You are on page 1of 81

STATUS ILMU BEDAH SMF ILMU BEDAH RUMAH SAKIT MARZOEKI MAHDI BOGOR Nama Mahasiswa NIM : TandaTangan: :

Dokter Pembimbing :

IDENTITAS PASIEN Nama lengkap Usia Status perkawinan Pekerjaan Alamat : Ny. V : 33 tahun : Menikah : Ibu Rumah tangga : Jenis kelamin : Perempuan Suku bangsa : Jawa Agama Pendidikan : Islam : SMA

Tanggal masuk RS: 10-Juni-2011

A. ANAMNESIS Diambil dari autoanamnesis, tanggal 30 Juli 2011 Keluhan Utama: Nyeri pada pinggang kiri sejak 1 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang: 6 bln SMRS pasien mengeluh nyeri pada pinggang sebelah kiri, nyeri dirasakan hilang timbul. Nyeri muncul saat menggerakan kaki dan berkurang bila beristirahat. Os mengatakan mengalami demam, demam dirasakan tidak terlalu tinggi dengan perabaan tangan, demam lebih sering dirasakan pada malam hari dan sampai disertai dengan keringat dingin pada saat sholat subuh. Os mengatakan tidak terdapat batuk, tidak terdapat pilek dan juga tidak pernah merasa sesak napas. Os merasa makin kurus dalam beberapa bulan terakhir. BAB kurang lebih 2x/hari tidak berdarah dan tidak berlendir. BAK kurang lebih 4-5x/hari tidak terdapat darah tidak terdapat pasir saat kencing. 1 , Jam 07.00 WIB

1 bulan SMRS, Os kembali merasakan nyeri di pinggang kirinya dan menjalar ke kaki kirinya. Nyeri dirasakan hilang timbul, timbul saat pasien menggerakan kakinya tetapi hilang saat beristirahat terutama saat berbaring. Pasien juga mengatakan bahwa lebih merasa nyaman bila memijat kakinya. Pasien mengeluh batuk-batuk. Batuk tidak berdahak, tidak berdarah. Pasien juga masih merasakan demam tetapi tidak terlalu tinggi. Tidak terdapat pilek. Pasien mengatakan BAB kurang lebih 2x/hari tanpa darah dan tidak berlendir serta BAK kurang lebih 4-5x/hari. Pasien membawa dirinya ke dokter, dan pasien dinyatakan menderita penyakit TBC oleh dokter spesialis paru. 1 Hari SMRS, Os mengatakan mengalam nyeri pinggul kiri menjalar sampai ke kaki kiri dan tidak dapat menggerakan kakinya. Pasien tidak dapat menggerakan kakinya dikarenakan merasa nyeri yang teramat sangat. Nyeri dirasakan lebih hebat dibandingkan sebelumnya, dan muncul tanpa di dahului oleh kejadian tertentu. Pasien mengeluhkan kadang-kadang batuk, tidak berdahak dan tidak berdarah, disertai oleh demam yang tidak terlalu tinggi. Keluhan batuk dan demam tidak disertai oleh keluhan sesak napas. Os juga merasa mual sampai mengakibatkan muntah, berisi makanan yang dimakan dan terjadi setiap setelah makan. BAB lancar kurang lebih 2x/hari tidak berdarah dan tidak berlendir dan BAK kurang lebih 4-5x/hari. Riwayat Penyakit Dahulu 20 tahun SMRS, pasien pernah didiagnosis menderita TBC, dan sudah menjalani pengobatan TB selama 7 bulan dan sudah dinyatakan sembuh. Os mengatakan belum pernah mengalami kejadian seperti ini sembelumnya. Tidak terdapat kencing manis serta hipertensi dan tidak terdapat alergi terhadap obat tertentu dan terhadap makanan. Riwayat Penyakit Keluarga Adik perempuan pasien, juga didiagnosis menderita TBC dan sedang menjalani terapi TBC sejak 1 bulan SMRS. Riwayat Pengobatan Os juga sedang menjalani pengobatan TBC sejak 1 bulan SMRS sampai sekarang. Penyakit Dahulu (Tahun) ( - ) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu Ginjal / Saluran Kemih 2

( - ) Cacar air ( - ) Difteri ( - ) Batuk Rejan ( - ) Campak ( +) Influenza ( - ) Tonsilitis ( - ) Khorea ( - ) Pneumonia ( - ) Pleuritis ( + ) Tuberkulosis Riwayat Keluarga Hubungan Adik Umur (tahun) 25

( - ) Disentri ( - ) Hepatitis ( - ) Skirofula ( - ) Sifilis ( - ) Gonore ( - ) Hipertensi ( - ) Ulkus Duodeni ( -) Gastritis ( - ) Batu Empedu

( - ) Burut (Hernia) ( - ) Penyakit Prostat ( - ) Diabetes ( - ) Asthma (-)Tumor ( - ) Penyakit Pembuluh ( - ) Perdarahan Otak ( - ) Psikosis ( - ) Neurosis Lain-lain: ( - ) Operasi ( - ) Kecelakaan

( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir

( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli

Jenis Kelamin Perempuan

Keadaan Kesehatan Menderita TB

Penyebab Meninggal -

Adakah Kerabat Yang Menderita: Penyakit Ya Alergi Asma Tuberkulosis Arthritis Rematisme Hipertensi Jantung Ginjal Lambung ANAMNESIS SISTEM Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan Kulit ( -) Bisul ( -) Kuku ( -) Rambut ( - ) Kuning / Ikterus ( +) Keringat malam ( -) Sianosis 3 Tidak Hubungan Kakek Kakek Nenek

( -) Lain-lain: Kepala ( - ) Trauma ( - ) Sinkop Mata ( -) Nyeri ( -) Sekret ( - ) Kuning / Ikterus Telinga ( -) Nyeri ( -) Sekret ( -) Tinitus Hidung ( -) Trauma ( -) Nyeri ( -) Sekret ( -) Epistaksis Mulut ( - ) Bibir kering ( -) Gusi sariawan ( -) Selaput Tenggorokan ( -) Nyeri tenggorokan Leher ( -) Benjolan

( - ) Petechiae

( - ) Sakit kepala ( -) Nyeri pada sinus

( -) Radang ( -) Gangguan penglihatan ( -) Ketajaman penglihatan

( -) Gangguan pendengaran ( -) Kehilangan pendengaran

( -) Gejala penyumbatan ( -) Gangguan penciuman ( - ) Pilek

( -) Lidah kotor ( -) Gangguan pengecap ( -) Stomatitis

( -) Perubahan suara

( -) Nyeri leher 4

Dada (Jantung/Paru) ( - ) Nyeri dada ( -) Berdebar ( -) Ortopnoe Abdomen (Lambung/Usus) ( - ) Rasa kembung ( + ) Mual ( + ) Muntah ( -) Muntah darah ( -) Sukar menelan ( - ) Nyeri perut, kolik ( - ) Perut membesar Saluran Kemih / Alat kelamin ( -) Disuria ( - ) Stranguria ( - ) Poliuria ( -) Polakisuria ( -) Hematuria ( -) Kencing batu ( -) Kencing nanah ( -) Kolik ( -) Oliguria ( -) Anuria ( -) Retensi urin ( -) Kencing menetes ( -) Wasir ( - ) Mencret ( - ) Tinja darah ( - ) Tinja berwarna dempul ( - ) Tinja berwarna hitam ( -) Benjolan ( - ) Sesak nafas ( - ) Batuk darah ( + ) Batuk

