You are on page 1of 43

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka semakin banyak masalah kesehatan yang dihadapi manusia dan saat ini sudah banyak teknologi kesehatan yang berkembang untuk membantu mengatasi masalah kesehatanyang timbul sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan manusia. Masalah kesehatan yang dihadapi manusia banyak macamnya, salah satunya adalah adanya fraktur yang dapat menimbulkan banyak masalah. Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan atau jaringan tulang baik komplet maupun inkomplet yang disebabkan oleh trauma atau keadan patologis. Fraktur dapat terjadi disetiap bagian tubuh, salah satunya di Hip Joint. Dimana hip joint merupakan sendi yang mobile karena memiliki tiga derajat gerak sendi yaitu Fleksi-Ektensi, Abduksi-Adduksi, dan Internal/Eksternal Rotasi. Pada fraktur hip joint, kususnya pada colum femur banyak terjadi pada orang muda atau anak-anak, tetapi lebih banyak terjadi pada orang tua diatas 60 tahun dan yang lebih banyak diderita oleh kaum wanita dari pada pria, karena ini berhubungan dengan faktor degeneratif dan hormonal. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka semakin banyak masalah kesehatan yang dihadapi manusia dan saat ini sudah banyak teknologi kesehatan yang berkembang untuk membantu mengatasi masalah kesehatan yang timbul sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan manusia. Masalah kesehatan yang dihadapi manusia banyak macamnya salah satunya adalah adanya fraktur yang dapat menimbulkan banyak masalah. Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan atau jaringan tulang baik komplit

atau inkomplit yang disebabkan oleh trauma atau keadaan potologis. Fraktur dapat terjadi disetiap bagian tubuh, salah satunya di corpus radius. Dimana radius itu sendiri bersendi dengan humerus, ulna & carpal yang masing-masing persendiannya menghasilkan gerakan yang berbeda-beda yaitu dengan humerus menghasilkan gerak flexi-extensi elbow, dengan ulna menghasilkan gerak pronasi supinasi, dengan carpal menghasilkan gerak palmar flexi-dorsal flexi dan radial deviasi-ulnar deviasi. Terjadinya fraktur pada radius akan menyebabkan gangguan gerak dan fungsi pada radiocarpal joint, radio ulnar joint & humeroradial joint. Dan salah satu penanganan pada fraktur radius ialah dengan operasi, apabila terjadi overlapping dengan cara mereposisi sedangkan apabila tidak terjadi overlapping maka cukup dengan diberikan gips untuk memfixasi agar tidak terjadi gerakan. Immobilisasi ini sendiri dilakukan dengan jangka waktu yang berbeda-beda. Pada pasien-pasien post immobilisasi ini akan banyak mengalami gangguan gerak fungsional pada sendinya seperti kelemahan otot, limitasi gerak dan lain-lain. Oleh karena itu pasien perlu melakukan latihan-latihan untuk mengatasi gangguan yang timbul post immobilisasi, dan latihan tersebut dilakukan dengan bantuan dari fisioterapi. Oleh karena itu fisioterapi mempunyai peranan penting untuk memelihara dan mengembalikan gerak fungsional pada pasien post immobilisasi fraktur distal radius. Hal ini sesuai dengan definisi WCPT tahun 1999 di Yokohama, yaitu bahwa fisioterapi adalah bagian integral dari profesi pelayanan kesehatan yang ditujukan pada individu maupun kelompok untuk memelihara, mengembangkan dan memulihkan gerak dan fungsional tubuh sepanjang daur kehidupan manusia dengan menggunakan modalitas fisioterapi berupa sumber fisis (MWD, US, TENS, IR, UV, Parafin Bath dll), terapi latihan dan manual terapi. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis mencoba membuat laporan kasus mengenai Asuhan Fisioterapi Pada Pasien Post

Immobilisasi Fraktur colles, Fraktur 1/3 Proksimal Humerus dan Dislokasi Shoulder B. Identifikasi Masalah Pada kasus post immobilisasi frakture colles,fraktur 1/3 proksimal humerus dan dislokasi shoulder sering ditemui adanya Nyeri, Tightness pada wrist, jari-jari & tightness pada shoulder, adanya gangguan vaskularisasi, oedema, keterbatasan gerak-gerak dan fungsi yang berhubungan dengan fraktur & dislokasi tsb,komplikasi sekunder (seperti miositis ossifikan, necrosis vascular), serta terjadi gangguan ADL dan lain-lain. Selain itu juga harus berhati-hati dalam pemberian latihan karena jika tidak akan menimbulkan komplikasi. C. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya pembahasan yang dapat dilakukan pada kasus Post Immobilisasi Fraktur Colles,Fraktur 1/3 Proksimal Humerus dan Dislokasi Shoulder, Maka Penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam laporan kasus ini adalah mengenai Asuhan Fisioterapi pada penderita Post Immobilisasi Fraktur Colles, Fraktur 1/3 Proksimal Humerus & Dislikasi Shoulder D. Rumusan Masalah Dengan melihat pembatasan masalah yang ada maka penulis merumuskan masalah antara lain : Bagaimana pengaruh asuhan fisioterapi pada kasus Post Immobilisasi Fraktur Colles, Fraktur 1/3Proksimal Humerus dan Dislokasi Shoulder

E. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana asuhan fisioterapi pada kasus Post Immobilisasi Fraktur Colles, Fraktur 1/3 proksimal Humerus dan Dislokasi Shoulder 2. Tujuan Khusus a). untuk mengetahui cara mengassessment pada pasien post immobilissasi fraktur colles, fraktur 1/3 proksimal humerus dan dislokasi shoulder untuk mengetahui diagnosa fisioterapi dan problemnya. untuk menentukan target yang dapat diraih oleh pasien. untuk mengetahui alat ukur yang tepat dalam sebagai salah satu tugas laporan praktek kerja lapangan

mengevaluasi keberhasilan terapi. di RS Setia Mitra. F. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis dapat mempelajari proses asuhan fisioterapi pada pasien post immobilisasi fraktur colles, fraktur 1/3 proksimal humerus dan dislokasi shoulder melatih untuk membuktikan suatu teori dengan pelaksanaan dilapangan praktek. Apakah antara teori dengan kenyataan dilapangan sesuai atau tidak .

