASOFARING A. DEFINISI B. EPIDEMIOLOGI Insidens karsinoma nasofaring tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk daratan Cina bagian selatan, khususnya suku Kanton di propinsi Guang Dong dengan angka rata-rata 30-50 / 100.000 penduduk per tahun. Insidens karsinoma nasofaring juga banyak pada daerah yang banyak dijumpai imigran Cina, misalnya di Hong Kong, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Sedangkan insidens yang terendah pada bangsa Kaukasian, Jepang dan India.10 Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria disbanding pada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia yang masih produktif ( 30-60 tahun ), dengan usia terbanyak adalah 40-50 tahun.10 C. ETIOLOGI Penyebab dari karsinoma nasofaring ini adalah gabungan antara genetik, faktor lingkungan dan virus Ebstein Barr4,5,12,13. 1.Genetik Analisa genetik pada populasi endemik berhubungan dengan HLA-A2, HLAB17dan HLA-Bw26. Dimana orang dengan yang memiliki gen ini memiliki resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring11. Studi pada orang Cina dengan keluarga menderita karsinoma nasofaring dijumpai adanya kelemahan lokus pada regio HLA. Studi dari kelemahan HLA pada orang-orang Cina menunjukkan bahwa orang-orang dengan HLA A*0207 atau B*4601 tetapi tidak pada A*0201 memiliki resiko yang meningkat untuk terkena karsinoma nasofaring3. 2.Lingkungan Paparan dari ikan asin dan makanan yang mengandung volatile nitrosamine merupakan penyebab karsinoma nasofaring pada Cantonese. Konsumsi ikan asin selama masa anak-anak berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma nasofaring pada Cina Timur. Hal ini didukung dengan penelitian pada binatang dimana tikus yang diberikan diet ikan asin akan mendapat karsinoma pada rongga hidung pada dosis tertentu3. Paparan dari formaldehid pada udara dan debu kayu juga berhubungan

dengan peningkatan insiden karsinoma nasofaring. Laporan terakhir, pada wanita pekerja tekstil di Shanghai, Cina juga memiliki peningkatan insiden karsinoma nasofaring disebabkan akumulasi dari debu kapas, asam, caustic atau dyeing process. Merokok juga berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma nasofaring. Penelitian menunjukkan adanya paparan jangka panjang dari bahan-bahan polusi memegang peranan dalam patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor lingkungan lain yang dapat meningkatkan resiko karsinoma nasofaring yang pernah dilaporkan adalah penggunaan herbal china, dijumpainya nikel pada daerah endemik, penggunaan alkohol dan infeksi jamur pada kavum nasi3,5,6. 3. Virus Ebstein Barr Virus Ebstein Barr dapat menginfeksi manusia dalam bentuk yang bervariasi. Virus ini dapat menyebabkan infeksi mononukleosis dan dapat juga menyebabkan limfoma burkit dan karsinoma nasofaring6. EBV-1 dan EBV-2 yang berhubungan dengan karsinoma nasofaring. Sebagian besar kasus karsinoma nasofaring pada orang-orang di Cina Selatan, Asia Tenggara, Mediteranian, Afrika dan Amerika Serikat berhubungan dengan infeksi EBV-1. Kasus-kasus yang mengenai Alaska Innuits hampir seluruhnya berhubungan dengan infeksi EBV-214. D. PATOGENESIS

Gambar 3. Patogenesis karsinoma nasofaring (Dikutip dari: Tao Q, Anthony TC Chan. Nasopahryngeal Carcinoma: Molecular Pathogenesis and Therapeutic Developments in Expert review in molecular medicine. Vol 9. May 2007)

E. GEJALA KLINIK F. DIAGNOSIS G. PENATALAKSANAAN

You might also like