( -) Ngompol (tidak disadari)( -) Penyakit Prostat Saraf dan Otot ( -) Anestesi ( - ) Parestesi ( -) Otot lemah ( -) Kejang ( -) Afasia ( - ) Amnesia ( - ) Lain-lain ( -) Sukar mengingat ( -) Ataksia ( -) Hipo / hiper esthesi ( - ) Pingsan ( -) Kedutan (Tick) ( - ) Pusing (vertigo) ( -) Gangguan bicara (Disartri) 5

Ekstremitas ( - ) Bengkak BERAT BADAN Berat badan rata-rata (Kg) Berat tertinggi (Kg) Berat badan sekarang (Kg) RIWAYAT HIDUP Riwayat Kelahiran Tempat lahir : ( ) Di rumah Ditolong oleh : ( ) Dokter Riwayat Imunisasi ( ) Hepatitis ( ) Polio Riwayat Makanan Frekuensi / Hari Jumlah / Hari Variasi / Hari Nafsu makan Pendidikan ( ) SD ( ) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi ( ) Universitas Kesulitan Keuangan Pekerjaan : tidak ada : tidak ada 6 ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah : 2x/hari : sedikit : kurang variasi : Turun sejak 2 bulan terakhir. ( ) BCG ( ) Tetanus ( ) Campak ( ) DPT ( ) Rumah Bersalin ( ) Bidan ( ) RS Bersalin ( ) Puskesmas ( ) Dukun ( ) Lain-lain : 54 kg : 58 kg : 48 kg ( - ) Deformitas ( + ) Nyeri pada pinggul ( -) Sianosis

Keluarga Lain-lain

: tidak ada : tidak ada

B. PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umum Tinggi Badan Berat Badan Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasaan Keadaan gizi Kesadaran Sianosis Udema umum Habitus Cara berjalan Mobilitas ( aktif / pasif ) Aspek Kejiwaan Tingkah Laku Alam Perasaan Proses Pikir Kulit Warna Effloresensi Jaringan Parut Suhu Raba Keringat : coklat : terdapat bercak-bercak hitam pada lengan kiri pasien : tidak ada : hangat : umum Pigmentasi : tidak ada Lembab/Kering: lembab Pembuluh darah: tidak ada pelebaran Turgor : baik 7 : wajar : wajar : wajar : 152 cm : kg : 100/50 mmHg : 90x/menit : 36,6oC : 22x/menit : baik : Compos mentis : Tidak ada : Tidak ada : : aktif : aktif

Pertumbuhan rambut: merata

Ikterus Lapisan Lemak Lain-lain : distribusi merata : tidak ada Oedem

: tidak ada : tidak ada

Kelenjar Getah Bening Submandibula Supraklavikula Lipat paha Leher Ketiak Kepala Ekspresi wajah Rambut Mata Exophthalamus Kelopak Konjungtiva Sklera baik Gerakan Mata : dapat digerakkan ke segala arah Telinga Tuli Lubang Serumen Cairan Mulut Bibir : tidak sianosis, lembab Tonsil : T1 T1 tenang 8 : tidak tuli : Lapang : tidak ada : tidak ada Selaput pendengaran Penyumbatan Pendarahan : utuh : tidak ada : tidak ada : tidak ada Enopthalamus Lensa Visus : tidak ada : tidak dilakukan Tekanan bola mata: : tidak oedem : tidak anemis : tidak icteric : jernih Nistagmus : tidak ada : baik :hitam, merata Simetri muka : simetris Pembuluh darah temporal: teraba : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar

Lapangan penglihatan : normal ke segala arah

Langit-langit Gigi geligi Faring Lidah Leher

: tidak ada kelainan : lengkap, tidak ada caries : tidak hiperaemis : tidak tampak papil atrofi

Bau pernapasan Trismus Selaput lendir

: tidak ada : tidak ada : tidak ada

Tekanan Vena Jugularis (JVP) Kelenjar Tiroid Kelenjar Limfe kanan Dada Bentuk Buah dada Paru Paru Inspeksi Palpasi Kiri Kanan Kiri Kanan Perkusi Auskultasi Kiri Kanan Kiri Kanan : datar, tidak cekung : simetris

: 5 - 2 cm H2O. : tidak tampak membesar

: tidak tampak membesar.

Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran

Depan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil simetris - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil simetris Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-) - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-)

Belakang Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil simetris - Tidak ada benjolan - Fremitus taktil simetris Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-) - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis di ICS V, 1 jari medial linea midklavikula kiri Palpasi : Teraba iktus cordis pada ICS V, 1 jari medial linea midklavikula kiri Perkusi : 9

Batas kanan Batas kiri kiri.

: sela iga V linea parasternalis kanan.

: sela iga V, 1 jari sebelah medial linea midklavikula

Batas atas : sela iga II linea parasternal kiri. Auskultasi Pembuluh Darah Arteri Temporalis Arteri Karotis Arteri Brakhialis Arteri Radialis Arteri Femoralis Arteri Poplitea Arteri Dorsalis Pedis Perut Inspeksi Palpasi : tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris, smiling umbilicus tidak ada, dilatasi vena tidak ada Dinding perut Hati Limpa Ginjal : supel, datar : tidak teraba membesar, tidak ada nyeri tekan di hati : tidak teraba membesar : tidak ditemukan ballotement, nyeri ketok CVA tidak ada : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop tidak ada, Murmur tidak ada.

Arteri Tibialis Posterior : teraba pulsasi

Nyeri tekan abdomen negative Murphy sign negatif Nyeri lepas negatif Shifting dullness negatif Perkusi Auskultasi : timpani : bising usus (+) normal

Refleks dinding perut: baik 10

Anggota Gerak Lengan Otot Tonus : Massa : Sendi : Gerakan: Kekuatan: Oedem : Lain-lain: Petechie Tungkai dan Kaki Luka Varises Otot : : Tonus : Massa : Sendi : Gerakan: Kekuatan: Oedem : Lain-lain Petechie Status Lokalis Punggung (pemeriksaan dilakukan saat pasien terlungkup) Inspeksi Palpasi Nyeri Ketok : Kifosis (-) , Benjolan (-) , Perubahan warna (-), Tanda radang (-), Luka (-), Gibbus (-) : Benjolan (-), NT (+), Perabaan Hangat : Nyeri Ketok CVA (-) 11 : baik tidak ada baik baik 5555 tidak ada tidak ada tidak ada baik tidak ada tidak ada kelainan baik 5555 tidak ada tidak ada tidak ada Kanan tidak ada tidak ada baik tidak ada baik baik 3333 tidak ada tidak ada tidak ada baik tidak ada tidak ada kelainan baik 5555 tidak ada tidak ada tidak ada Kiri tidak ada tidak ada Kanan Kiri

Gerakan

: Gerakan Aktif terbatas Ec. Nyeri Gerakan Pasif terbatas Ec. Nyeri

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit LED (1 jam) Trombosit Hematokrit Masa Perdarahan Masa Pembekuan SGOT SGPT Ureum Kreatinin GDS Hasil 8,1 11.890 80 315.000 27 130 630 28 11 52,2 1,32 100 Satuan gr/dl /mm3 mm/jam mm3 % Menit Menit U/l U/l mg/dl mg/dl mg/dl Nilai Rujukan 13 18 4000 10.000 0 20 150.000 400.000 36 48 13 Sampai 7 < 37 < 39 10 50 0,5 1,17 < 140

Pemeriksaan Sputum BTA 2X BTA positif PEMERIKSAAN RADIOLOGI Foto Pre Operasi

12

Foto Thorakolumbal AP

13

Foto Thorakolumbal Lateral

14

Foto Thorakolumbal Lateral

15

Rontgen Vertebra Thorakolumbal AP-Lat Deskripsi: alignment tulang normal, terdapat gambaran kompresi vertebra lumbal III, erosi +, discus intervertebralis normal Kesan: spondilitis vertebra lumbal III