2. Bagi Fisioterapi Dari hasil penulisan laporan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi fisioterapis lain dalam hal menambah khasanah pengetahuan tentang asuhan fisioterapi pada pasien dengan post immobilissasi fraktur colles, fraktur 1/3 proksimal humerus dan dislokasi shoulder sehingga tercapai goal sesuai yang diharapkan dan dapat memperkaya variasi dalam melakukan upaya pelayanan fisioterapi serta membiasakan menggunakan instrument pengukuran sebagai salah satu cara untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan dari intervensi yang dilakukan 3. Bagi Pasien a. memperoleh bermanfaat b. memperoleh pelayanan fisioterapi berdasarkan ilmu dan teknologi c. memperoleh pelayanan fisioterapi secara efektif dan efisien. metode fisioterapi yang lebih

BAB II KAJIAN TEORI


A. Anatomi Terapan dan Biomekanik Shoulder,Elbow,Forearm,Wrist dan Hand A. Glenohumeral Joint - Struktur sendi : Jenis ball and socked, joint. Oleh glenoid cavity : konkaf landai menghadap ke lateral serong ke ventrocranial. Head of humerus berbentuk konfeks. - Arthrokinematic dan osteokinematic Gerak fisiologis flexion extension osteokinematic : rotasi spin bidang sagital ROM. Flx : 1800 Ext : 600 dengan stretehed end feel (elastic) arthrokinematic nya berupa : spin. Abduction osteokinematic pendular rotation abduction bidang frontal ROM 900 dan end feel elastic harder. Arthokinematic caudal translation Internal rotation osteokinematic rotasi putar bidang transversal ROM 1000 dan elastic end feel. Arthokinematic nya berupa dorsal translation. External rotation osteokinematic rotasi putar bidang tranversal ROM 800 dan elastic end feel. Arthokinematic ventral translation.

- Motion. Scapular elevation Primermovers (PM) : upper trapezius m. dan levator scapular m. Scapular adducation PM : Middle trapezius m. Dengan synergis shomboid minor dan major ms. Scapular depression & adduction PM : Lower Trapezius m. Scapular adducation & Downward Rotation Rhomboid minor dan major Scapular abduction upward rotation Serratus anterior m

Active flexion Anterioor Deltoid m dan Coraco brachialis m. Passive Flexion ROM 1800 dengan stretched end feel. Active extension Latissimus dorsi m, Teres major m, Posterior Deltoid m. Passive Extension ROM 600 dengan stretched end feel. Active Abduction Middle Deltoid m, Supraspinatus m. pada test resisted isometric abduction bila nyeri patologi supraspinatus m (tendinis). Passive Abduction ROM 900 bila scapula difiksasi, dengan elastic harder end feel. Active Internal Rotation Subscrapularis m, Pectoralis major m, Latissimus dorsim, Teres major m. pada test resisted isometric internal rotation nyeri patologi subscapularis. (tendinis). Passive internal rotation ROM 900 dengan elastic end feel, bila scapula difiksasi. Active external rotation Infra spinatusm, Teres minor m. pada test resisted isometric external rotation bila nyeri patologi infraspinatus m. (tendinis). Passive External Rotation ROM 800 (900) dengan elastic end feel, bila scapula difiksasi. Active horizontal abduction Posterior deltoid m. Passive horizontal abduction ROM 1200 dengan stretch end feel. Active horizontal adduction

Pectolaris major m. Passive horizontal adduction ROM 300 dengan strecth end feel. Active circumduction Merupakan gabungan dari gerakan-gerakan diatas

ELBOW COMPLEX HUMERO ULNAR JOINT Struktur Sendi : jenis Hinge joint atau gynglimus, dibentuk oleh trochlea humer berbentuk konveks bersendi dengan vovea trochlearis ulnae berbentuk konkaf menghadap serong 450 ventroproximal Arthrokinematic Dan Osteokinematic : Gerak fisiologis dari flexion dan extension merupakan gerak osteokinematic : rotasi spin dalam bidang sagital dengan ROM Flx : 140 -1600 dengan soft end feel ext : 0-50 dengan hard end feel dan gerak arthrokinematic nya berupa traction kearah 450 dorso distal serta translation saat fiexion kearah 450 Ventroproximal dan saat extension kearah 450 dorsodistal MLPP dan CPP : Maximally lose pack position pada posisi flexion 700 dan antara pronaso supinasi close pack position maximal extension. Capsular Pattern : Pada Hueroulnar joint dengan pola ROM : Extension > flexion (fleksi lebih terbatas dari ekstensi)

A. 1. Humero Radial Joint Pada Humero Radial Joint ini jenis sendinya Hinge joint atau Gynglimus, dibentuk oleh trochlea humeri berbentuk konveks bersendi dengan fovea trochlearis radii berbentuk konkaf menghadap ke proximal searah axis os radii.

10

Gerak fisiologisnya dari flexi dan extensi merupakan gerak osteokinematic bersama dengan gerak humeroulnar yaitu rotasi spin dalam bidang sagital dengan ROM flexi : 1400 1600 dengan soft end feel, ext: 0 50 dengan hard end feel. Untuk gerak arthrokinematiknya yaitu gerak traction selalu searah distal sesuai axis longitudinal os radii. Untuk gerak translasi saat flexi kearah ventral dan saat extensi kearah dorsal. Secara bersamaan ternyata pada saat akhir gerak extensi ternyata terdapat gerak abduksi atau valgus, sebaiknya pada saat flexi terjadi adduksi. MLPP (Maximally Lose Pack Position)-nya pada posisi flexi 700 dan antara Pronasi Supinasi, CPP (Close Pack Position) pada maximal extensi. Otot-otot yang bekerja pada saat gerak flexi elbow ialah biceps brachii, brachialis, brachioradialis sedangkan pada extensi elbow ialah triceps brachii dan anconeus.

