You are on page 1of 11

EPILEPSI Definisi Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan fungsi

otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan berbagai macam etiologi. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).

Etiologi 1. Idiopatik; sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik. 2. Faktor herediter; adanya beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketouria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia. 3. Faktor genetik; pada kejang demam dan breath holding spells. 4. Kelainan kongenital otak : atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum. 5. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia. 6. Infeksi : radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplasmosis. 7. Trauma : kontusio serebri, hematom subaraknoid, hematoma subdural. 8. Neoplasma otak dan selaputnya. 9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen. 10. Keracunan : timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air. Lain-lain : penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral, dan lainlain. Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi. Kita ketahui bahwa setiap wanita di dalam kehidupannya mengalami perubahan keadaan hormon (estrogen dan progesteron), misalnya dalam masa haid, kehamilan dan menopause. Perubahan kadar hormon ini dapat mempengaruhi frekwensi serangan epilepsy.

Patofisiologi Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi padasinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. 2 Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitterneurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah Gamma Amino Butyric Acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik. Oleh berbagai faktor, di antaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstraseluler ke intraseluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

MANIFESTASI KLINIS 1. Epilepsi Umum a. Major Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak focus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 45 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali. b. Minor : Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak sebelum pubertas (4 -- 5tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : Timbul pada usia 4 -- 5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal, harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik, mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat, Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik. Bangkitan mioklonus. Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang terjadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik. Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari

pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias LennoxGastaut. Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaam spasm atau sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat. Bangkitan motorik. Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche

2. Epilepsi parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi). a. Bangkitan sensorik Bangkitan sensorik adalah bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.

b.Epilepsi lobus temporalis. Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik la-zimnya berupa automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang sejenak, dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antara sadar dan mimpi (twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan automatisme

pengecap, halusinasi dengan automatisme membaca, halusinasi dengan automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh.

Klasifikasi Epilepsi Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia, dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan elektroensefalogram.

Tabel 1. Klasifikasi internasional bangkitan epilepsi (1981) I Bangkitan Parsial A. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran) 1. 2. 3. 4. Dengan gejala motorik Dengan gejala sensorik Dengan gejala otonomik Dengan gejala psikik

B. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran) 1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran a. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran b. Dengan automatisme 2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan a. Dengan gangguan kesadaran saja b. Dengan automatisme

C. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik) 1. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum 2. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial

3. kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum

II. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi) A. B. C. D. E. F. Bangkitan lena Bangkitan mioklonik Bangkitan tonik Bangkitan atonik Bangkitan klonik Bangkitan tonik-klonik

III. Bangkitan epileptik yang tidak tergolongkan

Tabel 2. Klasifikasi epilepsi berdasarkan sindroma1 A. Localization-related (focal, partial) epilepsies Idiopatik  Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes  Childhood epilepsy with occipital paroxysm Symptomatic  Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi anatomi yang diperkirakan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan, EEG interiktal dan iktal, gambaran neuroimejing  Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder berasal dari lobus frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus tidak diketahui  Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik B. Epilepsi Umum Idiopatik  Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions  Benign myoclonic epilepsy in infancy  Childhood absence epilepsy  Juvenile absence epilepsy  Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)  Epilepsy with grand mal seizures upon awakening  Other generalized idiopathic epilepsies Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik  Wests syndrome (infantile spasms)  Lennox gastaut syndrome

 Epilepsy with myoclonic astatic seizures  Epilepsy with myoclonic absences Simtomatik  Etiologi non spesifik  Early myoclonic encephalopathy Specific disease states presenting with seizures

Diagnosis Evaluasi penderita dengan gejala yang bersifat paroksismal, terutama dengan faktor penyebab yang tidak diketahui, memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk dapat menggali dan menemukan data yang relevan. Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Penderita atau orang tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi dikeluarganya. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan lain yang menunjang diagnosis. Anamnesis Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu. Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi: - Pola / bentuk serangan - Lama serangan - Gejala sebelum, selama dan paska serangan - Frekwensi serangan - Faktor pencetus - Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang - Usia saat serangan terjadinya pertama - Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya - Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga Pemeriksaan Fisik Umum dan Neurologis Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral. Pemeriksaan Penunjang a. Elektro Ensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal: 1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak. 2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya misal gelombang delta. 3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron). b. Rekaman Video EEG Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta

bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi. c. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri d. Pungsi Lumbal Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi. a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher) b. Mengalami complex partial seizure c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam48 jam sebelumnya) d. Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat) e. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal. f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun. Pada anak dengan usia>18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan pada penderita epilepsi adalah : y Menghindari kerusakan sel-sel otak y Mengurangi beban sosial dan psikologi pasien maupun keluarganya. y Profilaksis / pencegahan sehingga jumlah serangan berkurang Pemberian obat anti epilepsi selalu dimulai dengan dosis rendah dinaikkan bertahap sampai epilepsi terkendali. Pemutusan obat secara mendadak harus dihindari terutama untuk golongan barbiturat dan benzodiazepin karena dapat memicu kambuhnya serangan. Tindakan non medis yang dilakukan pada penderita epilepsi saat ini adalah menghilangkan penyebab penyakit setelah dilakukan operasi otak serta menjauhkan dari segala faktor penyebab (stress, alkohol dll.). Obat saraf golongan antikonvulsan atau obat epilepsi terbagi dalam 8 golongan yaitu : 1. Golongan Hidantoin: Fenitoin, Mefenotoin, Etotoin.

Fenitoin/Phenytoin biasa dalam bentuk garamnya yaitu Phenytoin Na dengan sediaan kapsul 50 mg dan 100 mg, serta ampul untuk suntik 100mg/2 ml. 2. Golongan Barbiturat: Fenobarbital, Primidon. Fenobarbital atau Phenobarbital tersedia dalam bentuk garamnya untuk sediaan suntik dengan kemasan ampul 200 mg / 2 ml. Juga ada yang dikombinasi dengan golongan hidantoin (Diphenylhidantoin) tersedia dalam bentuk tablet. 3. 4. 5. 6. 7. Golongan Oksazolidindion: Trimetadion. Golongan Suksinimid: Etosuksimid, Karbamazepin, Ox Carbazepine Golongan Benzodiazepin: Diazepam, Klonazepam, Nitrazepam, Levetiracetam Golongan Asam Valproat dan garamnya (Divalproex Na) Golongan Phenyltriazine; Lamotrigine Lamotrigine dapat menyebabakan ruam yang berakibat fatal sehingga menimbulkan cacat atau kematian. Beritahu dokter anda kalau anda minum juga obat golongan asam valproat, karena obat golongan ini dapat meningkatkan efek samping Lamotrigine. Selain sebagai obat epilepsi juga digunakan untuk memperpanjang periode serangan pada penderita depresi, mania dan perasaan yang abnormal lainnya pada penderita bipolar. 8. Golongan Gabapentin dan turunannya (Pregabalin) Pregabalin digunakan untuk mengontrol serangan epilepsi. Obat epilepsi ini tidak menyembuhkan epilepsi dan hanya akan bekerja untuk mengontrol serangan epilepsi sepanjang minum obat epilepsi ini. Obat ini juga digunakan untuk nyeri syaraf yang disebabkan penyakit herpes (post herpetic neuralgia) dan nyeri akibat kerusakan syaraf karena diabetes. Pregabalin baru tersedia dalam bentuk kapsul 75 mg. 9. Lainnya: Fenasemid, Topiramate Topiramate merupakan obat epilepsi baru dengan sediaan tablet 25 mg, 50 mg dan 100 mg juga dalam bentuk kapsul sprinkle 15 mg, 25 mg dan 50 mg. Diminum sebelum atau sesudah makan dengan air segelas penuh.

Obat

Jenis epilepsi

Efek samping yg mungkin terjadi Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang

Karbamazepin Generalisata, parsial

Etoksimid Gabapentin Lamotrigin Fenobarbital Fenitoin Primidon Valproat

Petit mal Parsial Generalisata, parsial Generalisata, parsial Generalisata, parsial Generalisata, parsial Kejang mal infantil, petit

Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang Tenang Ruam kulit Tenang Pembengkakan gusi Tenang Penambahan berat badan, rambut rontok

Tabel. Obat epilepsi dan efek sampingnya Ada dua mekanisme obat epilepsi yang penting yaitu dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dan dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi. Obat epilepsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala kejang/konvulsi penyakit lain. Pasien perlu berobat secara teratur. Pasien atau keluarganya dianjurkan untuk membuat catatan tentang datangnya waktu bangkitan epilepsi. Pemeriksaan neurologik disertai EEG perlu dilakukan secara berkala. Di samping itu perlu berbagai pemeriksaan lain untuk mendeteksi timbulnya efek samping sedini mungkin yang dapat merugikan, antara lain pemeriksaan darah, kimia darah, maupun kadar obat dalam darah. Fenitoin dan karbamazepin merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan epilepsi kecuali terhadap epilepsi petit mal. Prognosis Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi factor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relative jelek.

You might also like