RINGKASAN Seorang wanita Umur 33 tahun, datang dengan keluhan tidak dapat menggerakan kaki kirinya sejak 1 hari SMRS. Terdapat nyeri pada pinggang kiri, hilang timbul, muncul saat menggerakan kaki dan berkurang bila beristirahat. Nyeri menjalar dari pinggang sampai ke kaki kiri dan dirasakan makin bertambah parah sampai tidak dapat menggerakan kakinya. Demam (+), lebih sering dirasakan pada malam hari disertai dengan keringat dingin. Batuk (+) tidak berdahak, tidak berdarah. Pasien merasa berat badannya makin menurun, BAB dan BAK normal. Riwayat TB (+), os dalam pengobatan TB. Pada pemeriksaan fisik RR 20x/mnt, Suhu 36. Pada punggung, gibbus (-), kifosis (-), perubahan warna (-), Bejolan (-), NT (+), Perabaan Hangat, Nyeri Ketok CVA (-), Gerak terbatas karena Nyeri. Pem. Lab Hb 8,1 g/dl, Leukosit 11890/mm3, LED 80 mm/jam, Ht 27%, Sputum BTA 2x positif. Foto rontgen terdapat gambaran corpus VL III compresi dan erosi. DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS 1. Spondilitis TB Data yang mendukung: a. Terdapat riwayat TB b. Terdapat keluhan nyeri pinggang yang makin memburuk sampai mengakibatkan keterbatasan gerak dari extremitas bawah pasien c. Terdapat riwayat keluarga yang menderita TB. d. Terdapat adanya peningkatan LED e. Pada pemeriksaan Rontgen Vertebrae, terdapat gambaran yang sesuai dengan gambaran spondilitis berupa gambaran compresi corpus VL III dan gambaran osteolitik.

16

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS DAN DASAR DIAGNOSIS: 1. A. Fraktur Kompresi Vertebrae Lumbal Ec. Trauma Data yang mendukung: 1. Terdapat keluhan nyeri pinggang 2. Terdapat gambaran fraktur kompresi pada rontgen torakolumbal Data yang tidak mendukung: 1. Tidak terdapat riwayat trauma sebelum terdapat keluhan. B. HNP Data yang mendukung: 1. Terdapat nyeri pinggang yang menjalar ke kedua tungkai 2. Nyeri makin memberat ketika berjalan. Data Yang tidak mendukung: 1. Tidak terdapat adanya riwayat trauma 2. Tidak terdapat adanya masalah neurologis yang bermakna Pemeriksaan yang dianjurkan: 1. Patologi anatomi untuk memastikan diagnosis TB tulang dan apakah terdapat tanda keganasan atau tidak. 2. Aspirasi pus paravertebra 3. MRI untuk menegakan diagnosis RENCANA PENGELOLAAN Bedah o Laminectomi Non-Bedah o Medikamentosa Ketorolac 3 X 10 mg IV OAT

o NonMedikamentosa Menggunakan Korset 17

Tirah baring

PENCEGAHAN
PENCEGAHAN PRIMER TBC 1. Memakai masker 2. Edukasi keluarga 3. Menghindari polusi 4. Jangan merokok

PENCEGAHAN SEKUNDER TBC 1. Meminum OAT secara teratur 2. Kontrol berkala ke dokter PENCEGAHAN TERSIER TBC 1. Lobektomi bila sudah terdapat destroyed lung PROGNOSIS Ad vitam : ad Bonam Ad functionam : Dubia ad Bonam Ad sanationam : Dubia ad bonam.

18

FOLLOW-UP PASIEN Tanggal 10 Juni 2011

Subjective: Pasien dalam pengobatan TB, batuk (+), sesak (-), demam (-), keringat malam (+), penurunan berat badan (+). Nyeri panggul (+), terasa makin berat bila digerakkan. Kaki tidak dapat digerakkan, terasa nyeri bila digerakkan. Objective: Keadaan umum / kesadaran: tampak sakit sedang / compos mentis Tanda vital Tekanan darah : 130/90 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax oJantung oParu Abdomen Extremitas : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/: 80 x/menit : 20 x/menit : 36oC

: suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/-

: datar, soepel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal : akral hangat pada keempat extremitas

Status Lokalis Regio Vertebra Thorako-Lumbal Inspeksi : Kifosis (-) , Benjolan (-) , Perubahan warna (-), Tanda radang (-), Luka (-), Gibbus (-) 19

Palpasi Nyeri Ketok Gerakan

: Benjolan (-), NT (+), Perabaan Hangat : Nyeri Ketok CVA (-) : Gerakan Aktif terbatas ec. Nyeri Gerakan Pasif terbatas ec. Nyeri

Assessment: Spondilitis TB Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Cek pemeriksaan: rontgen thorakolumbal, MRI, ICT TB dan sputum BTA Konsul dokter spesialis paru untuk pengobatan TBC

Tanggal 12 Juni 2011 Subjective: Batuk (+), sesak (-), demam (-), keringat malam (+), penurunan berat badan (+). Nyeri panggul (+), terasa makin berat bila digerakkan. Kaki tidak dapat digerakkan, terasa nyeri bila digerakkan. Objective: Keadaan umum / kesadaran: tampak sakit sedang / compos mentis Tanda vital Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis : 100 x/menit : 18 x/menit : 36,5oC : dalam batas normal

Status Lokalis Regio Vertebra Thorako-Lumbal Inspeksi : Kifosis (-) , Benjolan (-) , Perubahan warna (-), Tanda radang (-), Luka (-) 20

Palpasi Nyeri Ketok Gerakan

: Benjolan (-), NT (+), Perabaan Hangat : Nyeri Ketok CVA (-) : Gerakan Aktif terbatas Ec. Nyeri Gerakan Pasif terbatas Ec. Nyeri

Hasil Pemeriksaan Laboratorium : sputum BTA (+)

Assessment: Spondilitis TB Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Cek pemeriksaan: rontgen thorakolumbal, MRI thorakolumbal Konsul dokter spesialis paru untuk pengobatan TBC

Tanggal 16 Juni 2011 Subjective: Batuk (+), sesak (-), demam (-). Nyeri panggul (+). Kaki tidak dapat digerakkan, terasa nyeri bila digerakkan. Objective: Keadaan umum / kesadaran: tampak sakit sedang / compos mentis Tanda vital Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis : 100 x/menit : 18 x/menit : 36,5oC : dalam batas normal

Status Lokalis Regio Vertebra Thorako-Lumbal

21

Inspeksi

: Kifosis (-) , Benjolan (-) , Perubahan warna (-), Tanda radang (-), Luka (-)

Palpasi Nyeri Ketok Gerakan

: Benjolan (-), NT (+), Perabaan Hangat : Nyeri Ketok CVA (-) : Gerakan Aktif terbatas Ec. Nyeri Gerakan Pasif terbatas Ec. Nyeri

Assessment: Spondilitis TB Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ambil hasil pemeriksaan: rontgen thorakolumbal, MRI thorakolumbal Konsul dokter spesialis paru untuk pengobatan TBC

Tanggal 25 Juni 2011 Subjective: Batuk (+), sesak (-), demam (-). Nyeri panggul (+). Kaki tidak dapat digerakkan, terasa nyeri bila digerakkan. Objective: Keadaan umum / kesadaran: tampak sakit sedang / compos mentis Tanda vital Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi Pernafasan Suhu : 80 x/menit : 18 x/menit : 36,5oC

Status Lokalis Regio Vertebra Thorako-Lumbal Inspeksi : Kifosis (-) , Benjolan (-) , Perubahan warna (-), Tanda radang (-), Luka (-) 22

Palpasi Nyeri Ketok Gerakan

: Benjolan (-), NT (+), Perabaan Hangat : Nyeri Ketok CVA (-) : Gerakan Aktif terbatas Ec. Nyeri Gerakan Pasif terbatas Ec. Nyeri