11

2. Proximal Radioulnar Joint - Struktur Sendi Jenis sendi putar, dibentuk oleh capitulum radii yang berbentuk konveks besendi denan fovea radii berbentuk konkaf. - Arthrokinematic dan osteokinematic : Sendi ini murni sendi putar yaitu perputaran capitulum radii terhadap fovea radii os ulna dimana bersama dengan Distal Radioulnar joint dalam klinis terjadi gerakan pronasi supinasi. Arthrokinematicnya berupa gerak translatin saja yaitu saat pronation terjadi translation caput radii ke dorsal dan saat spunasi terjadi translation ke ventral

12

- Motion Active Elbow flexion : Primer movers (PM) : Biceps brachii m. dan brachialis m. pada gerak isometrik bila nyeri kemungkinan patologi m. Biceps brachii. Acitive elbow extension : PM : Triceps brachii m. Dan anconeus m. Pada gerak isometrik jarang nyeri, bila nyeri kemungkinan triceps m. Pronation : PM : Pronator teres m. Dan pronator quadratus m. Syn : Brachio Passive flexion ROM 1400 dengan soft end feel yang timbul karena pembatasan oleh tergencetnya jaringan lunak. Passive Extension ROM 00 dengan hard end feel oleh benturan olecranon terhadap humerus. Passive pronatio ROM 900 dengan elastic harder end feel oleh regangan jaringan lunak dan benturan radius terhadap ulnae. Passive supination ROM 900 dengan elastic end feel oleh regangan jaringan lunak. radialis m. pada gerak isometrik bila nyeri kemungkinan patologi pada supinator m.

13

3. Radiocarpal Joint Merupakan ovoid joint dimana os radius concave menghadap kedistal sedikit serong kepalmar 150 bersendi dengan carpus yang berbentuk convex. Os ulnae dengan carpus tetapi melalui diskus. - Arthrokinematic dan osteokinamatic : Gerakan yang dijumpai adalah Palmar dan Dorsal Flexion serta Ulnar dan Radial Deviation. Dengan end feel elastic ulnar deviasi elastic harder. Karena yang bergerak carpus dengan permukaan convex maka gerak arthrokinematic nya adalah : Traction ossa carpea selalu kearahdistal searah axis os radii (serong 050) sedangkan translation selalu berlawanan arah, yaitu saat palmar flexion translation ke dorsal dan saat dorsal flexion terjadi translation ke palmar. Demikian pula saat ulnar deviation terjadi translation ke radial dan sebaliknya sat radial dan sebaliknya saat radial deviation translation ke ulnar.

14

MLPP Pada posisi sedikit palmar flexion (50) dan ulnar deviation (50). CPP pada posisi dorsal flexion penuh. Capsular pattern : Extension lebih terbatas dari pada flexio ELBOW COMPLEX PERGELANGAN TANGAN / WRIST Tersusun sebagai sendi komplex Paling aktif dan mudah cidera Terdiri dari : 18 tulang, 30 sendi, 19 otot intrinsik, 20 otot ekstrinsik ROM luas Fungsi ditunjang kompleks siku dan bahu Sebagai organ komunikasi, motor, dan sensor Posisi dan gerak simultan dan saling mempengaruhi Sendi dikelompokan dalam : 1. Distal Interphalageal Joint 2. Proximal Interphalageal Joint 3. Metacarpophalageal Joint 4. Carpi Matacarpal Joint 5. Intercarpal Joint 6. Radio Carpal Joint 7. Distal Radio Ulnar Joint

8. Distal Raioulnar Joint - Struktur sendi : Jenis sendi putar, dibentuk oleh distal capitulum ulnae yang convex dengan radius yang concave. Sendi ini pada lengan bawah diperkuat lig. Interosseus radioulnaris.

15

- Arthrokinematic dan osteokinematic : gerak pronasi dan supinasi dengan ROM 80 harder end feel dan 1000 elastic end feel. Gerak arthrokinematic translasi radius terhadap ulna dengan arah sama. MLPP pada posisi antara pronasi dan supinasi, CPP posisi pronasi penuh. Captular pattern : pronasi sama terbatas dengan supinasi. 4. Radiocarpal Joint Merupakan ovoid joint dimana os radius concave menghadap kedistal sedikit serong kepalmar 150 bersendi dengan carpus yang berbentuk convex. Os ulnae dengan carpus tetapi melalui diskus. - Arthrokinematic dan osteokinamatic : Gerakan yang dijumpai adalah Palmar dan Dorsal Flexion serta Ulnar dan Radial Deviation. Dengan end feel elastic ulnar deviasi elastic harder. Karena yang bergerak carpus dengan permukaan convex maka gerak arthrokinematic nya adalah : Traction ossa carpea selalu kearahdistal searah axis os radii (serong 050) sedangkan translation selalu berlawanan arah, yaitu saat palmar flexion translation ke dorsal dan saat dorsal flexion terjadi translation ke palmar. Demikian pula saat ulnar deviation terjadi translation ke radial dan sebaliknya sat radial dan sebaliknya saat radial deviation translation ke ulnar. MLPP Pada posisi sedikit palmar flexion (50) dan ulnar deviation (50). CPP pada posisi dorsal flexion penuh. Capsular pattern : Extension lebih terbatas dari pada flexio ELBOW COMPLEX

16

INTER CARPAL JOINTS Merupakan satuan fungsi sendi tangan Gerak angulasi terutama pada mid carpal Pada saat gerak dorsal dan palmar flexion sangat berperan Gerak itnercarpal joint merupakan gerak gliding (arthrokinematika)

CARPO METACARPAL JOINT I (CMCI ) Flexi ekstensi 45 500 / 0 / 300 elastic end feel Abduksi / adduksi 60 700 / 0 / 800 Elastic end fell LPP : posisi tengah angara abd add flexi ekstensi CPP : Reposisi penuh Capsular patern : Abduksi dan ekstensi sama terbatas

CMC II V CMC II dan III stabil gerak minimal CMC IV dan V jenis hinge (unixial) Gerak angular menambah arus palmaris

METACARPO PHALANGEAL JOINT Sendi ovoid hinge : caput metacarpal basis phalanx Flexi / ekstensi MCP I : 500/00/00 MCP II V : 80 850/00/300/350 ABD / ADD posisi ekstensi MCP I : 100/00/300 MCP II V 20 30 / 0 / 20 30 LPP : semi flexion CPP : Extension penuh

17

Capsular pattern : Flexi lebih terbatas dari ekstensi

PROXIMAL INTERPHALANGEAL JOINT DISTA Jenis hinge joint PIP flexi / ekstensi : 120 135 /0/0 DIP flexi / ekstensi : 90/0/30 CPP : ekstension penuh LPP : flexi 50 Capsular pattern n . .

B. PATOLOGI 1. fraktur Fraktur ialah suatu diskontinuitas susunan / jaringan tulang yang disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis. Klasifikasi fraktur terdiri dari 3

18

yaitu : fraktur tertutup (kulit utuh), fraktur terbuka atau compound fraktur (kulit terbuka), fraktur patologis. Penyebab dari fraktur bisa karena trauma dan patologis (spontoneus). Fraktur yang terjadi dari trauma bisa karena trauma langsung, trauma tidak langsung dan karena over kontraksi otot. Untuk memastikan adanya fraktur atau tidak dilakukan dengan pemeriksaan foto rontgen. Adapun jenis atau pola fraktur ada 12 yaitu : greenstick (retak), transverse, miring (oblique), berputar (rotasi/spiral), angulasi (menyudut), double fraktur, comminuted, kompresi (crush), impacted (mampat), involving joint, avulsion, dan fraktur dan dislokasi. 2. fraktur 1/3 proksimal humerus Fraktur 1/3 proksimal humerus biasanya terjadi setelah usia pertengahan dan terbanyak ditemukan pada wanita yang menderita osteoporosis pada masa pasca menopause. Pada sebagian besar kasus pergeseran tidak nyata dan terapi menghadapi sedikit masalah. Tetapi pada sekitar 20%nyaterdapat banyak pergeseran pada satu fragmen atau lebih dan terdapat resiko komplikasi yang bermakna. Fraktur 1/3 proksimal humerus terjadi perpatahan disebelah distal collum chirurgicum humeri. Biasanya terjadi displacement fragmen proksimalkearah abduksi dan lateral rotasi karena tarikan otot supra spinatus dan fragmen distal kearah adduksi dan terletak dianterior fragmenproksimal karena tarikan otot coracobrachialis dan pengaruh gravitasi yang membuat fragmen distal kearah adduksi. Mekanisme cedera Fraktur biasanya terjadi setelah jatuh pada lengan yang terentang, jenis cedera yang pada orang muda mungkin menyebabkan dislokasi bahu. Kadangkadang, sesungguhnya, terjadi fraktur dan dislokasi.

19

Klasifikasi yang paling luas siterima adalah klasifikasi Neer (1970), yang memperhatikan empat segmen utama yang terlibat dalam cedera ini : (1) Caput, (2) tuberositas minor, (3) Tuberositas Mayor, dan (4) batang. Klasifikasi ini membedakan jumlah fragmen banyaknya garis fraktur, kalau fragmen tak bergeser ini dianggap sebagai fraktur satu-batian kalau satu segmen terpisah dari lainnya, ini disebut fraktur duabagian ; kalau dua fragmen bergeser, ini adalah fraktur tiga bagian ; kalau semua bagian utama bergeser, ini disebut fraktur empat bagian, penilaian didasarkan pada penampilan sinar X. Manfaat klasifikasi ini adalah bahwa klasifikasi ini berkorelasi dengan hasilnya ; fraktur yang hanya sedikit begeser menyebabkan sedikit masalah : fraktur dua bagian biasanya dapat ditangani dengan reduksi tertutup : fraktur tiga bagian sulit direduksi dan mungkin membutuhkan fiksasi internal atau luar ; dan mungkin membutuhkan fikasi internal atau luar dan fraktur empat bagian, yang biasanya hasil buruk, terbaik diterapi dengan penggantian prostetik. Gambaran Klinik Karena fraktur sering terimpaksi secara erat, nyerinya mungkin tidka hebat. Tetapi, munculnya memar yang besar pada bagian atas lengan perlu dicurigai. Tanda-tanda cedera pada saraf aksila atau pleksus brakialis harus dicari. Pada pasien manula sering terjadi suatu fraktur tunggal dan terimpaksi yang melaus ke collumn chirugicum. Tetapi, dengan sinar X yang baik, beberapa fragmen yang tak bergeser dapat terlihat. Pada pasien muda, fragmen biasanya terpisah secara lebih jelas. Pada remaja, terjadi fraktur pemisahan pada epifisis humerus bagian atas : batang bergesr ke atas dan kedepan, meninggalkan kaput dalam mangkuk sendi. Foto aksih harus selalu diambil untuk menyingkirkan dislokasi bahu.

20

Komplikasi Dislokasi bahu Faktur-dislokasi baik anterior ataupun posterior sering terjadi. Dislokasi biasanya bisanya dapat direduksi secara tertutup dan fraktur kemudian diterapi dengan cara biasa. Tetapi, pada faktur tiga-bagian, mungkin diperlukan reduksi terbuka. Cedera pembuluh darah dan cedera saraf dapat terjadi dan harus dicari pada pemeriksaan awal. Kekakuan pada bahu sering terjadi dan penting, tetapi dapat diminimalkan dengan latihan lebih awal dan terus-menerus. Berbeda dari bahu beku, kekakuan dirasakan maksimal pada saat permulaan. Malunion sering terjadi. Pada menyebabkan ketidakmampuan : pada remaja muda tulang tumbuh lurus. Faktur Colles Cedera yang diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah fraktur melintang pada radios tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal. ini adalah fraktur yang paling sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause. karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang terentang.

Mekanisme Cidera Benturan mengena disepanjang lengan bawah dengan posisi pergelangan tangan berekstensi. tulang mengalami farktur pada sambungan krotikokanselosa dan fragmen distal remuk ke dalam ekstensi dan pergeseran dorsal. Fraktur Colles sering digolongkan berdasarkan apakah prosesus stiloideus ulna juga mengalami fraktur, apakah sendi radioolunar terlibat dan apakah sendi

21

radiokarpal terlibat (Frykman, 1967) kita memilih untuk mempelajari secara terpisah fraktur yang melibatkan sendi radiokarpal : kelompok sisanya, yang utama, diterapi dengan cara yang sama dan dipeljari bersama-sama Gambaran klinik Kita dapat mengenali fraktur ini (seperti halnya Colles jauh sebelum radiologi diciptakan) dengan sebutan deformitas garpu makan malam, dengan penonjolan punggung pergelangan tangan dan depresi di depan. pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakan. Sinar X Terdapat fraktur radius melintang pada sambungan kortikokanselosa, dan prosesus stiloideus ulnar sering putus. Fragmen radius (1) bergeser dan miring ke belakang, (2) bergeser dan miring ke radial, dan (3) terimpaksi. kadangkadang fragmen distal mengalami peremukan dan kominutif yang hebat. Terapi Kalau fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam slab gips yang di balutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan bdibalut kuat dalam posisinya. Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. tangan dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen)l fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. posisi kemudian diperiksa dengan sinar-X. kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan dua pertiga keliling dari pergelangan tangan itu. slab ini

22

dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. posisi fleksi dan deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari ; cukup 20 derajat saja pada tiap arah. lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi. latihan bahu dan jari segera dimulai setelah pasien sadar. kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut. setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar[-X yang baru : pergeseran tulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi. Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin diperhtankan dengan gips ; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi diluar, dengan pen proksimal yan gmentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga. suatu alat misalnya fiksator Pennig mempunyai kelebihan dalam hal pergelangan tangan dapat digerakan lebih awal. apapun metode fiksasi yang digunakan, hal yang paling penting adalah pasien harus dilatih menggunakan sendi-sendi yang bebas secara teratur. Komplikasi DINI Sirkulasi darah pada jari harus diperiksa pembalut yan gmenaham slab perlu dibuka atau dilonggarkan Cedera saraf jarang terjadi, dan yang mengherankan tekanan saraf medianus pada saluran karpal pun jarang terjadi. kalau hal ini terjadi, ligamen karpal yan gmelintang harus dibelah sehingga tekanan saluran dalam karpal berkurang.