Assessment: Spondilitis TB Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Lanjutkan terapi Konfirmasi hasil pemeriksaan MRI thorakolumbal Rencana operasi laminektomi

Tanggal 30 Juni 2011

Subjective: Nyeri panggul (+), terasa makin berat bila digerakkan. Kaki tidak dapat digerakkan, terasa nyeri bila digerakkan. Demam (-). Objective: Keadaan umum / kesadaran: tampak sakit sedang / compos mentis Tanda vital Tekanan darah : 130/90 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala : normosefali : 80 x/menit : 20 x/menit : 36oC

23

Mata Thorax

: konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/-

oJantung oParu Abdomen Extremitas

: bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

: suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/-

: datar, soepel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal : akral hangat pada keempat extremitas

Status Lokalis Punggung Inspeksi Tidak tampak kelainan Palpasi NT pada pinggang setinggi SIAS Assessment: Spondilitis TB Planning: Rencana operasi laminektomi tanggal 1 Juli 2011 Persiapan pra operasi: o Laboratorium darah perifer lengkap, termasuk bleeding time, clotting time o Persiapan transfusi darah PRC 500 cc

Tanggal 1 Juli 2011 LAPORAN PEMBEDAHAN Tanggal pembedahan : 1 Juli 2011 Diagnosis pra bedah : Spondilitis TB Diagnosis pasca bedah: Spondilitis TB Tindakan pembedahan : Pasien terlentang di atas meja operasi dalam keadaan anestesi umum 24

Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis dengan povidon iodine pada daerah operasi dan sekitarnya Tutup dengan duk steril kecuali daerah operasi Dilakukan insisi posterior straight menembus lapis demi lapis, tampak processus spinosus lumbal 3 hancur Dilakukan laminektomi Dilakukan stabilisasi posterior Luka operasi dijahit lapis demi lapis Tutup jahitan dengan Sofra-Tulle, kassa steril kering, plester Operasi selesai Instruksi post operasi: Infus RL/1 jam Ceftriaxone 2 x 1 Asam tranexamat 3 x 1 Ranitidin 2 x 1 Ketorolak 3 x 500 mg Cek pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap Cek pemeriksaan foto rontgen lumbosacral AP dan lateral

Tanggal 4 Juli 2011 Subjective: Kaki terasa berat dikarenakan kaki bengkak. Nyeri sudah tidak dirasakan. Flatus (+). Belum BAB sejak operasi.

25

Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 150/100 mmHg Nadi Pernafasan Suhu : 84 x/menit : 20 x/menit : 36oC

Status Generalis Kepala Mata Thorax oJantung oParu Abdomen : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/-

: suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/-

: datar, soepel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal

Status Lokalis Regio Vertebra lumbal Inspeksi Palpasi : Tampak Luka operasi terbalut perban, Produktivitas darah (+) : Nyeri tekan pada bekas luka operasi

Status Lokalis Extremitas Bawah Look Feel Move oPasif : (+) : bengkak (+) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

26

oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Lab tgl 4-7-2011 Hb Leukosit Trombosit Ht Albumin : 11,8g/dl : 8.400/mm3 : 214.000/mm3 : 34% : 2,20 g/dl

Foto Post-Op Lumbosakral Ap-Lat

Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-3 Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban / hari 27

Latihan mobilisasi minimal: miring kanan-miring kiri serentak / 2 jam, jangan duduk dulu hingga kurang lebih 1 minggu post operasi Lanjutkan terapi sesuai instruksi post operasi

Tanggal 5 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki dapat digerakkan dengan keterbatasan, bengkak sudah berkurang, nyeri pinggang sudah tidak dirasakan, sulit tidur. Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 150/100 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax oJantung : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/: 88 x/menit : 20 x/menit : 36oC

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen Extremitas : datar, soepel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal : akral hangat pada keempat extremitas

Status lokalis Regio vertebra lumbalis

28

Inspeksi Palpasi

: Luka Operasi terbalut perban : Tidak ada kelainan

Status Lokalis Extremitas Bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-4 Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban / hari Mobilisasi minimal: miring kanan-miring kiri serentak / 2 jam, jangan duduk dulu hingga kurang lebih 1 minggu post operasi Lanjutkan terapi : bengkak (+) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Tanggal 6 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki dapat digerakkan dengan keterbatasan, pasien masih mengeluh bengkak, nyeri pinggang (-), pasien sulit tidur, serta terkadang kesemutan (+). Objective: Keadaan umum / kesadaran: tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 150/100 mmHg

29

Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis

: 112 x/menit : 20 x/menit : 36,5 oC : dalam batas normal

Status Lokalis regio vertebra lumbal Inspeksi Palpasi : Luka operasi tertutup perban, Drain masih terpasang : Tidak ada kelainan

Status Lokalis Extremitas Bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-5 Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban / hari Lanjutkan terapi : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Tanggal 7 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki dapat digerakkan dengan keterbatasan, bengkak sudah berkurang namun pasien sekarang mengeluh nyeri (+), kesemutan (+), namun sulit tidur (-) Objective:

30

Keadaan umum / kesadaran: tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 150/100 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis : 112 x/menit : 20 x/menit : 36,5 oC : dalam batas normal

Status Lokalis regio vertebra lumbal Inspeksi Palpasi : Luka operasi tertutup perban, Drain masih terpasang : Tidak ada kelainan

Status Lokalis Extremitas Bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-6 Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Lanjutkan terapi Konsul dokter fisioterapi : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

31

Tanggal 11 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+), tidak bisa digerakkan, kesemutan (+), nyeri (-). Tidak ada keluhan demam, BAB dan BAK normal. Objective: Keadaan umum / kesadaran: tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 140/90 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis : 98 x/menit : 22 x/menit : 36,9 oC : dalam batas normal

Status Lokalis regio vertebra lumbal Inspeksi Palpasi : Luka operasi tertutup perban, drain masih terpasang sudah tidak produktif : Tidak ada kelainan

Status Lokalis Extremitas Bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-10 Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

32

Ganti verban/hari Lanjutkan terapi Angkat drain

Tanggal 12 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+), bisa digerakkan sedikit, kesemutan (+), nyeri (-). Tidak ada keluhan demam, BAB dan BAK normal. Objective: Keadaan umum / kesadaran: tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 140/90 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis : 120 x/menit : 33 x/menit : 36,5 oC : dalam batas normal

Status Lokalis regio vertebra lumbal Inspeksi Palpasi : Luka operasi tertutup perban, Drain telah diangkat : Tidak ada kelainan

Status Lokalis Extremitas Bawah Look Feel Move oPasif : (+) : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

33

oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-11 Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Lanjutkan terapi Cek pemeriksaan laboratorium: albumin

Tanggal 13 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+) dan terasa pegal, kaki kanan dapat digerakkan, sedangkan kaki kiri terasa sulit digerakkan. Pasien mengeluh nafsu makan menurun dan sempat muntah (+) berisi makanan. Pasien juga mengeluh batuk berdahak namun dahak sulit dikeluarkan. Objective: Keadaan umum / kesadaran: tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 150/100 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis : 96 x/menit : 18 x/menit : 36,5 oC : dalam batas normal

Status Lokalis regio vertebra lumbal Inspeksi : Luka operasi tertutup perban

34

Palpasi

: Tidak ada kelainan

Status Lokalis Extremitas Bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : (+) dengan keterbatasan Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-12 Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Angkat Haecting Lanjutkan terapi : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Tanggal 14 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+), dapat digerakkan dengan keterbatasan, terasa pegal dan nyeri (+). Mual (+), muntah (+) 2 kali isi makanan, Pasien juga mengeluh terkadang sesak nafas (+). Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 130/90 mmHg Nadi : 88 x/menit

35

Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax

: 26 x/menit : 36oC

: normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/-

oJantung

: bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal

Status Lokalis regio vertebra lumbal Inspeksi Palpasi : Haecting telah diangkat, luka operasi bersih dan kering : Tidak ada kelainan

Status Lokalis Regio Extremitas bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Hasil pemeriksaan laboratorium Albumin: 2,16 gr/dl Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-13 Hipoalbuminemia 36 : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Latihan mobilisasi untuk duduk Lanjutkan terapi Penatalaksanaan hipoalbuminemia konsul dokter spesialis penyakit dalam Diet tinggi protein

Tanggal 15 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+), terasa pegal dan nyeri (+). Mual (+), muntah (+) berisi makanan, Pasien mengeluh nafsu makan menurun sehingga makan sedikit. Keluhan sesak nafas (-). Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 140/100 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/: 96 x/menit : 20 x/menit : 36,5oC

37

oJantung

: bunyi jantung I-II reguler, murmur (+), gallop (-)

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal

Status Lokalis regio vertebra lumbal Inspeksi Palpasi : Haecting telah diangkat, luka operasi bersih dan kering : Tidak ada kelainan

Status Lokalis Regio Extremitas bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-14 Hipoalbuminemia Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Latihan mobilisasi untuk duduk Lanjutkan terapi Penatalaksanaan hipoalbuminemia konsul dokter spesialis penyakit dalam Diet tinggi protein Transfusi albumin 100 cc 20 % 38 : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Tanggal 18 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+), namun nyeri (-). Mual (+), muntah (+) berisi makanan, Pasien masih mengeluh makan sedikit karena penurunan nafsu makan. Keluhan sesak nafas (-). Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 130/90 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax oJantung : bunyi jantung I-II reguler, murmur (+), gallop (-) : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/: 80 x/menit : 20 x/menit : 36,5oC

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal

Status Lokalis regio vertebra lumbal Inspeksi Palpasi : Haecting telah diangkat, luka operasi bersih dan kering : Tidak ada kelainan

Status Lokalis Regio extremitas bawah Look : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-)

39

Feel Move

: perabaan hangat, pitting oedem (+)

oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-17 Hipoalbuminemia Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Latihan mobilisasi untuk duduk Lanjutkan terapi Penatalaksanaan hipoalbuminemia konsul dokter spesialis penyakit dalam Diet tinggi protein Lanjutkan transfusi albumin 100 cc 20 % cek pemeriksaan laboratorium: albumin pasca transfuse

Tanggal 19 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+). Perut terasa kembung, namun mual (-), muntah (-). Nafsu makan pasien sekarang sedikit meningkat. Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital 40

Tekanan darah: 120/90 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax oJantung : bunyi jantung I-II reguler, murmur (+), gallop (-) : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/: 80 x/menit : 18 x/menit : 36,5oC

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal

Status Lokalis regio vertebra lumbal Inspeksi Palpasi : Haecting telah diangkat, luka operasi bersih dan kering : Tidak ada kelainan

Status Lokalis Regio extremitas bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Hasil pemeriksaan laboratorium Albumin: 2,21 gr/dl Assessment: 41 : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Post operasi Spondilitis TB hari ke-18 Hipoalbuminemia Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Latihan mobilisasi untuk duduk Lanjutkan terapi Penatalaksanaan hipoalbuminemia konsul dokter spesialis penyakit dalam Diet tinggi protein Lanjutkan transfusi albumin 100 cc 20 % cek pemeriksaan laboratorium: albumin pasca transfuse

Tanggal 20 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+), terasa kesemutan (+). Mual (-), muntah (-). Pasien makan (+) sedikit-sedikit. Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 120/90 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis : 72 x/menit : 18 x/menit : 36,8oC

42

Kepala Mata Thorax

: normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/-

oJantung

: bunyi jantung I-II reguler, murmur (+), gallop (-)

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal

Status Lokalis Regio extremitas bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Hasil pemeriksaan laboratorium Albumin: 2,24 gr/dl Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-19 Hipoalbuminemia Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Latihan mobilisasi untuk duduk Lanjutkan terapi Penatalaksanaan hipoalbuminemia konsul dokter spesialis penyakit dalam 43 : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Diet tinggi protein Lanjutkan transfusi albumin

Tanggal 21 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+). Keluhan muntah (+), nafsu makan (+), keluhan sesak nafas (-) Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax oJantung : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/: 88 x/menit : 20 x/menit : 36oC

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal

Status Lokalis Regio extremitas bawah Look Feel : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

44

Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-20 Hipoalbuminemia Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Latihan mobilisasi untuk duduk Lanjutkan terapi Penatalaksanaan hipoalbuminemia konsul dokter spesialis penyakit dalam Diet tinggi protein Lanjutkan transfusi albumin cek pemeriksaan laboratorium: albumin pasca transfusi

Tanggal 22 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+). Keluhan mual (+), muntah (-), nafsu makan (+). Jari kedua kaki pasien sudah bisa digerakkan dengan aktif. Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 130/80 mmHg Nadi : 88 x/menit 45

Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax

: 20 x/menit : 36oC

: normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/-

oJantung

: bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal

Status Lokalis Regio extremitas bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Hasil pemeriksaan laboratorium Albumin: 2,45 gr/dl Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-21 Hipoalbuminemia Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari 46 : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Latihan mobilisasi untuk duduk Lanjutkan terapi Penatalaksanaan hipoalbuminemia konsul dokter spesialis penyakit dalam Diet tinggi protein Lanjutkan transfusi albumin cek pemeriksaan laboratorium: albumin pasca transfuse

Tanggal 25 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+). Keluhan mual (-), muntah (-), nafsu makan (+). Pasien kini mulai bisa duduk dengan dibantu. Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax oJantung : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/: 92 x/menit : 18 x/menit : 36oC

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal 47

Status Lokalis Regio extremitas bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Hasil pemeriksaan laboratorium Albumin: 2,49 gr/dl Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-24 Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Latihan mobilisasi untuk duduk Lanjutkan terapi Cek pemeriksaan laboratorium darah ulang : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Tanggal 26 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+), kadang terasa kram (+). Keluhan batuk (+) Keluhan mual (-), muntah (-), nafsu makan (+), lemas (+). Pasien sudah bisa duduk dengan dibantu. Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital

48

Tekanan darah: 110/70 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax oJantung : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/: 78 x/menit : 20 x/menit : 36,5oC

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal

Status Lokalis Regio extremitas bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Hasil pemeriksaan laboratorium Hemoglobin: 6,2 gr/dl Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-25 Anemia Planning: 49 : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Observasi keadaan umum dan tanda vital Ganti verban/hari Latihan mobilisasi untuk duduk Lanjutkan terapi Penatalaksanaan anemia: transfusi darah PRC 500 cc cek pemeriksaan laboratorium: hemoglobin pasca transfusi

Tanggal 27 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak dan pegal (+). Keluhan batuk (+), mual (+), muntah (-), nafsu makan (+). Pasien sudah bisa duduk dengan dibantu. Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital Tekanan darah: 130/80 mmHg Nadi Pernafasan Suhu : 72 x/menit : 20 x/menit : 36,5oC

Status Generalis Kepala Mata Thorax oJantung : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/-

50

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal

Status Lokalis Regio extremitas bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Hasil pemeriksaan laboratorium Hemoglobin : 8,8 gr/dl Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-26 Planning: Observasi keadaan umum dan tanda vital Latihan mobilisasi untuk duduk Lanjutkan terapi : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