23

Distrofi refleks simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi untungnya ini jarang berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi Sudeck. mungkin terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari, waspadalah jangan sampai melalaikan latihan tiap hari. pada sekitar 5 % kasus, pada saat gips dilepas tangan akan kaku dan nyeri serta terdapat tanda-tanda ketidakstabilan vasomotor. sinar-X memperlihatkan osteoporosis dan terdapat peningkatan aktivitas pada scan tulang. Belakangan Malunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau kerne pergeseran dalam gips yang terlewatkan. penampilannya buruk, kelemahan dan hilangnya rotasi dapat bersifat menetap. pada umumnya terapi tidak diperlukan. bila ketidak mampuan hebat dan pasiennya relatif muda. 2,5 cm bagian bawah ulna dapat dieksisi untuk memulihkan rotasi, dan deformitas radius dikoreksi dengan osteotomi. penyatuan lambat dan non union pada radius tidak terjadi, tetapi prosesus stiloideus ulnar sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa saja dan tetap mengalami nyeri dan nyeri tekan selama beberapa bulan. Kekakuan pada bahu, karena kelalaian, adalah kompliasi yang seirng ditemukan. kekakuan pergelangan tangan dapat terjadi akibat pembebatan yang lama. Atrofi Sudeck, kalau tidak diatas, dapat mengakibatkan kekakuan dan pengecilan tangan dengan perubahan trofik yang berat. Ruptur tendon (pada ekstensor polisis longus) biasanya terjadi beberapa minggu setelah terjadi fraktur radius bagian bawah yang tampaknya sepele dan tidak bergeser. pasien harus diperingkatkan akan kemungkinan itu dan diberitahuan bahwa terapi operai dpat dilakukan.

24

Terapi FRAKTUR 1/3 PROKSIMAL HUMERUS Bila tidak terjadi displasemen yang nyata, dilakukan tindakan koservatif dengan diberikan fiksasi ; aksilar pad dengan sling/mitella atau plaster slab (untuk plaster) dalam posisi elbow flexi 900 dan diberikan sling/mitella. plaster slab diberikan selama lebih kurang 4-6 minggu dan dapat dilepas setelah keadaan fraktur stabil dan kondisi penderita memungkinkan. selama dalam fiksasi, maka tindakan terapi latihan yang memungkinkan adalah latihan-latihan isometrik otot-otot sendi bahu. untuk latihan dinamik dan aktif secara bertahap dimulai bila proses penyambungan tulang/xallus telah terbentuk atau union atau setelah plaster slab dilepas seperti halnya kondisi fraktur yang lainnya, maka pemberian modalitas terapi lainnya perlu mendapatkan pertimbangan. Bila terjadi displasemen, maka terlebih dahulu dilakukan tindakan reposisi (oleh Orthopaedic Surgeon) dan diberikan fiksasi yang sama seperti pada kondisi fraktur diatas. pada kondisi ini latihan-latihan aktif sendi bahu dimulai setelah sling/mitella dilepas atau melihat hasil evaluasi terakhir dengan jarak gerak sendi minimal/toleransi/sesuai keadaan penderita. sedangkan bentuk latihan isometrik otot-otot sendi bahu segera dapat diberikan. setelah fiksasi dilapas, perlakukan sama seperti pada fraktur collum chirurgicum humeri. Mekanisme kejadian : penderita terjatuh dalam posisi pergelangan tangan ekstensi dan menebak lantai/tanah. pada fraktur colles tersebut terjadi displascement fragment kearah dorsal (dinner fork deformity) komplikasi : Suddeck atropi dna lesi nervus medianus. Reposisi

25

Dalam posisi bersalaman dengan penderita, berikan terikan ke arah distal sejajar dengan aksis longitudinal tulang, pada saat yang bersamaan, berikan kounter traksi pada bagian proksimal. Selanjutnya setelah direposisi diberikan fiksasi dengan plaser slab/gips dari bawah siku sampai metacarpal kurang lebih 3-6 minggu dalam posisi lengan bawah supinasi Fisioterapi Latihan-Latihan isometrik pada otot-otot bagian fraktur diberikan seaal mungkin, sedangkan latihan-latihan aktif diberikan setelah lepas immobilisasi, ermasuk latihan penguatan dan penguluran untuk meningkatkan ROM persendian.

Fraktur distal radius ialah fraktur yang terjadi pada corpus distal radius yang disebabkan/terjadi akibat trauma yang keras, kadang-kadang disertai displacement fragmen kearah pronasi oleh karena tarikan otot-otot pronator. C. Problematika Fisioterapi pada Kasus Fraktur Distal Corpus Radius 1. Adanya nyeri gerak dan nyeri tekan pada radioulnar joint. 2. Keterbatasan gerak fungsional wrist & hand. 3. Penurunan handgrips power & atrofi jari-jari. 4. Keterbatasan ROM forearm dan wrist & hand. 5. Stiffness otot Brochioradialis. D. Penatalaksanaan Fisioterapi Secara Umum Pada Fraktur