Tanggal 28 Juli 2011 Subjective: Kedua kaki bengkak (+). Keluhan batuk (+), mual (+), muntah (-), nafsu makan (+). Pasien sudah bisa duduk, namun belum bisa berdiri. Objective: Keadaan umum / kesadaran : tampak sakit ringan / compos mentis Tanda vital 51

Tekanan darah: 130/80 mmHg Nadi Pernafasan Suhu Status Generalis Kepala Mata Thorax oJantung : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : normosefali : konjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/: 72 x/menit : 20 x/menit : 36,5oC

oPulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Abdomen : nyeri tekan (-), shifting dullness (+), bising usus (+) normal

Status Lokalis Regio extremitas bawah Look Feel Move oPasif : (+) oAktif : kedua kaki dapat bergerak secara aktif tapi terdapat keterbatasan Assessment: Post operasi Spondilitis TB hari ke-27 : bengkak (+), deformitas (-), perubahan warna (-) : perabaan hangat, pitting oedem (+)

52

Planning: Pulang Kontrol ke poliklinik bedah 1 minggu lagi Kontrol ke fisioterapi tiap 2 kali seminggu Lanjutkan pengobatan TBC konsul dokter spesialis paru

53

Analisa Kasus
Anamnesis: Seorang wanita Umur 33 tahun, datang dengan keluhan tidak dapat menggerakan kaki kirinya sejak 1 hari SMRS. Terdapat nyeri pada pinggang kiri, hilang timbul, muncul saat menggerakan kaki dan berkurang bila beristirahat. Nyeri menjalar dari pinggang sampai ke kaki kiri dan dirasakan makin bertambah parah sampai tidak dapat menggerakan kakinya. Dari data diatas, nyeri yang dirasakan dapat didapatkan dari berbagai sebab, seperti HNP, Fraktur kompresi, serta spondilitis. Pasien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan menjalar ke bagian tungkai yang memperbesar kemungkinan bahwa nyeri yang dirasakan disebabkan oleh HNP. Nyeri juga dirasakan berambah parah apabila bergerak, keluhan tersebut mendukung kemungkinan bahwa nyeri yang dirasakan disebabkan oleh spondilitis. Demam (+), lebih sering dirasakan pada malam hari disertai dengan keringat dingin. Demam disini menunjukan bahwa terdapat adanya suatu proses infeksi yang dialami oleh pasien. Demam juga lebih dirasakan pada malam hari menunjukan kecenderungan suatu infeksi TB yang sering menunjukan gejala demam pada malam hari yang disertai berkeringat malam yang dimana pada orang sehat jarang didaptkan keringat saat malam hari. Batuk (+) tidak berdahak, tidak berdarah. Batuk disini menunjukan terdapat adanya proses infeksi yang terjadi pada paru-paru yang mana hampir selalu memberikan gejala batuk. Pasien merasa berat badannya makin menurun, BAB dan BAK normal. Pasien merasa berat badan menurun dapat merupakan suatu proses infeksi yang sedang menyerang pasien ttersebut atau merupakan manifestasi dari kurang intake yang dialami oleh pasien. Riwayat TB (+), os dalam pengobatan TB. Pasien dinyatakan sedang menderita TB oleh dokter spesialis, yan dapat memberikan semua gejala diatas, dan juga mendukung kemungkinan proses infeksi dari TB yang bermanifestasi di luar pulmoner. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik RR 20x/mnt, Suhu 36. Pada punggung, gibbus (-), kifosis (-), perubahan warna (-), NT (+), Perabaan Hangat, Nyeri Ketok CVA (-), Gerak terbatas karena Nyeri. Terdapat keterbatasan gerak menunjang data yang didapatkan dari anamnesis yang mengatakan bahwa nyeri diperberat pada saat bergerak, dan memperbesar kemungkinan dari spondilitis. 54

Pemeriksaan Lab Pem. Lab Hb 8,1 g/dl, Leukosit 11890/mm3, LED 80 mm/jam, Ht 27%, Sputum BTA 2x positif. Hb 8,1 dan Ht 27% menunjukan bahwa pasien mengalami anemia mikrositik. Anemia mikrositik dapat disebabkan oleh kurangnya intake yang dialami oleh pasien. Sedangkan leukosit yang lebih tinggi dari nilai normalnya menunjukan bahwa terdapat proses infeksi yang sedang dialami pasien. LED yang cenderung tinggi menunjukan terdapatnya sebuah proses kronik yang sedang dialami oleh pasien. Sedangkan sputum BTA yang didapatkan positif sebanyak 2 kali dari 3 kali pemeriksaan menunjukan adanya proses infeksi TB. Dan memperbesar kemungkinan infesi TB extrapulmoner yang menyerang tulang. Pemeriksaan Radiologi Foto rontgen terdapat gambaran corpus VL III compresi dan erosi. Hal ini sesuai dengan gmabaran spondilitis TB dimana pada patofisiologi spondilitis TB didapatkan adanya destruksi vertebra dibagian anterior sehingga memberikan gambaran osteolitik. Sedangkan gambaran compresi disebabkan oleh karena tulang yang osteolitik mengalami sebuah tekanan dari tulang vertebra yang lebih padat diatasnya. Pemeriksaan tambahan Untuk menegakan diagnosis, dapat dilaksanakan pemeriksaan aspirasi pus paravertebral yang mana merupakan golden standart diagnosis untuk spondilitis TB. Dimana pada aspirasi pus paravertebral dapat ditemukan M. tuberculosis bila dilihat dibawah mikroskop dan juga dapat dilakukan pemeriksaan PA pada jaringan yang terjadi proses infeksi pada saat operasi untuk dapat memastikan kemungkinan penyebab dari infeksi tersebut dan juga dapat memberi petunjuk dalam hal pengobatan.

Rencana penatalaksanaan Dapat dilakukan tatalaksana secara non bedah dan bedah. Untuk tatalaksana non bedah, dapat dilakukan tindakan non medikamentosa dan juga medikamentosa. Untuk tatalaksana non 55

medikamentosa, dapat dilakukan pemakaian korset untuk dapat membantu dalam hal immobilisasi pada vertebra, dan dapat dilakukan tirah baring mengingat bahwa pasien mengatakan lebih nyaman apabila beristirahat. Untuk penatalaksanan medikamentosa, dapat diberikan anti nyeri untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien. Serta dapat diberikan OAT untuk mengobati kemungkinan etiologi pasien yaitu TB. Sedangkan untuk tatalaksana bedah, dapat dilakukan tindakan Laminectomi yang bertujuan untuk membersihkan perkejuan pada vertebra untuk menghentikan persebaran kuman TB ke vertebra lainnya, serta dilakukan untuk memperkuat tulang vertebra yang lemah dengan menggunakan penn untuk stabilisasi tulang vertebra.

Prognosis Kami meramalkan prognosis pasien untuk ad Vitam adalah ad Bonam karena apbila telah dilakuakn tindakan bedah laminectomi diharapkan kehidupan pasien akan membaik dan diharapkan dapat menggerakan kaki nya kembali seperti sedia kala. Untuk ad Fungsionam juga kami menulis adbonam karena kami mengharapkan fungsi keseharian pasien sebelumnya dapat membaik setelah dilakukan tindakan bedah. Dan untuk ad Sanationam kami meramalkan dubia ad bonam karena kami masih mempertimbangkan kepatuhan pasien dalam melakukan pengobatan TB pasien, apabila pasien tekun dalam berobat maka pasien dapat sembuh seperti sediakala.