Distal Corpus Radius

26

Pada umumnya prinsip terapi fraktur ialah mengembalikan atau memulihkan baik secara anatomis maupun fungsional pada bagian yang mengalami fraktur. Prinsip tindakan fisioterapi pada kondisi fraktur ini antara lain : mempertahankan gerakan normal dan fungsi dari struktur jaringan disekitar lokasi cidera/fraktur; secepat mungkin memulihkan gerakan dan fungsi normal pada daerah sekitar fraktur . Terapi FRAKTUR 1/3 PROKSIMAL HUMERUS Bila tidak terjadi displasemen yang nyata, dilakukan tindakan koservatif dengan diberikan fiksasi ; aksilar pad dengan sling/mitella atau plaster slab (untuk plaster) dalam posisi elbow flexi 900 dan diberikan sling/mitella. plaster slab diberikan selama lebih kurang 4-6 minggu dan dapat dilepas setelah keadaan fraktur stabil dan kondisi penderita memungkinkan. selama dalam fiksasi, maka tindakan terapi latihan yang memungkinkan adalah latihan-latihan isometrik otot-otot sendi bahu. untuk latihan dinamik dan aktif secara bertahap dimulai bila proses penyambungan tulang/xallus telah terbentuk atau union atau setelah plaster slab dilepas seperti halnya kondisi fraktur yang lainnya, maka pemberian modalitas terapi lainnya perlu mendapatkan pertimbangan. Bila terjadi displasemen, maka terlebih dahulu dilakukan tindakan reposisi (oleh Orthopaedic Surgeon) dan diberikan fiksasi yang sama seperti pada kondisi fraktur diatas. pada kondisi ini latihan-latihan aktif sendi bahu dimulai setelah sling/mitella dilepas atau melihat hasil evaluasi terakhir dengan jarak gerak sendi minimal/toleransi/sesuai keadaan penderita. sedangkan bentuk latihan isometrik otot-otot sendi bahu segera dapat diberikan. setelah fiksasi dilapas, perlakukan sama seperti pada fraktur collum chirurgicum humeri.

27

Penanganan pada fraktur distal corpus radius ada 2 macam yaitu secara konservatif dan secara operatif. Pada tindakan operatif diberikan fixasi dengan plaster dalam posisi elbow flexi 90 derajat dan lengan bawah mid posisi, pergelangan tangan extensi selama + 4 6 minggu. Pada tindakan operatif, setelah diberikan external fixasi dengan plate ditambah external fixasi denan elastic bandage selama 2 3 minggu. Terapi Kalau fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam slab gips yang di balutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan bdibalut kuat dalam posisinya. Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. tangan dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen)l fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. posisi kemudian diperiksa dengan sinar-X. kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan dua pertiga keliling dari pergelangan tangan itu. slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. posisi fleksi dan deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari ; cukup 20 derajat saja pada tiap arah. lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi. latihan bahu dan jari segera dimulai setelah pasien sadar. kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut. setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar[-X yang baru : pergeseran tulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi.

28

Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin diperhtankan dengan gips ; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi diluar, dengan pen proksimal yan gmentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga. suatu alat misalnya fiksator Pennig mempunyai kelebihan dalam hal pergelangan tangan dapat digerakan lebih awal. apapun metode fiksasi yang digunakan, hal yang paling penting adalah pasien harus dilatih menggunakan sendi-sendi yang bebas secara teratur.

Penatalaksanaan fisioterapi yang dapat diberikan post immobilisasi fraktur distal radius antara lain : petunjuk dan nasehat pada pasien seperti perawatan kulit, posisi yang ideal dan comportable untuk pasien termasuk untuk anggota gerak sehabis masa immobilisasi. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan anjuran agar bebepa teknik latihan yang diberikan harus dilakukan dan dipraktekan mengatasi rasa nyeri dan discomfort dengan modalitas hidro terapi (ES), US, TENS dan Heating serta beberapa teknik latihan isometrik maupun resisted. Beberapa teknik terapi latihan untuk reedukasi gerakan antara lain : latihan-latihan PNF (dengan mengkombinasikan gerakan-gerakan dari beberapa sendi dan otot). latihan-latihan aktif (free Active) assissted active dan mobilisasi passive pada persendian tertentu yang terbatas pergerakannya. latihan-latihan penguatan dengan tahanan manual (PNF dan Resisted Excercise), dengan gaya berat badan.

29

30

BAB III LAPORAN KASUS


A. Assessment 1. a. Nama Jenis kelamin Usia Alamat Agama Pekerjaan Diagnosa Medis humerus & dislokasi shoulder dextra b. Riwayat Penyakit Anamnesa Identitas Pasien : Ny. N : Perempuan : 58 tahun : Jl. Madrasah dalam No. II, Gandaria Selatan,Cilandak-Jakarta selatan : Islam : IRT : Fraktur colles,fraktur 1/3 proksimal

Tanggal masuk Fifsioterapi RS Setia Mitra: 4 Oktober 2005

1)

Keluhan Utama : os mengeluh nyeri & pegal pada

bahu kanan terutama saat digerakkan & tidak mampu mengancingkan bra ke belakang, selain itu os juga mengeluh nyeri,linu & kaku pada tangan & jari-jari menggenggam . kanan terutama jari ke III,serta tidak dapat

2)

Riwayat Penyakit Sekarang : Tgl 13 juni 2005 os

jatuh terpeleset di tempat pemandian umum sewaktu berada di jepang,lalu os dibawa ke RS,disana dilakukan foto roentgen & langsung dilakukan pemasangan gips & arm sling. Pada Tgl 27 juli 2005 gips & arm sling dilepas dan sempat 8x fisioterapi di jepang,kemudian terapi dilanjutkan di Indonesia(RS. Setia Mitra) pd Tgl 1 oktober 2005.

31

3) 2.
Pemeriksaan

Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada.

a. Pemeriksaan Umum

Kesadaran Tekanan darah Denyut nadi Pernafasan kooperatif


b. Inspeksi

: composmentis : normal (tidak dihitung) : normal (tidak dihitung) : normal (tidak dihitung)

c.

pasien datang sendiri dengan menggunakan hand & forearm ada sedikit atropi pada jari-jari tangan kiri. Palpasi

protective sepanjang jari-jari tangan kiri sampai dengan forearm.


d.

adanya nyeri tekan pada radiolnar joint adanya tightness pada Brachioradialis. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Aktif

gerak palmar dan dorsal flexi terbatas, palmar flexi lebih terbatas daripada dorsal flexi. gerak radial dan ulnar deviasi terbatas. gerak pronasi dan supinasi terbatas, supinasi lebih terbatas. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Passive pada saat palmar dan dorsal flexi passive timbul nyeri, palmar flexi lebih nyeri. pada gerak radial dan ulnar deviasi nyeri, terutama radial deviasi. pada gerak pronasi dan supinasi nyeri terutama saat supinasi.

e.