56

TINJAUAN PUSTAKA SPONDILITIS TB

A. DEFINISI Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan

granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae. B. Anatomi Vertebra Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5, sacral 5 dan coccygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari: Corpus / body Pedikel Pro sessus artikularis superior dan inferior Prosessus transversus Prosessus spinosus Diantara vertebra ditemui discus intervertebralis (Jaringan fibrokartillagenous), yang berfungsi sebagai shock absorber. Diskus ini terdiri dan bagian: Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus flbrosus. Dalam: cair yang disebut nukleus pulposus. Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat sekitarnya: 57

Lig longitudinale anterior (membatasi gerakan ektensi). Lig longitudinale posterior (membatasi gerakan fleksi). Lig kapsulare, antara proc sup dan interior. Lig intertransversale. Lig flava (yellow hg) diantara 2 laminae. Lig supra dan interspinosus. Medula Spinalis Terletak didalam kanalis vertebralis yang diliputi dan luar oleh duramater, subdural space, arachnoid, subarachnoid dan piamater. Medula spmalis mengeluarkan cabang n spinalis secara segmental dan dorsal (posterior root) dan ventral (anterior root). Pada cervical keluar 8 cabang walaupun hanya ada 7 vertebra cervikalis. Medula spmalis berakhir sebagai cauda equine pada Th 12 L1 dan kemudian berubah jadi pilum terminate.

58

C. ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifat acid-fastnon-motile (tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yg konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tumbuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh. 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan

1/3 dari tipe bovin )

59

10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.

Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yg penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis. Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah tertular flu. Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yg diperlukan dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yg lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun. D. Epidemiologi Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Ujung Pandang spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.

60

Skema Epidemiologi TB Extra-Pulmoner E. PATOGENESIS Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara hematogen, diduga terjadinya penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan diskus intervertebralis karena avaskular lebih resisten

61

tetapi akan mengalami dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kifosis. Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu: 1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium destruksi awal Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada diskus. proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. 3. Stadium destruksi lanjut Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus. 4. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia yaitu:

62

i.

Derajat I Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.

ii.

Derajat II Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.

iii.

Derajat III Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.

iv.

Derajat IV Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi dan miksi.

TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai dengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. 5. Stadium deformitas residual Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang massif di depan.

63

F. PATOFISIOLOGI Kuman yg bangun kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti aliran darah ke pembuluh tulang belakang dekat dengan ginjal. Kuman berkembang biak umumnya di tempat aliran darah yg menyebabkan kuman berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman bersarang. Kemudian kuman tersebut akan menggerogoti badan tulang belakang, membentuk kantung nanah (abses) yg bisa menyebar sepanjang otot pinggang sampai bisa mencapai daerah lipat paha. Dapat pula memacu terjadinya deformitas. Gejala awalnya adalah perkaratan umumnya disebut pengapuran tulang belakang, sendi-sendi bahu, lutut, panggul. Tulang rawan ini akan terkikis menipis hingga tak lagi berfungsi. Persendian terasa kaku dan nyeri, kerusakan pada tulang rawan sendi, pelapis ujung tulang yg berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut bila dua ruang tulang berbenturan saat sendi digerakkan. Terbentuknya abses dan badan tulang belakang yg hancur, bisa menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan miring ke arah depan. Kedua hal ini bisa menyebabkan penekanan syaraf-syaraf sekitar tulang belakang yg mengurus tungkai bawah, sehingga gejalanya bisa kesemutan, baal-baal, bahkan bisa sampai kelumpuhan. Badan tulang belakang yg kolaps dan miring ke depan menyebabkan tulang belakang dapat diraba dan menonjol di belakang dan nyeri bila tertekan, sering sebut sebagai gibbus Bahaya yg terberat adalah kelumpuhan tungkai bawah, karena penekanan batang syaraf di tulang belakang yg dapat disertai lumpuhnya syaraf yg mengurus organ yg lain, seperti saluran kencing dan anus (saluran pembuangan). Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan yg kronik dan destruktif yg disebabkan basil tuberkulosis yg menyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal 64

dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer atau pasca primer. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak. Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yg kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Di samping itu, periostitis dan sekwester hampir tidak ada. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebra. Dari pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan refleks fisiologis normal. Ditemukan hipestesia (raba) setinggi VT6. Tidak ditemukan adanya refleks patologis. Pada pemeriksaan nervi cranialis tidak ditemukan adanya kelainan.

65

G. PATOLOGI Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.

Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, 66

ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batsons yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra. Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis: 1. Peridiskal / paradiskal Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal. 2. Sentral Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal. 3. Anterior Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena

67

adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral. 4. Bentuk atipikal Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.

H. MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu: a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anakanak sering disertai dengan menangis pada malam hari. c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal. d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal e. Deformitas pada punggung (gibbus)

68

f. Pembengkakan setempat (abses) g. Adanya proses tbc. Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa: a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri. b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal.

I. DIAGNOSIS SPONDILITIS TUBERKULOSA Diagnosis pada spondilitis tuberkulosa meliputi: 1. Anamnesis Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari pasien, meliputi keluhan utama, keluhan sistem badan, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga atau lingkungan. 2. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi Pada klien dengan spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis. b. Palpasi

69

Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, keadaan tulang belakang terdapat adanya gibbus pada area tulang yang mengalami infeksi. c. Perkusi Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok. d. Auskultasi Pada pemeriksaan auskultasi, keadaan paru tidak ditemukan kelainan. 3. Pemeriksaan medis dan laboratorium.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG SPONDILITIS TUBERKULOSA Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa yaitu: 1. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat. b. Uji mantoux positif tuberkulosis. c. Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium. d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional. e. Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel. f. Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah. g. Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein). h. Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi. 70

i. Pemeriksaan

ELISA

(Enzyme-Linked

Immunoadsorbent

Assay)

tetapi

menghasilkan negatif palsu pada penderita dengan alergi. j. Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis melekatkan nukleotida tertentu pada fragmen DNA dan amplifikasi menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang diidentifikasi dengan gel. 2. Pemeriksaan radiologis a. Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses dingin tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk spindle. b. Pemeriksaan foto dengan zat kontras. c. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus vertebra, penyempitan diskus intervertebralis, dan mungkin ditemukan adanya massa abses paravertebral. d. Pemeriksaan mielografi. e. CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi

irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang. f. MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang belakang serta menunjukkan adanya penekanan saraf.

K. DIAGNOSIS BANDING SPONDILITIS TUBERKULOSA 71

Diagnosis banding pada spondilitis tuberkulosa yaitu: 1. Fraktur kompresi traumatik akibat tumor medulla spinalis. 2. Metastasis tulang belakang dengan tidak mengenai diskus dan terdapat karsinoma prostat. 3. Osteitis piogen dengan demam yang lebih cepat timbul. 4. Poliomielitis dengan paresis atau paralisis tungkai dan skoliosis. 5. Skoliosis idiopatik tanpa gibbus dan tanda paralisis. 6. Kifosis senilis berupa kifosis tidak lokal dan osteoporosis seluruh kerangka. 7. Penyakit paru dengan bekas empiema tulang belakang bebas penyakit. 8. Infeksi kronik non tuberkulosis seperti infeksi jamur (blastomikosis). 9. Proses yang berakibat kifosis dengan atau tanpa skoliosis.

L. PROGNOSIS SPONDILITIS TUBERKULOSA Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit menahun dan apabila dapat sembuh secara spontan akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam waktu singkat sekitar 6 bulan. Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologis. Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik walaupun tanpa operasi. Penyakit dapat kambuh apabila pengobatan tidak

72

teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat karena terjadi resistensi terhadap pengobatan. Untuk spondilitis dengan paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan saraf lebih baik sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Apabila paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa prognosisnya ad functionam juga buruk. M.KOMPLIKASI SPONDILITIS TUBERKULOSA Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu: 1. Potts paraplegia a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medula spinalis dan saraf. b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis. 2. Ruptur abses paravertebra a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis. b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold absces. 3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Potts paraplegia prognosa baik) atau dapat juga langsung 73

karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan corda spinalis.

N. PENATALAKSANAAN SPONDILITIS TUBERKULOSA Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan segera untuk menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau mengkoreksi paraplegia atau defisit neurologis. Prinsip pengobatan Potts paraplegia yaitu: 1. Pemberian obat antituberkulosis. 2. Dekompresi medula spinalis. 3. Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi. 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft). Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:

1. Terapi konservatif a. Tirah baring (bed rest). b. Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra. c. Memperbaiki keadaan umum penderita. 74

d. Pengobatan antituberkulosa. Standar pengobatan berdasarkan program P2TB paru yaitu: i. Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+). a) Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg, dan Pirazinamid 1.500 mg setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). b) Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali seminggu selama 4 bulan (54 kali). ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat

selama sebulan, termasuk penderita yang kambuh. 1. Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg setiap hari. Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). 2. Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol 1250 mg 3 kali seminggu selama 5 bulan (66 kali). Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, LED menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang, serta gambaran radiologis ditemukan adanya union pada vertebra.

75

2. Terapi operatif a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau

malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum operasi, penderita diberikan obat tuberkulostatik. b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka,

debrideman, dan bone graft. c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI

ditemukan adanya penekanan pada medula spinalis (Ombregt, 2005). Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita spondilitis tuberkulosa tetapi operasi masih memegang peranan penting dalam beberapa hal seperti apabila terdapat cold absces (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis. a. Cold absces Cold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. b. Lesi tuberkulosa 1) Debrideman fokal. 2) Kosto-transveresektomi. 3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

76

c. Kifosis 1) 2) 3) 4) 5) Pengobatan dengan kemoterapi. Laminektomi. Kosto-transveresektomi. Operasi radikal. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.

Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis bertendensi untuk bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa fusi posterior atau operasi radikal (Graham, 2007). Terapi Operatif dengan Laminektomi Laminektomi adalah metode standar untuk dekompresi kanalis spinalis bagian tengah. Keuntungannya adalah biasanya mudah dikerjakan dan mempunyai angka kesuksesan yang tinggi. Angka kegagalan dengan gejala yang rekuren adalah pasien setelah 5 tahun. Terdapat angka komplikasi post operatif non spesifik dan jaringan parut epidural yang relatif rendah. Secara tradisional, laminektomi sendiri diduga tidak menganggu stabilitas spina lumbalis, selama struktur spina yang lain tetap intak khususnya pada pasien manula. Pada spina yang degeneratif, bagian penting yang lain seperti diskus intervertebaralis dan facet joint seringkali terganggu. Hal ini dapat menjelaskan adanya spodilolistesis post operatif setelah laminektomi yang akan memberikan hasil yang buruk.

77

Laminektomi dikerjakan pada keadaan adanya spondilolistesis degeneratif atau jika terdapat kerusakan operatif dari diskus atau facet joint. Terdapat insiden yang tinggi dari instabilitas post operatif. Dengan menjaga diskus bahkan yang sudah mengalami degenerasi, nampaknya membantu stabilitas segmental. Untuk alasan inilah maka discectomy tidak dianjurkan untuk stenosis spinalis lumbalis dimana gejalanya ditimbulkan oleh protrusio atau herniasi, kecuali diskus yang terherniasi menekan akar saraf bahkan setelah dekompresi recessus lateralis. Jaringan parut epidural muncul setelah laminektomi dan kadang-kadang berlokasi di segmen yang bersebelahan dengan segmen yang dioperasi. Jika jaringan parut sangat nyata, hal ini disebut dengan membran post laminektomi. Autotransplantasi lemak dilakukan pada epidural oleh beberapa ahli bedah untuk mengurangi fibrosis. Walaupun beberapa telah berhasil, pembengkakan lemak post operatif dapat mengakibatkan penekanan akar saraf. Dekompresi harus dilakukan pada pasien dengan osteoporosis. Sebaiknya dilakukan dengan hati-hati karena instabilitas post operatif sangat sulit diobati. Laminektomi dengan facetectomy parsial adalah prosedur standar stenosis laminektomi tunggal cukup untuk stenosis kanalis spinalis, sehingga biasanya digabungkan dengan beberapa bentuk facetectomy parsial. Unroofing foramen vertebralis dapat dikerjakan hanya dari arah lateral sebagaimana pada herniasi diskus foramina. Kemungkinan cara yang lain dikerjakan adalah prosedur laminoplasti dengan memindahkan dan memasukkan kembali lengkung laminar dan processus spinosus. Dekompesi dan stabilisasi

78

Laminektomi dapat digabungkan dengan berbagai metode stabilisasi. Sistem terbaru menggunakan skrup pedikuler, sebagaimana pada sistem yang lebih lama seperti knodt rods, harrington rods dan Luque frame dengan kawat sublaminer. Laminektomi spondilolistesis degeneratif dan penyatuan prosesus intertranvesus dengan atau tanpa fiksasi internal adalah prosedur standar. Untuk alternatifnya dapat dilakukan penyatuan interkorpus lumbalis posterior atau penyatuan interkorpus anterior. Beberapa ahli mengatakan, laminektomi dengan penyatuan spinal lebih baik daripada laminektomi tunggal karena laminektomi tunggal berhubungan dengan insiden yang tinggi dari spondilolistesis progresif. Komplikasi prosedur stabilisasi termasuk di dalamnya kerusakan materi osteosintetik, trauma neurovaskuler, fraktur prosesus spinosus, lamina atau pedikel, pseudoarthrosis, ileus paralitik, dan nyeri tempat donor graft iliakus. Degenerasi dan stenosis post fusi dapat muncul pada segmen yang bersebelahan dengan yang mengalami fusi yang disebabkan oleh hipermotilitas. Walaupun hasil percobaan mendukung teori ini, efek klinis dari komplikasi ini masih belum dapat diketahui. Berbeda dari spondilolistesis degeneratif dimana dekompresi dan stablisasi adalah prosedur yang dianjurkan, tidak terdapat konsensus bahwa hal ini merupakan pengobatan yang paling efektif. Stenosis spinalis lumbalis diterapi dengan pembedahan dalam rangkaian operasi yang banyak dengan hasil jangka pendek yang baik. Namun demikian, setelah lebih dari 40 tahun, penelitian dna pengalaman dalam terapi, etiologinya masih belum dapat dimengerti secara jelas dan juga, definisi dan klasifikasi masih belum jelas karena derajat stenosis tdak selalu berhubungan dengan gejala-gejalanya.

79

Protokol pembedahan yang dianjurkan antara lain: Pada pasien dengan gejala-gejala permanen yang bertambah saat berdiri atau menyebabkan claudicatio intermitten neurogenik seperti pada penyakit spondilitis TB dekompresi dan stabilisasi Pada pasien tanpa gejala-gejala yang permanen tapi dengan gejala intermitten yang jelas berhubungan dengan postur dilakukan prosedur stabilisasi, terutama jika keluhan membaik dengan korset lumbal Penurunan berat badan dan latihan untuk memperbaiki postur tubuh dan menguatkan otot-otot abdominal dan spinal harus dikerjakan bersama dengan pengobatan baik konservatif maupun pembedahan.

80

DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; hal. 1226-1229 2. Hidalgo JA, Pott Disease (Tuberculous Spondylitis), Herchline T, Talavera F, Jhon JF, Mlonakis E, Cunha BA, last update Augus 2006, Available from

http://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htm 3. Mclain RF, Isada C, Spinal tuberculosis deserves a place on the radar screen, last update juli 2004, Available from http://www.ccjm.org/PDFFILES/McClain704.pdf 4. Dewi LK, Edi A, Suarthana E, Spondilitis Tuberkulosa, in Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, eds, Kapita Selekta Kedokteran Media Aesculapius Jakarta 2000 : 58

81

You might also like