32

f.
ROM MMT VAS

Pemeriksaan Khusus : hasil terlampir : hasil terlampir : hasil terlampir

B. Problem Fisioterapi

adanya nyeri gerak dan nyeri tekan pada radioulnar joint kiri keterbatasan gerak fungsional wrist & hand kiri, terutama radioulnar joint kiri penurunan handgrips power dan atropi jari-jari kiri keterbatasan ROM forearm dan wrist & hand kiri tightness otot Brochioradialis kiri problem sensorik (-)

C. Diagnosa Fisioterapi Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot dan ROM yang berkaitan dengan fraktur distal radius.

D. Tujuan Rencana Intervensi 1. Tujuan Jangka Pendek mengurangi nyeri meningkatkan kekuatan otot meningkatkan ROM melatih fungsional jari-jari tangan.

33

2. Tujuan Jangka Panjang Mengembalikan dan meningkatkan kemampuan dan fungsional pasien dalam melaksanakan ADL secara mandiri (mengembalikan fungsi dari wrist & hand).

E. Intervensi 1. 13 Agustus 2005 a. Modalitas Fisioterapi (MWD, US, IFC) b. Limfe drainage

c. Strengthening handgrips, palmer flexi, dorsal flexi, radial deviasi,


ulnar deviasi, pronasi dan supinasi, flexi dan extensi elbow.

d. Relaksasi tightness Brachioradialis. e. Exercise.


2. 15 Agustus 2005 a. Modalitas fisioterapi (MWD, US, IFC)

b. Strengthening handgrips, palmar flexi, dorsal flexi, radial deviasi,


ulnar deviasi, pronasi dan supinasi, flexi dan extensi elbow.

c. Relaksasi tightness Brachioradialis. d. Manual terapi (mobilisasi, traksi-translasi, manipulasi)


e. Exercise. 3. 18 Agustus 2005 a. Modalitas Fisioterapi (MWD, US).

b. Strengthening handgrips, palmar flexi, dorsal flexi, radial deviasi,


ulnar deviasi, pronasi dan supinasi, flexi dan extensi elbow. c. Manual terapi (mobilisasi, traksi-translasi, manipulasi) d. Exercise

34

F. Evaluasi Tanggal 13 Agustus 2005.

1. Penurunan nyeri gerak dan nyeri tekan pada radioulnar joint. 2. Ada peningkatan kekuatan otot pada handgrips, palmar & dorsal flexi,
radial dan ulnar deviasi, pronasi & supinasi dan flexi-extensi elbow.

3. Peningkatan ROM forearm dan wrist & hand. 4. Tightness dari otot Brachioradialis berkurang.
5. Atrofi jari-jari telah berkurang. Tanggal 15 Agustus 2005 1. Penurunan nyeri gerak dan nyeri tekan pada radioulnar joint. 2. Tightness dari otot Brachioradialis telah hilang 3. Peningkatan ROM forearm, wrist dan hand

4. Peningkatan kekuatan otot pada handgrips, palmar dan dorsal flexi,


radial dan ulnar deviasi, pronasi dan supinasi dan flexi-extensi elbow.

5. Atrofi jari-jari telah hilang.


Tanggal 18 Agustus 2005 1. Penurunan nyeri gerak dan nyeri tekan pada radioulnar joint.

2. Peningkatan ROM forearm, wrist dan Hand.


3. Peningkatan kekuatan otot pada handgrips, palmar dan dorsal flexi, radial dan ulnar deviasi, pronasi-supinasi, dan flexi-extensi elbow. 4. Peningkatan gerak fungsional forearm, wrist dan hand.

35

1. Pengukuran ROM
NO 1 KUNJUNGAN 13-08-2005 ROM FOREARM, WRIST & HAND AKTIF PASIF S: 200-00-200 S: 250-00-300 F(900):170-00- F(900):190-00190 210 0 0 0 T: 5 -0 -20 T: 70-00-250 S: 500-00-400 F(900):400-00700 T: 150-00-300 S: 700-00-550 F(900):550-00800 T: 200-00-450 NORMAL S: 800-00-700 F(900):800-00800 T: 200-00-300 MMT 1. Rata 2 nilai 2 2. Tidak dihitung 3. Rata 2 nilai 3

2 3

15-08-2005 18-08-2005

Ket : ROM bertambah setelah dilakukan intervensi

2. Pengukuran Nyeri (VAS)


Tidak nyeri 4,8 cm Sangat nyeri Hari ke-1

Tidak nyeri

3,2 cm

Sangat nyeri

Hari ke-2

Hari ke-3 Tidak nyeri 2,2 cm Sangat nyeri

Ket : Nyeri berkurang setelah dilakukan intervensi

G. Home Program Latihan menggenggam bola tennis untuk meningkatkan handgrips power nya. Latihan gerak aktif lengan,pergelangan tangan dan tangan untuk meningkatkan ROM. Pasien dianjurkan untuk tetap menjalankan latihan yang telah diberikan di klinik Fisioterapi setiap harinya.

36

BAB IV PEMBAHASAN
Fraktur ialah suatu diskontinuitas susunan/jaringan tulang yang disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis. Fraktur distal radius ialah fraktur yang disebabkan oleh trauma yang keras yang menyebabkan diskontinuitas susunan/jaringan tulang radius. Pada kasus Ny. H yang mengalami fraktur distal radius ini, mengalami gangguan antara lain berupa nyeri yang timbul ketika lengan dan pergelangan tangannya digerakkan, terjadi keterbatasan gerak lengan dan pergelangan tangan, terjadi penurunan kekuatan otot forearm, wrist dan handgrips sehingga terlihat sedikit atrofi di jari-jari tangan kiri, dan terjadi tightness dari brachioradialis. Pada kasus Ny. H ini nyeri gerak dan nyeri tekan pada radioulnar joint timbul karena pada daerah tersebut terdapat kerusakan jaringan karena terjadi diskontinuitas pada tulang radius sehingga menimbulkan nyeri.Keterbatasan gerak,atrofi jari-jari tangan kiri dan penurunan kekuatan otot timbul akibat immobilisasi oleh gips maupun immobilisasi oleh pasien itu sendiri karena nyeri.Sedangkan tightness dari otot Brachioradialis timbul karena overstretch dari otot tersebut ketika trauma itu terjadi. Oleh karena itu upaya yang dilakukan berorientasi pada temuan gangguan yang ditemukan pada pemeriksaan dan dalam hal ini fisioterapis memainkan peranannya dengan menggunakan asuhan fisioterapi yang terdiri dari Assessment, pemeriksaan (inspeksi, palpasi, PFGD, pemeriksaan khusus) analisa problematika fisioterapi, diagnosa fisioterapi, tujuan rencana intervensi (tujuan jangka panjang dan jangka pendek), intervensi fisioterapi dan evaluasi. Dari asuhan fisioterapi yang telah dilakukan pada kasus ini setelah dilakukan tiga kali terapi terjadi perubahan yang signifikan.Pada terapi yang pertama diperoleh hasil berupa pengurangan nyeri gerak dan nyeri tekan pada radioulnar joint kiri dengan nilai VAS 4,8 cm, peningkatan ROM dan kekuatan otot

37

secara bertahap pada forearm, wrist dan hand kiri, atrofi dari jari-jari kiri berkurang, tightness pada brachioradialis pun sedikit demi sedikit telah berkurang. Pada terapi yang kedua perubahan yang terjadi antara lain penurunan nyeri gerak dan tekan pada radioulnar joint kiri dengan nilai VAS 3,2 cm,peningkatan ROM dan kekuatan otot Forearm, wrist dan hand kiri, tightness otot Brachioradialis telah hilang, atrofi jari-jari kiri telah hilang.Pada terapi ketiga penurunan nyeri gerak dan nyeri tekan pada radioulnar joint pada VAS bernilai 2,2 cm,terjadi peningkatan ROM dan kekuatan otot forearm,wrist dan hand,serta terdapat peningkatan gerak fungsional forearm,wrist dan hand. Secara keseluruhan dari awal terapi hingga terapi yang ketiga memberikan hasil yang signifikan berupa pengurangan nyeri, peningkatan ROM dan kekuatan otot forearm, wrist dan hand,hilangnya atrofi jari-jari kiri, hilangnya tightness Brachioradialis serta peningkatan gerak fungsional forearm,wrist dan hand.

38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan Pada kasus Ny. I ini, nyeri, kekakuan dan stiffness-nya timbul dari fraktur distal radiusnya itu sendiri dan juga timbul karena post immobilisasi, pada kasus ini treatment yang diberikan berupa pemberian modalitas yatitu MWD, US, IFC, Limfe drainage, Strengthening dan manual terapi. Dari semua treatment yang telah dilakukan memberikan hasil berupa terjadi peningkatan ROM forearm, wrist & hand, terjadi peningkatan kekuatan oto forearm, wrist & hand terutama otot handgrips. Stiffness dari Brachioradialis-nya pun telah hilang, walaupun secara keseluruhan belum mencapai nilai normal namun prognosanya baik, sedangkan untuk kemampuan fungsionalnya belum bisa kembali seperti semula. B. Saran a. Untuk memperbaiki kemampuan fungsionalnya hendaknya diberikan lebih banyak latihan-latihan yang bisa melatih kemampuan fungsionalnya. b. Membuat home program yang disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk membantu meningkatkan ROM, kekuatan otot sehingga dapat dicapai nilai optimal. 2. Untuk Pasien a. Tetap melakukan latihan aktif dirumah sesuai dengan home program yang telah ditetapkan oleh fisioterapis. b. Tetap kontrol ke klinik fisioterapi setelah pulang. 1. MWD

1. Untuk Fisioterapi

39

Dosis intensitas: 50 Watt Time :10 menit

Freqwensi : 1x/ Hari Tujuan diberikan MWD; Terjadi nya vasodilatasi pembuluh darah Untuk merileksasikan otot otot yang mengalamai spasme Persiapan pasien Os duduk sendiri menyandar di atas kursi Persiapan alat MWD pada posisi ON dengan intensitas nol dan time nol Pelaksanaan Pasang elektrode pada jarak 10 cm dari badan Os pada daerah dada dan punggung secara bergantian .atur time 10-15 menit dan intensitas 50 Watt.setelah selesai kembalikan alat pada posisi semula 2. Us (Ultrasound) Dosis Intensitas Durasi Fereqwensi Tranduser : 2,0 W / cm2. : 1 menit untuk 1 cm sehingga waktu terapi 5 menit. : Setiap hari, : Dinamis

40

Media penghantar : Gell Tujuan diberikan US; Memberikan efek mikro massage pada otot otot yang terdapat myofasial Meningkatkan permeabilitas dan regenerasi jaringan Memberi rileksasi pada otot spasme Meningkatkan sirkulasi darah Persiapan pasien Os duduk sendiri menyandar di atas kursi, dengan bagian tubuh yang akan diberikan US dalam keadaan terbuka / tanpa pakaian. Persiapan alat US pada posisi ON dengan intensitas 2W/cm2 dan waktu 5 menit Pelaksanaan Berikan media (Gell) pada daerah yang akan di US, letakkan tranducer pada posisi tegak lurus dengan wilayah patologis tubuh, gerakkan tranduser secara Dinamis (sirkuler, dan transversal)

3. Contrak rileks Streching Dosis: Waktu : kontraksi selama 6 detik dan rileksasi 9 detik Intensitas : Toleransi pasien Freqwensi : 1x /Hari

41

Tujuan Contrak Rileks streching Meningkatkan ROM Mengurangi Spasme Persiapan Pasien Os duduk sendiri menyandar di atas kursi

4. Manual Traksi cervical Dosis : Waktu : 6 detik traksi dan 9 detik rileksasi Inensitas : Toleransi pasien Freqwensi : 1x/ Hari Tujuan Manual traksi cervical Melebarkan for. Intervertebra (dapat mengurangi penjepitan A. basilaris vertebra Persiapan Pasien Os duduk sendiri menyandar di atas kursi Penatalaksanaan Pasien diberikan traksi pada posisi netral tegak lurus dengan sumbu tubuh dan dengan 150 fleksi

DAFTAR PUSTAKA

42

Karen Atkinson, Fiona Cotts, Anne-Marie Hassenkamp. 1999. Physiotherapy In Orthopaedic. A Problem Solving. Churchill Livingstone. Nancy Berryman, Reese. Muscle and Sensory Testing. F.A. Davis. Syamsir, dr. H.M, MS. 1997. Sistem Lokomotor Musculosceletal dan Topografi. Edisi ke-4. Jakarta. Sugijanto, DIPL PT. 2003. Kumpulan Bahan Kuliah Kinesiologi & Biomekanik. Jakarta. Priatna, Heri, SST, FT. 2001. Kumpulan Bahan Kuliah Fisioterapi Muskuloskecetal. Jakarta.

43

You might also like